Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SHADAQAH, HIBAH DAN HADIAH

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu: M. Azmi Alifa, MA.

Disusun Oleh:

Erika Rahmaning Tyas (1808202109)

Sifa Alzannha S. (1808202107)

Yulia Herawati (1808202116)

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
1441 H/ 2019 M
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Shadaqah, Hibah dan
Hadiah”.

Shalawat dan salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat
dan kita selaku umatnya semoga mendapatkan syafa’at di yaumil akhir. Aamiin.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yakni Bapak M. Azmi Alifa,
MA. dan rekan-rekan yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat
memperlancar dalam pembuatannya.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................................ 4
C. Tujuan .................................................................................................................................................. 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6
A. Pengertian Hibah, Shodaqoh, dan Hadiah. ....................................................................................... 6
B. Hukum Hibah, Shodaqoh, dan Hadiah.............................................................................................. 7
C. Bentuk-bentuk Shadaqah, Hibah dan Hadiah ................................................................................. 10
D. Hukum Pemberian Ayah kepada Anaknya ..................................................................................... 12
E. Hikmah Hibah, Shadaqah dan Hadiah ............................................................................................ 14
BAB III ....................................................................................................................................................... 16
PENUTUP .................................................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT. dan sebagai rahmat bagi seluruh alam
semesta melalui Nabi Muhammad Saw.. Semasa hidup, beliau selalu berbuat baik dengan
amalan shaleh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Membahs tentang
sedekh, hibah dan hadiah berarti membahas kegiatan yang dilakukan manusia. Kegiatan ini
berdampak pada orang lain karena dengan niat yang tulus, orang yang bersedekah,
menghibahkan ataupun memberi hadiah tidak mengharap balas budi dari siapapun.

Zakat adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan karena bagian dari rukun Islam.
Demikian pula dengan sedekah, karena Islam menganjurkan untuk bersedekah dengan tujuan
menolong saudara muslim yang sedang kesulitan dan tentunya untuk mendapatkan ridho Allah
SWT..

Sedekah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang bermanfaat.
Dalam pengertian luas, sedekah bisa berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan
jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun sudah dianggap sebagai sedekah. Beberapa hal di atas
adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama Islam seperti
pemberian hadiah, hibah dan sedekah. Maka pada makalah ini, penulis akan menjelaskan
mengenai sedekah, hibah dan hadiah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian shadaqah, hibah dan hadiah?
2. Apa hukum shadaqah, hibah dan hadiah?
3. Apa saja bentuk-bentuk shadaqah, hibah dan hadiah?
4. Bagaimana hukum pemberian ayah kepada anaknya?
5. Apa hikmah dari shadaqah, hibah dan hadiah?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian shadaqah, hibah dan hadiah.
2. Untuk mengetahui hukum shadaqah, hibah dan hadiah.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk shadaqah, hibah dan hadiah.
4. Untuk mengetahui hukum pemberian ayah kepada anaknya.
5. Untuk mengetahui hikmah dari shadaqah, hibah dan hadiah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hibah, Shodaqoh, dan Hadiah.


1. Hibah
Secara etimologi hibah berasal dari kata wahaba, yahaba, hibatan, yang berarti
yang berarti memberi atau pemberian. Menurut istilah hibah adalah pemilikan
sesuatu benda melalui transaksi (akad) tanpa mengharapkan imbalan yang telah
diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup.1
Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 171 huruf g mendefinisikan hibah
sebagai pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.2
2. Shodaqoh
Sedekah (shodaqoh) adalah pemberian sesuatu benda oleh seseorang kepada
orang lain karena mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT dan tidak
mengharapkan sesuatu imbalan jasa atau penggantian. Banyak ayat dan hadist
Nabi SAW yang memerintahkan umat islam supaya bersedekah. Ini berarti bahwa
bersedekah itu mempunyai motivasi agama. Pada motivasi ingin mencari pahala
dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan
hibah.
Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat.
Sedekah wajib adalah pemberian harta yang wajib ditunaikan oleh seseorang yang
telah memiliki harta dalam jumlah tertentu (sampai senisab) dengan syarat-syarat
tertentu dan diberikan dalam jumlah tertentu kepada pihak-pihak tertentu pula
yang sudah diatur oleh agama. Istilah lain untuk jenis sedekah wajib ialah “zakat”
yang pembicaraannya dikupas dalam fiqh ibadah.

