Anda di halaman 1dari 16

HIBAH, SHODAQOH.

HADIAH DAN SEGALA


PERMASALAHANNYA

MAKALAH

OLEH :

FAIZAH UHTI RIANDA


NIM 210202110145

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK


IBRAHIM MALANG

2022
KATA PENGANTAR

Hamdan wa syukran Lillah Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
“Hibah, Shodaqoh. Hadiah dan Segala Permasalahannya” dengan baik dan
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Tasyri’.

Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni
Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa ummatnya dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang yakni Addinul Islam wa-l-Iman.

Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini, dalam kesempatan ini penulis


menyampaikan ribuan terima kasih kepada bapak Dr. H. Abbas Arfani LC. M. H
selaku dosen mata kuliah Fiqh Muamalah, dan juga semua pihak yang telah
mendukung selesainya makalah ini

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan atau sarana dalam proses
pembelajaran. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
perbaikan makalah ini.

Malang, 27 November 2022

Faizah Uhti Rianda

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Shodaqoh, Hibah dan Hadiah…………………………….…... 3


B. Rukun dan Syarat Shodaqoh, Hibah dan Hadiah…………………………4
C. Masalah Pemberian dan Ruju' dalam Pemberian........................................5
D. Manfaat dan Hikmah Bersedekah, Hibah dan Hadiah................................9
E. Perbedaan dan Persamaan Shadaqoh, Hibah dan Hadiah...........................10

BAB III PENUTUP

A. Simpulan......................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11
C. Daftar Pustaka.............................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap muslim dalam menjalankan aktivitasnya tidak akan pernah lepas
dari peran manusia lainnya, sehingga Islam memandang penting terhadap
setiap hubungan ( muamalah) antara manusia dan semua perbuatan yang
mengenai hak adami. Hal ini demi keamanan dan kebaikan setiap manusia
yang hidup dalam Islam, sehingga ada beberapa muamalah yang diwajibkan
dan ada pula yang disunnahkan.

Sedekah, hibah, dan hadiah merupakan amalan-amalan sunnah yang


sangat dianjurkan dalam Islam, sebagai landasan iman kepada Allah, hal ini
dijelaskan dalam Q. S. Al Hadid ayat 7 yang artinya “Berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar”.

Untuk itu sudah seharusnya kita sebagai orang-orang beriman,


membiasakan melakukan sedekah, hibah dan memberikan hadiah kepada
setiap orang yang merasa membutuhkan dan diperlukan, karena selain pahala
hal ini mengandung hikmah dan fadhilah yang besar. Namun dalam
memberikannya kita tetap dianjurkan mengikuti tata cara atau rukun-rukunya
sehingga sedekah, hibah dan hadiah ini tidak salah sasaran, dan tidak terjebak
dalam prasangka yang dilarang oleh agama.

Dan dari makalah ini diharapkan kita bisa lebih memahami arti dari
sedekah, hibah dan hadiah, sehingga kedepannya, hal ini tidak hanya sebagia
wacana saja, namun sudah bisa menjadi adat dalam diri kita, sehingga kita
tidak terbius oleh sifat kikir dan boros.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa dan bagaimana pengertian dari sedekah, hibag dan hadiah serta rukun-
rukunnya?
2. Bagaimana masalah pemberian dan hukum mengambil kembali barang
pemberian?
3. Apa fadhilah dan hikmah dari sedekah, hibah dan hadiah?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari sedekah, hibah dan hadiah serta rukun-
rukunnya.
2. Untuk mengetahui masalah pemberian dan hukum mengambil kembali barang
pemberian.
3. Untuk mengetahui apa fadhilah dan hikmah dari sedekah, hibah dan hadiah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Shodakah, Hibah Dan Hadiah.

