“Zakat Pertanian”
Dosen Pengampu :
Oleh :
MALANG 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, dengan nikmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen Fiqh dan Manajemen Zakat
di Indonesia, Bapak Dr. H. Moh Toriquddin, Lc., M.HI. Penulis berharap dengan
Perantara Dagang.
Moh Toriquddin, Lc., M.HI selaku dosen Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia.
Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Perantara Dagang..........................................................................3
B. Macam-Macam Perantara Dagang.................................................................6
C. Hak dan Kewajiban Perantara Dagang........................................................10
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menjual dan memasarkan produk industri baik berupa barang atau jasa
kepada konsumen, pelaku usaha atau produsen memilik dua pilihan. Pilihan
pertama, dia dapat memasarkan dan menjual sendiri produk tersebut. Pilihan
kedua, dalam kegiatan pemasaran dan penjualan produk tersebut kepada
konsumen dilakukan oleh agen atau distributor yang ia tunjuk.1
1
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Di Indonesia (Yogyakarta: FH UII PRESS,
2013), https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2013/09/00-Halaman-Judul.pdf
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perantara dagang?
2. Apa saja macam-macam perantara dagang?
3. Apa hak, kewajiban, dan syarat perantara dagang?
C. Tujuan
1. Mengetahui perantara dagang
2. Memahami macam-macam perantara dagang
3. Memahami hak, kewajiban, dan syarat perantara dagang
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perantara Dagang
Menurut Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) lama, yang
dimaksud sebagai pedagang adalah mereka atau orang-orang yang menjalankan
kegiatan perdagangan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Sedangkan yang
dimaksud dengan perbuatan perniagaan atau disebut sebagai kegiatan
perdagangan dalam Pasal 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) lama
adalah perbuatan pembelian barang untuk dapat dijual kembali.2 Sedangkan
perantara menurut KBBI perantara adalah orang (negara dan sebagainya) yang
menjadi penengah (dalam perselisihan, perbantahan, dan sebagainya) atau
penghubung (dalam perundingan); pialang; makelar; calo (dalam jual beli dan
sebagainya).
2
Ayu Putri Rainah Petung Banjaransari, “Pertanggungjawaban Makelar Dan Komisioner Kepada
Pihak Ketiga Berdasarkan Hukum Dagang Indonesia”, Jurnal Yustisiabel Volume 5 no. 1 (2021): 9
3
kali ia menutup suatu perjanjian atau memberikan perantaraannya dalam
penutupan itu. Tetapi biasanya ia mendapat suatu upah juga meskipun
perantaraannya tidak dipergunakan.3
3
Siti Rahayu, Muhammad Roesli, “Hukum Dagang Di Indonesia,”Jurnal Media Hukum dan
Peradilan, No. 20(2019) : 301
https://interoperabilitas.perpusnas.go.id/record/iframe/674782 diakses pada tanggal 14 Maret
2023.
4
Martha Eri Shafira, Hukum Dagang Dalam Sejarah Perkembangannya Di Indonesia (Ponorogo:
Cava Nata Karya, 2017), 15 http://repository.iainponorogo.ac.id/714/1/BUKU%20HUKUM
%20DAGANG%20SAMPUL.pdf
4
Prinsipal wajib memberikan komisi atau imbalan kepada perantara sesuai
dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan. Apabila keperantaraan itu dilakukan
tanpa komisi atau imbalan lain, maka hal tersebut harus dinyatakan secara tegas.
Komisi atau imbalan lain tersebut jika tidak diperjanjikan akan diberikan sesudah
perikatan atau syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian keperantaraan
dipenuhi. Perantara memiliki kewajiban untuk menyimpan keterangan yang
menurut prinsipal atau menurut kepatutan harus dirahasiakan terhadap pihak
ketiga. Perantara tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan rahasia atau
menerima suap, komisi, atau sejenisnya yang berasal dari perikatan yang
dibuatnya untuk kepentingan prinsipal. Meskipun perikatan rahasia tersebut tidak
merugikan kepentingan prinsipal dan pihak ketiga, lebih-lebih bila menyebabkan
kerugian pada salah satu pihak. Tanpa izin prinsipal, perantara dilarang
melakukan tindakan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan sendiri
dan kewajiban sebagai perantara. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin
bahwa kepentingan prinsipal tidak disimpangi untuk kepentingan pribadi
nusantara. Tanpa izin prinsipal, perantara tidak diperkenankan melimpahkan lebih
lanjut pelaksanaan tugasnya kepada pihak lain melebihi yang menjadi
wewenangnya. Pihak lain tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan
prinsipal, kecuali jika prinsipal secara tegas memberikan izin kepada perantara
untuk melimpahkan lebih lanjut kewenangan tersebut. Akan tetapi jika prinsipal
kemudian mengesahkan pelimpahan lebih lanjut, maka berarti pelimpahan itu
dilakukan atas izin dari prinsipal.5
5
Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Tahun 1938
5
B. Macam-Macam Perantara Dagang
1. Makelar
Makelar itu adalah seorang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh
seorang pembesar yang ditunjuk oleh Presiden, dalam hal ini Kepala
Pemerintah Daerah. Sebelum melakukan pekerjaannya seorang makelar
diambil sumpahnya di hadapan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, dan
dalam menyelenggarakan perusahannya ia akan mendapat upah tertentu.
