Anda di halaman 1dari 16

HUKUM MEMAKAI KAWAT GIGI DAN GIGI PALSU

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fikih


Dosen Pengampu:
Dr.H.Ade Nandang S,M.Ag

Disusun Oleh:
Luthfi Mardiyyah 1222030087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kepada Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya, karena kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “HUKUM MEMAKAI KAWAT GIGI DAN GIGI PALSU”.Shalawat serta
salam,tetap tercurah limpahkan kepada Rasulullah saw. yang menjadi suri tauladan bagi
seluruh umat manusia.

Dengan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih terhadap pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan dalam
penulisannya karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu,
penulis berharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dapat menjadi lebih baik dan
bermanfaat.

Bandung, 18 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................2
A. Kawat gigi / behel ............................................................................................................ 2
B. Gigi palsu ......................................................................................................................... 5
C. Dalil Pembatasan Pemakaian Kawat gigi dan Gigi Palsu ................................................ 9
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup manusia juga ikut


berkembang dan berubah. Salah satu gaya hidup yang digandrungi manusia adalah merubah
gigi mereka agar lebih cantik dan lebih indah, maka munculah kawat behel yang digunakan
untuk merapikan gigi, ada gigi yang terbuat dari emas atau kuningan untuk mengganti gigi
yang tanggal, ada juga alat untuk mengikir gigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.

Fenomena di atas menarik perhatian sebagian kaum muslimin yang mempunyai


kepedulian terhadap hukum halal dan haram. Banyak dari mereka yang menanyakan status
hukumnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karenanya, perlu ada penjelasan
terhadap masalah-masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan kawat gigi atau behel?


2. Bagaimana hukum memakai kawat gigi atau behel?
3. Apa yang dimaksud dengan gigi palsu?
4. Bagaimana hukum memakai gigi palsu?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui maksud dari kawat gigi.
2. Untuk mengetahui hukum memakai kawat gigi.
3. Untuk mengetahui maksud dari gigi palsu.
4. Untuk mengetahui hukum memakai gigi palsu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kawat Gigi/Behel
Seiring perkembangan zaman ,gaya dan keunikan pakaian semakin meningkat.
Remaja-remaja masa kini, sangat memperdulikan penampilan mereka supaya tidak
ketinggalan zaman. Namun semakin meningkatnya hal tersebut mengakibatkan timbulnya
gaya berlebihan yang melewati batas pembolehan syariat islam. Salah satunya yaitu dalam
pemakaian kawat gigi atau sering disebut juga behel.

1. Pengertian dan Jenis Kawat Gigi

Kawat gigi atau behel (bahasa Inggris: dental braces) adalah salah satu alat yang
digunakan untuk mendapatkan susunan gigi yang ideal. Kawat gigi bekerja dengan cara
memberikan tekanan ke gigi untuk secara perlahan menggerakkan gigi ke posisi
idealnya.Menurut cara pengunaannya, kawat gigi dibagi menjadi dua jenis, jenis permanen
yang tidak bisa dilepas pasang dan jenis lepasan yang bisa dilepas pasang.

2. Hukum Memakai Kawat Gigi / Behel

Memakai kawat gigi / behel menjadi salah satu permasalahan fikih kontemporer.
Banyak orang islam yang menanyakan tentang bagaimana hukum memakainya.Karena
memakai kawat gigi ini juga menjadi suatu gaya yang populer dikalangan para remaja,
maka tentulah hukum permasalahannya perlu di bahas supaya tidak terjadi adanya
kelebihan batas dalam syari’at sehingga para umat islam tetap berada dalam batasan
sewajarnya yang diperbolehkan oleh Allah swt. dan RasulNya.

