Anda di halaman 1dari 18

FIQH DAN MANAJEMEN ZAKAT DI INDONESIA

“Zakat Pertanian”

Dosen Pengampu :

Dr. H. Moh Toriquddin, Lc., M.HI

Oleh :

1. Faizahh Uhti Rianda (210202110145)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI

SYARIAH FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, dengan nikmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat

waktu. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk

memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen Fiqh dan Manajemen Zakat

di Indonesia, Bapak Dr. H. Moh Toriquddin, Lc., M.HI. Penulis berharap dengan

dibuatnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai

Perantara Dagang.

Penullis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. H.

Moh Toriquddin, Lc., M.HI selaku dosen Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia.

Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan

wawasan terkait bidang yang ditekuni oleh penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik

yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Malang, 31 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Perantara Dagang..........................................................................3
B. Macam-Macam Perantara Dagang.................................................................6
C. Hak dan Kewajiban Perantara Dagang........................................................10
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................12

B. Saran..............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdagangan adalah proses jual beli barang dengan tujuan menghasilkan


keuntungan yang merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat, baik
yang dilakukan melalui jual beli, sewa-menyewa, maupun cara lainnya. Individu
dan pelaku bisnis melakukan transaksi perdagangan untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan atau butuhkan. Tentunya untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Dewasa ini, perdagangan difasilitasi oleh perantara, seperti pedagang,
yang membantu menghubungkan produsen dan konsumen sehingga lebih banyak
barang yang dapat dibeli dan dijual. Di dalam perdagangan baik yang dilakukan
perseorangan atau badan usaha pastinya tidak berjalan sendiri, atau tidak secara
langsung dari produsen kepada konsumen.

Untuk menjual dan memasarkan produk industri baik berupa barang atau jasa
kepada konsumen, pelaku usaha atau produsen memilik dua pilihan. Pilihan
pertama, dia dapat memasarkan dan menjual sendiri produk tersebut. Pilihan
kedua, dalam kegiatan pemasaran dan penjualan produk tersebut kepada
konsumen dilakukan oleh agen atau distributor yang ia tunjuk.1

Produsen-produsen tersebut membutuhkan perantara atau biasa disebut


dengan agen atau distributor yang menjadi penghubung kepada konsumen.
Membicarakan Agen dan Distributor dalam kehidupan kita sehari-hari hampir
tidak ada bedanya, pada hal dalam perspektif hukum, kedua lembaga tersebut
memiliki perbedaan yang signifikan bahkan masing-masing pihak pada masing-
masing lembaga itu memikul tanggung jawab yang berbeda.

1
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Di Indonesia (Yogyakarta: FH UII PRESS,
2013), https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2013/09/00-Halaman-Judul.pdf

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perantara dagang?
2. Apa saja macam-macam perantara dagang?
3. Apa hak, kewajiban, dan syarat perantara dagang?

C. Tujuan
1. Mengetahui perantara dagang
2. Memahami macam-macam perantara dagang
3. Memahami hak, kewajiban, dan syarat perantara dagang

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perantara Dagang
Menurut Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) lama, yang
dimaksud sebagai pedagang adalah mereka atau orang-orang yang menjalankan
kegiatan perdagangan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Sedangkan yang
dimaksud dengan perbuatan perniagaan atau disebut sebagai kegiatan
perdagangan dalam Pasal 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) lama
adalah perbuatan pembelian barang untuk dapat dijual kembali.2 Sedangkan
perantara menurut KBBI perantara adalah orang (negara dan sebagainya) yang
menjadi penengah (dalam perselisihan, perbantahan, dan sebagainya) atau
penghubung (dalam perundingan); pialang; makelar; calo (dalam jual beli dan
sebagainya).

