IBADAH MALIYAH
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.3 TUJUAN..............................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
BAB III
PENUTUP..........................................................................................................................23
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................23
2
BAB I
PENDAHULUAN
Ibadah harta (ibadah maliyah) merupakan investasi amal yang tidak akan
berhenti pahalanya, walaupun yang bersangkutan sudah meninggal dunia,
yang dikenal dengan Amal Jariyah. Harta yang dititipkan kepada manusia
harus dijadikan sebagai bekal kepada Allah SWT. Banyak harta, harus
mendorong seseorang untuk lebih banyak beribadah kepada-Nya. Harta
yang dijadikan sebagai bekal dan sarana ibadah, berarti harta yang
bermanfaat dan akan membuahkan berkah kepada harta dan kehidupan yang
bersangkutan. Dan kewajiban syukur atas nikmat harta harus dibuktikan
dengan cara menggunakan harta tersebut sebagai sarana ibadah kepada
Allah SWT. Pelaksanaan tugas ibadah kepada Allah tidak hanya diwujudkan
dalam bentuk ibadah fisik saja, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk
ibadah harta. Investasi amal yang tidak akan berhenti pahalanya, walaupun
yang bersangkutan sudah meninggal dunia adalah harta yang disumbangkan
untuk amal jariah. Ibadah maliah atau ibadah dengan harta termasuk bagian
penting dalam syari’at Islam. Dalam rukun Islam pun nampak bahwa rukun
yang lima itu terdiri dari ruknul qalbi, ruknul badani dan ruknul mali.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
4
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
“Sesuatu yang diganjar jika mengamalkannya dan tidak disanksi jika
meninggalkannya”
Letak perbedaan kedua hukum tersebut adalah adanya reward (pahala) dan
punishment(adzab). Mengamalkan yang wajib mendapat reward dan
meninggalkannya mendapat punishment. Mengamalkan yang
sunah memperoleh reward tetapi meninggalkannya tidak diberi punishment.
7
2.2 Macam-macam Ibadah Maliyah
1. Zakat
ِإْع َطاُء ُج ْز ٍء َم ْخ ُصْو ٍص ِم ْن َم اٍل َم ْخ ُصْو ٍص ِبَو ْض ٍع َم ْخ ُصْو ٍص َو َبْع ِض َها ِفى َأْو َقاٍت
َم ْخ ُصْو َص ٍة ِلُم ْسَتِح ِّقِه
8
e) Zakat hanya untuk mustahik yang sudah ditentukan (Q.S. at-
Taubah [9]: 60).
2. Infaq
Infaq berasal dari kata nafaqa yang berarti telah lewat, berlalu,
habis, mengeluarkan isi, menghabiskan miliknya, atau belanja.
Menurut istilah, infaq adalah:
ِإْخ َر اُج اْلَم اِل الَّطِّيِب ِفْي الَّطاَعاِت َو اْلُمَباَح اِت
“Mengeluarkan harta yang thayib (baik) dalam ketaatan atau hal-hal yang
dibolehkan”
3. Shadaqah
9
َم ا ُتْع َطى َع َلى َو ْج ِه الَّتَقُّر ِب ِإَلى ِهللا َتَع اَلى
Jika zakat dan infaq sudah ditentukan jenisnya seperti uang, emas, perak,
perdagangan, hewan ternakdll., maka shadaqah tidak demikian. Shadaqah
boleh dengan barang-barang bisa juga dengan tenaga, fikiran dan lainnya.
Bahkan, wajah sumringah dan senyuman pun bisa bernilai shadaqah.
َالَتْح ِقَر َّن ِم َن اْلَم ْع ُرْو ِف َشْيًئا َو َلْو َاْن َتْلَقى َأَخ اَك ِبَو ْج ٍه َطْلٍق
4. Fidyah
10
harta untuk menutupi ibadah yang ditinggalkannya. Fidyah shaum
wajib dilakukan oleh seseorang yang tak sanggup karena kepayahan
dalam melakukan shaum fardhu khususnya di bulan Ramadhan,
sebagai salah satu bentuk rukhsah (dispensasi) yang diberikan Allah
kepada mereka. Karena Allah SWT.tidak membebani hamba-hamba-
Nya melainkan sesuai dengan kemampuannya.
Selain itu juga Allah tidak pernah menjadikan syari’at yang diturunkan-Nya
menyulitkan hamba-hamba-Nya.Landasan normatif yang dititahkan Allah
SWT mengenai hal ini adalah firman-Nya dalam Al Qur’andan wajib bagi
orang-orang yang berat melakukan shaum (jika mereka tidak shaum)
memberi fidyah, yaitu dengan memberi makan satu orang miskin. (Q.S. Al
Baqarah(2) :184).
Hukum fidyah, sebagaimana firman Allah SWT.di atas adalah wajib, apabila
:
5. Kifarat
11
hadits riwayat Muslim, juga diterangkan bahwa kifarat nadzar yang
tidak dapat dilakukan sama dengan kifarat sumpah.