Adapun hukum memakai kawat gigi terbagi menjadi dua hukum sesuai dengan
keadaan pemakainya:

2
a. Mubah / Dibolehkan

Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke depan, atau menurut
istilah orang Jawa “gigi moncong“ atau “gigi mrongos“, yang kadang sampai tingkat tidak
wajar sehingga mukanya menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh
karenanya boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar
giginya menjadi rata kembali. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam :

‫لا رَ رَا ُ رهَ َرا رَ لاْ رَ رَم‬


‫َُ رَ ل‬ ‫َ رَ ْرُه اَِرا دً َ ر لَ َرا رَ َر رَا دً اا لّ َرا دً رَ ا‬
‫اًِدا َراْهَا َرا رَ ه‬ ‫َ لَ َرا دً اا لّ رَ ر‬
‫لر ْر لْ َر ر‬
‫لا َرًر راَ لَا فرإا لّ ل‬
‫َرا اَِراَر ل‬

“Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu
penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit." Mereka
bertanya, "Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua
(pikun). “ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits ini
Hasan Shahih).

Syeikh Shalih al Fauzan pernah ditanya tentang hukum meratakan gigi. Beliau
menjawab, “Jika ada kebutuhan untuk meratakan gigi semisal susunan gigi nampak jelek
sehingga perlu diratakan maka hukumnya tidak mengapa . Namun jika tidak ada kebutuhan
untuk mengotak-atik gigi maka mengotak-atik gigi hukumnya tidak boleh. Bahkan terdapat
larangan meruncingkan dan mengikir gigi agar nampak indah. Terdapat ancaman keras atas
tindakan ini karena hal ini adalah suatu yang sia-sia dan termasuk mengubah ciptaan Allah.

Jadi mengotak-atik gigi dengan tujuan pengobatan, menghilangkan penampilan gigi


yang jelek atau ada kebutuhan yang lain semisal seorang itu tidak bisa makan dengan baik
kecuali jika susunan gigi diperbaiki dan ditata ulang maka hal tersebut hukumnya tidak
mengapa.”

3
b. Haram / Tidak dibolehkan

Jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas yang wajar, tidak
menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau sesuatu yang tidak memalukan, serta
pemakaian kawat behel dalam hal ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum
pemakaian kawat behel tersebut tidak boleh karena termasuk dalam katagori merubah
ciptaan Allah suhbanahu wata’ala.

Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

‫ِ َ لرَْر ل‬
‫لا‬ ‫ِ اْ لْ هُْ الِ لاْ هَُر اِّ رَا ا‬
‫ِ رَ لاْ هَُرَر اّْ رَا ا‬ ‫ِ رَ لاْ هَُرَر ا ُّ ر‬
‫َا ا‬ ‫َا ا‬ ‫ِ رَ لاْ هُ لَْ لرَ اِ رُا ا‬
‫ِ رَاَْل ا‬
‫اَ ر‬ ‫له لاْ رَا اِ رُا ا‬
‫ْرَرِر ل‬

"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan
tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu
matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah
ciptaan Allah." (HR. Muslim)

Di dalam hadits di atas diterangkan bahwa Allah melaknat orang yang merubah gigi
dengan tujuan agar giginya lebih indah dan lebih cantik. Imam Nawawi berkata
menerangkan hadist di atas : “Maksud (al-Mutafalijat) dalam hadist di atas adalah mengikir
antara gigi-gigi geraham dan depan. Kata (al-falaj) artinya renggang antara gigi geraham
dengan gigi depan. Ini sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua atau yang seumur
dengan mereka agar mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah.

Renggang antara gigi ini memang terlihat pada gigi-gigi anak perempuan yang
masih kecil, makanya jika seseorang sudah mulai berumur dan menjadi tua, dia mengikis
giginya agar kelihatan lebih indah dan lebih muda. Perbuatan seperti ini haram untuk
dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya (dokternya) dan pasiennya berdasarkan hadist-
hadist yang ada, dan ini merupakan bentuk merubah ciptaan Allah serta bentuk manipulasi
dan penipuan. “

4
B. Gigi Palsu
Seiring berjalan nya waktu dan teknologi, perkembangan medis juga ikut
berkembang dari masa ke masa. Berbagai permasalahan dan tantangan pengobatan dapat
terselesaikan seiring berkembangnya teknologi medis. Namun dengan berkembangan nya
hal tersebut, perlu adanya bahasan akan ketentuan-ketentuan syari’at agama mengenai
batasan-batasan pembolehan teknologi tersebut. Salah satunya adalah mengenai
pembolehan gigi palsu dalam islam, karena bahasan ini termasuk menjadi permasalahan
fikih kontemporer masa kini yang menjadi tantangan umat.