1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 466.
2
Pasal 171 KHI.

6
Adapun sedekah sunat ialah pemberian harta oleh seseorang kepada pihak lain
dengan mengharapkan pahala dari Allah di luar pembayaran zakat. Padanan kata
jenis ini yang selalu dipakai dalam masyarakat kita ialah “infak”. Jumlahnya tidak
ditentukan kadarnya, semakin banyak sudah tentu semakin baik.3
3. Hadiah
Hadiah sering juga disebut hibah. Ada juga yang mengatakan bahwa hadiah
termasuk dari macam-macam hibah. Menurut Ensiklopedi Hukum Islam, hadiah
dikategorikan dalam bentuk hibah. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, hadiah merupakan pemberian (kenang- kenangan, penghargaan,
penghormatan).
Menurut Zakariyya Al-Anshari "Hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda
tanpa ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk
memuliakannya.”4

B. Hukum Hibah, Shodaqoh, dan Hadiah.


1. Hukum Hibah.

Memberikan sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal dan
termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah
hukumnya mubah5.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:

ْ‫ َمسأَلَةْ غَي ِْر ِمنْ أ َ ِخي ِْه َعنْ َمعروفْ بَلَغَهْ َمن‬، ‫ل‬
َْ ‫اف َو‬ َْ ‫يَردَّهْ َو‬، ‫ساقَهْ ِرزقْ ه َْو فَإِنَّ َما‬
ِْ ‫ل فَليَقبَلهْ إِش َر‬ َ ‫ّللا‬
َّْ
َّْ ‫ِإلَي ِْه َو َج‬
ْ‫ل َع َّز‬
“Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena
mengharap-harap dan meminta-minta , maka hendaklah dia menerimanya dan
tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya”.
(HR. Ahmad)

3
https://academia.edu/makalah-hibah-shodaqoh-dan-hadiah/ diakses pada 18 Oktober 2019.
4
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/ diakses pada 19 Oktober 2019.
5
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/

7
2. Hukum Shodaqoh

Secara ijma, ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunnah. Islam
mensyariatkan sedekah karena didalamnya terdapat unsur memberikan
pertolongan kepada pihak yang membutuhkan. Didalam al-qur’an banyak ayat
yang menganjurkan agar kita bersedekah.6
Seperti dalam firman Allah SWT Q.S 2:177

َ ‫ل وجوهَكمْ ت َولُّوا ال ِب َّراَنْ لَي‬


ْ‫س‬ َْ ‫ق ِق َب‬
ِْ ‫ب ال َمش ِر‬ َّْ ‫اّلل ٰا َمنَْ َمنْ ال ِب َّْر َْو ٰل ِك‬
ِْ ‫ن َوال َمغ ِر‬ ٰ ِ ‫َوال َم ٰٰۤل ِٕى َك ِْة ِْر‬
ِْٰ ‫ِالخ َوال َيو ِْم ِب‬
ِْ ‫ل َو ٰاتَى ِ َوالنَّ ِب ّٖينَْ َوال ِك ٰت‬
‫ب‬ َْ ‫ع ٰلى ال َما‬
َ ‫ل َوابنَْ َوال َمسٰ ِكينَْ َوال َي ٰتمٰ ى القر ٰبى َذ ِوى ح ِب ّْٖه‬ َّ ‫س ٰۤا ِٕى ِلينَْ ال‬
ِْ ‫س ِبي‬ َّْ ‫َوال‬
ْ‫فى‬ ِْ ‫الرقَا‬
ِ ‫ب َو‬ ِ ‫ام‬َْ َ‫ص ٰلوْة َ َواَق‬ َّ ‫الز ٰكوْة َ َو ٰاتَى ال‬ َّ ِ َْ‫عاهَدوا اِ َذا ه ِد ِهمَِْ ِبع َوالموفون‬ َ ِ َْ‫ص ِب ِرين‬ ٰ ‫فِى َوال‬
ٰٰۤ ٰٰۤ
‫س ٰۤا ِْء‬
َ ‫س َو ِحينَْ َوالض ََّّر ٰۤا ِْء البَأ‬
ْ ِ ‫ك البَأ‬
َْ ‫ول ِٕى‬ ‫ص َدقو الَّذِينَْ ا‬
َ ِ‫كِ ا‬َْ ‫ول ِٕى‬ ‫المتَّقونَْ همْ َوا‬