Kifarat shaum (sebagai akibat melakukan pelanggaran shaum,
melakukan jima’atau persetubuhan pada siang hari bulan Ramadhan bagi
mereka yang wajib melakukan shaum Ramadhan), selain bisa dengan
memerdekakan hamba sahaya, bisa juga dengan melakukan shaum selama
dua bulan berturut-turut, tertapi juga bisa dengan memberi makan kepada
enam puluh orang fakir miskin.
6. Kurban/Udhiyyah
12
Nabi Adam as (Qabil dan Habil) juga pernah melakukan ibadah
qurban.
Yang diabadikan secara khusus adalah qurban yang menjadi syari’at
Allah SWT yang dibawa Nabi Ibarahim as.Kemudian syari’at itu
dilestarikan menjadi syari’at Nabi Muhammad saw.atas legitimasi dan
perintah Allah SWT yang diabadikan-Nya dalam al Qur’an surat Al
Kautsar, (108) :2.
Syarat-syarat berqurban/udhiyyah :
1) Tidak cacat (cacat mata, sakit, pincang, kurus dan tak berdaya,
rusak/pecah sebelah tanduknya atau telinganya).
5) Satu ekor kambing berlaku untuk satu orang atau satu keluarga.
6) Satu ekor unta atau sapi atau kerbau berlaku bagi 7 orang.
13
7. Aqiqah
8. Al-Hadyu
14
15
2.3Urgensi Ibadah Maliyah
Ibadah maliah sangat penting dilihat dari berbagai segi, antara lain:
16
5. Dengan ibadah maliyah berarti telah menjalankan salah satu rukun
islam
Yaitu, rukun islam mengenai zakat. Dimana yang mengantar
seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan
akhirat.
17
berkurang harta karena sedekah dan zakat, dijamin tidak akan ada
orang menjadi sengsara gara-gara infak dan zakat, tidak akan ada
orang menjadi menderita gara-gara infak dan zakat. Barangsiapa yang
memberikan infak atau zakat atau sedekah kepada orang yang
memerlukannya, berarti dia lelah menghutangkan sesuatu kepada
Allah. Allah yang bertanggung jawab untuk membayarnya.
18
2.4 Hikmah Ibadah Maliyah
1. Pembersih Harta
2. Pembersih Hati
Memberikan zakat atau infaq dan lainnya kepada fakir miskin bisa
menjaga keseimbangan hidup atau kesenjangan dan menghindari
ketidak adilan sosial.
19
Memupuk rasa kasih sayang dan kecintaan orang kaya (aghniya)
kepada orang miskin sehingga terjalin keterpaduan antara orang miskin
dan orang kaya.
20
2.5 Makna Spritual Ibadah Maliah Bagi Kehidupan Sosial
21
QS. Al Kahfi:18.
22
Ayat tersebut mengandung spirit filantropi dalam Islam. Dua nilai
penting yang terkandung dalam spirit ayat filantropi di atas adalah bahwa
zakat dan selalu mengandung dimensi ganda. Dimensi kesalehan individual
tercermin dalam tazkiyat an nufus dalam zakat(penyucian dan pembersihan
diri dan harta) pada satu sisi, dan refleksi kesalehan sosial pada sisi lain
seperti empati dan solidaritas pada sisi yang lain.
Zakat sebagai media tazkiyat an nufus dalam konteks di atas
diungkapkan dalam dua istilah yaitu membersihkan dan menyucikan.
Membersihkan dalam konteks ayat tersebut mengandung makna bahwa
zakat itu membersihkan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dari sifat
kikir dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Sungguhpun cinta
terhadap harta merupakan tabiat manusia yang bersifat inborn sebagaimana
digambarkan dalam
5
[186]. Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk
jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.
23
Sedangkan istilah menyucikan dalam ayat di atas mengandung makna
bahwa zakat memiliki satu kekuatan transformatif dalam menyuburkan sifat-
sifat kebaikan dalam hati muzakki dan harta benda yang mereka
kembangkan menjadi suci lantaran terbayar-bayarnya hak-hak orang lain
yang melekat di dalamnya.
Nilai filantropi zakat lainnya adalah kepedulian dan keadilan sosial kepada
sesama manusia, terutama kepada mereka (asnaf) yang menjadi sasaran
(target group) filantropi dalam Islam, yaitu orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk mereka yang sedang dalam perjalanan.
Filantropisme zakat dalam dinamika dan perkembangannya secara
historis memainkan peran ganda, sebagai instrumen pelaksanaan kewajiban
ritual yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan individual yang
bersifat vertikal (hablun min Allah) dalam rangkatazkiyat an
nufus sebagaimana dikatakan di atas pada satu sisi, juga sebagai instrumen
ekonomi transformatif, yaitu dalam memberdayakan ekonomi dan
pemecahan permasalahan kemiskinan umat pada satu sisi yang lain.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
25