Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Fiqh Muamalah
Disusun Oleh:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Shadaqah, Hibah dan
Hadiah”.
Shalawat dan salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, sahabat
dan kita selaku umatnya semoga mendapatkan syafa’at di yaumil akhir. Aamiin.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yakni Bapak M. Azmi Alifa,
MA. dan rekan-rekan yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga dapat
memperlancar dalam pembuatannya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT. dan sebagai rahmat bagi seluruh alam
semesta melalui Nabi Muhammad Saw.. Semasa hidup, beliau selalu berbuat baik dengan
amalan shaleh seperti zakat, pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Membahs tentang
sedekh, hibah dan hadiah berarti membahas kegiatan yang dilakukan manusia. Kegiatan ini
berdampak pada orang lain karena dengan niat yang tulus, orang yang bersedekah,
menghibahkan ataupun memberi hadiah tidak mengharap balas budi dari siapapun.
Zakat adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan karena bagian dari rukun Islam.
Demikian pula dengan sedekah, karena Islam menganjurkan untuk bersedekah dengan tujuan
menolong saudara muslim yang sedang kesulitan dan tentunya untuk mendapatkan ridho Allah
SWT..
Sedekah bisa berupa uang, makanan, pakaian dan benda-benda lain yang bermanfaat.
Dalam pengertian luas, sedekah bisa berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan
jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun sudah dianggap sebagai sedekah. Beberapa hal di atas
adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang diperintahkan agama Islam seperti
pemberian hadiah, hibah dan sedekah. Maka pada makalah ini, penulis akan menjelaskan
mengenai sedekah, hibah dan hadiah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian shadaqah, hibah dan hadiah?
2. Apa hukum shadaqah, hibah dan hadiah?
3. Apa saja bentuk-bentuk shadaqah, hibah dan hadiah?
4. Bagaimana hukum pemberian ayah kepada anaknya?
5. Apa hikmah dari shadaqah, hibah dan hadiah?
4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian shadaqah, hibah dan hadiah.
2. Untuk mengetahui hukum shadaqah, hibah dan hadiah.
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk shadaqah, hibah dan hadiah.
4. Untuk mengetahui hukum pemberian ayah kepada anaknya.
5. Untuk mengetahui hikmah dari shadaqah, hibah dan hadiah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 466.
2
Pasal 171 KHI.
6
Adapun sedekah sunat ialah pemberian harta oleh seseorang kepada pihak lain
dengan mengharapkan pahala dari Allah di luar pembayaran zakat. Padanan kata
jenis ini yang selalu dipakai dalam masyarakat kita ialah “infak”. Jumlahnya tidak
ditentukan kadarnya, semakin banyak sudah tentu semakin baik.3
3. Hadiah
Hadiah sering juga disebut hibah. Ada juga yang mengatakan bahwa hadiah
termasuk dari macam-macam hibah. Menurut Ensiklopedi Hukum Islam, hadiah
dikategorikan dalam bentuk hibah. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, hadiah merupakan pemberian (kenang- kenangan, penghargaan,
penghormatan).
Menurut Zakariyya Al-Anshari "Hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda
tanpa ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk
memuliakannya.”4
Memberikan sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal dan
termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah
hukumnya mubah5.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:
ْ َمسأَلَةْ غَي ِْر ِمنْ أ َ ِخي ِْه َعنْ َمعروفْ بَلَغَهْ َمن، ل
َْ اف َو َْ يَردَّهْ َو، ساقَهْ ِرزقْ ه َْو فَإِنَّ َما
ِْ ل فَليَقبَلهْ إِش َر َ ّللا
َّْ
َّْ ِإلَي ِْه َو َج
ْل َع َّز
“Barangsiapa mendapatkan kebaikan dari saudaranya yang bukan karena
mengharap-harap dan meminta-minta , maka hendaklah dia menerimanya dan
tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya”.
(HR. Ahmad)
3
https://academia.edu/makalah-hibah-shodaqoh-dan-hadiah/ diakses pada 18 Oktober 2019.
4
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/ diakses pada 19 Oktober 2019.
