Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR JAWAB UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) SEMESTER 2 (DUA)

MATA KULIAH FIQIH IBADAH


Dosen pengampu : Mustajab, MPd.I

Nama : Muhammad Faqih Hakim


Nim : 215211138
Kelas : MBS 2D – FEBI UIN Raden Mas Said

1. Menganalisis materi perkuliahan fiqih ibadah yang dipaparkan dari makalah pada
pertemuan 8-14.

Pertemuan 8
Kelompok 9 & 10
( Teori Zakat dan Simulasi Perhitungan Zakat )

Zakat hukumnya wajib bagi umat Islam, yang diperintahkan melalui Al-Qur'an. Sunnah
Nabi. dan dikembangkan melaiui ijtihad manusia. Melaksanakan kewajiban zakat berarti
merealisasikan rukun Islam yang ketiga. Kewajiban zakat diambil dari harta kekayaan yang
dimiliki seseorang sesuai dengan ketentuan nisab dan haul.
Nisab adalah batas kepemilikan/kekayaan seseorang/muzaki yang terkena kewajiban
zakat. Adapun jenis dari zakat maal sendiri dapat disimpulkan ada 6 yaitu: zakat profesi, zakat
emas dan tambang, zakat pertanian, zakat peternakan, zakat perusahaan dan zakat barang
temuan. Adapun kadar zakat sendiri juga memiliki prosentase sebagai beriku mulai dari 2,5%
, 5% , 10% , dan 20%. Setiap kadar ini juga memiliki kriteria dari macam macam zakat tersebut.
Kadar 2,5% dipergunakan untuk barang tambang, perusahaan, emas dan perak. Sedangkan
kadar 5% meliputi pertanian yang dialiri. Kemuadian untuk kadar 10% meliputi pertanian yang
tidak diari; dan 20% untuk barang temuan. Untuk hewan ternak ditentukan sesuai umur,
kemudian ketentuan jumlah hewan yang dimiliki.. Sedangkan haul adalah batas waktu dari
barang yang digunakan untuk Zakat yakni 1 tahun. Zakat yang dikumpulkan diperuntukkan
bagi delapan golongan/ kelompok (asnaf) yarg telah ditentukan oleh Al-Qur'an.
Zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi kesejahteraan masyarakat. Karena
itu, pelaksanaan zakat perlu dikelola secara operasional dan bertanggungjawab sehingga
kemanfataanya tepat pada sasaran. Pelaksanaan ini dapat dilakukan langsung oleh pembayar
pajak melalui pemerintah. Dengan demikian, kewajiban zakat yang telah dilaksanakan oleh
setiap umat Islam dapat menjadi amal ibadah dan memperoleh ridha Allah SWT.

