“HADIAH”
DISUSUN OLEH:
NURLINDA AINI
ARIF RAHMAN
M. TARMIZI
Penulis,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadiah..................................................................................... 2
B. Dasar Hukum Hadiah ............................................................................... 3
C. Syarat dan Rukun Hadiah ....................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah SWT dan sebagai rahmat
bagi seluruh alam semesta melalui Nabi Muhammad SAW. Semasa hidup, beliau
selalu berbuat baik dengan amalan shaleh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah
dan lain sebagainya. karena islam menganjurkan untuk bershadaqah dengan
tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan untuk mendapat
ridha Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadiah
Hadiah dalam bahasa Arab berasal dari kata ُالهَ ِديَّة. Hadiah adalah
memberikan barang dengan tidak ada tukarannya serta dibawa ke tempat yang
diberi karena hendak memuliakannya.1 Hadiah dalam Islam kerap kali
diserupakan dengan hibah dan sedekah karena dianggap memiliki makna yang
sangat berdekatan. Seperti yang diutarakan Abdul Aziz Muhammad Azzam dalam
bukunya “Fiqh Muamalah; Sistem Transaksi dalam Islam” bahwa hibah,
pemberian (‘athiyah) dan sedekah maknanya sangat berdekatan. Semua berupa
pemberian atas hak milik seseorang sewaktu masih hidup tanpa ada ganti. Karena
penyebutan nama pemberian (‘athiyah) mencakup semuanya baik sedekah (zakat),
dan hadiah.2
1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung; Sinar Baru Algensindo, 2016), h. 326
2
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalah; Sistem Transaksi dalam Islam, (Jakarta :
Amzah, 2010), h. 437
2
sebagai hadiah untuk menciptakan keakraban, maka itu adalah hibah. Sedangkan
‘athiyah adalah pemberian seseorang yang dilakukan ketika dia dalam keadaan
sakit menjelang kematian.3
3
dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya, dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidil Haram, mendorong berbuat aniaya. Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa... (QS. Al- Maidah: 2)
Menurut Ulama Hanafiah, rukun hadiah adalah ijab dan kabul sebab
keduanya termasuk akad seperti halnya jual-beli. Dalam kitab Al-Mabsuth,
mereka menambahkan dengan qadbhu (pemegang/penerima). Alasannya, dalam
hadiah harus ada ketetapan dalam kepemilikan. Adapun yang menjadi rukun
dalam hadiah yaitu wahib (pemberi), mauhub lah (penerima), mauhub (barang
yang dihadiahkan), shighat (ijab dan qabul).5
f. Sah menerimanya.
h. Menyempurnakan pemberian.
4
k. Mauhub harus berupa harta yang khusus untuk dikeluarkan.
Adapun yang menjadi syarat untuk wahib (pemberi hadiah) dan mauhub (barang)
yaitu:
Wahib disyaratkan harus ahli tabarru (derma), yaitu berakal, baligh, rasyid
(pintar).
4. Bentuk-Bentuk Hadiah
5
1) Jika uang atau hadiah lomba itu disediakan oleh pemerintahan atau sponsor
non pemerintahan untuk para pemenang.
2) Jika uang atau hadiah lomba itu merupakan janji dari salah satu dari dua
orang yang berlomba kepada lombanya jika ia dapat dikalahkan lawannya
itu.
3) Jika uang atau hadiah lomba disediakan oleh para pelaku lomba dan mereka
disertai muhallil, yaitu orang yang berfungsi menghalalkan perjanjian lomba
dengan uang sebagai pihak ketiga, yang akan mengambil hadiah itu, jika
jagonya menang tapi ia tidak harus membayar jika jagonya kalah.6
Hadiah dalam pembelian suatu barang merupakan bentuk pemberian hadiah yang
diharamkan, jika orang yang membeli kupon dengan harga tertentu, banyak atau
sedikit, tanpa ada gantinya melainkan hanya ikut serta dalam memperoleh hadiah
yang disediakan. Bahkan hal seperti ini termasuk larangan serius (bagi yang
melakukannya dianggap melakukan dosa besar). Karena, termasuk perbuatan judi
yang dirangkai dengan khamar (minuman keras) dalam al-qur’an perbuatan ini
merupakan perbuatan keji sebagaimana dalam firman Allah SWT Dalam Surat
Al-Maidah ayat 90.
6
Nazar Bakry, Problematika Fiqh Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Ed. 1, Cet. 1,
h.86.
6
berarti sogokan. Serta untuk membedakan antara hadiah dengan tukar menukar,
maka perlu diketahui bagaimana aturan Islam tentang hadiah dapat dilihat dalam
hadis berikut:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
7
Ibnu Hajr al-Asqalani, Bulughul Maraam, terj. A. Hassan, Tarjamah Bulughul
Maram, (Bangil: Pustaka Tamaam, 1991), h. 489
7
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
8
Abdullah bin Muhammad Ath- Thayyar, et. al. Al-Fiqhul Muyassar
Qismul-Mu’amalat, Mausu’ah Fiqhiyyah Haditsah Tatanawalu
Ahkamal-Fiqhil-Islami Bi Ushub Wadhih Lil-Mukhtashshin Wa
Ghairihim, Terj. Miftakhul Khairi, Ensiklopedi Fiqh Muamalah
dalam Pandangan 4 Madzhab, (Yogyakarta: Maktabah Al- Hanif,
2009), h. 468
Nazar Bakry, Problematika Fiqh Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994), Ed. 1, Cet. 1, h.86.