Anda di halaman 1dari 16

HIBAH, HADIAH DAN SEDEKAH

Dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah: Fiqih Muamalah

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

1. ELPA YULINA SIAHAAN 2040100155

2. Aulia Rahma

Pengampuh: Rosnani Siregar, M. Ag.

PRODI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SYEKH ALI HASAN AHMAD AD-DARY
PADANGSIDIMPUAN
TAHUN AJARAN 2023

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………..
A. HIBAH
1. Pengertian Hibah………………………………………………………………............................
2. Dasar Hukum………………………………………………………..............................................
3. Macam macam Hibah……………………………………………………………………………
4. Hikmah Hibah................................................................................................................................
B. HADIAH
1. Pengertian Hadiah..........................................................................................................................
2. Hikmah Hadiah..............................................................................................................................
3. Hukum Hadiah...............................................................................................................................
C. SEDEKAH
1. Pengertian Sedekah..........................................................................................................................
2. Dasar Hukum
Sedekah.....................................................................................................................
3. Syarat dan Rukun
Sedekah..............................................................................................................
4. Hikmah Sedekah...............................................................................................................................
KESIMPULAN………………………………………………………………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….

2
PENDAHULUAN
Hibah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dimana pemberi tersebut dalam kondisi
masih hidup. Secara materil, eksistensi hibah ada hubungannya dengan kewarisan. Hal ini secara gamblang
ditegaskan dalam hukum positif di indonesia seperti; Kompilasi Hukum Islam, Hukum Adat dan KUH Perdata.
Selain itu, adanya posibilitas pembatalan hibah yang telah diberikan oleh seorang pemberi hibah kepada yang
menerima hibah sebagaimana dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam, Hukum Adat dan KUHPerdata.
Hibah dalam bahasa Belanda adalah schenking, sedangkan menurut istilah yang dimaksud hibah,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah: Sesuatu persetujuan
dengan mana si penghibah diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,
menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerimapenyerahan itu.1
Begitu juga dengan hadiah Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang
memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun jika
pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang
diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu
usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas,
independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk
dalam pengertian gratifikasi.
Perbuatan penerimaan gratifikasi oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang dianggap
sebagai perbuatan suap apabila pemberian tersebut dilakukan karena berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat
disalahgunakan, khususnya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam
perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi.2
Pelarangan atas segala bentuk pemberian hadiah atau Gratifikasi kepada seseorang terkait kapasitasnya
sebagai pejabat atau penyelenggara negara bukanlah sesuatu yang baru. Tradisi Islam sendiri mewariskan
kepada kita sejak sejarah mengenai hal tersebut. Sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi, gratifikasi
menjadi perhatian khusus, karena merupakan ketentuan yang baru dalam perundang-undangan dan perlu
sosialisasi yang lebih optimal.
Dan Sedekah merupakan salah satu kewajiban yang dilakukan oleh seorang muslim yang telah
berlebihan hartanya. Yang wajib bersedekah kepada orang yang berhak menerimanya.3 Sedekah adalah hak
Allah berupa harta yang diberikan oleh seseorang yang kaya kepada yang berhak menerimanya fakir dan
miskin.Harta itu disebut dengan sedekah karena didalamnya terkandung berkah penyucian jiwa,
pengembangan dengan kebaikan-kebaikan, dan harapan untuk mendapat.Hal itu disebabkan asal kata sedekah
adalah al- shodaqoh yang berarti tumbuh, suci, dan berkah.4 Disamping sedekah wajib, ada juga sedekah yang
disunnahkan dan dianjurkan untuk dikeluarkan kapan saja.Hal ini disebabkan karena anjuran dari al-Qur’an
dan as-Sunnah untuk mengeluarkan sedekah tidaklah terikat.

1
Hukum Zone, “Hibah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, http://hukumzone.blogspot.com/2016/05/hibah-
menurut-kitab-undang-undang-hukum.html, Diaksestanggal 16 November 2016, Pukul 15.45 WIB.
2
Buku Saku KPK,2010. Memahami Gratifikasi. Cetakan Pertama 2010 Hal:1
3
Syaikh Ali Ahmad al –Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, ( Semarang : CV Asy Syifa , 1992), hlm.152.
4
Muhammad Sayyid Sabiq, ,Fiqih Sunnah, (Jakarta : Pena,1994), hlm .41.