1. Pengertian dan Jenis Gigi Palsu

Gigi palsu atau denture adalah alat bantu untuk menggantikan gigi yang hilang dan
jaringan gusi di sekelilingnya. Penggunaan gigi palsu dapat mengatasi keluhan yang
muncul akibat gigi hilang, seperti gangguan makan dan berbicara, serta menurunnya rasa
percaya diri.

Gigi palsu dibagi menjadi dua jenis, yaitu gigi palsu yang terpasang secara
permanen dan gigi palsu yang dapat dilepas sewaktu-waktu. Gigi palsu yang bisa
dilepaskan terbagi lagi menjadi dua jenis, yakni gigi palsu sebagian dan gigi palsu lengkap.
Gigi palsu sebagian digunakan hanya untuk mengganti satu atau beberapa gigi yang hilang.
Sedangkan, gigi palsu lengkap digunakan untuk mengganti seluruh gigi, baik gigi atas
maupun gigi bawah.

2. Hukum Memakai Gigi Palsu

Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena kecelakaan,
atau dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda keras, atau karena sebab lain, maka
dibolehkan baginya untuk menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam
pengobatan.Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau rusak,
bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk pengobatan. Ini dikuatkan
dengan Fatwa Lajnah Daimah : 25/ 16, no : 21104, yang berbunyi :

5
َ‫َاَر اِ َر‬ ‫َ رَ رَُرا َرَ َرَْ رَا رّ َر ر‬
‫أَ اَ اَ رَِا اأرَُ ا‬
‫راّ اْ هُ ر‬ ‫َِرا اِِِ فِ ا رََراِا رَا اذرا اَِاِ رَ اْى ذْك اَ رُا َ اهَِ هُ ر‬ ‫رَ رََُ َرَُ ا‬
‫راّ ا‬
‫اُْ اََِرِأ ر ّّ رَُرا اَِ ر‬
‫اََِْ اْ هَُراِا ا اإَر اْ اِ اْ ر‬
ََ‫َ ر‬

“Gigi boleh di apa-apakan bagaimanapun keadaannya jika diperlukan untuk


menghilangkan kemudharatan, tidak apa melakukan apapun pada gigi yang sakit dan
cacat karena perlakuan tersebut termasuk jenis perlakuan yang diperbolehkan untuk
menghilangkan ke mudharatan.”

Syeikh Munajid berkata:

ْْ‫ رَ رّ ِرَْر هْ َ ر رًِدا د اَِ َرُ اُ اْ اَ ا‬، ُ‫ََ هََراِ رّ رِ رَِ افِ افَ اْ ا‬
‫ٍ َرَ َرْرٍف َ ر ر‬ ‫َِرا اِِ فِ رَ رَاّر اأرَُ ا‬
‫راّ اْ رُ ه‬
‫ََِ رِ اِ اْ رُ رَ ف‬ ‫ُِ َرَُ ف‬
‫راّ ا‬ ‫َ رَ اِ ه‬
‫ُ هَخَاص‬ ‫ََاِ ف‬ ‫ََة ر‬ ‫ُ ر‬ ‫ رََرََر هُ اْ رُ اَ ه‬، ‫ رَ رّ فرََر َرِِر َرّ َثَت اأرَُراّ فرِ اَْر ا ّْ َرَ رّ َثَت‬، ‫َرَُرَهُه‬
‫َُ اأرِْر هُ ْرُ َا رُ ه‬

“Memasang gigi buatan sebagai pengganti gigi yang dicabut karena sakit atau
karena rusak, adalah sesuatu yang dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan. Kami tidak
mengetahui seorangpun dari ulama yang melarangnya. Kebolehan ini berlaku secara umum,
tidak dibedakan apakah gigi itu dipasang permananen atau tidak, yang penting bagi pasien
memilih yang sesuai dengan keadaannya setelah meminta pendapat kepada dokter spesialis.

