MAKALAH
OLEH :
FAKULTAS SYARI’AH
2022
KATA PENGANTAR
Hamdan wa syukran Lillah Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
“Hibah, Shodaqoh. Hadiah dan Segala Permasalahannya” dengan baik dan
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Tasyri’.
Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni
Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa ummatnya dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang yakni Addinul Islam wa-l-Iman.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan atau sarana dalam proses
pembelajaran. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
perbaikan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan......................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11
C. Daftar Pustaka.............................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap muslim dalam menjalankan aktivitasnya tidak akan pernah lepas
dari peran manusia lainnya, sehingga Islam memandang penting terhadap
setiap hubungan ( muamalah) antara manusia dan semua perbuatan yang
mengenai hak adami. Hal ini demi keamanan dan kebaikan setiap manusia
yang hidup dalam Islam, sehingga ada beberapa muamalah yang diwajibkan
dan ada pula yang disunnahkan.
Dan dari makalah ini diharapkan kita bisa lebih memahami arti dari
sedekah, hibah dan hadiah, sehingga kedepannya, hal ini tidak hanya sebagia
wacana saja, namun sudah bisa menjadi adat dalam diri kita, sehingga kita
tidak terbius oleh sifat kikir dan boros.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa dan bagaimana pengertian dari sedekah, hibag dan hadiah serta rukun-
rukunnya?
2. Bagaimana masalah pemberian dan hukum mengambil kembali barang
pemberian?
3. Apa fadhilah dan hikmah dari sedekah, hibah dan hadiah?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari sedekah, hibah dan hadiah serta rukun-
rukunnya.
2. Untuk mengetahui masalah pemberian dan hukum mengambil kembali barang
pemberian.
3. Untuk mengetahui apa fadhilah dan hikmah dari sedekah, hibah dan hadiah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hibah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak
ada sebabnya.
2. Sedekah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya karena
mengharapkan pahala di akhirat.
3. Hadiah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya serta
dibawa ke tempat yang diberi karena hendak memuliakannya.2
3
3. Pemberian yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan yang
sama, sebagi maksud dari menyambung tali silaturrahim. Maka
pemberian ini ada yang mengatakan boleh dibalas.5
Dalam mendefinisikan sedekah, hibah, dan hadiah hampir semua
mayoritas ulama sepakat, bahwa sedekah, hibah dan hadiah merupakan
amalan sunah dengan memberikan sesuatu hal yang yang bermanfaat kepada
orang lain secara hak, hanya untuk mencari ridho Allah. Dalam pandangan
madzhabiyah, untuk menentukan jenis pemberian diatas maka dapat dilihat
dari niatnya. Dan mereka mensyaratakan barang pemberian kepada segala
bentuk hal bermanfaat, tanpa alat tukar dan tanpa syarat pertikaran.6
Jadi, dalam analisa masalah pemberian ini bahwa sedekah, hibah dan
hadiah mempunyai perbedaan:
1. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar atau membutuhkan,
sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi.
2. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan
pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan
penghargaan kepada orang yang dihormati.
3. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan
hadiah hukumnya mubah (boleh).8
5
Sabir and Mutmainnah.
6
Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Al-Mahalli, “Qulyubi Wa ’Umairah Jilid III Bab Hibah Hal. 122-
137,” in Pustaka Haramain, 2016.
7
As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.”
8
Imam Zakariya Al-Anshori, “Asna Al-Mathalib Jilid IV Bab Hibah Hal. 69-87,” in Darul Kutub
Ilmiyah Beirut, 2000.
4
B. Rukun dan Syarat Shodaqoh, hadiah dan Hibah
Adapun rukun-rukun dari shodaqoh, hibah dan hadiah yaitu:
1. Ada yang memberi.
2. Ada yang di beri
3. Ada ijab qobul.
4. Ada barang yang diberikan.9
Dan syarat- syarat bagi pemberi yaitu:
1. Dewasa (baligh).
2. Tidak dipaksa.
3. Memiliki penuh atas yang diberikan.
4. Bukan orang yang ditahan hartanya (Hijr).10
Syarat-syarat bagi penerima benar-benar ada diwaktu di beri. Bila benar-
benar tidak ada, atau diperkirakan adanya, seperti janin, maka pemberian tidak
sah.11
Syarat-syarat barang diberikan.
1. Harta itu ada.
2. Harta itu bernilai.
3. Dapat dimiliki dzatnya dan dapat diterima peredaranaya.
4. Tidak berhubungan dengan tempat kepemilikan baik pemberi maupun
orang lain. Akan tetapi bila telah dipisahkan maka boleh.12
9
As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.”