Dalam bab pemberian dalam fiqh, Al-‘Athiyah (pemeberian) di bagi


menjadi beberapa  bentuk, antara lain yaitu : shodaqoh, hibah dan hadiah.
Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan,
dengan mengharap ridha Allah semata. Sedangakan pemberina yang
dilakukan untuk mengharapkan kebajikan (sebagai amal sholeh) maka di
sebut Hibah. Dan bila pemberian itu untuk mendapatkan pujian maka di sebut
Hadiah.1
Dan lebih rinci lagi dijelaskan sebagai berikut :

1. Hibah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak
ada sebabnya.
2. Sedekah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya karena
mengharapkan pahala di akhirat.
3. Hadiah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya serta
dibawa ke tempat yang  diberi karena hendak memuliakannya.2

Al ‘Athiyah terdiri dari tiga bentuk yang lebih obyektif yaitu:


1. Pemberian seseorang kepada seseorang yang kedudukanya dibawahnya,
sebagai bentuk penghormatan, dan pemberian ini tidak mengharapkan
balasan.3
2. Pemberian yang dilakukan oleh orang yang kedudukanya lebih rendah
kepada orang yang mempunyai kedudukan tinggi, hal ini dimkasutkan
untuk mencari perlindungan dan bantuan. Dan pemberian ini wajib
dibalas.4
1
Abu Bakar As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72,” in Pustaka Haramain,
2015.
2
As-Syatha.
3
Muhammad Sabir and Iin Mutmainnah, “Korupsi, Hibah Dan Hadiah Dalam Persfektif Hukum
Islam (Klarifikasi Dan Pencegahan Korupsi),” Al Hurriyah : Jurnal Hukum Islam 5, no. 2 (2020): 114,
https://doi.org/10.30983/alhurriyah.v5i2.2690.
4
Sabir and Mutmainnah.

3
3. Pemberian yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan yang
sama, sebagi maksud dari menyambung tali silaturrahim. Maka
pemberian ini ada yang mengatakan boleh dibalas.5
Dalam mendefinisikan sedekah, hibah, dan hadiah hampir semua
mayoritas ulama sepakat, bahwa sedekah, hibah dan hadiah merupakan
amalan sunah dengan memberikan sesuatu hal yang yang bermanfaat kepada
orang lain secara hak, hanya untuk mencari ridho Allah. Dalam pandangan
madzhabiyah, untuk menentukan jenis pemberian diatas maka dapat dilihat
dari niatnya. Dan mereka mensyaratakan barang  pemberian kepada segala
bentuk hal bermanfaat, tanpa alat tukar dan tanpa syarat pertikaran.6

Dan hukum pemberian ini pun dibagi menjadi tiga, yaitu:


1. Halal, jika dilkukan atas dasar suka sama suka dan melalui jalan yang
hak.
2. Haram, bila pemberian itu dumaksutkan untuk melakukan kezaliman.
3. Haram bagi penerima,dan halal bagi pemberi. Jika penerima adalah
seseorang yang mensyratakan untuk mengungkap kejahatan (tebusan). 7

Jadi, dalam analisa masalah pemberian ini bahwa sedekah, hibah dan
hadiah mempunyai perbedaan:
1. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar atau membutuhkan,
sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi.
2. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan
pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan
penghargaan kepada orang yang dihormati.
3. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan
hadiah hukumnya mubah (boleh).8

5
Sabir and Mutmainnah.
6
Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Al-Mahalli, “Qulyubi Wa ’Umairah Jilid III Bab Hibah Hal. 122-
137,” in Pustaka Haramain, 2016.
7
As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.”
8
Imam Zakariya Al-Anshori, “Asna Al-Mathalib Jilid IV Bab Hibah Hal. 69-87,” in Darul Kutub
Ilmiyah Beirut, 2000.