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat,


tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari
akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang
dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba
sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang
menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan,
penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar,
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

6
Hafifuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infak dan Sedekah (Depok:Gema Insani, 2005), 15.

8
3. Hukum Hadiah

Hukum hadiah adalah boleh (mubah). Nabi sendiripun juga sering menerima dan
memberi hadiah kepada sesama muslim.
Dalil yang melandasi mengenai hadiah terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 4 yang
berbunyi:

‫س ۤا ََء َو ٰاتُوا‬
َ ِّ‫صد ُٰقتِّ ِّهنَ الن‬
َ َ‫ِّن َۗ نِّ ْحلَة‬
َْ ‫ن لَ ُك َْم ِّطبْنََ فَا‬ ْ ‫َهنِّ ۤ َْيـًٔا فَ ُكلُ ْوَهُ نَ ْفسا ِّم ْن َهُ ش‬
َْ ‫َيءَ َع‬
‫م ِّر ۤ ْيـًٔا‬

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)


sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah
dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.

Hadiah diperbolehkan dengan kesepakatan umat, apabila tidak terdapat


disana larangan syar’I terkadang di sunatkan untuk memberikan hadiah apabila
dalam rangka menyambung silaturrahmi, kasih sayang dan rasa cinta.terkadang
disyariatkan apabila dia termasuk di dalam bab membalas budi dan kebaikan
orang lain dengan hal yang semisalnya.dan terkadang juga menjadi haram dan
perantara menuju perkara yang haram dan ia merupakan hadiah yang berbentuk
sesuatu yang haram, atau termasuk dalam kategori sogok menyogok dan yang
sehukum dengannya.7

7
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/

9
C. Bentuk-bentuk Shadaqah, Hibah dan Hadiah
1. Bentuk-bentuk Shadaqah
a. Shadaqah yang bersifat material atau fisik (tangible), seperti zakat fitrah dan zakat
maal.
b. Shadaqah yang bersifat non fisik (intangible), seperti tasbih, tahmid, tahlil dan
takbir; senyum; tenaga untuk bekerj; membuang duri di jalan; menolong orang
yang kesusahan; menyuruh kepada kebaikan; menahan diri dari berbuat
kejahatan; dan lain sebagainya.8
2. Bentuk-bentuk Hibah
a. Hibah Umri, artinya berkaitan dengan umur. Hibah umri merupakan bentuk hibah
yang disyaratkan selama orang yang diberi hibah masih hidup, jika ia meninggal
dunia, hibah tersebut menjadi hak milik orang yang memberi hibah kembali.
b. Hibah Ruqbi, artinya hibah bersyarat, yaitu hibah yang dilakukan melalui
persyaratan. Jika syarat itu ada, barang yang dihibahkan menjadi milik yang
menerima hibah. Sedangkan jika syarat itu tidak ada, maka barang yang
dihibahkan menjadi milik penghibah. Contoh: Si A menyatakan “Aku serahkan
rumahku ini kepada si B untuk dimanfaatkan selama hidupnya. Jika si B
meninggal dunia lebih dahulu dari aku (A) maka rumah itu kembali menjadi
milikku. Sebaliknya jika aku (A) yang meninggal lebih dahulu maka rumah itu
milik si B atau ahli warisnya.

Akan tetapi hibah menjadi tidak sah apabila digantungkan dengan sesuatu yang
tidak jelas, misalnya: “Apabila awal bulan Ramadhan tiba, barang itu aku hibahkan
kepadamu”, atau “Bila datang permulaan Ramadhan, maka aku membebaskanmu dari
tanggungan utangmu”.9

3. Bentuk-bentuk Hadiah

8
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Jakarta: PT Grasindo, 2006), 3-4.
9
M. Sulaeman Jajuli, Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia (Sleman: CV Budi Utama, 2019), 125-127.