5
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/
7
2. Hukum Shodaqoh
Secara ijma, ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunnah. Islam
mensyariatkan sedekah karena didalamnya terdapat unsur memberikan
pertolongan kepada pihak yang membutuhkan. Didalam al-qur’an banyak ayat
yang menganjurkan agar kita bersedekah.6
Seperti dalam firman Allah SWT Q.S 2:177
6
Hafifuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infak dan Sedekah (Depok:Gema Insani, 2005), 15.
8
3. Hukum Hadiah
Hukum hadiah adalah boleh (mubah). Nabi sendiripun juga sering menerima dan
memberi hadiah kepada sesama muslim.
Dalil yang melandasi mengenai hadiah terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 4 yang
berbunyi:
س ۤا ََء َو ٰاتُوا
َ ِّصد ُٰقتِّ ِّهنَ الن
َ َِّن َۗ نِّ ْحلَة
َْ ن لَ ُك َْم ِّطبْنََ فَا ْ َهنِّ ۤ َْيـًٔا فَ ُكلُ ْوَهُ نَ ْفسا ِّم ْن َهُ ش
َْ َيءَ َع
م ِّر ۤ ْيـًٔا
7
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/
9
C. Bentuk-bentuk Shadaqah, Hibah dan Hadiah
1. Bentuk-bentuk Shadaqah
a. Shadaqah yang bersifat material atau fisik (tangible), seperti zakat fitrah dan zakat
maal.
b. Shadaqah yang bersifat non fisik (intangible), seperti tasbih, tahmid, tahlil dan
takbir; senyum; tenaga untuk bekerj; membuang duri di jalan; menolong orang
yang kesusahan; menyuruh kepada kebaikan; menahan diri dari berbuat
kejahatan; dan lain sebagainya.8
2. Bentuk-bentuk Hibah
a. Hibah Umri, artinya berkaitan dengan umur. Hibah umri merupakan bentuk hibah
yang disyaratkan selama orang yang diberi hibah masih hidup, jika ia meninggal
dunia, hibah tersebut menjadi hak milik orang yang memberi hibah kembali.
b. Hibah Ruqbi, artinya hibah bersyarat, yaitu hibah yang dilakukan melalui
persyaratan. Jika syarat itu ada, barang yang dihibahkan menjadi milik yang
menerima hibah. Sedangkan jika syarat itu tidak ada, maka barang yang
dihibahkan menjadi milik penghibah. Contoh: Si A menyatakan “Aku serahkan
rumahku ini kepada si B untuk dimanfaatkan selama hidupnya. Jika si B
meninggal dunia lebih dahulu dari aku (A) maka rumah itu kembali menjadi
milikku. Sebaliknya jika aku (A) yang meninggal lebih dahulu maka rumah itu
milik si B atau ahli warisnya.
Akan tetapi hibah menjadi tidak sah apabila digantungkan dengan sesuatu yang
tidak jelas, misalnya: “Apabila awal bulan Ramadhan tiba, barang itu aku hibahkan
kepadamu”, atau “Bila datang permulaan Ramadhan, maka aku membebaskanmu dari
tanggungan utangmu”.9
3. Bentuk-bentuk Hadiah
8
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf (Jakarta: PT Grasindo, 2006), 3-4.
9
M. Sulaeman Jajuli, Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia (Sleman: CV Budi Utama, 2019), 125-127.
10
a. Hadiah orang yang lebih tinggi dan yang sederajat, yaitu hadiah yang diberikan
oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah dalam hal jabatan,
kedudukan, umur, harta dan sebagainya, yang didalamnya ada wujud pemuliaan,
kecintaan dan silaturrahmi. Biasanya pemberian hadiah jenis ini dilakukan pada
saat-saat perayaan hari besar dan acara-acara tertentu seperti hari raya Idul Fitri,
Idul Adha, pernikahan, kelahiran, khitanan, kelulusan, kenaikan kelas dan
sebagainya.
b. Hadiah Kedua Orang Tua kepada Anaknya, dalam hal ini dapat menanamkan rasa
cinta pada cjiwa anak-anak , kan tetapi hadiah tersebut harus dierikan secara adil
kecuali ada faktor atau perkara yang mengharuskan pengutamaan atau
pengkhususan kepada anak maka ini diperbolhkan. Dan tidak dibedakan antara
bapak dan ibu tentang bolehnya meminta kembali hadiah yang telah diberikan
kepada anak.