3
Mengeluarkan sedekah pada setiap saat yang merupakan perbuatan sunnat dilakukan menurut ijma’
ulama, dan Islam mengajak manusia untuk berkorban harta, memberikan dorongan kepadanya dengan gaya
bahasa yang memikat hati,membangkitkan semangat jiwa, dan menanamkan nilai- nilai kebaikan didalam
hati.5 Sedekah disunnahkan bagi orang yang memiliki kelebihan harta, yaitu dari biaya untuk dirinya sendiri
dan biaya orang-orang yang dinafkahkan apabila seseorang memberikan sedekah sehingga orang- orang yang
dinafkahkan menjadi kekurangan, maka ia berdosa, berdasarkan sabda Nabi SAW :
” Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Kasir, telah mengabarkan kepada kami Sufyan, telah
bercerita kapada kami Abu Ishak dari Wahab bin Jabir hawani dari Abdullah bi Amru berkata. Telah bersabda
Rasulullah SAW.cukuplah seseorang dinilai berdosa apabila ia menyia-nyia orang- orang yang harus
dinafkahkan”.(HR. Abu Daud).

5
Ibid., hlm.172.3Syaikh Ali Ahmad al –Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, ( Semarang : CV Asy Syifa , 1992),
hlm.152

4
PEMBAHASAN

A .HIBAH
1. Pengertian Hibah
Hibah secara bahasa berasal dari kata wahaba,yang berarti lewat dari satu tangan ke tangan
yang lain atau dengan kata lain kesadaran untuk melakukan kebaikan atau di ambil dari kata hubbuh
ar-rih (angin yang menghembus) atau ibra (membebaskan utang). Secara terminologi yaitu pemberian
hak milik secara langsung dan mutlak terhadap suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun
dari orang yang lebih tinggi.
Hibah menurut istilah adalah pemberian pemilikan sesuatu benda melalui transaksi (aqad) tanpa
mengharap imbalan yang telah di ketahui dengan jelas ketika pemberi masih hidup. Dalam rumusan
kompilasi, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk di miliki (pasal. 171 huruf g KHI). Dari beberapa definisi di
atas dapat di ketahui bahwa secara terminologi hibah adalah pemberian secara sukarela dari seseorang
kepada orang lain untuk kepentingan pribadi maupun lembaga sosial semasa pemberi masih hidup
tanpa adanya imbalan atau secara suka rela.
Hibah untuk kerabat adalah lebih dianjurkan, karena didalamnya terdapat unsur menyambung
tali silaturrahmi. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa:1 yang artinya
“ Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu
sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu”.
Menurut beberapa mazhab hibah diartikan sebagai berikut
1. Memberikan hak memiliki suatu benda dengan tanpa ada syarat harus mendapat imbalan ganti
pemberian ini dilakukan pada saat pemberi masih hidup. Dengan syarat benda yang akan diberikan
itu adalah sah milik sipemberi (menurut mazhab Hanafi)
2. Memberikan hak sesuatu materi dengan tanpa mengharapkan imbalan atau ganti. Pemberian
semata-mata hanya diperuntukkan kepada orang yang diberinya tanpa mengharapkan adanya pahala
dari Allah SWT. hibah menurut mazhab ini sama dengan hadiah. Apabila pemberian itu semata
untuk meminta ridha Allah dan mengharapkan pahalanya menurut mazhab Maliki ini dinamakan
sedekah.
3. Pemberian sifatnya sunnah yang dilakukan dengan ijab dan qobul pada waktu sipemberi masih
hidup. Pemberian mana tidak dimaksudkan untuk menghormati atau memuliakan seseorang dan
tidak dimaksudkan untuk mendapat pahala dari Allah karena menutup kebutuhan orang yang
diberikannya (menurut mazhab Syafi‟i).
Dari definidi ini, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hibah adalah:
1. Merupakan akad atau perjanjian
2. Pemberian Cuma-Cuma atau pemberian tanpa gani
3. Benda (barang) yang dihibahkan mempunyai nilai

5
4. Hibah dapat dilaksanakan oleh seseorang kepada orang lain, oleh seseorang kepada badan-badan
tertentu, juga beberapa orang yang berserikat kepada yang lain.6