Pertemuan 9
Kelompok 1 & 2
( Teori Analisis Shodaqoh dan Wakaf, Penghimpunan Penyaluran Shodaqoh dan
Wakaf)
Shodaqoh adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan,
ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shodaqoh, tanpa disertai imbalan. Rukun
shodaqoh dan syaratnya masing-masing adalah sebagai berikut: Orang yang memberi,
syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasharrufkan
(memperedarkannya), Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak
sah memberi kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang,
karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu, Ijab dan qabul, ijab ialah pernyataan
pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul ialah pernyataan penerimaan dari orang
yang menerima pemberian, barang yang diberikan, syaratnya barang yang dapat dijual. Hikmah
Shodaqoh: Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah, Dapat menghindarkan dari berbagai bencana,
akan dicintai Allah SWT
Kata “waqf” dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian yaitu menahan,
menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan. Rukun-rukun dan syarat wakaf:
Orang yang mewakafkan hartanya atau wakif, Penerima wakaf atau mauquf’alaih, Barang yang
diwakafkan atau mauquf. Wakaf memiliki banyak jenisnya. Berikut adalah jenis-jenis wakaf:
Wakaf Ahli, Wakaf Khairi, Wakaf Musytarak, Wakaf benda tidak bergerak. Berikut adalah
manfaat dari wakaf yaitu: Mendapatkan amal jariah, Mempererat tali persaudaraan, Membantu
pembangunan negara.
Kemudian contoh analisis mengambil dari Pondok Pesantren Al Hikmah. Manajemen
wakaf produktif LW Al Hikmah yang berawal dari sebidang tanah sekarang telah berkembang
menjadi berpuluh ribu M2 dengan beberapa bangunan seperti masjid, ruang makan, ruang
istirahat, kantor dan fasilitas seperti lapangan dan kolam renang. Dalam modal pengelolaan
aset wakaf produktif LW Al Hikmah mengelola dana dari wakaf tunai, kupon wakaf dan
pendapatan hasil jasa penyewaan yang menjadi sumber permodalan wakaf tersebut. Setelah itu
LW Al Hikmah mengalokasikan dana wakaf produktif untuk mauquf alaihi 53%, maintenance/
investasi 30%, CSR 7% dan nadzir 10%.
Berdasarkan analisis SWOT kekuatan yang dimiliki oleh LW Al Hikmah yaitu memiliki
tanah yang luas, memiliki fasilitas yang baik, suasana yang sejuk dan nyaman serta keadaan
lembaga yang bernuansa islami. Kelemahan yang dimiliki yaitu kurangnya SDM yang
berpengalaman, terlebih dalam pelaksanaan kegiatan, jalur akses dari jalan raya menuju lokasi
sempit dan tersembunyi dan juga pengelolaan keuangan kurang akuntabel. Sedangkan peluang
yang dimiliki LW Al Hikmah adalah berada di kawasan wisata yang memungkinkan orang
berkunjung, memiliki kerjasama dengan beberapa instansi/lembaga, sudah dikenal oleh
masyarakt dan masih terdapat lahan yang dapat dipergunakan untuk melengkapi fasilitas
sebagai penunjang namun ancaman yang dihadapi oleh LW Al Hikmah adalah banyaknya
tempat jasa penyewaan serupa disekitar LW Al Hikmah.

Pertemuan 10
Kelompok 3 & 4
( Teori Dan Analisis Praktek Haji dan Umroh )

Haji
Secara Bahasa, kata Haji bermakna Al-qashdu yang artinya menyengaja, atau menyengaja
melakukan sesuatu yang agung. Sedangkan secara istilah haji adalah sengaja berkunjung ke
Baitullah Al-Haram (Ka’bah) di Makkah Al-Mukarromah untuk melakukan serangkaian
amalan yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah SWT. sebagai ibadah dan persembahan dari
hamba kepada Tuhan-Nya.
Adapun syarat wajib Haji adalah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Merdeka
5. Mampu secara fisik maupun finansial
Kemudian adapun rukun Haji adalah sebagai berikut :
1. Ihram
2. Wukuf
3. Thawaf
4. Sa’i
5. Tahallul
6. Tertib

Umrah
Secara bahasa, kata ‘umrah berarti az-ziyarah, yaitu berkunjung atau mendatangi suatu
tempat atau seseorang. Sedangkan secara istilah, kata umrah di dalam ilmu fiqih didefinisikan
oleh jumhur ulama sebagai Tawaf di sekeliling Baitullah dan sa’i antara Shafa dan Marwah
dengan berihram. Mendatangi Ka’bah untuk melaksanakan ritual ibadah yaitu melakukan
thawaf dan sa’i.
Ibadah umrah adalah ibadah Sunnah yang mana jika dilaksanakan akan menambah pahala
dan keimanan kita kepada Allah. Pada dasarnya ibadah umrah sama dengan ibadah haji namun
terdapat perbedaan dari segi waktu pelaksanaan hingga rukun-rukun yang harus dikerjakan.
Rukun Umrah adalah ihrm, tawaf, sa’I, tahallul, dan tertib. Melaksanakan ibadah umrah
dianjurkan bagi yang mampu dan ibadah Umrah dapat dilaksanakan berkali-kali tidak ada
batasnya.