c. Hadiah lamaran (seserahan), yaitu hadiah yang diberikan salah satu mempelai
kepada pasangannya setelah akad untuk hidup bersama dan sebelum hubungan
suami istri. Hadiah jenis ini tidak dikembalikan, tidak diminta nilainya atau
diganti ketika terjadi perceraian.
d. Hadiah untuk menyelesaikan hajat yang mubah (hadiah untuk mendapatkan
syafa’at), syafa’at disini maknanya adalah perantaraan atau campur tangan dengan
menggunakan kedudukan untuk mencari ridho Allah Ta’ala.
e. Hadiah untuk mendapatkan manfaat, kedudukan dan jabatan, hadiah ini bukan
karena kecintaan yang haqiqi akan tetapi untuk mendapatkan kemanfaatan dengan
kedudukan dan kekuasaan. Hadiah ini mirip suap menyuap dan haram
mengambilnya sebagai mana diharamkan pula yang memberikannya.
f. Hadiah untuk mendapatkan haq atau menolak kezhaliman, terjadi ketika seorang
muslim menolak hal buruk yang akan menimpanya lalu dia menyerahkan hadiah
kepada seseorang yang memiliki kemampuan tersebut untuk merealisasikan
tujuannya. Hal ini jelas diharamkan.
g. Hadiah untuk membatalkan kebenaran, yaitu memberikan hadiah agar suatu fakta
kebenaran diputar balikan dan perkara yang ada di manipulasi. Hadiah jenis
diharamkan.
11
h. Hadiah aparat hakim, yaitu hadiah untuk mempengaruhi keputusan seorang hakim
terhadap suatu perkara.
i. Hadiah mufti atau pemberi fatwa, yaitu hadiah yang diberikan untuk
mempengaruhi fatwa maka tidak diragukan hal ini juga diharamkan.10
Dalam masalah anak yang belum mukallaf jumhur ulama’ berpendapat bahwa ia
dapat menerima hibah tetapi tidak bisa menghibahkan harta miliknya kepada orang lain
karena hal ini dipandang sebagai perbuatan yang merugikan, begitu pula mengenai
pemberian (hibah) orang tua kepada anaknya yang masih kecil atau anaknya yang sudah
baligh tetapi bodoh maka orang tua menguasai apa yang diberikan orang lain kepadanya
dan cukup dipersaksikan serta diumumkan.
Hibah bisa menjadi wajib yaitu hibah atau pemberian yang dilakukan oleh pihak
suami kepada pihak istri diwaktu akan melangsungkan perkawinan, dalam hal ini
berupa mas kawin, akan tetapi hibah bisa juga berarti haram dimana orang tua
memberikan hibah kepada anaknya dengan mengutamakan salah seorang anak atas yang
lainya.
ابن عن،وسلم عليه هللاا صلى هللاا رسول قال عباس: كنت فلو العطية في كم اوالد بين سووا
10
https://www.google.com/amp/s/fadhlihsan.wordpress.com/2010/09/08/jenis-jenis-hadiah-dan-hukum-
yang-menyertainya/amp/. Diakses tanggal 19-10-2019 pukul 19:32 WIB.
11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid XI, Alih Bahasa M. Thalib (Bandung: Al-Ma’arif. 1996), 175
12
Artinya: “Dari ibnu abbas, rasulullah bersabda: samakanlah pemberian diantara anak-
anakmu seandainya aku hendak melebihkan seseorang (dalam pemberian) tentulah aku
melebihkan anak-anak perempuanku”12
ابن عن و، عنهم هللاا رضي – س عبا وابن عمر- ، قال وسلم عليه هللاا صلى انبي عن: (يحل ال
يعطي ان مسلم جل لر، فيها جع ير ثم العطية: احمد رواه )ولده يعطي فيما لد الوا اال،
Artinya: “dan dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a menceritakan, bahwa Nabi SAW
bersabda, “tidak halal, jika seorang laki-laki telah memberikan sesuatu kepada
seseorang, lalu ia menarik kembali. Kecuali jika yang memberikan itu bapak terhadap
anaknya”. (HR. Ahmad, Tirmidi, Ibnu Haban)
12
Baihaki, Sunan al-Shaqhir I (Beirut: Dar al-Kutub al-Awaliyah, t.t), 564.