2. Hukum Hibah
Hibah sebagai salah satu bentuk tolong menolong dalam rangka kebajikan antar sesama
manusia sangat bernilai positif. Para ulama fiqih sepakat bahwa hukum hibah itu sunnah. Hal ini
didasari oleh nash Al-Quran dan hadist Nabi.
Hal ini tertuang dalam surah An-Nisa ayat 4 yaitu:
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.(Q.S An-Nisa:4).7
Dan pada Q.S Al-Munafiqun:10
Artinya: Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku termasuk orang-orang yang saleh?8
Ayat di atas menggunakan konotasinya menganjurkan agar manusia yang telah di karunia rezeki itu
untuk mengeluarkan sebagiannya untuk orang lain. Dari kata nafkah, zakat, hibah,sadaqah, wakaf,
hingga wasiat. Kendati istilah-istilah tersebut memiliki ciri-ciri khas yang berbeda, kesamaannya adalah
bahwa manusia di perintahkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya.
Di dalam hadist Rasulullah pun tidak ditelusuri secara pasti masalah hibah, namun hal itu dapat di
kaitkan dalam hadist yang di riwayatkan oleh Bukhori dan Baihaqi yang bebunyi:
Artinya :“Saling berhadiahlah kamu sekalian, niscaya kamu akan saling mencintai”
Dari ayat dan hadits di atas dapat dipahami bahwa setiap pemberian atau hadiah merupakan suatu
perbuatan baik yang dianjurkan Islam, karena pemberian dapat menumbuhkan rasa saling mencintai
dan juga dapat menghilangkan kebencian antara sesama, khususnya antara memberi dan penerima.9
3. Macam-macam Hibah
Dalam hibah, ada beberapa macam yang perlu diketahui, adapun macam-macam hibah asalah:
a. Hibah Barang
Hibah barang adalah ketika pemberi memberikan harta maupun barang yang memiliki manfaat atau
nilai kepada penerima dengan tanpa tendensi harapan apapun. Contohnya, seseorang menghibahkan
sepeda motor, mobil, pakaian, dan sebagainya.
b. Hibah Manfaat
Selanjutnya, hibah manfaat adalah ketika pemberi hibah memberikan harta atau barang kepada
penerima, namun barang tersebut masih menjadi milik si pemberi. Dengan harapan, barang yang

6
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah. (Jakarta:Kencana Prenada Group, 2013), hlm. 342-343
7
Q.S An-Nisa:4
8
Al-Qur’an Surah Al-Munafiqun ayat 10
9
Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan menurut hukum perdata, Hlm 145

6
diberikan akan dimanfaatkan oleh penerima. Dalam hal ini, penerima hanya neniliki hak guna atau hak
pakai saja.

4. Hikmah Hibah

Ketahuilah wahai orang yang berakal yang mukmin dan dan muslimin, bahwa hikmah
disyariatkannya hibah (pemberian) sangat besar. Karena hibah itu bias menghilangkan rasa iri dengki,
dan menyatukan hati dalam cinta kasih dan sayang menyayangi. Hibah menunjukkan kemulian akhlak,
kesucian tabiat, adanya sifat-sifat yang tinggi, hikmah, keutamaan dan kemuliaan.
Oleh karena itu Rasulullah SAW, bersabda:
“saling beri memberilah kamu sekalian, sesungguhnya hibah itu menghilangkan iri dengki.”10
Hadiah bisa menimbulkan rasa cinta dalam hati dan bisa menghilangkan kedengkian. Sementara
itu menuntut kembali barang yang sudah diberikan akan menimbulkan rasa permusuhan, kebencian,
dan mengajak kepada perpecahan. Apalagi kalau orang yang telah diberi sudah memberikan pemberian
itu dan tidak mungkin untuk mengembalikannya. Beri-memberi mengandung faedah yang besar bagi
manusi. Mungkin seseorang datang membutuhkan sesuatu tetapi tidak tahu melalui jalan mana yang
harus ditempuh untuk mencukupi kebutuhannya. Tiba-tiba daatanglah sesuatu yang dibutuhkan itu dari
seorang teman atau kerabat sehingga hilanglah kebutuhannya. Pahala orang yang member tentulah
besar dan mulia.
Memberi adalah salah satu sifat kesempurnaan. Apabila sesorang suka member, berarti berusaha
mendapatkan sifat paling mulia, karena dalam member, orang menggunakan kemualian,
menghilangkan kebakhilan jiwa, memasukkan kegembiraan kedalam hati orang yang diberi,
mewariskan rasa kasih sayang dan terjalin rasa cinta antara pemberi dan penerima. Serta
menghilangkan rasa iri hati, maka orang yang suka member termasuk orang-orang yang beruntung.

B. HADIAH
1. Pengertian Hadiah
Seperti yang dibahas sebelumnya bahwasannya hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda
tanpa ganti rugi yang umumnya dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya. Secara sederhana
hadiah dapat diartikan sebagai pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian
dengan maksud memuliakan.11 Hadiah adalah pemberian yang dimaksudkan untuk mengagungkan atau
rasa cinta. Menurut istilah fikih, hadiah didefinisikan sebagai berikut:
1. Zakariyya Al-Anshari
Hadiah adalah penyerahan hak milik harta benda tanpa ganti rugi yang umumnya
dikirimkan kepada penerima untuk memuliakannya.12
2. Sayyid Sabiq
Hadiah itu seperti hibah dalam segi hukum dan maknanya. Dalam pengertian ini, Sayyid
Sabiq tidak membedakan antara hadiah dengan hibah dalam segi hukum dan segi makna.
Hibah dan hadiah adalah dua istilah dengan satu hukum dan satu makna. Sehingga
ketentuan yang berlaku bagi hibah berlaku juga bagi hadiah.13
3. Muhammad Qal‘aji