4
B. Rukun dan Syarat Shodaqoh, hadiah dan Hibah
Adapun rukun-rukun dari shodaqoh, hibah dan hadiah yaitu:
1. Ada yang memberi.
2. Ada yang di beri
3. Ada ijab qobul.
4. Ada barang yang diberikan.9
Dan syarat- syarat bagi pemberi yaitu:
1. Dewasa (baligh).
2. Tidak dipaksa.
3. Memiliki penuh atas yang diberikan.
4. Bukan orang yang ditahan hartanya (Hijr).10
Syarat-syarat bagi penerima benar-benar ada diwaktu di beri. Bila benar-
benar tidak ada, atau diperkirakan adanya, seperti janin, maka pemberian tidak
sah.11
Syarat-syarat barang diberikan.
1. Harta itu ada.
2. Harta itu bernilai.
3. Dapat dimiliki dzatnya dan dapat diterima peredaranaya.
4. Tidak berhubungan dengan tempat kepemilikan baik pemberi maupun
orang lain. Akan tetapi bila telah dipisahkan maka boleh.12

Dikhususkan yakni barang pemberian itu hendaknya bukan untuk umum


seperti haknya jaminan. Dalam konteks ini imam malik dan imam Asyafi’I
dan imam Ahmad dan Abu Tsaur berkata: sesungguhnya hibah yang untuk
umum yang tidak dibagi-bagi hukumnya sah.
Dan dalam  Syarah Fathul Qorib lebih dispesifikan lagi bahwa harta yang
disedekahkan adalah yang bisa dan pantas dijual dan tidak boleh memberikan
harta yang bersifat sia-sia (harta yang tidak bisa masuk dalam syarat Buyu’)

9
As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.”
10
Khatib Asy-Syarbini, “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132,” in Beirut, n.d.
11
As-Syatha, “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.”
12
Asy-Syarbini, “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132.”

5
C. Masalah Pemberian dan Ruju’ dalam Pemberian (Mengambil Kembali Barang
Pemberian).
Pemberian shodaqoh merupakan perbuatan yang baik yang sangat
dianjurkan dan Allah Swt. Dalam Al-Qur’an menjelasakan tentang cerita 
Nabi Yusuf dan saudaranya perihal shodaqoh.

ِ ‫ىة فَ اَو‬
‫ف لَنَ ا الْ َكْي َل‬ ٍ ٍ ‫َفلَ َّما دخلُوا علَي ِه قَالُوا ٰيٓاَيُّها الْع ِزيز م َّسنَا واَهلَنَا الضُُّّر و ِجْئ نَا بِبِض‬
ْ ‫اعة ُّم ْز ٰج‬
َ َ َ ْ َ َ ُْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ
ِ ‫َّق علَين ۗا اِ َّن ال ٰلّه جَي ِزى الْمت‬
َ ‫صدِّقنْي‬
َ َُ ْ َ َ ْ َ ْ ‫صد‬
َ َ‫َوت‬
Artinya:
“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al
Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang
membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan
untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi
balasan kepada orang-orang yang bersedekah."
Dan Rosulullah sangat menerima hadiah dan tidak menerima shodaqoh,
seperti dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam
Muslim.

‫حدثنا عبد الرمحن بن سالم اجلمحي حدثنا الربيع يعين ابن مسلم عن حممد وهو ابن زياد‬

‫عن أيب هريرة أن النيب صلى اهلل عليه وسلم كان إذا أيت بطعام سأل عنه فإن قيل هدية أكل‬

‫منها و إن قيل صدقة مل يأكل منها‬

Artinya:
“Bercerita kepadaku Abdurrahman bin salam bercerita Rabi’ yaitu Ibnu
Muslim dari Muhammad dan dia adalah Ibnu Ziyad Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassalam biasanya bila
dibawakan makanan, beliau selalu menanyakannya terlebih dahulu. Jika
dikatakan bahwa makanan itu adalah hadiah, maka beliau memakannya. Dan
kalau dikatakan bahwa itu adalah sedekah, maka beliau tidak mau
memakannya (muttafaqun alaih).”

