Anda di halaman 1dari 15

Makalah Fiqih Muamalat

“Hibah dan Hadiah”

Disusun Oleh:
Suci Rahmadani
Muhammad Darmawan
Pramudya Zain Muttaqin

Program Studi Perbankan Syariah

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim

Puji syukur kehadiran Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia, taufiq, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dengan baik.

Shalawat dan salam semoga tetap mengalir deras pada pejuang kita yang namanya
populer dan berkibar diseluruh dunia yakni Nabi besar Muhammad Saw. Yang mana dengan
perjuangan beliau kita dapat berada dalam cahaya islam dan iman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa salam penulisan Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan
masukkan dari pembaca. Saran dan masukkan yang membangun dan positif yang diberikan
agar kedepannya akan membuat makalah menjadi lebih baik dalam penyusunan maupun
penggunaannya.

Tangerang, 03 Juli 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1

DAFTAR ISI......................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3

A. Latar Belakang.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

A. Penjelasan Tentang Hibah.......................................................................................4


B. Penjelasan Tentang Hadiah.....................................................................................8
C. Perbedaan dan persamaan Hibah,dan Hadiah..........................................................11
BAB III PENUTUP...........................................................................................................13

A. Kesimpulan..............................................................................................................13
B. Saran........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan sebagai rahmat bagi seluruh
alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau selalu berbuat baik
dengan amalan sholeh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Zakat
adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan karena bagian dari rukun Islam, demikian
pula shodaqoh karena islam menganjurkan untuk bershodaqoh dengan tujuan menolong
saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk mendapat ridho Allah SWT.

Shodaqoh bisa berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang
bermanfaat. Dalam pengertian luas, shodaqoh bisa berbentuk sumbangan pemikiran,
pengorbanan tenaga dan jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun.
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan
agama islam seperti pemberian hadiah, hibah dan shodaqoh. Maka pada makalah yang
singkat ini penulis akan sedikit menguraikan hal tersebut seberapa penting dalam dunia
pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan memahami tentang Hibah dan Hadiah ini lebih sistematis, maka yang
menjadi fokus/rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penjelasan tentang hibah?


2. Bagaimana penjelasan tentang hadiah?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan hibah,dan hadiah?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari karya tulis ini adalah:

1. Menjelaskan mengenai hibah


2. Menjelaskan mengenai hadiah
3. Menjelaskan mengenai persamaan dan perbedaan hibah,dan hadiah

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Hibah

A. Pengertian Hibah

Menurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’
difathah, adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masa hidupnya
dengan cuma-cuma, tanpa imbalan. Menurut istilah hibah adalah pemberian harta dari
seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya
dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.

Pengertian Hibah dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut bahasa dan pengertian menurut
istilah/terminologi. Menurut bahasa (harfiah), hibah berarti pemberian atau memberikan.
Menurut istilah, Hibah ialah memberikan sesuatu hak milik kepada orang lain untuk
memilikinya dengan masud berbuat baik dan yang dilakukan dalam masa hidup.

Didalam syara” sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti akad yang pokok
persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu dia hidup, tanpa
adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk
dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan maka harta tersebut
disebut i’aarah (pinjaman).

B. Hukum Hibah

Memberikan Sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk
perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.

Nabi Muhammad SAW bersabda :“Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad
SAW. telah bersabda: “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak
berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya
yang demikian itu pemberian yang diberikan Allah kepadanya” (HR. Ahmad).

1. Wajib
4
Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan
kemampuannya.Rosululloh saw bersabda: Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah
terhadap anak anak kalian.

2. Haram

Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.

3. Makruh

Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang


maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.

C. Rukun Hibah

Rukun hibah ada empat, yaitu :

1. Pemberi hibah (wajib)


Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar
kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak
memiliki barang.
2. Penerima hibah (mauhub lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :Hendaknya penerima hibah
itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau
hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka
ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
3. Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat
wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi
hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada
penerima hibah.
4. Akad (Ijab dan Qabul)
Misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini
kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.

D. Syarat Hibah

Hibah menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi hibah dan sesuatu yang di
hibahkan:

5
1. Syarat-syarat penghibah

a) Penghibah memiliki apa yang di hibahkan

b) Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan

c) Penghibah itu orang dewasa, berakal dan rasyid

d) Tanpa ada unsur paksaan

2. Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah

a) Berhak memiliki dan benar-benar ada diwaktu di beri hibah

b) Memegang hibah atas seizin wahib

3. Syarat-syarat barang yang di hibahkan

a) Harus ada di waktu hibah

b) Berupa harta yang kuat dan bermanfaat

c) Milik sendiri

d) Dapat di miliki dzatnya

e) Tidak berhubungan dengan tempat lain/terpisah

E. Macam-macam Hibah

Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :

Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup
materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi
(harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.

Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau
barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi
hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna
atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah
seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena
setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.