10
Abi‟Abdullah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 1, Hlm 1987.
11
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 211.
12
Abi Yahya Zakariyya Al-Anshari Asy-Sya>fi’i, Asnal Matha< lib, (Beirut: Dar al-Kutub alIlmi>yah, juz 5)566
13
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Mesir: Da>r al-Fath li> al-I’lami al-Arabiy, juz 3), 315

7
Hadiah adalah pemberian sesuatu tanpa imbalan untuk menyambung talisilaturrahim,
mendekatkan hubungan, dan memuliakan.6 Dalam pengertian ini, Muhammad Qal‘aji
menegaskan bahwa dalam hadiah tidak murni memberikan tanpa imbalan, namun ada tujuan
tertentu yakni ada kalanya untuk menyambung tali silaturrahim, mendekatkan hubungan,
dan memuliakan. Kalau dipahami, ada titik temu antara ketiga definisi di atas, yakni hadiah
adalah pemberian tanpa imbalan, sama seperti hibah. Sayyid Sabiq menganggap hibah dan
hadiah adalah sama persis, sedangkan Zakariyya Al-Ansari dan Muhammad Qal‘aji
membedakannya. Hibah murni pemberian tanpa imbalan, sedangkan hadiah bertujuan untuk
memuliakan. Mayoritas fuqaha cenderung membedakan antara hibah dan hadiah. Yang
jelas, hadiah merupakan pemindahan pemilikan atas suatu harta dan bukan hanya
manfaatnya. Kalau yang diberikan adalah manfaatnya sementara zatnya tidak maka itu
merupakan pinjaman (i’j>rah). Karenanya hadiah haruslah merupakan tamli>kan li al-’ayn
(pemindahan/penyerahan pemilikan atas suatu harta kepada pihak lain).14
Maka, hadiah merupakan pemberian harta kepada seseorang untuk membuat senang tanpa
adannya paksaan dari keduannya. Adapun yang menjadi landasan dalam pemberian hadiah yaitu
terdapat dalam firman Allah dalam surah Al-Mudatstsir ayat 6 yang berbunyi:
Artinya: “Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak”15
Dan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
Artinya: “Kalau aku diundang untuk menyantap kaki kambing depan dan belakang, niscaya aku
penuhi dan kalau dihadiahkan kepadaku kaki kambing depan dan kaki kambing belakang, niscaya aku
menerimanya”. (H.R. Tirmidzi).16
Adapun keutamaan dalam pemberian hadiah dapat dilihat dari efek positif dalam jiwa penerimanya.
Seperti hilangnya rasa dendam dan permusuhan serta timbulnya kasih sayang antar sesama.
2. Hikmah Hadiah
Saling membantu dengan cara memberikan hadiah dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Hikmah atau manfaat disyari’atkannya adalah sebagai berikut:17
a. Memberi hadiah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang terdapat dalam
hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan. Hadiah dilakukan sebagai penawar racun hati
yaitu dengki. Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan tirmidzi dari Abi Hurairah
r.a Nabi saw bersabda
“Beri-memberilah kamu, karena pemberian itu dapat menghilangkan sakit hati (dengki).18
b. Pemberian hadiah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi.
Abu Ya’la telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abi Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda
“saling memberi hadiah lah kamu, karena ia dapat menumbuhkan rasa kasih sayang”.19
c. Hadiah atau pemberian dapat menghilangkan rasa dendam, dalam sebuah hadis dari Anas r.a
Rasullah Saw bersabda:

14
Muhammad Qal‘aji, Mu‘jam lugatil fuqaha, dalam al-maktabah asy-syamilah, al-ishdar atstsani, juz 1, 493
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemahnya, ( Jakarta: CV Darus Sunnah, 2002), 992.
16
Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’i>yah, (Karya Indah, 1986), 162
17
Saleh al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet. Pertama, 541
18
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Mesir : Dar Ibnu Hisyam, 2002 ), Jilid ke-241
19
Ibid

8
“Saling memeberi hadialah kamu, karena sesunguhnya hadiah itu dapat mencabut rasa
dendam.”20

3. Hukum Hadiah
Dalam hukum Islam, memberikan sesuatu kepada orang lain dalam rangka menjalin silaturahmi
dan mempererat hubungan maka hukumnya halal dan dianjurkan untuk dilakukan.
Diriwayatkan dalam hadits nabi SAW oleh Al Bukhari, Rasulullah SAW telah bersabda:
"Hendaknya kalian saling memberi, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari).