13
Sedangakan menurut ulama madzhab Hambali, orang yang memberikan
barangya diperbolehkan menarik kembali pemberianya, sebelum pemberian diterima,
sebab pemberian di anggap sempurna, kecuali dengan adanya aqad penerimaan.
Sedangkan kalau ada penerimaan maka hibah itu dianggap sempurna untuk orang yang
diberi. Dalam keadaan seperti ini pemberi tidak mempunyai hak untuk menarik kembali
hibahnya, kecuali bagi ayah.
13
Adurrahman al-Jaziry, Fiqh Empat Madzhab, diterjemahkan oleh M. Zuhri, (Semarang: Asy-Sifa’)
cetakan ke-4, 425.
14
Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam engan Kewarisan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Jakarta: Sinar Grafika,2004), 121
14
2. Shadaqah dapat menutup kesalahan.
3. Menumbuhkan rasa saling tolong-menolong sesama manusia.
4. Shadaqah dapat mencegah kemalangan dan musibah.15
15
Gus Arifin, Zakat, Infaq, Sedekah (Tangerang: Alex Media Komputindo, 2011), 205.
16
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Grafindo, 2005), 219.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hibah adalah pemilikan sesuatu benda melalui transaksi (akad) tanpa mengharapkan
imbalan yang telah diketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. Sedangkan sedekah
(shodaqoh) adalah pemberian sesuatu benda oleh seseorang kepada orang lain karena
mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT. Dan hadiah adalah penyerahan hak milik
harta benda tanpa ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya
Memberikan sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal dan termasuk
perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT., maka hibah hukumnya mubah.
Sedangkan secara ijma, ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunnah. Adapun hukum
hadiah adalah boleh (mubah).
Bentuk-bentuk shadaqah ada dua, yaitu yang berfifat material/ non fisik dan yang bersifat
non fisik. Sedangkan bentuk-bentuk hibah juga ada dua, yaitu hibah umri dan hibah ruqbi. Dan
bentuk-bentuk hadiah contohnya hadiah atasan kepada bawahan, hadiah dari orang tua kepada
anak, hadiah lamaran, dan sebagainya.
Dalam masalah anak yang belum mukallaf jumhur ulama’ berpendapat bahwa ia dapat
menerima hibah tetapi tidak bisa menghibahkan harta miliknya kepada orang lain karena hal ini
dipandang sebagai perbuatan yang merugikan, begitu pula mengenai pemberian (hibah) orang
tua kepada anaknya yang masih kecil atau anaknya yang sudah baligh tetapi bodoh maka orang
tua menguasai apa yang diberikan orang lain kepadanya dan cukup dipersaksikan serta
diumumkan. Akan tetapi hibah bisa juga berarti haram dimana orang tua memberikan hibah
kepada anaknya dengan mengutamakan salah seorang anak atas yang lainya.
Beberapa hikmah dari shadaqah, hibah dan hadiah yaitu menumbuhkan sikap peduli dan
tolong menolong terhadap sesama, menumbuhkan sifat kedermawanan, membersihkan harta dan
sebagainya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziry, Adurrahman. Fiqh Empat Madzhab, diterjemahkan oleh M. Zuhri. Semarang: Asy-
Sifa’.
Arifin, Gus. Zakat, Infaq, Sedekah. Tangerang: Alex Media Komputindo, 2011.
Baihaki, Sunan al-shaqhir I. Beirut: Dar al-Kutub al-Awaliyah, t.t.
Hafifuddin, Panduan praktis tentang zakat, infak dan sedekah, (Depok:Gema Insani, 2005), 15.
https://academia.edu/makalah-hibah-shodaqoh-dan-hadiah/
https://www.google.com/amp/s/fadhlihsan.wordpress.com/2010/09/08/jenis-jenis-hadiah-dan-
hukum-yang-menyertainya/amp/.
https://www.scribd.com/document/341859732/sedekah-hibah-dan-hadiah/
Jajuli, M. Sulaeman. Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia. Sleman: CV Budi Utama, 2019.
Ramulyo, Idris. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika,2004.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah Jilid XI, Alih Bahasa M. Thalib. Bandung: Al-Ma’arif, 1996.
Sari, Elsi Kartika. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta: PT Grasindo, 2006.
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Grafindo, 2005.
17