Anda di halaman 1dari 5

1

KEGIATAN BELAJAR 3: WAKAF

A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Peserta dapat menganalisis ketentuan Islam tentang wakaf

B. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menganalisis konsep Islam tentang wakaf

C. Uraian Materi
1. Wakaf
a. Pengertian, Hukum dan Dasar Hukum
1) Pengertian Wakaf
Secara sederhana, wakaf dapat diartikan sebagai kegiatan tidak
mempergunakan atau mengambil manfaat. Kata wakaf berasal dari bahasa
arab “waqafa”. Kata “waqafa-yaqufu-waqfan berarti “menahan, berhenti, atau
diam di tempat, dalam bahasa Indonesia.
Wakaf dalam pengertian istilah, menurut Imam Mazhab Abu Hanifah,
wakaf adalah menahan sesuatu yang dimiliki oleh pemberi wakaf dan
menginfakkan manfaat sesuatu tersebut di jalan kebaikan. Sementara Imam
Mazhab Syafi’I dan Hambali yang menyatakan bahwa wakaf adalah
menahan harta seseorang untuk diambil manfaatnya. Kegiatan tersebut
dilakukan dengan memutus akses pemberi wakaf terhadap harta tersebut.
Adapun Imam Mazhab Maliki mendefinisikan wakaf sebagai tindakan
seseorang yang menahan hartanya digunakan untuk kepentingan pribadi
dan menyedekahkan manfaat harta tersebut untuk kebaikan. Akan tetapi,
kepemilikikan harta tersebut masih ada di pihak pemberi wakaf dan
pemanfaatan harta tersebut ada jangka waktunya.
Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004, wakaf merupakan kegiatan
seorang wakif (pemberi wakaf) untuk memisahkan dan menyerahkan
sebagian hartanya untuk dimanfaatkan dalam keperluan ibadah atau
kesejahteraan umum menurut syariah Islam.

2) Hukum Wakaf
2

Hukum wakaf adalah sunnah muakkad atau amalan sunnah yang


dianjurkan. Sebab, wakaf merupakan sedekah jariyah yang pahalanya terus
mengalir meskipun orang yang mewakafkan atau waqif telah wafat.
Berkenaan hal ini, Allah berfirman dalam QS Ali Imran/3: 92: Secara umum
wakaf juga termasuk dalam bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan, seperti dikemukakan dalam QS al-Ma'idah/5: 2:
3) Dasar Hukum Wakaf
a) QS al-Maidah/5: 2

‫َو َتَع اَو ُنوا َعَلى اْلِّرِب َو الَّتْق َو ٰى َو اَل َتَع اَو ُنوا َعَلى اِإْلِمْث َو اْلُع ْد َو اِن َو اَّتُق وا الَّل َه ِإَّن الَّل َه َش ِديُد‬
… ‫اْلِعَق اِب‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.
b) QS Ali Imran/3: 92:

‫َلْن َتَن اُلوا اْلِبَّر َح َّتٰى ُتْن ِفُقوا ِمَّما ُتِحُّبوَن ۚ َو َم ا ُتْن ِفُقوا ِمْن َش ْي ٍء َفِإَّن َهَّللا ِبِه َع ِليٌم َلْن َتَن اُلوا اْلَّرِب َح ٰىَّت ُتْنِف ُق وا َّمِما‬
‫ِبِه ِل‬ ‫ٍء ِإ‬ ‫ِف ِم‬ ‫ِحُت‬
‫ُّبوَن َو َم ا ُتْن ُقوا ْن َش ْي َف َّن الَّلَه َع يٌم‬
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan,
tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.
c) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

UU Nomor 41 Tahun 2004 tersebut memuat tentang ketentuan yang


terkait wakaf di antaranya rukun wakaf, harta benda yang dapat
diwakafkan, peruntukkan wakaf hingga ruang wakaf.
b. Rukun dan Syarat Wakaf
Kegiatan wakaf tidak akan dapat terlaksana tanpa memenuhi rukun-
rukunnya. Seperti yang telah kita ketahui, rukun wakaf ada 5, sebagai
berikut:
1) Adanya orang yang berwakaf (waqif)
2) Tersedianya benda yang diwakafkan (mauquf).
3) Adanya orang yang menerima manfaat wakaf (mauquf ‘alaih).
4) Terucapnya lafaz atau ikrar wakaf (sighah)
3