F. Mencabut Hibah

6
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii
hibah orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.:

“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali
seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).

Sabda Rasulullah SAW. :

“Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya
kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).

Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :

1. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu
demi menjaga kemaslahatan anaknya.

2. Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah.

3. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari
pihak lain

G. Masalah Mengenai Hibah

1. Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal

Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya
dan jumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu
tidak sah. Jika hibah itu jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan
kepada penerima hibah (harus bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.

2. Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya,

Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang


yang dihibahkan kepada anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya atau kepada
anak yang sudah dewasa, tetapi lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan
memintakembali hibah seseorang kepada anaknya.

H. Hikmah Hibah

Adapun hikmah hibah adalah :

1. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama

7
2. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong

3. Dapat mempererat tali silaturahmi

4. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.

2. Hadiah

A. Pengertian Hadiah

Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk


mmnuliakan atau memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkan kepada
umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan
kecintaan dan saling menghormati antara sesama.

Hadiah adalah memberikan sesuatu tanpa ada imbalannya dan dibawa ke tempat
orang yang akan di beri, karena hendak memuliakanya. Hadiah merupakan suatu
penghargaan dari pemberi kepada si penerima atas prestasi atau yang dikehendakinya.
Rasulullah SAW bersabda : Artinya: "Hendaklah kalian saling memberikan hadiah,
niscaya kalian akan saling menyayangi ( HR. Abu Ya'la )

B. Hukum Hadiah

Hukum hadiah adalah boleh ( mubah ). Nabi sendiripun juga sering menerima dan
memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana sabdanya:

Artinya: "Rasulullah SAW menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya". (HR. AI
Bazzar).

Hadiah telah di syariatkan penerimaanya dan telah ditetapkan pahala bagi


pemberinya.Dalil yang melandasi hal itu adalah sebuah hadist dari Abu Hurairah, bahwa nabi
telah bersabda :

“sekiranya aku diundang makan sepotong kaki binatang, pasti akan aku penuhi undangan
tersebut.begitu juga jika sepotong lengan atau kaki dihadiahka kepadaku, pasti aku akan
menerimanya.” (HR.Al-Bukhari)

Dan diriwayatkan imam Ath-Thabrani dari Hadist Ummu Hakim Al-Khuza’iyah, dia
berkata : wahai rasulullah apakah engkau tidak menyukai penolakan terhadap kelembutan ?"
8
beliau menjawab :”betapa buruknya yang demikian itu, sekiranya aku diberi hadiah sepotong
kaki binatang,pasti aku akan menerimanya”.

Hadiah diperbolehkan dengan kesepakatan umat, apabila tidak terdapat disana


larangan syar’I terkadang di sunattkan untuk memberikan hadiah apabila dalam rangka
menyambung silaturrahmi, kasih sayang dan rasa cinta.terkadang disyariatkan apabila dia
termasuk di dalam bab membalas budi dan kebaikan orang lain dengan hal yang
semisalnya.dan terkadang juga menjadi haram dan perantara menuju perkara yang haram dan
ia merupakan hadiah yang berbentuk suatu yang haram, atau termasuk dalam kategori sogok
menyogok dan yang sehukum dengannya.

1. Hukum menerima hadiah

Para ulama berselisih pendapat tentang orang yang diberikan bingkisan hadiah, apakah
wajib menerimanya ataukah disunatkan saja, dan pendapat yang kuat bahwasannya orang
yang diberikan hadiah yang mubah dan tidak ada penghalang syar’I yang mengharuskan
menolaknya.maka wajib menerimanya di karenakan dalil-dalil berikut ini :

Rasulullah SAW bersabda : “penuhilah undangan, jangan menolak hadiah, da jangan


menganiaya kaum muslimin”.

Di dalam ash-shahih (al-bukhari dan muslim). Dari Umar ra beliau berkata : rasulullah SAW
memberiku sebuah bingkisan, lalu aku katakan “berikan ia kepada orang yang lebih fakir
dariku” maka beliau menjawab, “ambillah, apabila datang kepadamu sesuatu dari harta ini,
sedangkan engkau tidak tamak dan tidak pula memintanya, maka ambillah dan simpan untuk
dirimu, jikalau engkau menghendakinya, maka makanlah.dan bila engkau tidak
menginginkannya, bershadaqahlah dengannya.”

Salim bin abdillah berkata :”oleh karena itu abdullah tidak pernah meminta kepada orang lain
sedikitpun dan tidak pula menolak bingkisan yang di berikan kepadanya sedikitpun”.(shahih
At Targhib 836)

Dan didalam sebuah riwayat, Umar ra berkata “ketahuilah demi dzat yang jiwaku ditangan-
nya!saya tidak akan meminta kepada orang lain sedikitpun dan tidaklah aku diberikan suatu
pemberian yang tidak aku minta melainkan aku mengambilnya,” (shahih At Targhib 836)

9
Rasulullah SAW tidaklah menolak hadiah kecuali dikarenaka oleh sebab yang syar’I.oleh
karena adanya dalil-dalil ini maka wajib menerima hadiah apabila tidak dijumpai larangan
syar’i.