6
Barang yang diberikan belum menjadi milik orang yang diberi kecuali
sesudah diterimanya, tidak dengan semata-mata akad. Keterangan: Nabi SAW
pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi, kenmudian Najasyi
meninggal dunia sebelum menerimanya. Nabi SAW mencabut kembali
pemberian itu. Kalau salah seorang yang memberi atau yang diberi mati
sebelum menerima, ahli warisnya boleh menerima atau menerimakan barang
yang telah diakadkan itu, dan boleh juga mencabutnya.13

Jumhurul ulama’ sepakat bahwaPemberian yang sudah diberikan dan


sudah diterima tidak boleh dicabut kembali, sekalipun itu terjadi kepada
suami, istri dan saudaranya sendiri kecuali pemberian bapaknya kepada
anaknya, tidak berhalangan dicabut atau dimintanya kembali.

‫ َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن‬، ‫ قثنا ُح َس نْيٌ الْ ُم َعلِّ ُم‬، ‫اب بْ ُن َعطَ ٍاء‬
ِ ‫ قثنا َعْب ُد الْو َّه‬، ‫ح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْن َأيِب الْع َّو ِام‬
َ َ ُ َ
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِِ ِ ٍ َّ‫ واب ِن عب‬، ‫ ع ِن اب ِن عمر‬، ‫ عن طَاو ٍس‬، ‫ب‬
َ ِّ ‫ بِه َيْر َف َعانه ِإىَل النَّيِب‬, ‫اس‬ َ ْ َ ََ ُ ْ َ ُ َْ
ٍ ‫ُش َعْي‬

‫ َو َمثَ ُل‬، ُ‫يم ا يُ ْع ِط َي َولَ َده‬ِ ِ ‫ِإ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ ال الْ َوال َد ف‬, ‫ " ال حَي ُّل لَر ُج ٍل َأ ْن يُ ْعط َي َعطيَّةً َيْرج ُع ف َيه ا‬: ‫ َأنَّهُ قَ َال‬,
‫ب يَْأ ُك ُل َحىَّت ِإذَا َشبِ َع قَاءَ مُثَّ َع َاد فِ ِيه‬
ِ ‫الَّ ِذي يُ ْع ِطي َع ِطيَّةً َير ِج ُع فِ َيها َكمثَ ِل الْ َك ْل‬
َ ْ

Artinya:
“Seorang bapak dibolehkan mencabut pemberian kepada anaknya karena ia
berhak menjaga kemaslahatan anaknya, juga cukup menaruh perhatian (kasih
sayang kepada anaknya). Sungguh tidak berhalangan apabila bapak mencabut
pemberian kepada anaknya, tetapi dengan syarat “barang yang diberikan itu
masih dalam kekuasaan anaknya”, berarti masih tetap kepunyaan anaknya,
meskipun sedang dirungguhkan. Maka apabila milik anak telah hilang, si
bapak tidak boleh mencabut pemberiannya lagi, walaupun barang itu kembali
kepada anak denhgan jalan lain. Bapak diperbolehkan mengambilharta
anaknya apabila dia menginginkannya.”

13
Fakhr Ar-Razi, “Tafsir Ar-Razi Jilid VI,” in Darul Kutub Ilmiyah Beirut, 2000.

7
Dalam memberikan shodaqoh dianjurkan denagn barang ( sesuatu) yang
paling disenanginya) untuk diberikan kepada kerabat, fakir miskin dan ibnu
sabil, seperti keterangan dalam surat Al baqoroh ayat 177.14