Setidaknya ada 4 syarat yang perlu dilakukan seseorang saat berniat


melakukan wakaf.
1) Mauquf
Syarat pertama adalah adanya mauquf. Mauquf sendiri adalah benda
yang akan diwakafkan. Akan tetapi harus diingat bahwa tidak semua benda
dapat menjadi mauquf. Benda tersebut setidaknya harus memenuhi 4 syarat.
Pertama, mauquf dimiliki oleh seseorang. Kedua, mauquf memiliki nilai
manfaat. Ketiga, mauquf harus jelas keberadaannya saat kegiatan wakaf
berlangsung. Keempat, mauquf memang benar bertujuan untuk diwakafkan.
2) Wakif
Syarat selanjutnya adalah adanya wakif. Tidak semua orang memenuhi
syarat untuk menjadi wakif. Syarat-syarat wakif ialah sebagai berikut:
seseorang dapat menjadi wakif apabila orang tersebut dalam keadaan akal
yang sehat, merdeka, dewasa, dan tidak di bawah pengampunan.
3) Shighat
Shighat berhubungan dengan ucapan. Saat akan melakukan wakaf,
perlu mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kepastian, sangat
mungkin direalisasikan, kekal, dan tidak mengucapkan syarat tambahan dan
mengucapkan syarat yang bisa membatalkan kegiatan wakaf.
4) Mauquf ‘alaih
Mauquf ‘alaih adalah pihak yang menerima barang yang diwakafkan.
Ada dua jenis mauquf ‘alaih, yakni mu’ayyan dan ghairu mu’ayyan. Mauquf
‘alaih mu’ayyan adalah penerima wakaf yang ditunjuk oleh wakif atau
pemberi wakaf untuk menerima wakaf tersebut. Contohnya seperti kerabat
atau famili. Sementara mauquf ‘alaih ghairu mu’ayyan adalah penerima wakaf
yang tidak ditentukan. Sebagai contohnya yaitu tempat ibadah, kelompok
masyarakat tertentu, fakir, miskin, anak yatim piatu, dan sebagainya.
c. Jenis-Jenis Wakaf dan Pemanfaatannya
Jenis wakaf berdasarkan kategori harta yang diwakafkan memiliki tiga
jenis, yakni harta benda tidak bergerak, harta benda bergerak kecuali uang,
dan harta benda yang berupa uang.
1) Benda Tidak Bergerak
4

Jenis wakaf harta benda tidak bergerak, dapat berupa tanah, bangunan,
kebun, atau benda yang berhubungan dengan pertanahan. Contoh
pemanfaatan: Gedung sekolah, gedung rumah sakit, perkebunan yang masih
menghasilkan panen, dll.
2) Benda Bergerak
Jenis wakaf harta benda bergerak kecuali uang adalah yang sifat
bendanya bisa berpindah dan utamanya bisa dihabiskan. Contohnya antara
lain surat berharga, kekayaan intelektual, benda yang dapat bergerak, dll.
Contoh pemanfaatan: Quran, alat salat, ambulans, binatang ternak, dll.
3) Uang
Sementara harta wakaf berupa uang, yakni dengan mewakafkan
sejumlah uang yang dimiliki, atau disebut juga dengan wakaf tunai. Contoh
pemanfaatan: Pemberian beasiswa kepada masyarakat yang ekonomi lemah.

H. Daftar Referensi

Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani


Press, 2002.

Ghazali, Muhammad. al-Islam wa al-Awdha’ al-Iqtishadiyah, Kairo: Dar al-


Kitab al-Arabi,1948.

al-Hanafi, Abu Su’ud Muhammad bin Muhammad Mushthafa al-Imadi al-


Afandi. Risalah fi Jawazi Waqf an-Nuqud, Bairut: Dar Ibn Hazm, cet ke- 1,
1417 H/1997 M.

Husaini, Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad. Kifayah al-Akhyar fi Halli


Ghayah al- Ikhtishar, Surabaya: Dar al-Ilm, t.t.

al-Huzaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Cet. IV; Dimasyq: Dar al-
Fikr, 1996.

al-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf. Al-Majmuk Syarah Al Muhadzdzab,


Dar al-Fikr al- Islami al-Hadits, 2000.

al-Nisaburi, Abul Hasan Muslim bin Hujaj. Shahih Muslim, Riyadh: Dar…

al-Qaradawi, Yusuf. The Lawful and the Prohibited in Islam, ter. Kamal el-
Halbawy, dkk., American Trust Publication, 1994.
5

al-Qardawi, Fiqh al-Zakat, Bairut-Mu`assah ar-Risalah, Cet ke-3, 1393 H/1983


M.

http://labibfahmi07.blogspot.com

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011


Tentang Pengelolaan Zakat

al-Shabuni, Muhammad Ali. Al-Fiqh al-Syar'i al-Muyassar fi Dhau' al-Kitab wa


al-Sunnah, Dar al-Quran, 2000.

al-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy‟ats. Sunan Abi Dawud, Riyadh:
Bait al-Afkar al-Dauliyah, 2009.

al-Syathiri, Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar. Syarh al-Yaqut an-Nafis,
Beirut, Dar al-Minhaj, 2011.

al-Syatiri, Ahmad bin Umar. Syarh Yaqut al-Nafis aw al-Thariqah al-Haditsah li


al-Tadris fi Kitab al-Yaqut al-Nafis, Dar al-Hawi, 1997.

UIN Malang, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN Malang
Press, 2008.

http://www.nu.or.id

https://almanhaj.or.id

https://aswajanucenterjatim.com https://www.suduthukum.com
https://zakat.or.id

Anda mungkin juga menyukai