Demikian pula diantara dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya, adalah apa yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari hadist Abu Hurairrah ra, beliau berkata bahwa
rasulullah SAW pernah bersabda :”barang siapa yang Allah datangkan kepadanya sesuatu
dari harta ini, tana dia memintanya, maka hendaklah menerimanya, karena sesungguhnya itu
adalah rezeki yang allah kirimkan kepadanya.” (Shahih At-Targhib 839).

2. Hukum menolak hadiah

Setelah jelas bagi kita wajib menerima hadiah, maka tidak boleh menolaknya kecuali
dikarenakan unsur syar’i dan nabi saw melarang kita untuk menolak hadiah dengan sabda
beliau: “ jangan kalian menolak hadiah”. (telah lewat takhrijnya).

C. Syarat-syarat hadiah

1. Orang yang memberikan hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang
lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti
pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.

2. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang


terlantar.

3. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau
hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.

4. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.

D. Rukun Hadiah

1. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak
mentasyarrufkannya

2. Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki .

3. Ijab dan qabul

4. Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual

E. Hikmah Hadiah

10
1. Menjadi unsur bagi suburnya kasih saying

2. Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.

Sabda Nabi Muhammad SAW :

“Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan


kedengkian” (HR. Abu Ya’la).

“Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan
menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).

3. Perbedaan dan Persamaan Hibah dan Hadiah

A. Perbedaan

1. Hibah

a) Merupakan pemberian yang didasarkan atas kasih sayang

b) Pemberian ini lebih bersifat keduniawian

c) Pemberian ini ditujukan kepada orang-orang yang masih dalam hubungan keluarga

d) Pemberian ini biasanya dalam bentuk barang tidak bergerak

e) Untuk melaksanakan hibah perlu tata cara tertentu, misalnya dilakukan secara tertulis

f) Hibah hukumnya sunnah

2. Hadiah

a) Merupakan pemberian yang diberikan atas keadaan atau peristiwa tertentu

b) Pemberian ini lebih bersifat keduniawian

c) Pemberian ini ditujukan kepada orang-orang tertentu

d) Pemberian ini biasanya dalam bentuk barang, baik barang bergerak seperti alat-alat
sekolah, televisi, dan lain-lain, maupun barang bergerak

e) Untuk melaksanakan hadiah, bisa melalui tata cara atau prosedur tertentu dan bisa pula
tidak

f) Hadiah hukumnya mubah (boleh)

11
B. Persamaan

1. Hibah, dan hadiah sama-sama merupakan wujud kedermawanan yang dimiliki sseorang

2. Hibah,dan hadiah merupakan pemberian secara cuma-cuma tanpa mengharap pemberian


kembali.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada dasarnya, arti ketiga istilah di atas ditambah athiyah termasuk hibah menurut
bahasa. Dengan kata lain, pengertian secara bahasa antara hibah, sedekah, dan hadiah
adalah sama. Hanya saja jika ditinjau dari maksud dan tujuan dari ketiganya, jelas
terdapat perbedaan sebagai berikut:

1. Apabila pemberian tersebut dimaksudkan untuk mengagungkan atau karena rasa cinta
dan terdapat suatu bentuk penghormatan (penghargaan) atas suatu pekerjaan seseorang,
dinamakan hadiah.
2. Jika pemberian diberikan seseorang kepada orang lain yang tidak terdapat unsur
sebagai sedekah ataupun hadiah, dinamakan hibah.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Apabila ada
kesalahan dari segi isi maupun dalam penulisan, itu merupakan kelemahan serta
kekurangan saya sebagai insan biasa.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul M. Mujieb, dkk., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994.

Al-Fauzan, Saleh, Fiqih Sehari-hari, Terj. Abdul Hayyie aal-Kattani, Jakarta: Gema
Insani Press,2005.

Al-habsyi, Muhammad Baqir, Fiqih Praktis, Bandung: Mizan. 1999.

Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta. Radar Jaya Pratama, cet.1, 2000.

Helmi Karim, 1997, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, edisi 1,Cet.
2.

Idris, Abdul Fatah, dkk., Fikih Islam Lengkap, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004,
Cet. 3.

Rasjid, H. Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung,Sinar Algensindo, 1998.

Umari, Drs. H. Barmawi, Ilmu Fiqih, Ramdhani, Pelambang, 1985.

Syafe’i, Rachmat, 2006, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, cet. 3.

Zainuddin, A dan Jambari, Muhammad, Muamalah dan Akhlak, Pustaka Setia,


Bandung, 1999.

14

Anda mungkin juga menyukai