Makelar adalah seorang perantara yang bertindak untuk kepentingan pihak
kommitent-nya (yang menyuruh), dan melakukan segala tindakan hukum,
misalnya jual-beli dalam segala bidang perdagangan. Dalam melaksanakan
kegiatannya ini seorang makelar memiliki hubungan dengan commitent-nya
didasarkan atas pemberian kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 63 KUHD.
Akan tetapi oleh karena seorang makelar diangkat oleh Pemerintah, ia
mempunyai kedudukan setengah resmi, yang berakibat bahwa terhadapnya
dapat diambil tindakan oleh pihak resmi. Makelar adalah seorang pedagang
perantara yang diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Ia
menyelenggarakan perusahaan dengan melakukan pekerjaan atas amanat dan
nama orang lain dengan mendapat upah atau provisi tertentu.6
Seperti yang dijelaskan di awal bahwa ebelum diperbolehkan melakukan
pekerjaannya itu, ia harus bersumpah di hadapan Pegadilan Negeri yang
termasuk dalam wilayah hukumnya. Maka ada juga yang disebut dengan
makelar tidak resmi maksudnya makelar yang di dalam menjalankan
pekerjaannya tidak diangkat secara resmi oleh pemerintah dan tidak
6
Martha Eri Shafira, Hukum Dagang Dalam Sejarah Perkembangannya Di Indonesia (Ponorogo:
Cava Nata Karya, 2017), 22 http://repository.iainponorogo.ac.id/714/1/BUKU%20HUKUM
%20DAGANG%20SAMPUL.pdf
6
mengucapkan sumpah di Pengadilan Negeri. Make1ar tidak resmi tersebut
dipandang sebagai pemegang kuasa biasa sebagaimana diatur Pasal 63
KUHD jo Pasal 1792 KUH Perdata. Dalam Pasal 65 KUHD ditentukan
bahwa seorang makelar dilarang untuk berkepentingan secara langsung dalam
jenis atau jenis- jenis mata perusahaan dalam mana ia diangkat sebagai
makelar. Larangan ini berarti bahwa seorang makelar yang diangkat dalam
hal jual-beli efek misalnya, tidak diperkenankan turut ambil bagian dalam
transaksi yang bersangkutan, apabila ini dilanggar maka menurut Pasal 71
KUHD ia dapat dibebas tugaskan dari jabatannya, dan berdasarkan Pasal 73
KUHD ia tidak dapat diangkat kembali. Seorang makelar harus bertanggung
jawab atas kerugian akibat kesalahannya.
2. Komisioner
Komisioner adalah perusahaan yang pekerjaannya membuat kontrak atas
amanat orang lain, tetapi ketika komisioner membuat kontrak tersebut, ia
melakukannya atas namanya sendiri. Dalam melaksanakan amanat tersebut,
komisioner mendapatkan upah atau provisi dari si pemberi amanatnya.
Seorang komisioner bertindak atas nama sendiri, ia bertindak atas perintah
dan tanggungan orang lain dan untuk tindakannya itu ia menerima upah atau
provisi (Pasal 76 KUHD).7 Berhubung dengan tindakan atas namanya sendiri
komisioner tidak diwajibkan menerangkan nama orang yang menyuruhnya
(principaal) dan ia dapat berbuat seolah-olah ia sendiri yang berkepentingan,
sehingga dengan demikian ia secara langsung terikat pada pihak lawannya
(Pasal 77 KUHD). Ketentuan ini diperkuat oleh ketentuan dalam Pasal 78
KUHD, baik principaal maupun pihak yang lain tidak berhak untuk saling
menuntut, akan tetapi apabila komisioner bertindak atas namanya principaal,
hak dan kewajibannya diatur berdasarkan pemberian kuasa dan ia tidak
diutamakan (Pasal 79 KUHD).
7
Ayu Putri Rainah, “Pertanggungjawaban Makelar dan Komisioner Kepada Pihak Ketiga
Berdasarkan Hukum Dagang Di Indonesia”, Jurnal Yustisiabel, no. 1(2021) : 11
https://lonsuit.unismuhluwuk.ac.id/yustisiabel/article/view/834/644
7
3. Ekspeditur
Ekspeditur menurut Pasal 86 KUHD adalah: “Seseorang yang pekerjaannya
menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang
lain di darat atau di perairan. Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam
register harian secara berturut-turut tentang sifat dan jumlah barang-barang
atau barang-barang dagangan yang harus diangkut, dan bila diminta, juga
tentang nilainya.8 Ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh
orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan
atau barang lainnya melalui daratan atau perairan. Orang yang disuruh oleh
ekspeditur adalah pengangkut. Sedangkan ia sendiri disuruh oleh orang lain
(pemilik barang) untuk mengirimkan barangnya ke tempat lain, pekerjaannya
menyuruh pihak pengangkut untuk menyelenggarakan pengangkutan atas
nama sendiri dan untuk kepentingan principal. Ekspeditur bertanggung jawab
terhadap pengiriman dari saat penerimaan barang-barang hingga
penyerahannya pada yang berhak menerimanya. Pengangkut bertanggung
jawab juga dari saat penerimaan barang-barang hingga penyerahannya.