3. Gigi Palsu Dari Emas dan Perak

Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu untuk mengobati


penyakit, atau mengganti giginya yang rusak. Adapun hukum memakai gigi palsu dari emas
dan perak itu harus dirinci terlebih dahulu. Jika yang memasang gigi palsu adalah
perempuan, maka hal itu dibolehkan karena perempuan dibolehkan untuk menggunakan
emas. Tetapi jika yang menggunakan gigi palsu itu adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa
dilepas dari dua keadaan :

6
Pertama, dalam keadaan normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa menggunakan
gigi palsu dari bahan akrilik dan porselen selain emas dan perak, maka dalam hal ini
memakai gigi palsu dari emas dan perak hukum haram.

Kedua, dalam keadaan darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak mendapatkan
kecuali gigi palsu yang terbuat dari emas atau perak, atau tidak bisa disembuhkan kecuali
dengan bahan dari emas atau perak, maka hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh Arfajah bin As'ad :

‫ِْلى‬ ‫ِ فرأ ر رَ رَِاِ رَ ه‬


‫َُ هَ ل‬
‫لا ر‬ ‫ِ فاِ لاْ رَا اُ اِْل اِ فراَ ل رخ لَِه َ ر لَِدا اَ لِ رَ اَ ف‬
‫َ فرأ ر لَِرِر رِْر ل‬ ‫ُِ َ ر لِ اَِ َر لَ رم لاْ هَ رَ ا‬
‫ِ ر‬‫رِ لِ رِ لَفر رَِر َ الِ َ ر لَُرًر َرا رَ َ ه ا‬
‫ُْل رْ َ ر لّ َرَ ل اخَر َ ر لَِدا اَ لِ ذر رُ ف‬
ُ ‫له رِْر لِ اُ رَ ر‬
‫ل‬

Dari Arfajah bin As'ad ia berkata, "Saat terjadi perang Al Kulab pada masa
Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak, tetapi justru
hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memerintahkan agar aku membuat hidung dari emas." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan
hadist ini Hasan).

Hadist di atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung dengan emas dan
perak dalam keadaan darurat atau membutuhkan, tetapi bisa dijadikan dalil untuk
penggantian gigi dengan perak dan emas, jika memang dibutuhkan, karena kedua-duanya
sama-sama anggota tubuh.

4. Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Berwudhu

Setelah mengetahui hukum menggunakan gigi palsu emas dan perak,perlu di


ketahui pula hukum mencabut gigi palsu ketika berwudhu.Jika gigi palsu tersebut terbuat
dari bahan yang suci dan tidak najis, maka tidak perlu dicabut ketika berwudhu, terutama
jika sudah dipasang secara permanen. Karena mencabutnya akan menyebabkan kesusahan
bagi pemiliknya, padahal Islam diturunkan agar umatnya terhindar dari kesusahan.

7
Sebaliknya jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan najis, maka harus dicabut dan
tidak boleh dipakai ketika berwudhu dan sholat. Namun demikian, ini jarang terjadi, karena
pada dasarnya bahan-bahan untuk membuat gigi palsu rata-rata bersih dan suci, seperti gigi
tiruan akrilik yang sekarang dipakai secara umum. Gigi tiruan ini mudah dipasang dan
dilepas oleh pasien. Bahan akrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik harganya
murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi. Ada juga gigi tiruan dari
porselen yang ketahanannya lebih kuat dari akrilik. Dan yang lebih kuat lagi, serta bisa
bertahan sampai bertahun-tahun adalah gigi tiruan dari logam atau emas, hanya saja
tampilannya berbeda dengan gigi asli.

Syekh Utsaimin ketika ditanya tentang seseorang yang mempunyai gigi palsu,
apakah harus dicabut ketika berwudhu ? Beliau menjawab sebagai berikut :

“Jika seseorang mempunyai gigi palsu yang sudah dipasang, maka tidak wajib
untuk dilepas. Ini seperti cincin yang tidak wajib dilepas ketika berwudhu, lebih baik
digerak-gerakan saja tetapi inipun tidak wajib. Hal itu dikarenakan nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wassalam mengenakan cincin, dan tidak pernah ada riwayat yang
menjelaskan bahwa beliau melepaskannya ketika berwudhu. Ini jelas lebih
mungkin menghalangi masuknya air dari gigi palsu. Apalagi sebagian kalangan merasa
sangat berat jika harus melepas gigi palsu yang sudah dipasang tersebut, kemudian
memasangnya kembali. “

5. Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Meninggal Dunia

Perlu diketahui pula hukum mencabut gigi palsu ketika meninggal dunia. Di atas
sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu dari emas dan perak bagi laki-laki jika
dalam keadaan darurat dan membutuhkan, makanya jika seseorang sudah meninggal dunia,
keadaan darurat tersebut sudah hilang, sehingga harus diambil dari mayit, kecuali jika hal
itu justru menyakiti atau menodai mayit, maka hukumnya menjadi tidak boleh dicabut.