Para ulama sepakat bahwa memberikan hadiah hukumnya sunnah. Dasar masyruiyah hadiah tersebut
berdasar pada ijma'.
"Umat Islam telah ijma'/sepakat atas masyruiyah dan kesunnahan memberi hadiah."21

Dalam Al Quran Allah SWT telah berfirman melalui penggalan Q.S Al-Baqarah ayat 177 yang artinya:
“dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim."
Hal ini juga diperkuat dengan hadits Bukhari dan Muslim, "Wahai para wanita muslimah, tetaplah
memberi hadiah pada tetangga walau hanya kaki kambing yang diberi." (HR. Bukhari & Muslim).

Sementara itu, pemberian hadiah akan menjadi haram jika bertujuan untuk alasan tertentu
seperti jabatan atau kedudukan. Memberikan hadiah untuk pejabat termasuk ghulul.

Diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abu Humaid As Sa'idi Rasulullah SAW bersabda:
‫َهَداَيا اْلُع َّم اِل ُغ ُلوٌل‬

Artinya: "Hadiah bagi pejabat (pekerja) adalah ghulul (khianat)." (HR. Ahmad).
Namun berdasarkan hukum Islam dan UU No.20 Tahun 2001 tentang hukum hadiah yang
diberikan kepada pejabat, dikatakan bahwa hadiah yang diberikan kepada pejabat atau pegawai karena
pekerjaan dan kedudukannya maka hukumnya adalah haram. Haram bagi pemberi dan penerima.

Dasar keharaman tersebut adalah karena tidak terealisasikan persamaan hak sesama manusia.
Sementara itu, hadiah yang diberikan bukan karena pekerjaan dan kedudukan maka halal bagi pemberi
maupun penerima.22

C. SEDEKAH
1. Pengertian Sedekah
Dalam bahasa arab shadaqah artinya benar. Seseorang yang melakukan sedekah adalah orang
yang benar akan keimanannya. Sedekah dapat diartikan juga dengan salah satu sifat-sifat para nabi
yaitu sidiq yang artinya jujur atau benar. Dalam konteks sifat, sidiq berarti jujur dalam menyampaikan
suatu perkara kepada umat. Sedangkan dalam fikih muamalah sedekah merupakan memberikan
20
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta, Grafindo, 2005), 219
21
M. Aqil Haidar, Lc “Memberi Hadiah Bagi Pemberi Hutang”
22
Jurnal of islamic

9
sebagian harta kepada orang lain secara sukarela.23
membantu orang yang kesusahan serta mendapatkan pahala. Adapun keutamaan bersedekah menurut
BAZNAS yaitu:
1. Sedekah tidak mengurangi harta Mengeluarkan sedekah secara fisik akan mengurangi harta.
Namun Allah akan menggantikannya dengan pahala. Bahkan sudah dijelaskan dalam beberapa ayat Al-
Qur’an bahwa setiap harta yang digunakan untuk bersedekah akan digantikan oleh Allah.
2. Sedekah menghapus dosa Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Hal tersebut merupakan
kata yang diucapkan apabila seorang manusia melakukan kesalahan. Setiap manusia pasti pernah
melakukan kesalahan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Namun manusia selalu diingatkan
untuk terus bertaubat dan menghapus dosa-dosanya. Salah satu perilaku yang dapat menghapus dosa
adalah sedekah. Bersedekah di waktu lapang maupun sempit serta dilakukan karena ikhlas maka dapat
menghapuskan dosadosa.
3. Sedekah melipatgandakan pahala Telah dijelaskan bahwa sedekah tidak mengurangi harta,
justru mendapatkan pahala. Berapapun sedekah yang dikeluarkan, Allah akan melipatgandakan pahala
bagi orang yang bersedekah tersebut.24
2. Dasar Hukum Sedekah
Hukum mengeluarkan sedekah adalah sunah. Artinya apabila kita mengeluarkan sedekah, maka
akan mendapatkan pahala dan jika tidak mengeluarkan sedekah tidak mendapatkan dosa. Agama islam
menganjurkan umatnya agar mengeluarkan sedekah, baik dalam waktu sempit maupun lapang serta
dalam bentuk material maupun non material. Dasar hukum sedekah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
dan hadis. Beberapa diantara yaitu dalam Q.S An-Nisa:114
“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari
orang yang menyuruh (orang) bersadaqah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di
antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami akan
memberinya pahala yang besar” (Q.S An-Nisa:114).
Dan pada Q.S Al-Baqarah:271
“Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan
Allah akan menghapus sebagian dari kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al Baqarah: 271)
Q.S Al-Hadid:18
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan
meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi
mereka, dan mereka akan mendapat pahala yang mulia”. (QS. Al Hadid :18)25
Dan terdapat juga pada hadits Rasulullah SAW yaitu:

23
Sri Nurhayati eds, Akuntansi dan Manajemen Zakat,…hal. 158
24
Badan Amil Zakat Nasional, Keutamaan Sedekah,…diakses pada 2 Februari 2021
25
Kementerian Agama Republik Indonesia, Quran kemenag, dalam https://quran.kemenag.go.id diakses pada 1 januari
2021