Pertemuan 11
Kelompok 5 & 6
( Teori Analisis Akhamul Janaiz 1 : Mendampingi Sakaratul Maut, Memandikan, dan
Mengkafani Jenazah )

Mendampingi Sakaratul Maut

Berikut beberapa cara untuk mendampingi Sakaratul Maut seorang Muslim :

1. Pertama, meniduri miringkan orang tersebut ke sisi badan sebelah kanan untuk
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.
2. Kedua, disunahkan mengajari (men-talqin) orang yang sedang sekarat kalimat
syahadat yakni lâ ilâha illallâh dengan cara yang halus dan tidak memaksanya untuk
ikut menirukan ucapan syahadat tersebut.
3. Ketiga, disunahkan membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang sekarat.
4. Keempat, orang yang sedang mengalami sakit dan merasakan sudah adanya tanda-
tanda kematian ia dianjurkan untuk berbaik sangka (husnudzon) kepada Allah.

Memandikan Jenazah
Sebelum Jenazah dishalatkan, maka yang harus dilakukan adalah memandikannya.
Memandikan jenazah dimaksudkan agar segala bentuk hadas dannajis yang ada pada jenazah
tersebut hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akandikafani terus dishalatkan telah suci dari
hadas dan najis. Dalam memandikan mayat wajib adanya niat mendekatkan diri kepada Allah
SWT, karena ia termasuk bagian dari ibadah. Demikian pula mutlak, suci dan halalnya air.
Menghilangkan najis dari badan mayat terlebih dahulu, dan tidak adanya penghalang yang
dapat mencegah sampainya air ke kulit mayat, semua itu harus dipenuhi dalam memandikan
mayat. Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah.Kemudian jenazah yang harus
dimandikan haruslah beragama Islam.

Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah maksudnya membungkus jenazah dengan kain kafan. Hukum


Mengkafani jenazah ialah fardu kifayah kifayah bagi orang-orang orang-orang islam yang
masih hidup. Kain Kafan diperoleh dengan cara yang halal, yakni diambilkan dari harta
peninggalan jenazah, Jika ia meninggalkan harta. Dalam mengkafani jenazah laki-laki yakni 3
lapis sedangkan untuk perempuan 5 lapis. Berikut hal yang disunnahkan dalam mengkafani
jenazah :

1. Kain kafan harus putih bersih dan bagus


2. Kain kafan berwarna putih
3. Menggunakan kain Bibarah
4. Memakai wewangian

Pertemuan 12
Kelompok 7 & 8
( Teori dan Analisis Akhamul Janaiz 2 : Praktek Sholat Jenazah dan Menguburkan
Jenazah )

Sholat Jenazah

Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat muslim jika
ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini adalah fardhu
kifayah. Adapun syarat sholat jenazah adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci
dari hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, laki-laki
auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai seluruh anggota badan,
kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat kali,
membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW, Mendoakan jenazah,
membaca membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan salam.
Apabila jenazah ada di depan tempat Salat, Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan
atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-
laki maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang
yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah ada di
tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang
disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur, menyalatkan jenazah di atas kuburan
hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum dikubur.

Menguburkan Jenazah

Hukum mengubur jenazah adalah fardhu kifayah. Alangkah baiknya sesegera mungkin
dilakukan penguburan. Dalam penguburan jenazah harus memerhatikan hal berikut :

1. Memperdalam lubang kira-kira 2 meter


2. Lubang untuk menguburkan mayit sebaiknya berbentuk lahd (lahad) , yaitu liang yang
bagian bawahnya dikeruk sebelah ke kiblat,dan setelah jenazah dibaringkan
disana,liang tersebut ditutupi dengan bilah-bilah papan yang di tegakkan,kemudian di
timbun dengan tanah.
3. Ketika memasukkan mayit kedalam kubur,sebaiknya membaca Bismillah wa ‘ala
millati Rasulillah atau Bismillah wa ‘alasunnati Rasulillah.Kemudian meletakannya
dengan tubuhnya di miringkan ke sebelah kanan dan wajahnya menghadap kiblat.
4. Selesai penguburannya,yaitu ketika lubang telah ditimbuni kembali dengan
tanah,hendaknya mereka yang hadir mendo’akan bagi mayit tersebut dan memohon
ampunan baginya dari Allah SWT.