8
Karena mayit walaupun sudah mati, tetapi masih dalam keadaan terhormat dan tidak boleh
dinodai ataupun disakiti, sebagaimana orang hidup.

Adapun bagi perempuan secara umum dibolehkan menggunakan gigi emas


sebagaimana diterangkan di atas Ketika perempuan ini meninggal dunia, maka hal itu
diserahkan kepada ahli waris, jika mereka merelakan gigi dari emas itu ikut dikubur
bersama mayit, maka tentunya lebih baik. Tetapi jika mereka menginginkan gigi dari emas
yang bernilai tersebut, maka dibolehkan bagi mereka mencabut gigi emas dari mayit
tersebut , selama hal itu tidak menyakiti atau menodai mayit.

C. Dalil Pembatasan Pemakaian Kawat Gigi dan Gigi Palsu


Perlu diketahui bahwa agama islam merupakan agama yang mengajarkan
berkecukupan dan tidak terlalu berlebihan dalam segala hal. Termasuk dalam tatacara
berpenampilan dan bergaya, sehingga terdapat batasan-batasan yang harus diperhatikan
oleh seorang muslim dalam melakukan segala hal. Begitupun dalam membahas pemakaian
kawat gigi serta gigi palsu, hal ini dibatasi dan tidak seenaknya di perbolehkan karena
adanya dalil hukum syara’ yang mengaturnya. Sebagaimana tertera dalam sabda Rasulullah
saw. :

‫لا‬ ‫ِ اْ لْ هُْ الِ لاْ هَُر اِّ رَا ا‬


‫ِ َ لرَْر ل‬ ‫ِ رَ لاْ هَُرَر اّْ رَا ا‬ ‫ِ رَ لاْ هَُرَر ا ُّ ر‬
‫َا ا‬ ‫َا ا‬ ‫ِ رَ لاْ هُ لَْ لرَ اِ رُا ا‬
‫ِ رَاَْل ا‬
‫اَ ر‬ ‫له لاْ رَا اِ رُا ا‬
‫ْرَرِر ل‬

"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta dibuatkan
tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu
matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah
ciptaan Allah." (HR. Muslim).

Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan tentang hukum yang melarang


menggunakan behel atau kawat gigi yang mana dasarnya yaitu termasuk mengubah ciptaan
Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

9
ً‫لا فرَر ل‬ ‫ُ لِ ر‬
‫َاّر رَ اِْيا اَ لِ َ ا‬
‫هَّ ل‬ ‫َْلَل هَ لْ رَ رأ ه رََاِّرَل هَ لْ رَ رل هَ رَِل هَ لْ فرْرِهَرَا ّ هَ لِ آذراّر لاأ ر لَِر اام رَ رل هَ رَِل هَ لْ فرْرِهَرِا هَّ لّ َ لرَْر ل‬
‫لا رَ رَ لِ َرَ ل اخ اَ اْ ل‬ ‫رأ ه ا‬
‫رَْ راَ هَْ رلَاِدا هََاَِدا‬

Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan
angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga
binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka, lalu
benar-benar mereka mengubah ciptaan Allah, Barangsiapa yang menjadikan syaitan
menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
(QS. An-Nisa’ 4:119)

Banyak ulama yang menggunakan ayat tersebut sebagai dalil atas larangan
mengubah ciptaan Allah SWT. (Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an 5:392)

Dalil dari hukum memakai behel dalam islam yang mana membolehkan jika ada
penyakit atau cacat ialah sebagai berikut:

‫ِْر لِ اُ فرأ ر رَ رَُه اَْلَا ى‬


-‫ى‬ ‫ِ فراَ ل رخَر َ ر لَِدا اَ لِ رَ اَ ف‬
‫َ فرأ ر لَِرِر ر‬ ‫َ رَفرِر َ ر لّ رًَلُه رِ لَفر رَِر َلِر َ ر لَُرًر َه اَ رَ َ ر لَِهُه َر لَ رم لاْ هََر ا‬ ‫اَِْل رُ اِ َ الِ ر‬
‫رِ لِ رِ لَ اً ل‬
‫فراَ ل رخَر َ ر لَِدا اَ لِ ذر رُ ف‬- َُْْ ُِِْ ‫ِْى ا‬
ُ

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Tharfah bahwa kakeknya yang


bernama ‘Arjafah bin As’ad ra, terpotong hidungnya ketika perang Al-Kulab, kemudian
beliau membuat hidung buatan dari perak, ternyata hidungnya membusuk, kemudian Nabi
SAW menyuruhnya untuk memakai hidung buatan dari emas.” (HR. Abu Dawud: 4232)

Dalil tersebut menunjukkan bahwa dibolehkannya menggunakan sesuatu untuk


menghilangkan aib dari seseorang. Sebagaimana dalam sebuah atsar yang diriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas ra, yaitu:

‫َِه رَ لاْ رَا اِ رُِه رَ لاْ هُ لَْ لرَ اِ رُِه اَ لِ ر‬


‫َِ الَ َراًف‬ ‫َِه رَ لاْ هَُرَ ا ّرُ ر‬ ‫اِْرِه رَ لاْ هُ لَْ لرَ ا‬
‫ِْرِه رَاَْل ا‬
‫اَ ر‬ ‫ت لاْ رَ ا‬
‫ْه اََر ا‬

10
Artinya: “Dilaknat wanita yang menyambung rambut dan yang minta
disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur alis dan yang dicukur alisnya dan wanita
yang mentato dan yang minta ditato, jika tidak ada penyakit” (HR. Abu Dawud: 4172)

Hal tersebut menunjukkan bahwa dibolehkan memakai behel kalau memang


dibutuhkan untuk pengobatan atau untuk menghilangkan cacat pada gigi atau untuk alasan
yang lain. ( Shahih Muslim bi Syarah An-Nawawi, 14:107)

11
BAB III
KESIMPULAN

Hukum memakai kawat gigi terbagi menjadi dua hukum sesuai dengan keadaan
pemakainya:

a. Mubah / Dibolehkan

Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke depan, atau menurut istilah
orang Jawa “gigi moncong“ atau “gigi mrongos“, yang kadang sampai tingkat tidak wajar
sehingga mukanya menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh
karenanya boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar
giginya menjadi rata kembali.

b. Haram / Tidak dibolehkan

Jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas yang wajar, tidak
menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau sesuatu yang tidak memalukan, serta
pemakaian kawat behel dalam hal ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum
pemakaian kawat behel tersebut tidak boleh karena termasuk dalam katagori merubah
ciptaan Allah suhbanahu wata’ala.

Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena kecelakaan,
atau dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda keras, atau karena sebab lain, maka
dibolehkan baginya untuk menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam
pengobatan.Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau rusak,
bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk pengobatan.

12
1i

DAFTAR PUSTAKA

National Healt Service UK (2020). Healt A to Z. Orthodontic Treatments


Qardhawi,Y. (2022). Fatawa al-Mar'ah Al-Muslimah. Cairo:Darr Ibnu Hikam
AnNawawi, I. (2010). Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Qurthubi,I. (1993). Al-Jami' Lil Ahkam Al-Qur'an.Beirut: Darr Al-Kutub Al-Ilmiyah
Ibn Abdur Razaq Ad-Duaisy,A.(1416). Fatwa Lajnah Daimah.Darr Ashimah
Ibn Shalih Al-Utsaimin,M.(1993). Majmu' Fatawa wa Ar-Rasail.Beirut: Darr Al-Kutub Al-
Ilmiyah .
Khalid Mansur,M.(1999) Al-Ahkam Al-Thibbiyah Al-Muta’alliqah bi An-Nisaa’.Beirut:
Darr An-Nafais.

13

Anda mungkin juga menyukai