4. Agen
Kata “Agen” dalam pemahaman umum diartikan “orang atau perusahaan
perantara yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas
nama pengusaha, atau dapat disebut juga perwakilan. “Agen dagang adalah
pedagang perantara yang diberi hak oleh pabrik atau pedagang besar untuk
menjual semacam barang dalam suatu kota. Agen dagang bukan buruh
kontrak sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Ia
dapat memegang beberapa pabrik atau pedagang besar dimana untuk
keagenan ini ia menerima sejumlah uang yang ditentukan untuk setiap bulan
dariprovisi penjualan barang. Jika dalamsuatu Negara terdapat banyak
agen,maka diantara
8
Anik Wulandari, “Perlindungan Hukum Ekspeditur Atas Pengiriman Produk Agrikultura
Berdasarkan Sea Transport Agreement”, Junar UNS, no. 20(2011): 175-176
https://jurnal.uns.ac.id/privatlaw/article/download/25622/17824
8
mereka itu ada yang menjadi agen umum atau agen besar”. Agen bukanlah
buruh, begitu juga prinsipal/pengusaha bukanlah pemberi kerja (majikan).9
5. Distributor
Distributor adalah orang atau badan yang bertugas mendistribusikan barang
(dagangan) atau dapat juga disebut “penyalur”. Hubungan distributor dengan
pengusaha adalah hubungan hukum jual-beli di mana pengusaha sebagai
pihak penjual dan distributor sebagai pihak pembeli. Dalam hubungan itu
biasanya disertai syarat bahwa pembeli diminta untuk menjual kembali
kepada pihak ketiga. Keadaan demikian bila dijual kepada pihak ketiga
distributor juga sebagai pihak penjual kepada pihak ketiga (pembeli).10
9
I Ketut Oka Setiawan, “The Responsibility of Broker to The Third Party Based on Legal Sale”,
Jurnal Law Review, no. 1(2014): 84
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jsi/article/view/36061
10
I Ketut Oka Setiawan, “The Responsibility of Broker to The Third Party Based on Legal Sale”,
Jurnal Law Review, no. 1(2014): 86
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jsi/article/view/36061
9
C. Hak dan Kewajiban Perantara Dagang
1. Hak perantara
2. Kewajiban Perantara
11
Ayu Putri Rainah Petung Banjaransari, “Pertanggungjawaban Makelar Dan Komisioner Kepada
Pihak Ketiga Berdasarkan Hukum Dagang Indonesia”, Jurnal Yustisiabel Volume 5 no. 1 (2021):
12 https://lonsuit.unismuhluwuk.ac.id/yustisiabel/article/view/834/644
10
Kewajiban perantara dagang secara umum menurut KUH PERDATA :
a) Penerima kuasa (perantara) selama belum dibebaskan dari tugasnya
sebagai kuasa ,kerugian, dan bungan yang mungkin timbul karena tidak
melaksanakan tugasnya.
b) Harus melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak maka ia
akan melalaikan kewajibannya dan dapat dituntut untuk membayar ganti
rugi yang timbul karena kelalaiannya.12
c) Berkewajiban member laporan tentang segala aktifitas tentang pertanggung
jawaban keuangan kepada pemberi kuasa.
Kewajiban perantara lainnya :
a) Tiap-tipa perjanjian melalui perantara harus di catat dan di salinannya
harus secepat mungkin disampaikan kepada masing-masing pihak. salinan
itu berisi syarat-syarat yang telah di tetapkan dalam perjanjian. (pasal 66 dan
67 KUHD)
b) Kalau hakim memerintahkannya , makelar harus menunjukan catatannya
dengan maksud agar hakim dapat membandingkannya dengan surat-surat
perjanjian yang diserahkan padanya.mengenai hal ini hakim berwenang
meminta keterangan dari makelar yang bersangkutan.
c) Makelar berkewajiban menyimpan barang dalam hal jual beli.
d) Makelar sebagai penerima kuasa diwajibkan melakukan perintah dari
pemberi kuasa sebaik mungkin.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan materi di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perantara dagang atau yang lebih banyak dikenal sebagai pemberian kuasa
adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada
orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan
suatu urusan dalam hal ini perdagangan, dari produsen kepada konsumen.
13
hak yang didahulukan (privilege) terhadap barang-barang yang berada
ditangannya untuk perhitungan piutangnya karena upah, biaya lain dari
principalnya atau committentnya.
Kewajiban perantara dagang adalah menyalurkan barang atau jasa yang telah
diproduksi oleh produsen kepada konsumen sampai tuntas.
B. Saran
Makalah ini diselesaikan dengan tepat waktu dan penuh kehati hatian
berdasarkan literatur yang telah penulis baca namun penulis menyadari dalam
makalah ini memiliki kekurangan, maka dari itu bimbingan serta arahan akan
sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa datang.
14
DAFTAR PUSTAKA
15