‫ِ ٰ ِ رِب‬ ِ ِ ْ َّ ‫س الْ رِب‬


‫آم َن‬َ ‫وه ُك ْم ق بَ َل الْ َم ْش ِر ق َو الْ َم ْغ ِر ب َو لَ ك َّن الْ َّ َم ْن‬ َ ‫َأن ُت َو لُّ وا ُو ُج‬ َ ‫لَ ْي‬
ِ‫ال ع لَ ى ح بِّ ه‬
َ ِّ‫اب َو النَّ بِ ي‬ِ َ‫بِ اللَّ ِه و الْ ي و ِم ا آْل ِخ ِر و الْ م اَل ِئ َك ِة و الْ ِك ت‬
ُ ٰ َ َ ‫ني َو آتَ ى الْ َم‬ َ َ َ ْ َ َ
ِ َ‫الر ق‬
ِّ ‫ني َو يِف‬ ِ ‫يل و َّ ِئ‬ ِ َّ ‫ني و ابْ ن‬ ِ
‫اب‬ َ ‫الس ا ل‬ َ ِ ‫الس ب‬ َ َ‫َذ ِو ي الْ ُق ْر ىَب ٰ َو الْ يَ ت‬
َ َ َ ‫ام ٰى َو الْ َم َس اك‬
‫الص ابِ ِر ين يِف‬ ِِ
َ َ ‫ون بِ َع ْه د ه ْم ِإ َذ ا َع‬
َّ ‫ َو‬Pۖ ‫اه ُد وا‬ َ ُ‫اة َو الْ ُم وف‬ َّ ‫الص اَل َة َو آتَ ى‬
َ ‫الز َك‬ َّ ‫ام‬
َ َ‫َو َأق‬
‫ون‬
َ ‫ك ُه ُم الْ ُم َّت ُق‬ ٰ ‫ و‬Pۖ ‫ك الَّ ِذ ين ص َد قُ وا‬
َ ‫ُأولَ ِئ‬ ٰ Pۗ ‫الض َّر ِاء و ِح ني الْ ب ْأ ِس‬
َ ‫ُأولَ ِئ‬
ِ ‫الْ ب ْأ س‬
َّ ‫اء َو‬
َ َ َ َ َ َ َ َ

Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.

Selain itu bagi yang menerima hadiah hendaknya Barangsiapa yang tidak
mempunyai sesuatu untuk membalas hadiah maka hendaklah berdo’a atas
hadiah tersbut, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW:

‫ َج َـز َاك اهللُ َخْيًرا َف َقـ ْد َْأبلَ َغ يِف الثَّنَ ِاء‬:‫اعلِ ِه‬
ِ ‫من صنَع ِإلَي ِه معروفًا َف َق َال لَِف‬
ْ ُْ َ ْ َ َ ْ َ

Artinya :
14
Ar-Razi.

8
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan kepada seseorang, kemudian dia berkata

kepada orang yang berbuat tersebut: ‫خْير‬


َ ُ‫اهلل‬ ‫( َج َـز َاك‬semoga Allah membalasmu
ً
dengan yang lebih baik) maka sungguh dia telah cukup memadai dalam
memuji”.

Dan berikut ini adalah hal-hal yang membatalkan pahala pemeberian


adalah: Al Mann (mebangkit-bangkitkan) yaitu mengungkit-ungkit sesuatu
dan barang yang telah diberikan sehingga orang lain tahu bahwa ia
bersedekah. Al Aza.(menyakiti). Oarang yang bersedekah kemudian ia
menyakiti dengan sedeka itu baik berupa ucapan maupun perbuatan. Riya
(pamrih). Bersedekah berniat pamrih, dihadapan orang banyak sehingga ia
menerima pujian.15

D. Manfaat dan Hikmah Bersedekah, Hibah Dan Hadiah.


Sedekah, hibah dan hadiah mempunayi manfaat yang sangat besar yaitu
laki-laki dan perempuan yang bersedekah akan mendapat pahala besar.16

ِ َ‫ات و الْ َق انِ تِ ني و الْ َق انِ ت‬ ِ ِ


ِ َ‫ات و الْ م ْؤ ِم نِ ني و الْ م ْؤ ِم ن‬ ِِ
‫ات‬ َ َ َ ُ َ َ َ ‫ِإ َّن الْ ُم ْس ل م‬
ُ َ ‫ني َو الْ ُم ْس ل َم‬
ِ ‫اش ع‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫اد قِ ني و‬
ِ ‫الص‬
‫ات‬ َ ‫الص ابِ َر ات َو ا خْلَ اش ع‬
َ َ‫ني َو ا خْل‬ َّ ‫ين َو‬ ِ َّ ‫ات و‬
َ ‫الص اب ِر‬ َ َ‫الص اد ق‬ َ َ َّ ‫َو‬