10
a. Hadiah orang yang lebih tinggi dan yang sederajat, yaitu hadiah yang diberikan
oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah dalam hal jabatan,
kedudukan, umur, harta dan sebagainya, yang didalamnya ada wujud pemuliaan,
kecintaan dan silaturrahmi. Biasanya pemberian hadiah jenis ini dilakukan pada
saat-saat perayaan hari besar dan acara-acara tertentu seperti hari raya Idul Fitri,
Idul Adha, pernikahan, kelahiran, khitanan, kelulusan, kenaikan kelas dan
sebagainya.
b. Hadiah Kedua Orang Tua kepada Anaknya, dalam hal ini dapat menanamkan rasa
cinta pada cjiwa anak-anak , kan tetapi hadiah tersebut harus dierikan secara adil
kecuali ada faktor atau perkara yang mengharuskan pengutamaan atau
pengkhususan kepada anak maka ini diperbolhkan. Dan tidak dibedakan antara
bapak dan ibu tentang bolehnya meminta kembali hadiah yang telah diberikan
kepada anak.
c. Hadiah lamaran (seserahan), yaitu hadiah yang diberikan salah satu mempelai
kepada pasangannya setelah akad untuk hidup bersama dan sebelum hubungan
suami istri. Hadiah jenis ini tidak dikembalikan, tidak diminta nilainya atau
diganti ketika terjadi perceraian.
d. Hadiah untuk menyelesaikan hajat yang mubah (hadiah untuk mendapatkan
syafa’at), syafa’at disini maknanya adalah perantaraan atau campur tangan dengan
menggunakan kedudukan untuk mencari ridho Allah Ta’ala.
e. Hadiah untuk mendapatkan manfaat, kedudukan dan jabatan, hadiah ini bukan
karena kecintaan yang haqiqi akan tetapi untuk mendapatkan kemanfaatan dengan
kedudukan dan kekuasaan. Hadiah ini mirip suap menyuap dan haram
mengambilnya sebagai mana diharamkan pula yang memberikannya.
f. Hadiah untuk mendapatkan haq atau menolak kezhaliman, terjadi ketika seorang
muslim menolak hal buruk yang akan menimpanya lalu dia menyerahkan hadiah
kepada seseorang yang memiliki kemampuan tersebut untuk merealisasikan
tujuannya. Hal ini jelas diharamkan.
g. Hadiah untuk membatalkan kebenaran, yaitu memberikan hadiah agar suatu fakta
kebenaran diputar balikan dan perkara yang ada di manipulasi. Hadiah jenis
diharamkan.

11
h. Hadiah aparat hakim, yaitu hadiah untuk mempengaruhi keputusan seorang hakim
terhadap suatu perkara.
i. Hadiah mufti atau pemberi fatwa, yaitu hadiah yang diberikan untuk
mempengaruhi fatwa maka tidak diragukan hal ini juga diharamkan.10

D. Hukum Pemberian Ayah kepada Anaknya


Dengan tidak adanya ketentuan siapa yang berhak menerima hibah, itu berarti
hibah bisa diberikan kepada siapa yang dikehendakinya dalam hal ini bisa kepada
keluarga sendiri ataupun kepada orang lain termasuk kepada anak, hanya saja di
syaratkan bagi penerima hibah benar-benar ada bila benar-benar tidak ada atau
diperkirakan adanya misalnya dalam bentuk janin, maka hibah itu tidak sah.11

Dalam masalah anak yang belum mukallaf jumhur ulama’ berpendapat bahwa ia
dapat menerima hibah tetapi tidak bisa menghibahkan harta miliknya kepada orang lain
karena hal ini dipandang sebagai perbuatan yang merugikan, begitu pula mengenai
pemberian (hibah) orang tua kepada anaknya yang masih kecil atau anaknya yang sudah
baligh tetapi bodoh maka orang tua menguasai apa yang diberikan orang lain kepadanya
dan cukup dipersaksikan serta diumumkan.

Hibah bisa menjadi wajib yaitu hibah atau pemberian yang dilakukan oleh pihak
suami kepada pihak istri diwaktu akan melangsungkan perkawinan, dalam hal ini
berupa mas kawin, akan tetapi hibah bisa juga berarti haram dimana orang tua
memberikan hibah kepada anaknya dengan mengutamakan salah seorang anak atas yang
lainya.

‫ ابن عن‬،‫وسلم عليه هللاا صلى هللاا رسول قال عباس‬: ‫كنت فلو العطية في كم اوالد بين سووا‬

‫النسا افضلت احد مفضال‬

10
https://www.google.com/amp/s/fadhlihsan.wordpress.com/2010/09/08/jenis-jenis-hadiah-dan-hukum-
yang-menyertainya/amp/. Diakses tanggal 19-10-2019 pukul 19:32 WIB.