Pertemuan 13
Kelompok 9 & 10
( Teori dan Praktek Do’a dan Dzikir )

Doa adalah memohon pertolongan seorang hamba kepada Rabbnya, menampakkan


kefakiran kepada-nya, dan berdoa diwajibkan karena berdoa merupakan sifat seorang hamba
yang tidak mempunyai kekuatan kecuali atas pertolongan Rabbnya. Adapun etika dzikir adalah
menghadap kiblat dan diawali dengan pujian kepada Allah SWT.
Sedangkan dzikir mempunyai arti mengingat sesuatu atau sang pencipta dan mengucapkan
dengan lidah maupun hati secara bersamaan. Menurut Imam An-Nawawi "Dzikir merupakan
amalan yang sangat dituntut didalam Islam, dzikir yang lebih utama menurut beliau yaitu
berdzikir dengan hati dan lidah secara bersamaan, jika tidak mampu keduanya lebih baik
berdzikir dengan hati" Adapun manfaat dzikir adalah

1. Mendapatkan seribu kebaikan dan menghapus keburukan.


2. Allah akan mengampuni orang yang berdzikir sebagaimana Allah mengampuni dosa
Nabi Yunus dengan mengeluarkannya dari perut ikan.
3. Mencegah dari perbuatan mungkar dan keji.
Hakikat doa sebenarnya adalah menampakkan ke-fakiran kepada Allah, berlepas diri dari
segala bentuk kekuasaan dan kekuatan, merasakan aspek kehinaan dan kerendahan sebagai
makhluk, juga sebagai sarana untuk memuji dan mengagungkan Sang Khaliq (Pencipta).
Sekaligus sebagai pengakuan hamba terhadap kemuliaan dan kebesaran-Nya. Maka ketinggian
derajat seorang ham-ba adalah tatkala ia menjadi dekat dengan Allah.
Hakikat zikir adalah menyebut atau mengingat kepada Allah swt., dengan maksud
mendekatkan diri kepada-Nya guna untuk mengingat kebesaran dan keagungan Allah swt.
Agar manusia tidak lupa terhadap pencipta-Nya serta terhindar dari penyakit sombong dan
takabur.

Pertemuan 14
( Analisis Fiqih Ibadah dan Moderasi Beragama )

Definisi Moderasi Beragama dalam Konteks Fiqih

Kata moderasi dalam bahasa Arab diartiakan al-wasathiyah. Seacara Bahasa al-wasathiyah
berasal dari kata wasath. Kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah, atau sesuatu yang
memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding. Kedua, definisi menurut terminologi,
makna wasath adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan
pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.
Moderasi juga berarti “sesuatu yang terbaik.” Sesuatu yang ada di tengah biasanya berada
di antara dua hal yang buruk. Contohnya adalah keberanian. Sifat berani dianggap baik karena
ia berada di antara sifat ceroboh dan sifat takut. Sifat dermawan juga baik karena ia berada di
antara sifat boros dan sifat kikir. Sedangkan moderasi beragama berarti cara beragama jalan
tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem
dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya
disebut moderat.
Dalam konteks Indonesia, menurut Masdar Hilmy, sikap moderat dapat tercermin dalam
karakter sebagai berikut:
• Penyebaran ajaran Islam melalui ideologi non kekerasan.
• Mengadopsi cara hidup modern dengan segala derivasinya, termasuk teknologi,
demokrasi, HAM, dan sejenisnya.
• Penggunaan cara berpikir rasional.
• Memahami Islam dengan pendekatan kontekstual.
• Penggunaan ijtihad dalam mencari solusi terhadap persoalan yang tidak ditemukan
justifikasinya dalam al-Qur'an dan hadits.
Untuk menopang konsep dan sikap moderat, setidaknya ada tiga nilai dasar yang perlu
diperhatikan dalam proses pendidikan. Ketiga nilai dasar tersebut adalah toleran (tasamuh),
keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawāzzun).