10
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Sa’id
bin Abu Sa’id Al Muqbiri dari Sa’id bin Yasar bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata, rasulullah
SAW. Bersabda: tidaklah seseorang bersedekah dari harta yang baik dan halal dan Allah tidak
menerima kecuali dari harta yang baik (halal) kecuali Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya
walaupun berupa satu biji kurma dan dia akan berkembang di telapak tangan Ar Rahman hingga
menjadi lebih besar dari gunung sebagaimana seseorang diantara kalian membesarkan anak kudanya.
( Hadis Jami’ At Tirmidzi No. 597 kitab zakat)
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Abu
Awanah telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami
Abbad bin Awwam keduanya dari Abu Malik Al Asyja’I dari Rabi bin Hirasy dari Hudzaifah dalam
hadits Qutaibah, ia berkata Nabi SAW. Telah bersabda: sementara ibnu Abu Syaibah berkata: dari Nabi
SAW. 73 Beliau bersabda: setiap kebaikan itu adalah sedekah. ( Hadis Shahih Muslim N0. 1673 kitab
zakat).26
Di Indonesia peraturan tentang sedekah telah diatur dalam Undangundang No. 23 Tahun 2011
tentang pengelolaan zakat. Peraturan ini digabungkan dengan peraturan zakat serta infak. Seperti yang
terdapat dalam pasal 28 yaitu:
1. Dana sedekah dapat disalurkan melalui lembaga zakat seperti BAZNAS ataupun LAZ.
2. Dana infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya didistribusikan dan didayagunakan
sesuai dengan ketentuan syariat islam serta sesuai dengan amanah pemberi dana.
3. Dana infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dikelola dan dicatat secara terpisah
pada pembukuannya.
Dari beberapa sumber hukum sedekah tersebut, dapat diketahui bahwasannya sedekah memiliki
arti yang sangat luas. Setiap kebaikan yang dilakukan akan dianggap sebagai sedekah apabila dilakukan
dengan ikhlas dan semata-mata hanya mencari ridha Allah. Untuk mendapatkan pahala atas sedekah
yang dikeluarkan ada beberapa tata cara yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu:
1. Memberikan sedekah tanpa mengungkit kembali Kata lain dari ikhlas adalah melupakan.
Ketika memberikan sesuatu kepada orang lain secara ikhlas, maka kita akan melupakannya begitu saja
tanpa mengungkit kembali apa yang telah berlalu. Sama halnya dengan bersedekah, lebih baik
dilakukan tanpa mengungkit kembali apa yang telah diberikan.
2. Memberikan sedekah tanpa menyakiti hati si penerima sedekah Memberikan sedekah
hendaknya dilakukan tanpa mengeluarkan kata-kata kasar atau perbuatan yang dapat menyakiti hati
penerima sedekah. Karena bersedekah yang menyakiti hati penerima sedekah adalah sama halnya
dengan menghilangkan pahala sedekah itu sendiri.
3. Bersedekah secara sembunyi-sembunyi Mengeluarkan sedekah lebih baik dilakukan tanpa
sepengetahuan orang lain, agar tidak menimbulkan sifat riya’.
Bersedekah sesungguhnya adalah bersifat sirri (rahasia) atau hanya orang yang bersedekah dan Allah
yang mengetahuinya. Seperti halnya mengeluarkan sedekah dengan tangan kanan, seolah tangan kiri tidak
mengetahuinya, maka itu lebih baik. 4. Memberikan suatu hal yang baik kepada penerima sedekah Bersedekah
adalah perbuatan yang baik, maka sesuatu yang diberkan harus baik pula. Sedekah biasanya diberikan dalam

26
Hadits Indonesia, Hadis Muslim,… diakses pada 2 Januari 2021

11
bentuk uang maupun barang. Dari kedua hal tersebut hendaknya dieproleh secara halal dan dalam keadaan baik
saat diberikan kepada penerima sedekah.