11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid XI, Alih Bahasa M. Thalib (Bandung: Al-Ma’arif. 1996), 175

12
Artinya: “Dari ibnu abbas, rasulullah bersabda: samakanlah pemberian diantara anak-
anakmu seandainya aku hendak melebihkan seseorang (dalam pemberian) tentulah aku
melebihkan anak-anak perempuanku”12

Selanjutnya mengenai pencabutan kembali hibah menurut jumhur ulama’


pemberian yang telah diberikan orang lain haram hukumnya ditarik kembali, sekalipun
hibah itu terjadi antara saudara atau suami istri kecuali hibah itu terjadi antara orang tua
kepada anaknya.

Dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:

‫ ابن عن و‬،‫ عنهم هللاا رضي – س عبا وابن عمر‬- ، ‫قال وسلم عليه هللاا صلى انبي عن‬: (‫يحل ال‬

‫ يعطي ان مسلم جل لر‬،‫ فيها جع ير ثم العطية‬: ‫ احمد رواه )ولده يعطي فيما لد الوا اال‬،

،‫ التر وصححه واالربعة‬،‫ حبا وابن مذي‬،‫اكم والحا ن‬

Artinya: “dan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a menceritakan, bahwa Nabi SAW
bersabda, “tidak halal, jika seorang laki-laki telah memberikan sesuatu kepada
seseorang, lalu ia menarik kembali. Kecuali jika yang memberikan itu bapak terhadap
anaknya”. (HR. Ahmad, Tirmidi, Ibnu Haban)

Menurut ulama Hanafiyah, penghibah boleh menarik kembali hibahnya, jika


dalam hibah itu tidak disertai balasan atau tidak disertai imbalan, sekalipun hibah itu
telah diterima oleh yang dihibahi. Sedangkan Ulama madzhab Maliki mengatakan;
pihak pemberi hibah tidak punya hak menarik kembali hibahnya, sebab hibah
merupakan aqad yang tetap.Menurut pendapat madzhab syafi’I, apabila hibah telah
dinilai sempurna dengan adanya penerimaan atau pemberi telah menyerahkan barang
yang dihibahkan, maka hibah yang demikian ini telah berlangsung. Hibah yang
berlangsung seperti ini tidak sah ditarik kembali, kecuali bagi seorang ayah. Jadi
seorang ayah dinilai sah menarik kembali hibahnya. Demikian juga bagi kakek, ibu, dan
nenek. Ringkasanya, seorang ayah punya hak menarik kembali hibahnya kepada
anaknya, baik anak itu laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar.

12
Baihaki, Sunan al-Shaqhir I (Beirut: Dar al-Kutub al-Awaliyah, t.t), 564.

13
Sedangakan menurut ulama madzhab Hambali, orang yang memberikan
barangya diperbolehkan menarik kembali pemberianya, sebelum pemberian diterima,
sebab pemberian di anggap sempurna, kecuali dengan adanya aqad penerimaan.
Sedangkan kalau ada penerimaan maka hibah itu dianggap sempurna untuk orang yang
diberi. Dalam keadaan seperti ini pemberi tidak mempunyai hak untuk menarik kembali
hibahnya, kecuali bagi ayah.

Apabila ayah melebihkan pemberianya kepada salah seorang putra putrinya,


maka baginya punya hak untuk menarik kembali hibahnya, jika ia memberika salah
seorang anaknya tanpa seizin yang lainya, karena memberikan secara merata atau sama
kepada anak-anaknya sesuai dengan hak-hak mereka, menurut ketentuan agama wajib
hukumnya.13

E. Hikmah Hibah, Shadaqah dan Hadiah


Beberapa hikmah hibah di antaranya adalah:

1. Menghidupkan semangat kebersamaan dan saling tolong menolong dalam


kebaikan.
2. Menumbuhkan sifat kedermawanan dan mengikis sifat bakhil.
3. Hibah bisa menghilangkan rasa dari dengki, dan menyatukan hati dalam cinta kasih
dan sayang menyayangi.
4. Menimbulkan sifat-sifat terpuji seperti saling sayang menyayangi antar sesama
manusia, ketulusan berkorban untuk kepentingan orang lain, dan menghilangkan
sifat-sifat tercela seperti rakus, masa bodoh, kebencian, dan lain-lain.
5. Pemerataan pendapatan menuju terciptanya stabilitas sosial yang mantap
6. Mencapai keadilan dan kemakmuran yang merata.14

