Anda di halaman 1dari 10

FIQIH MUAMALAH

‘ARIYAH DAN AL-QARD

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : FIQH MUAMALAH


Dosen : H. Fatchurrochman, M.Pd.

Disusun oleh :

Lutfi Hakim (191100391)


Ekonomi Syari’ah 3B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUFYAN TSAURI ( STAIS )

JL. KH. Sufyan Tsauri Telp. (0280)623562 Majenang 53257 Tahun


2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “’Ariyah dan Al-qard”.

Adapun makalah ’Ariyah dan Al-qard ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ’Ariyah dan Al-


qard ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan
inspirasi terhadap pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari


bahkan tanpa kita sadari, pinjam-meminjam sering kita lakukan. Berbicara
mengenai pinjaman (‘Ariyah), maka perlu kita bahas mengenai dasar
hukum ariyah.

Apa sebenarnya ariyah itu? Bagaimana dasar hukum serta rukun dan
syarat Ariyah? Dan apakah pembayaran / pengambilan pinjaman itu telah
sesuai atau tidak? Untuk itu kita perlu mengetahui bagaimana
pengembalian yang sesuai dengan syara . agar kita bisa menerapkan dalam
kehidupan nyata.

Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberi


pengetahuan kepada pembaca umumnya dan saya khususnya tentang hal-
hal yang berkaitan dengan ‘ariyah dan hukumnya, sehinga kita dapat
mengaplikasikanya dalam kegiatan kita sehari-hari. Akhirnya, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

B. Rumusan Masalah

a. Seperti apa pengertian ‘Ariyah?

b. Bagaimana pengertian Al – Qard?


BAB II

PEMBAHASAN

1. Al - ‘Ariyah

A. Pengertian

Ariyah menurut bahasa ialah pinjaman. Sedangkan menurut istilah,


pengertian ‘ariyah di bagi menjadi beberapa pendapat:

a. menurut Hanafiyah, ariyah ialah: kepemilikan atas manfaat secara


Cuma-Cuma

b. menurut malikiyah, Ariyah ialah:Memiliki manfaat dalam waktu


tertentu dengan tanpa imbalan.

c. Menurut syafi’iyah, Ariyah adalah: “Kebolehan mengambil


manfaat dari sesorang yang membebaskannya,apa yang mungkin
untuk dimanfaatkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat
dikembalikan kepada pemiliknya.”

d. menurut Hanbaliyah, Ariyah ialah: “kebolehan memanfaatkan


suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainnya.”

Dari definisi yang diungkapkan oleh para ulama mazhab tersebut


dapat disimpulkan bahwa, ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat
barang-barang yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain dengan
tanpa di ganti atau secara Cuma-Cuma (gratis). Bila diganti dengan
sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ariyah.

B. Dasar Hukum

Menurut Sayyid Sabiq, tolong menolong (‘Ariyah) adalah sunnah.


Sedangkan menurut al-Ruyani, sebagaimana dikutif oleh Taqiy al-Din,
bahwa ariyah hukumnya wajib ketika awal islam. Ada juga yang
berpendapat ariyah ini adalah suatu usaha tolong menolong oleh karena itu
hukumnya boleh atau mubah sapanjang yang demikian itu dilakukan
sesuai dengan ketentuannya.

Adapun landasan hukumnya dari nash Alquran ialah:

“dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan


janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.”

(Qs. Al-Maidah(5):2).

Selain dari Al-Quran, landasan hukum yang kedua adalah Al-


Hadis, ialah:

“barang peminjaman adalah benda yang wajib dikembalikan”

(Riwayat Abu Daud)

“Dari SamurahIbnu jundab bahwa Rosululloh SAW bersabda:”


tangan bertanggung jawab terhadap apa yang ia ambil sampai ia
mengembalikan”( Riwayat Ahmad dan empat imam, hadis sohih menurut
hakim).

“Dari anas bin malik ia berkta; telah terjadi rasa ketakutan


(sernngan musuh) dikota madinah. Lalu nabi meminjam seekor kuda dari
abi talhah yang diberi mandub, kemudian beliau mengendarainya, setelah
beliau kembali beliau bersbda: kami tidak melihat apa-apa yang kami
temui hanya lautan . (HR. Muttafaq ‘alaih)

C. Rukun dan Syarat

Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah satu yaitu ijiab, dan Kabul tidak
wajib diucapkan tetapi cukup dengan menyerahkan pemilik kepada
peminjam barang yang dipinjam. Menurut jumhur ulama termasuk
Syafi’iyah berpendapat rukun ariyah adalah sebagai berikut:
a. Kalimat shighat/ ijab qabul

b. Mu’ir yaitu orang yang yang meminjam

c. Mus’tair yaitu orang yang meminjamkan dan

d. Mu’ar yaitu barang yang dipinjam

Syarat bagi mu’ir dan musta’ir yaitu: Baik peminjam atau yang
meminjamkan disyaratkan keduanya telah berkemampuan untuk bertindak
dan berbuat kebajikan dan mampu membuat perjanjian, yaitu telah
dewasa, berakal sehat, cakap atas harta dan berbuat dengan kesadaran dan
pilihan sendiri dan tidak dalam keadaan terpaksa.