Dalam dunia perdagaan para pengusaha besar membutuhkan bantuan dan


perantara orang-orang lain dalam melakukan pekerjaannya. Orang-orang
perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari
orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian
B.W. dan lazimnya juga di namakan pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie
houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat
dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang
“lasthebber”. Dalam pengertian B.W. dalam golongan kedua ini termasuk makelar
dan commissionair. Seorang agen dagang, melakukan pekerjaan yang berupa
memberikan perantaraan dalam pembuatan perjanjian-perjanjian antara seorang
pedagang tetap dengan orang-orang lain, tetapi ia dapat juga dikuasakan untuk
menutup sendiri perjanjian-perjanjian itu diatas nama dan atas tanggungan
pedagang tersebut. Biasanya ia mengurus kepentingan dagang sehari-hari dari
seorang atau dari beberapa orang pedagang dan berlaku sebagai juru kausa dari
kantor-kantor dagang di dalam atau di laur negeri. Ia berhak atas suatu upah tiap

2
Ayu Putri Rainah Petung Banjaransari, “Pertanggungjawaban Makelar Dan Komisioner Kepada
Pihak Ketiga Berdasarkan Hukum Dagang Indonesia”, Jurnal Yustisiabel Volume 5 no. 1 (2021): 9
3
kali ia menutup suatu perjanjian atau memberikan perantaraannya dalam
penutupan itu. Tetapi biasanya ia mendapat suatu upah juga meskipun
perantaraannya tidak dipergunakan.3

Definisi lain dari perantara dagang adalah lastgeving yang kadang


diterjemahkan secara berganti-ganti dengan penyuruhan, pemberian kuasa, atau
keagenan. Landasan utama dari kegiatan pedagang perantara adalah kontrak atau
perjanjian, khususnya antara pihak yang menyuruh dan pihak yang disuruh untuk
melakukan suatu pekerjaan atau urusan.

Pengertian penyuruhan atau yang lebih banyak dikenal sebagai pemberian


kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan
kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan.

Pada dasarnya keperantaraan adalah perjanjian antara seorang perantara dan


prisipal (principal), dimana perantara mengikatkan diri kepada prinsipal untuk
melakukan suatu perbuatan hukum kepentingan prinsipal. Oleh karena itu,
sebaiknya pengertian keperantaraan tersebut dirumuskan sebagai perjanjian antara
seorang prinsipal dan seorang perantara, di mana prinsipal memberikan
kewenangan kepada perantara untuk mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga
untuk kepentingan prinsipal.4 Prinsipal adalah orang yang memberikan tugas
kuasa pada perantara untuk melakukan suatu perbuatan hukum dengan orang lain
demi kepentingannya. Sedangkan perantara adalah orang yang memegang kuasa
atau kepercayaan principal untuk melakukan suatu perbuatan hukum berdasarkan
kuasa atau di bawah pengawasan prinsipal.

3
Siti Rahayu, Muhammad Roesli, “Hukum Dagang Di Indonesia,”Jurnal Media Hukum dan
Peradilan, No. 20(2019) : 301
https://interoperabilitas.perpusnas.go.id/record/iframe/674782 diakses pada tanggal 14 Maret
2023.

4
Martha Eri Shafira, Hukum Dagang Dalam Sejarah Perkembangannya Di Indonesia (Ponorogo:
Cava Nata Karya, 2017), 15 http://repository.iainponorogo.ac.id/714/1/BUKU%20HUKUM
%20DAGANG%20SAMPUL.pdf