Adapun hikmah shadaqah, yaitu:

1. Dapat membersihkan dan menumbuh kembangkan harta.

13
Adurrahman al-Jaziry, Fiqh Empat Madzhab, diterjemahkan oleh M. Zuhri, (Semarang: Asy-Sifa’)
cetakan ke-4, 425.
14
Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam engan Kewarisan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Jakarta: Sinar Grafika,2004), 121

14
2. Shadaqah dapat menutup kesalahan.
3. Menumbuhkan rasa saling tolong-menolong sesama manusia.
4. Shadaqah dapat mencegah kemalangan dan musibah.15

Dan hikmah hadiah, yaitu sebagai berikut:

1. Memberi hadiah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang


terdapat dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan. Hadiah dilakukan
sebagai penawar racun hati yaitu dengki.
2. Pemberian hadiah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai, dan
menyayangi.
3. Hadiah atau pemberian dapat menghilangkan rasa dendam.16

15
Gus Arifin, Zakat, Infaq, Sedekah (Tangerang: Alex Media Komputindo, 2011), 205.
16
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Grafindo, 2005), 219.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hibah adalah pemilikan sesuatu benda melalui transaksi (akad) tanpa mengharapkan
imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. Sedangkan sedekah
(shodaqoh) adalah pemberian sesuatu benda oleh seseorang kepada orang lain karena
mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT. Dan hadiah adalah penyerahan hak milik
harta benda tanpa ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya

Memberikan sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal dan termasuk
perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT., maka hibah hukumnya mubah.
Sedangkan secara ijma, ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunnah. Adapun hukum
hadiah adalah boleh (mubah).

Bentuk-bentuk shadaqah ada dua, yaitu yang berfifat material/ non fisik dan yang bersifat
non fisik. Sedangkan bentuk-bentuk hibah juga ada dua, yaitu hibah umri dan hibah ruqbi. Dan
bentuk-bentuk hadiah contohnya hadiah atasan kepada bawahan, hadiah dari orang tua kepada
anak, hadiah lamaran, dan sebagainya.

Dalam masalah anak yang belum mukallaf jumhur ulama’ berpendapat bahwa ia dapat
menerima hibah tetapi tidak bisa menghibahkan harta miliknya kepada orang lain karena hal ini
dipandang sebagai perbuatan yang merugikan, begitu pula mengenai pemberian (hibah) orang
tua kepada anaknya yang masih kecil atau anaknya yang sudah baligh tetapi bodoh maka orang
tua menguasai apa yang diberikan orang lain kepadanya dan cukup dipersaksikan serta
diumumkan. Akan tetapi hibah bisa juga berarti haram dimana orang tua memberikan hibah
kepada anaknya dengan mengutamakan salah seorang anak atas yang lainya.

Beberapa hikmah dari shadaqah, hibah dan hadiah yaitu menumbuhkan sikap peduli dan
tolong menolong terhadap sesama, menumbuhkan sifat kedermawanan, membersihkan harta dan
sebagainya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziry, Adurrahman. Fiqh Empat Madzhab, diterjemahkan oleh M. Zuhri. Semarang: Asy-
Sifa’.
Arifin, Gus. Zakat, Infaq, Sedekah. Tangerang: Alex Media Komputindo, 2011.
Baihaki, Sunan al-shaqhir I. Beirut: Dar al-Kutub al-Awaliyah, t.t.
Hafifuddin, Panduan praktis tentang zakat, infak dan sedekah, (Depok:Gema Insani, 2005), 15.
https://academia.edu/makalah-hibah-shodaqoh-dan-hadiah/
https://www.google.com/amp/s/fadhlihsan.wordpress.com/2010/09/08/jenis-jenis-hadiah-dan-
hukum-yang-menyertainya/amp/.

https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/
Jajuli, M. Sulaeman. Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia. Sleman: CV Budi Utama, 2019.
Ramulyo, Idris. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika,2004.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah Jilid XI, Alih Bahasa M. Thalib. Bandung: Al-Ma’arif, 1996.
Sari, Elsi Kartika. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta: PT Grasindo, 2006.
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Grafindo, 2005.

17

Anda mungkin juga menyukai