3. Syarat dan Rukun Sedekah


Syarat sedekah:
1. Harta atau barang yang disedekahkan dapat dimiliki secara penuh.
2. Apabila bersedekah dengan harta atau barang, maka kedua hal tersebut memiliki nilai.
3. Adanya wujud serah terima antara kedua belah pihak
. 4. Orang yang akan bersedekah harus memiliki harta atau barang yang akan disedekahkan.
Rukun sedekah:
1. Orang yang mengeluarkan sedekah Salah satu hal yang harus ada saat bersedekah adalah orang yang
mengeluarkan sedekah. Orang muslim yang mengeluarkan sedekah harus baligh dan berakal. Apabila
seseorang tersebut belum baligh, hendaknya didampingi orang tuanya.
2. Penerima sedekah Penerima sedekah adalah siapapun diperbolehkan. Tidak ada kriteria khusus bagi
penerima sedekah. Sedekah diutamakan kepada anggota keluarga, kemudian orang-orang disekitar
yang sekiranya lebih membutuhkan.
3. Serah terima Serah terima harta atau barang sedekah dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Penyerahan sedekah secara langsung dilakukan antara orang yang mengeluarkan sedekah
diberikan langsung kepada penerima sedekah. Sedangkan secara tidak langsung, dapat melalui lembaga
sedekah atau lainnya.
. 4. Harta atau barang yang akan disedekahkan Sedekah dapat berupa harta, barang, kebaikan dan
lainnya. Sebelum mengeluarkan sedekah, maka beberapa hal tersebut harus dimiliki oleh orang yang
bersedekah. Adanya wujud dari harta atau barang yang akan disedekahkan merupakan dasar dari
bersedekah.
4. Hikmah Sedekah
Sedekah menjadi salah satu ibadah yang bernilai pahala besar dan tercatat dalam Al-Qur'an. Sedekah
juga menjadi bagian untuk berderma kepada sesama terlebih bagi orang yang membutuhkan. Sehingga secara
esensi sedekah mencakup hubungan vertikal dan horizontal karena berhubungan dengan muamalah ma'allah
dan juga muamalah ma'annas.

Sehubungan dengan amalan ini, beberapa ayat Al-Qur'an mengagungkan keutamaan sedekah. Sedekah
disebutkan menjadi amalan yang diganjar pahala berlipat ganda, serta menjadi salah satu cara untuk bersyukur
atas rezeki yang diberikan Allah SWT.

Di antara ayat yang menjelaskan pahala sedekah adalah Al-Qur'an surat Al Hadid ayat 18, Allah SWT
berfirman tentang balasan orang yang bersedekah.

١٨ - ‫ِاَّن اْلُم َّصِّد ِقْيَن َو اْلُم َّصِّد ٰق ِت َو َاْقَر ُضوا َهّٰللا َقْر ًضا َحَس ًنا ُّيٰض َع ُف َلُهْم َو َلُهْم َاْج ٌر َك ِرْيٌم‬

Artinya:

12
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan
kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan
mendapat pahala yang mulia." (QS Al Hadid ayat 18).

Pengalaman serta keutamaan sedekah juga bisa diresapi dari pengalaman hidup Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Keponakan Nabi Muhammad SAW ini pernah suatu hari usai bersilaturahim ke rumah Rasulullah, pulanglah ia
ke rumah dan bertemu Sayyidah Fatimah yang ketika itu sedang duduk memintal sementara Salman Al farisi
sedang memisah-misahkan bulu domba.

Karena Sayidina Ali datang dalam keadaan lapar, bertanyalah dia kepada Sang Istri. "Hai perempuan mulia
apakah engkau punya makanan untuk suamimu," ujarnya bertanya kepada Fatimah yang dijawab bahwa saat
itu di rumah tidak ada makanan apapun, dan hanya memiliki uang 6 dirham upah memintal dari Salman yang
hendak dibelikan makanan untuk putra-putranya, Hasan dan Husain.

Mendengar jawaban istrinya, berniatlah Ali keluar untuk membelikan makanan Hasan dan Husain dengan uang
6 dirham yang dimiliki istrinya. Pamitlah Ali. Tiba-tiba di tengah jalan, Ali melihat seorang laki-laki sedang
berdiri seraya berkata dan mencari orang yang bisa memberinya utang dan akan didoakan. Melihat orang itu
ibalah Ali dan memberikan uang 6 dirham jatah membeli makan Hasan dan Husain yang dia bawa lalu
kemudian Ali pulang tanpa membawa apapun.

Melihat suaminya pulang hanya dengan tangan hampa. Menangis tersedu-sedulah Fatimah, yang langsung
bertanya kenapa suaminya pulang tanpa membawa makanan sedikit pun. Dan jujurlah Ali kalau uangnya
diberikan kepada seseorang yang membutuhkan dan perlu utang ketika perjalanan tadi. Usai menjelaskan
kepada istrinya, Ali izin untuk berkunjung ke rumah Rasulullah.

Di tengah perjalanan, bertemulah Ali dengan orang Arab dusun (A'rabi) yang tengah menuntun seekor unta
untuk dijual, dan kemudian ditawarkan kepada Ali dengan harga 100 dirham.

"Wahai Ali, tolong belilah unta saya ini dengan harga 100 dirham," ucap orang Arab dusun itu.

Sayidina Ali pun kemudian berterus terang jika dirinya tidak membawa uang sepeserpun. Mendengar hal itu,
A'rabi itu menawarkan agar Ali bisa membeli untanya dengan pembayaran tempo. Disetujuilah tawaran itu,
hingga akhirnya unta bisa dibawa Sayidina Ali yang hendak membawanya ke rumah. Di tengah jalan, tiba-tiba
Ali bertemu seseorang yang menawar unta yang dibawanya.