‫وج ُه ْم‬ ِِ ِ ‫الص ا ِئ ِم ني و َّ ِئ‬ ِ َ‫و الْ م تَ ص ِّد قِ ني و الْ م تَ ص ِّد ق‬


َ ‫ني ُف ُر‬
َ ‫الص ا َم ات َو ا حْلَ اف ظ‬ َ َ َّ ‫ات َو‬ َ ُ َ َ َ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ين اللَّ هَ َك ث ًري ا َو ال َّذ اك َر ات‬
ْ ‫َأع َّد اللَّ هُ هَلُ ْم َم ْغ ف َر ًة َو‬
‫َأج ًر ا‬ َ ‫َو ا حْلَ اف ظَ ات َو ال َّذ اك ِر‬
‫يم ا‬ ِ
ً ‫َع ظ‬

Artinya:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

15
Al-Anshori, “Asna Al-Mathalib Jilid IV Bab Hibah Hal. 69-87.”
16
Asy-Syarbini, “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132.”

9
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al Ahzab : 35)

Banyak sekali hikmah atau manfaat shadaqah, hibah, dan hadiah, antara
lain sebagaimana dijelaskan di bawah ini
1. Kebiasaan bershodaqoh merupakan sumber kebaikan pada diri seseorang.
2. Mengikat masyarakat dengan ikatan kasih saying dan persaudaraan yang
erat.
3. Shadaqah dapat lebih memper erat tali persaudaraan atau silaturahmi.17

E. Perbedaan dan Persamaan Shadaqoh, Hibah dan Hadiah


1. Persamaan
a. Sedekah,hibah,dan hadiah merupakan wujud kedermawaan yang dimiliki
seseorang atau suatu kelompok dalam organisasi.
b. Ketiganya diberikan secara cumu cuma tanpa mengharapkan pemberian
kembali dalam bentuk dan wujud apapun.
2. Perbedaan Shadaqoh, Hibah dan Hadiah
a. Sedekah dan hibah diberikan kepada seseorang karena rasa iba,kasih
sayang,atau ingin mempererat persaudaraan.
b. Hadiah diberikan kepada seseorang sebagai imbalan jasa atau penghargaan
atas prestasi yang dicapai.18

17
Sabir and Mutmainnah, “Korupsi, Hibah Dan Hadiah Dalam Persfektif Hukum Islam (Klarifikasi
Dan Pencegahan Korupsi).”
18
Al-Mahalli, “Qulyubi Wa ’Umairah Jilid III Bab Hibah Hal. 122-137.”

10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hibah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada
sebabnya.
2. Sedekah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya karena
mengharapkan pahala di akhirat.
3. Hadiah yaitu memberikan barang dengan tidak ada tukarannya serta dibawa
ke tempat yang  diberi karena hendak memuliakannya.

Rukun hibah, sedekah dan hadiah:


1. Ada yang memberi. Syaratnya ialah orang yang berhak memperedarkan
hartanya dan memeiliki barang yang diberikan. Maka anak kecil, orang
gila, yang menyia-nyiakan harta tidak sah memberikan harta benda mereka 
kepada yang lain, begitu juga wali terhadap harta benda yang diserahkan
kepadanya.
2. Ada yang diberi. Syaratnya yaitu berhak memiliki. Tidak sah memberi
kepada anak yang masih berada di dalam kandungan ibunya dan pada
binatang. Karena keduanya tidak dapat memiliki.
3. Ada ijab dan qabul, misalnya orang yang memberi berkata,”Saya berikan
ini kepada engkau.” Jawab yang diberi.”Saya terima.” Kecuali sesuatu yang
menurut kebiasaan memang tidak perlu mengucapkan ijab dan qabul,
misalnya seorang istri menghibahkan gilirannya kepada madunya, dan
bapak memberikan pakaian kepada anaknya yang masih kecil. Tetapi
apabila suami memberikan perhiasan kepada istrinya, tidaklah menjadi
milik istrinya dengan ijab dan qabul. Perbedaan antara bapak kepada anak
dengan pemberian suami kepada istri ialah: bapak adalah wali anaknya,
sedangkan suami bukanlah wali terhadap istrinya. Pemberian pada waktu
perayaan mengkhitan anak hendaklah dilakukan menurut adat yang berlaku
di tiap-tiap tempat tentang perayaan itu.
4. Ada barang yang diberikan. Syaratnya hendaklah barang itu dapat dijual,
kecuali:

i
a. Barang-barang yang kecil. Misalnya dua atau tiga butir biji beras, tidak
sah dijual, tetapi sah diberikan.
b. Barang yang tidak diketahui tidaklah sah dijual, tetapi sah diberikan.
c. Kulit bangkai sebelum disamaktidaklah sah dijual tetapi sah diberikan.

Barang yang diberikan belum menjadi milik orang yang diberi kecuali
sesudah diterimanya, tidak dengan semata-mata akad. Keterangan: Nabi SAW
pernah memberikan 30 buah kasturi kepada Najasyi, kenmudian Najasyi
meninggal dunia sebelum menerimanya. Nabi SAW mencabut kembali
pemberian itu.
Kalau salah seorang yang memberi atau yang diberi mati sebelum
menerima, ahli warisnya boleh menerima atau menerimakan barang yang telah
diakadkan itu, dan boleh juga mencabutnya.
Pemberian yang sudah diberikan dan sudah diterima tidak boleh dicabut
kembali, kecuali pemberian bapaknya kepada anaknya, tidak berhalangan
dicabut atau dimintanya kembali.
Seorang bapak dibolehkan mencabut pemberian kepada anaknya karena ia
berhak menjaga kemaslahatan anaknya, juga cukup menaruh perhatian (kasih
sayang kepada anaknya).Sungguh tidak berhalangan apabila bapak mencabut
pemberian kepada anaknya, tetapi dengan syarat “barang yang diberikan itu
masih dalam kekuasaan anaknya”, berarti masih tetap kepunyaan anaknya,
meskipun sedang dirungguhkan. Maka apabila milik anak telah hilang, si bapak
tidak boleh mencabut pemberiannya lagi, walaupun barang itu kembali kepada
anak denhgan jalan lain. Bapak diperbolehkan mengambilharta anaknya
apabila dia menginginkannya.
Adapun manfaatnya adalah mendapat pahala besar dan menjalin serta
memperat jalinan silaturrahmi.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kata sempurna dan perlu adanya kritik dan saran dari pembaca sebagai
pedoman penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Al-Anshori, Imam Zakariya. “Asna Al-Mathalib Jilid IV Bab Hibah Hal. 69-87.”
In Darul Kutub Ilmiyah Beirut, 2000.

Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad. “Qulyubi Wa ’Umairah Jilid III


Bab Hibah Hal. 122-137.” In Pustaka Haramain, 2016.

Ar-Razi, Fakhr. “Tafsir Ar-Razi Jilid VI.” In Darul Kutub Ilmiyah Beirut, 2000.

As-Syatha, Abu Bakar. “Ianatu Ath-Thalibin Jilid II Bab Hibah Hal. 66-72.” In
Pustaka Haramain, 2015.

Asy-Syarbini, Khatib. “Bujairimi ’Ala Al-Khatib Bab Hibah Jilid III 124-132.” In
Beirut, n.d.

Sabir, Muhammad, and Iin Mutmainnah. “Korupsi, Hibah Dan Hadiah Dalam
Persfektif Hukum Islam (Klarifikasi Dan Pencegahan Korupsi).” Al
Hurriyah : Jurnal Hukum Islam 5, no. 2 (2020): 114.
https://doi.org/10.30983/alhurriyah.v5i2.2690.

iii

Anda mungkin juga menyukai