4
Prinsipal wajib memberikan komisi atau imbalan kepada perantara sesuai
dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan. Apabila keperantaraan itu dilakukan
tanpa komisi atau imbalan lain, maka hal tersebut harus dinyatakan secara tegas.
Komisi atau imbalan lain tersebut jika tidak diperjanjikan akan diberikan sesudah
perikatan atau syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian keperantaraan
dipenuhi. Perantara memiliki kewajiban untuk menyimpan keterangan yang
menurut prinsipal atau menurut kepatutan harus dirahasiakan terhadap pihak
ketiga. Perantara tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan rahasia atau
menerima suap, komisi, atau sejenisnya yang berasal dari perikatan yang
dibuatnya untuk kepentingan prinsipal. Meskipun perikatan rahasia tersebut tidak
merugikan kepentingan prinsipal dan pihak ketiga, lebih-lebih bila menyebabkan
kerugian pada salah satu pihak. Tanpa izin prinsipal, perantara dilarang
melakukan tindakan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan sendiri
dan kewajiban sebagai perantara. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin
bahwa kepentingan prinsipal tidak disimpangi untuk kepentingan pribadi
nusantara. Tanpa izin prinsipal, perantara tidak diperkenankan melimpahkan lebih
lanjut pelaksanaan tugasnya kepada pihak lain melebihi yang menjadi
wewenangnya. Pihak lain tersebut tidak mempunyai hubungan langsung dengan
prinsipal, kecuali jika prinsipal secara tegas memberikan izin kepada perantara
untuk melimpahkan lebih lanjut kewenangan tersebut. Akan tetapi jika prinsipal
kemudian mengesahkan pelimpahan lebih lanjut, maka berarti pelimpahan itu
dilakukan atas izin dari prinsipal.5

5
Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Tahun 1938

5
B. Macam-Macam Perantara Dagang

Pedagang perantara yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Dagang (“KUHD”) antara lain makelar dan komisioner, namun dalam praktiknya
berkembang bentuk-bentuk lain dari perantara dagang seperti ekspeditur, agency,
dan distributor.

1. Makelar
Makelar itu adalah seorang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh
seorang pembesar yang ditunjuk oleh Presiden, dalam hal ini Kepala
Pemerintah Daerah. Sebelum melakukan pekerjaannya seorang makelar
diambil sumpahnya di hadapan Pengadilan Negeri yang bersangkutan, dan
dalam menyelenggarakan perusahannya ia akan mendapat upah tertentu.
Makelar adalah seorang perantara yang bertindak untuk kepentingan pihak
kommitent-nya (yang menyuruh), dan melakukan segala tindakan hukum,
misalnya jual-beli dalam segala bidang perdagangan. Dalam melaksanakan
kegiatannya ini seorang makelar memiliki hubungan dengan commitent-nya
didasarkan atas pemberian kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 63 KUHD.
Akan tetapi oleh karena seorang makelar diangkat oleh Pemerintah, ia
mempunyai kedudukan setengah resmi, yang berakibat bahwa terhadapnya
dapat diambil tindakan oleh pihak resmi. Makelar adalah seorang pedagang
perantara yang diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Ia
menyelenggarakan perusahaan dengan melakukan pekerjaan atas amanat dan
nama orang lain dengan mendapat upah atau provisi tertentu.6
Seperti yang dijelaskan di awal bahwa ebelum diperbolehkan melakukan
pekerjaannya itu, ia harus bersumpah di hadapan Pegadilan Negeri yang
termasuk dalam wilayah hukumnya. Maka ada juga yang disebut dengan
makelar tidak resmi maksudnya makelar yang di dalam menjalankan
pekerjaannya tidak diangkat secara resmi oleh pemerintah dan tidak

6
Martha Eri Shafira, Hukum Dagang Dalam Sejarah Perkembangannya Di Indonesia (Ponorogo:
Cava Nata Karya, 2017), 22 http://repository.iainponorogo.ac.id/714/1/BUKU%20HUKUM
%20DAGANG%20SAMPUL.pdf