10
Khatib Asy-Syarbini, “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132,” in Beirut, n.d.
11
As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.”
12
Asy-Syarbini, “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132.”
5
C. Masalah Pemberian dan Ruju’ dalam Pemberian (Mengambil Kembali Barang
Pemberian).
Pemberian shodaqoh merupakan perbuatan yang baik yang sangat
dianjurkan dan Allah Swt. Dalam Al-Qur’an menjelasakan tentang cerita
Nabi Yusuf dan saudaranya perihal shodaqoh.
ِ ىة فَ اَو
ف لَنَ ا الْ َكْي َل ٍ ٍ َفلَ َّما دخلُوا علَي ِه قَالُوا ٰيٓاَيُّها الْع ِزيز م َّسنَا واَهلَنَا الضُُّّر و ِجْئ نَا بِبِض
ْ اعة ُّم ْز ٰج
َ َ َ ْ َ َ ُْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ
ِ َّق علَين ۗا اِ َّن ال ٰلّه جَي ِزى الْمت
َ صدِّقنْي
َ َُ ْ َ َ ْ َ ْ صد
َ ََوت
Artinya:
“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al
Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang
membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan
untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi
balasan kepada orang-orang yang bersedekah."
Dan Rosulullah sangat menerima hadiah dan tidak menerima shodaqoh,
seperti dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam
Muslim.
حدثنا عبد الرمحن بن سالم اجلمحي حدثنا الربيع يعين ابن مسلم عن حممد وهو ابن زياد
عن أيب هريرة أن النيب صلى اهلل عليه وسلم كان إذا أيت بطعام سأل عنه فإن قيل هدية أكل
Artinya:
“Bercerita kepadaku Abdurrahman bin salam bercerita Rabi’ yaitu Ibnu
Muslim dari Muhammad dan dia adalah Ibnu Ziyad Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassalam biasanya bila
dibawakan makanan, beliau selalu menanyakannya terlebih dahulu. Jika
dikatakan bahwa makanan itu adalah hadiah, maka beliau memakannya. Dan
kalau dikatakan bahwa itu adalah sedekah, maka beliau tidak mau
memakannya (muttafaqun alaih).”
6
Barang yang diberikan belum menjadi milik orang yang diberi kecuali
sesudah diterimanya, tidak dengan semata-mata akad. Keterangan: Nabi SAW
pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi, kenmudian Najasyi
meninggal dunia sebelum menerimanya. Nabi SAW mencabut kembali
pemberian itu. Kalau salah seorang yang memberi atau yang diberi mati
sebelum menerima, ahli warisnya boleh menerima atau menerimakan barang
yang telah diakadkan itu, dan boleh juga mencabutnya.13
َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن، قثنا ُح َس نْيٌ الْ ُم َعلِّ ُم، اب بْ ُن َعطَ ٍاء
ِ قثنا َعْب ُد الْو َّه، ح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْن َأيِب الْع َّو ِام
َ َ ُ َ
صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِِ ِ ٍ َّ واب ِن عب، ع ِن اب ِن عمر، عن طَاو ٍس، ب
َ ِّ بِه َيْر َف َعانه ِإىَل النَّيِب, اس َ ْ َ ََ ُ ْ َ ُ َْ
ٍ ُش َعْي
Artinya:
“Seorang bapak dibolehkan mencabut pemberian kepada anaknya karena ia
berhak menjaga kemaslahatan anaknya, juga cukup menaruh perhatian (kasih
sayang kepada anaknya). Sungguh tidak berhalangan apabila bapak mencabut
pemberian kepada anaknya, tetapi dengan syarat “barang yang diberikan itu
masih dalam kekuasaan anaknya”, berarti masih tetap kepunyaan anaknya,
meskipun sedang dirungguhkan. Maka apabila milik anak telah hilang, si
bapak tidak boleh mencabut pemberiannya lagi, walaupun barang itu kembali
kepada anak denhgan jalan lain. Bapak diperbolehkan mengambilharta
anaknya apabila dia menginginkannya.”
13
Fakhr Ar-Razi, “Tafsir Ar-Razi Jilid VI,” in Darul Kutub Ilmiyah Beirut, 2000.