Berkatalah orang itu: "Wahai Ali, berapakah ingin kau jual unta yang kau bawa," ujarnya.

Dengan tanpa ragu, Sayidina Ali menjawab bahwa untanya akan dijual seharga 300 dirham dan tanpa banyak
tawar-menawar orang itu langsung memberikan uang 300 dirham secara tunai. Bergembiralah Ali mendapat
keuntungan yang berlipat, dan langsung memberikan 100 dirham kepada A'rabi pemilik unta awal, dan sisanya
dibawa pulang dan disampaikan kepada Fatimah.

Kepada istrinya, Sayidina Ali pun menceritakan bagaimana kisah bisa mendapatkan uang 200 dirham.
Mendengar kisahnya, Fatimah pun berbinar-binar dan berucap: "Engkau telah mendapatkan Taufiq," atau
pertolongan dari keikhlasan bersedekah 6 dirham karena Allah.

Inilah sekilas pengalaman Sayidina Ali karena ketulusan dan keikhlasannya dalam bersedekah. 27
27
Kementerian Agama, https://www.kemenag.go.id/hikmah/hikmah-ketulusan-sedekah-karena-allah-Q5P4i

13
KESIMPULAN

HibahMenurut bahasa, hibah berasal dari bahasa arab yaitu huruf haa’ dikasrah dan baa’difathah,
adalah pemberian seseorang akan hartanya kepada orang lain di masahidupnya dengan cuma-cuma, tanpa

14
imbalan.Menurut islah hibah adalah pemberian harta dari seseorang kepada orang laindengan alih pemilikan
untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsungpindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.
HadiahHadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untukmmnuliakan atau
memberikan penghargaan. Rasulullah SAW menganjurkankepada umatnya agar saling memberikan hadiah.
Karena yang demikian itu dapatmenumbuhkan kecintaan dan saling menghorma antara sesama. Hukum hadiah
adalahboleh ( mubah ).
Syarat dan rukun hadiah
1. Pemberi hadiah
2. Penerima hadiah
3. Barang hadiahDan terdapat banyak sekali hikmah jika kita melakukan pemberian hadiah.
SedekahSedekah secara bahasa berasal dari huruf shad, dal, dan qaf, serta dari unsur ash-shidq yang
berar benar atau jujur. Sedekah menunjukkan kebenaran penghambaanseseorang kepada Allah SWT. Secara
etimologi, sedekah ialah kata benda yang dipakai untuksuatu hal yang diberikan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengeran sedekah adalahpemberian kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT, dandiberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan
pengganpemberian tersebut. Hukum sedekah itu disunnahkan dan dianjurkan untuk dikeluarkankapan saja.
Syarat rukun dan rukun sedekah
1. Pemberi sedekah
2. Penerima sedekah
3. Barang sedekah
Dan terdapat banyak sekali hikmah jika kita melakukan pemberian sedeka

DAFTAR PUSTAKA

15
Hukum Zone, “Hibah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”,
http://hukumzone.blogspot.com/2016/05/hibah-menurut-kitab-undang-undang-hukum.html, Diaksestanggal 16
November 2016, Pukul 15.45 WIB.
Buku Saku KPK,2010. Memahami Gratifikasi. Cetakan Pertama 2010 Hal:1
Syaikh Ali Ahmad al –Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, ( Semarang : CV Asy Syifa ,
1992),hlm.152.
Muhammad Sayyid Sabiq, ,Fiqih Sunnah, (Jakarta : Pena,1994), hlm .41.
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah. (Jakarta:Kencana Prenada Group, 2013), hlm. 342-343
Q.S An-Nisa:4
Al-Qur’an Surah Al-Munafiqun ayat 10
Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan menurut
hukum perdata, Hlm 145
Muhammad Qal‘aji, Mu‘jam lugatil fuqaha, dalam al-maktabah asy-syamilah, al-ishdar atstsani, juz 1,
493
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemahnya, ( Jakarta: CV Darus Sunnah, 2002), 992.
Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’i>yah, (Karya Indah, 1986), 162
Saleh al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet. Pertama, 541
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Mesir : Dar Ibnu Hisyam, 2002 ), Jilid ke-241
Ibid
Sri Nurhayati eds, Akuntansi dan Manajemen Zakat,…hal. 158
Badan Amil Zakat Nasional, Keutamaan Sedekah,…diakses pada 2 Februari 2021
Kementerian Agama Republik Indonesia, Quran kemenag, dalam https://quran.kemenag.go.id diakses
pada 1 januari 2021

16

Anda mungkin juga menyukai