1. Toleransi
Toleransi adalah sikap menghargai pendirian orang lain. Dan menghargai bukan
berarti membenarkan apalagi mengikuti. Itu, artinya, toleransi beragama menurut Islam
adalah menghormati atau menolelir dengan tanpa melewati batas aturan agama itu
sendiri. Islam menjelaskan bahwa Tasāmuḥ mengarah kepada sikap terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit,
bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah dan
sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.
Menurut Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB), ruang lingkup tasāmuḥ
(toleransi) dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengakui hak orang lain
2. Menghormati keyakinan orang lain
3. Saling mengerti
4. Kesadaran dan kejujuran
2. Keadilan
Keadilan haruslah berdasarkan kebenaran, keseimbangan, perlakuan sama, serta
sikap tengah dan tidak memihak. Keadilan tidak bisa ditegakkan apabila mengabaikan
kebenaran. Demikian juga sebaliknya, mengabaikan kebenaran sama dengan
mengorbankan keadilan. Hampir semua agama memiliki konsep dasar tentang keadilan
dan dijadikan sebagai standar kebajikan yang diajarkan kepada pemeluknya. Meskipun
demikian, mungkin saja terjadi perbedaan dalam pemahamannya, dalam
mempersepsinya dan dalam Mengembangkan visinya, sesuai dengan prinsip-prinsip
teologisnya.
3. Keseimbangan
Keseimbangan hendaknya dapat ditegakkan dan dilaksanakan oleh semua orang,
karena apabila seseorang tidak bisa menegakkan sikap seimbang akan melahirkan
berbagai masalah. Agama senantiasa menuntut segala aspek kehidupan kita untuk
seimbang, tidak boleh belebihan dan tidak boleh kekurangan. Salah satu yang
menjadikan Islam agama yang sempurna adalah karena keseimbangannya.
Kesimbangan merupakan keharusan sosial, dengan demikian seseorang yang tidak
seimbang dalam kehidupan individu dan sosialnya, bahkan interaksi sosialnya akan
rusak.

2. Memberikan analisis tentang Fiqih Kontemporer terkait Tema Fiqih Ibadah

Analisis Fiqih Kontemporer Dalam Hal Sholat Berjamaah di Masjid dengan Shaf
Terpisah di Masa Pandemi Covid-19

Dalam menganalisis fiqih kontemporer kali ini, saya akan membahas atau mengkaji
bagaimana pandangan Islam terhadap keadaan orang yang Shaf sholatnya terpisah (tidak rapat)
saat melaksanakan sholat berjamaah di masjid, yang mana disebabkan oleh pemberlakuan jarak
akibat Covid-19. Akan tetapi ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi perhatian bagi kita
yaitu :
1. Jika ada pihak yang lebih berwenang seperti dari Kemenag atau MUI dengan
memutuskan untuk menghentikan kegiatan sholat berjamaah di masjid karena wabah
Pandemi Covid, maka tetap ikutilah instruksi tersebut.

Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulul amri di
antara mu.” (Q.S. An-Nisa’/4;59)

Abul ‘Aliyah mengatakan yang dimaksud dengan ulul amri adalah ulama. Ibnu
Katsir mengatakan, “Tampaknya wallahu a’lam, ayat ini memaksudkan ulul amri
adalah umara dan ulama.

2. Jika larangan itu masih berupa imbauan untuk mencegah penyebaran Covid, maka tetap
ikuti imbauan tersebut karena mencecah lebih baik daripada mengobati. Hal itu
tercermin dari kaidah sadd Al-Dzarai (tindakan preventif) dan Al-Dhararu Yuzal
(menghilangkan mudarat). Keluarnya imbauan dari pemerintah atau MUI sudah dengan
sendirinya menjadi uzur untuk meninggalkan shalat Jumat dan salat berjemaah di
masjid.
3. Jika belum ada larangan atau imbauan khusus untuk daerah tertentu, karena penyebaran
virus belum sampai ke daerah tersebut, maka salat Jumat dan shalat fardu berjemaah
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
4. Apabila sebuah lembaga atau badan takmir masjid tetap memilih melaksanakan shalat
Jumat dan shalat berjamaah di masjid setelah adanya imbauan dari pemerintah,
kemenag dan MUI, dengan menerapkan beberapa bentuk tindakan preventif, seperti
memakai masker, jaga jarak shaf shalat, maka ada perbedaan pendapat antara ulama
(kontemporer) tentang sah tidaknya shalat dengan shaf yang berjauhan, baik antara shaf
pertama dan kedua, maupun antara seorang dengan orang yang di kanan dan kirinya.