7
Dalam memberikan shodaqoh dianjurkan denagn barang ( sesuatu) yang
paling disenanginya) untuk diberikan kepada kerabat, fakir miskin dan ibnu
sabil, seperti keterangan dalam surat Al baqoroh ayat 177.14
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Selain itu bagi yang menerima hadiah hendaknya Barangsiapa yang tidak
mempunyai sesuatu untuk membalas hadiah maka hendaklah berdo’a atas
hadiah tersbut, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW:
َج َـز َاك اهللُ َخْيًرا َف َقـ ْد َْأبلَ َغ يِف الثَّنَ ِاء:اعلِ ِه
ِ من صنَع ِإلَي ِه معروفًا َف َق َال لَِف
ْ ُْ َ ْ َ َ ْ َ
Artinya :
14
Ar-Razi.
8
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan kepada seseorang, kemudian dia berkata
Artinya:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
15
Al-Anshori, “Asna Al-Mathalib Jilid IV Bab Hibah Hal. 69-87.”
16
Asy-Syarbini, “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132.”
9
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al Ahzab : 35)
Banyak sekali hikmah atau manfaat shadaqah, hibah, dan hadiah, antara
lain sebagaimana dijelaskan di bawah ini
1. Kebiasaan bershodaqoh merupakan sumber kebaikan pada diri seseorang.
2. Mengikat masyarakat dengan ikatan kasih saying dan persaudaraan yang
erat.
3. Shadaqah dapat lebih memper erat tali persaudaraan atau silaturahmi.17
17
Sabir and Mutmainnah, “Korupsi, Hibah Dan Hadiah Dalam Persfektif Hukum Islam (Klarifikasi
Dan Pencegahan Korupsi).”
18
Al-Mahalli, “Qulyubi Wa ’Umairah Jilid III Bab Hibah Hal. 122-137.”
10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hibah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada
sebabnya.
2. Sedekah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya karena
mengharapkan pahala di akhirat.
3. Hadiah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya serta dibawa
ke tempat yang diberi karena hendak memuliakannya.
i
a. Barang-barang yang kecil. Misalnya dua atau tiga butir biji beras, tidak
sah dijual, tetapi sah diberikan.
b. Barang yang tidak diketahui tidaklah sah dijual, tetapi sah diberikan.
c. Kulit bangkai sebelum disamaktidaklah sah dijual tetapi sah diberikan.
Barang yang diberikan belum menjadi milik orang yang diberi kecuali
sesudah diterimanya, tidak dengan semata-mata akad. Keterangan: Nabi SAW
pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi, kenmudian Najasyi
meninggal dunia sebelum menerimanya. Nabi SAW mencabut kembali
pemberian itu.
Kalau salah seorang yang memberi atau yang diberi mati sebelum
menerima, ahli warisnya boleh menerima atau menerimakan barang yang telah
diakadkan itu, dan boleh juga mencabutnya.
Pemberian yang sudah diberikan dan sudah diterima tidak boleh dicabut
kembali, kecuali pemberian bapaknya kepada anaknya, tidak berhalangan
dicabut atau dimintanya kembali.
Seorang bapak dibolehkan mencabut pemberian kepada anaknya karena ia
berhak menjaga kemaslahatan anaknya, juga cukup menaruh perhatian (kasih
sayang kepada anaknya).Sungguh tidak berhalangan apabila bapak mencabut
pemberian kepada anaknya, tetapi dengan syarat “barang yang diberikan itu
masih dalam kekuasaan anaknya”, berarti masih tetap kepunyaan anaknya,
meskipun sedang dirungguhkan. Maka apabila milik anak telah hilang, si bapak
tidak boleh mencabut pemberiannya lagi, walaupun barang itu kembali kepada
anak denhgan jalan lain. Bapak diperbolehkan mengambilharta anaknya
apabila dia menginginkannya.
Adapun manfaatnya adalah mendapat pahala besar dan menjalin serta
memperat jalinan silaturrahmi.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna dan perlu adanya kritik dan saran dari pembaca sebagai
pedoman penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.
ii
DAFTAR PUSTAKA
Al-Anshori, Imam Zakariya. “Asna Al-Mathalib Jilid IV Bab Hibah Hal. 69-87.”
In Darul Kutub Ilmiyah Beirut, 2000.
Ar-Razi, Fakhr. “Tafsir Ar-Razi Jilid VI.” In Darul Kutub Ilmiyah Beirut, 2000.
As-Syatha, Abu Bakar. “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.” In
Pustaka Haramain, 2015.
Asy-Syarbini, Khatib. “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132.” In
Beirut, n.d.
Sabir, Muhammad, and Iin Mutmainnah. “Korupsi, Hibah Dan Hadiah Dalam
Persfektif Hukum Islam (Klarifikasi Dan Pencegahan Korupsi).” Al
Hurriyah : Jurnal Hukum Islam 5, no. 2 (2020): 114.
https://doi.org/10.30983/alhurriyah.v5i2.2690.
iii