Sedangkan syarat untuk barang yang dipinjamkan adalah dapat


dimanfaatkan tanpa mengurangi wujud barangnya, dapat diserahkan dan
dimanfatkan untuk kepentingan yang tidak bertentangan dengan agama,
tidak syah ariyah yang barangnya tidak dapat digunakan, seperti
meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakan
untuk menyimpan padi, maka batal ariyah yang pengambilan manfaat
materinya dibatalkan oleh syara, seperti meminjam benda-benda najis.

2. Al – Qard

A. Pengertian

Di dalam fiqih Islam, hutang piutang telah dikenal dengan istilah


Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u
yang berarti memotong. Harta yang diserahkan kepada orang yang
berhutang disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang
yang memberikan hutang kepda orang yang menerima utang.
Sedangkan pengertian istilah Qardh menurut ulama Hanafiyah
berpendapat qardh adalah: harta yang diberikan seseorang dari maal mitsli
untuk kmudian dibayar atau dikembalikan.

Safi’iyah berpendapat qardh adalah: sesuatu yang diberikan kepada


orang lain , yang suatu saat harus di kembalikan.

Hanbaliyah berpendapat qardh adalah: memberikan harta kepada


orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan
penggantiannya.

Atau dengan kata lain, Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu


yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan
pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang
sama. Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)
maka di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu
juta juga.

B. Hukum Al-Qard

Hukum Hutang piutang pada asalnya diperbolehkan dalam syariat


Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada
orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan
dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Adapun dalil-
dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang ialah
sebagaimana berikut ini:

Dalil dari Al-Qur’an

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman


yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan
meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-
Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Sedangkan dalil dari Al-Hadits

“Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua


kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (HR. . Hadits
ini di-hasan-kan Ibnu Majah II/812 no.2430, dari Ibnu Mas’ud oleh Al-
Albani di dalam Irwa’ Al-ghalil Fi Takhrij Ahadits manar As-sabil
(no.1389).)

Sementara dari Ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma’


tentang disyariatkannya hutang piutang (peminjaman).

C. Rukun dan Syarat

Menurut ulma hanafi rukun qardh adalah ijab dan qabul, sedangkan
menurut para jumhur fuqaha, rukun qardg adalah:

a. Aqid, yaitu muqridh dan muqtaridh

b. Ma’qud alaih, yaitu uang atau barang dan

c. Shigat, yaitu ijab dan qabul

Syarat hutang piutang agar menjadi amal sholeh adalah :

a. Harta yang dihutangkan adalah harta yang jelas dan murni


kehalalannya, bukan harta yang haram atau tercampur dengan
sesuatu yang haram.

b. Pemberi piutang / pinjaman tidak mengungkit-ungkit atau


menyakiti penerima pinjaman baik dengan kata-kata maupun
perbuatan.

c. Pemberi piutang/pinjaman berniat mendekatkan diri kepada Allah


dengan ikhlas, hanya mengharap pahala dan ridho dari-Nya
semata. Tidak ada maksud riya’ (pamer) atau sum’ah (ingin
didengar kebaikannya oleh orang lain).
d. Pinjaman tersebut tidak mendatangkan tambahan manfaat atau
keuntungan sedikitpun bagi pemberi pinjaman.

D. Adab dalam Al-Qard

Beberapa Adab Islam Dalam Hutang

1. Hutang piutang harus ditulis dan dipersaksikan.

2. Pemberi hutang atau pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan


atau manfaat dari orang yang berhutang.

3. Melunasi hutang dengan cara yang baik

4. Berhutang dengan niat baik dan akan melunasinya

5. Berupaya untuk berhutang dari orang sholih yang memiliki profesi


dan penghasilan yang halal.

6. Tidak berhutang kecuali dalam keadaan darurat atau mendesak.

7. Tidak berhutang kecuali dalam keadaan darurat atau mendesak.

8. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah


orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang
memberikan pinjaman.

9. Menggunakan uang pinjaman dengan sebaik mungkin. Menyadari,


bahwa pinjaman merupakan amanah yang harus dia kembalikan.

10. Diperbolehkan bagi yang berhutang untuk mengajukan pemutihan


atas hutangnya atau pengurangan, dan juga mencari perantara
(syafa’at) untuk memohonnya.

11. Bersegera melunasi hutang

12. Memberikan Penangguhan waktu kepada orang yang sedang


kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

‘Ariyah (pinjaman) adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang


kepada orang lain secara Cuma-Cuma (gratis). Apabila digantikan dengan
sesuatu atau ada imbalannya, hal itu tidak dapat disebut ¸’Ariyah.

Dalam ‘ariyah ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi, rukun
‘ariyah yaitu adanya akad (ijab dan qabul), Orang-orang yang berakad, dan
barang yang dipijamkan.

Anda mungkin juga menyukai