Berikut pendapat para ulama tentang salat berjemaah dengan keadaan jaga jarak :

1. Syekh Abdul Muhsin al-Abbad


Ulama ini mengungkapkan pendapatnya bahwa salat di masjid dengan model
jaga jarak tidak dianggap shalat berjemaah, maka salat ini dianggap shalat
sendiri. Tetapi beliau tidak menyebutkan dalil dari pendapat tersebut. Boleh jadi
landasannya adalah hadis-hadis Rasulullah SAW yang berisi perintah
meluruskan dan merapatkan shaf dan pendapat sebagian ulama yang
menyatakan bahwa meluruskan dan merapatkan saf hukumnya wajib.

“Luruskan saf-saf kalian dan rapatkan.” (H.R. Bukhari no. 719)


Pada kondisi seperti ini sebaiknya shalat di masjid dihentikan sementara, dan
dilaksanakan di rumah masing-masing. Shalat berjemaah di masjid hukumnya
sunah muakadah, sedangkan menjaga keselamatan jiwa manusia hukumnya
wajib, sehingga mengutamakan perkara sunah atas perkara wajib tidak tepat.

2. Prof. Dr. Khalid bin Ali al-Musyaiqih


Ulama ini mengungkapkan pendapatnya bahwa shalat tersebut sah dan tetap
mendapat pahala shalat berjemaah. Sunah Rasulullah SAW bahwa saf shalat
haruslah berdekatan, jarak antara satu saf dengan saf berikutnya adalah
seukuran tempat sujud. Tetapi jika (berjauhan jarak) diperlukan karena khawatir
terjangkit penyakit, maka berjauhan saf tidak mengapa, walaupun seorang harus
shalat sendiri di belakang saf karena hajat (kebutuhan).
Pendapat kedua ini sesuai pandangan jumhur ulama mazhab Syafi’i dan
Hambali, di mana ulama mazhab Syafi’i menganggap sah iqtida' (bermakmum)
kepada imam, sedang jarak antara keduanya 3 dzira’ (sekitar 1,5 meter), begitu
juga jika jarak antara saf pertama, kedua dan seterusnya.
Semua dianggap sah dalam kondisi normal, apalagi jika ada uzur atau sebab
tertentu yang memaksa jamaah saling mengambil jarak aman antara satu sama
lain seperti saat penyebaran virus covid-19. Ini berkaitan dengan salah satu
syarat berjamaah yang disebutkan dalam mazhab Syafi’i, yakni berkumpulnya
imam dan makmum di satu masjid (tempat).

Imam Al-Rafi’i berkata yang artinya :

“Kapan saja imam dan makmum berada di satu masjid, maka iqtida’(berimam
kepadanya) sah, baik jarak antara keduanya berdekatan atau berjauhan
dikarenakan luasnya masjid, sebab masjid didirikan untuk shalat dan berjamaah
di dalamnya, semua yang berkumpul di dalamnya berkumpul untuk
menegakkan jamaah, maka jarak yang berjauhan tidak mempengaruhinya.”

Kemudian Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hambali juga berkata :

“Siapa saja yang berada di masjid boleh mengikuti (shalat) imam, meski jarak
keduanya berjauhan, sebab keseluruhan masjid adalah tempat untuk berjamaah,
jika di antara keduanya ada penghalang sehingga imam tidak terlihat, dan ia
tidak bisa mendengar takbir imam, maka tidak sah berimam dengannya, tetapi
jika tidak melihat imam namun mendengar takbirnya maka ada dua pendapat
(dalam mazhab), yang paling benar bahwa shalatnya sah.”

Adapun pendapat pertama, yang menyatakan bahwa meluruskan dan


merapatkan saf dalam salat berjemaah hukumnya wajib, tetapi jika ada uzur
yang menyebabkan seseorang tidak rapat dengan saf, maka sejatinya salat
jemaahnya tetap sah. Pendapat-pendapat itu tadi menjadi lebih kuat karena
jumhur ulama berpendapat bahwa merapatkan dan meluruskan saf hukumnya
sunah/mustahab, bukan wajib.
3. Membuat video/film dokumenter dengan tema fiqih ibadah yang sudah
pernah dipelajari. (Secara Kelompok)

Untuk linknya YouTube nya :

https://youtu.be/X2rsj13NTGk

Mohon maaf apabila terdapat kekurangan

Anda mungkin juga menyukai