6
mengucapkan sumpah di Pengadilan Negeri. Make1ar tidak resmi tersebut
dipandang sebagai pemegang kuasa biasa sebagaimana diatur Pasal 63
KUHD jo Pasal 1792 KUH Perdata. Dalam Pasal 65 KUHD ditentukan
bahwa seorang makelar dilarang untuk berkepentingan secara langsung dalam
jenis atau jenis- jenis mata perusahaan dalam mana ia diangkat sebagai
makelar. Larangan ini berarti bahwa seorang makelar yang diangkat dalam
hal jual-beli efek misalnya, tidak diperkenankan turut ambil bagian dalam
transaksi yang bersangkutan, apabila ini dilanggar maka menurut Pasal 71
KUHD ia dapat dibebas tugaskan dari jabatannya, dan berdasarkan Pasal 73
KUHD ia tidak dapat diangkat kembali. Seorang makelar harus bertanggung
jawab atas kerugian akibat kesalahannya.
2. Komisioner
Komisioner adalah perusahaan yang pekerjaannya membuat kontrak atas
amanat orang lain, tetapi ketika komisioner membuat kontrak tersebut, ia
melakukannya atas namanya sendiri. Dalam melaksanakan amanat tersebut,
komisioner mendapatkan upah atau provisi dari si pemberi amanatnya.
Seorang komisioner bertindak atas nama sendiri, ia bertindak atas perintah
dan tanggungan orang lain dan untuk tindakannya itu ia menerima upah atau
provisi (Pasal 76 KUHD).7 Berhubung dengan tindakan atas namanya sendiri
komisioner tidak diwajibkan menerangkan nama orang yang menyuruhnya
(principaal) dan ia dapat berbuat seolah-olah ia sendiri yang berkepentingan,
sehingga dengan demikian ia secara langsung terikat pada pihak lawannya
(Pasal 77 KUHD). Ketentuan ini diperkuat oleh ketentuan dalam Pasal 78
KUHD, baik principaal maupun pihak yang lain tidak berhak untuk saling
menuntut, akan tetapi apabila komisioner bertindak atas namanya principaal,
hak dan kewajibannya diatur berdasarkan pemberian kuasa dan ia tidak
diutamakan (Pasal 79 KUHD).

7
Ayu Putri Rainah, “Pertanggungjawaban Makelar dan Komisioner Kepada Pihak Ketiga
Berdasarkan Hukum Dagang Di Indonesia”, Jurnal Yustisiabel, no. 1(2021) : 11
https://lonsuit.unismuhluwuk.ac.id/yustisiabel/article/view/834/644

7
3. Ekspeditur
Ekspeditur menurut Pasal 86 KUHD adalah: “Seseorang yang pekerjaannya
menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang
lain di darat atau di perairan. Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam
register harian secara berturut-turut tentang sifat dan jumlah barang-barang
atau barang-barang dagangan yang harus diangkut, dan bila diminta, juga
tentang nilainya.8 Ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh
orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan
atau barang lainnya melalui daratan atau perairan. Orang yang disuruh oleh
ekspeditur adalah pengangkut. Sedangkan ia sendiri disuruh oleh orang lain
(pemilik barang) untuk mengirimkan barangnya ke tempat lain, pekerjaannya
menyuruh pihak pengangkut untuk menyelenggarakan pengangkutan atas
nama sendiri dan untuk kepentingan principal. Ekspeditur bertanggung jawab
terhadap pengiriman dari saat penerimaan barang-barang hingga
penyerahannya pada yang berhak menerimanya. Pengangkut bertanggung
jawab juga dari saat penerimaan barang-barang hingga penyerahannya.
4. Agen
Kata “Agen” dalam pemahaman umum diartikan “orang atau perusahaan
perantara yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas
nama pengusaha, atau dapat disebut juga perwakilan. “Agen dagang adalah
pedagang perantara yang diberi hak oleh pabrik atau pedagang besar untuk
menjual semacam barang dalam suatu kota. Agen dagang bukan buruh
kontrak sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Ia
dapat memegang beberapa pabrik atau pedagang besar dimana untuk
keagenan ini ia menerima sejumlah uang yang ditentukan untuk setiap bulan
dariprovisi penjualan barang. Jika dalamsuatu Negara terdapat banyak
agen,maka diantara

8
Anik Wulandari, “Perlindungan Hukum Ekspeditur Atas Pengiriman Produk Agrikultura
Berdasarkan Sea Transport Agreement”, Junar UNS, no. 20(2011): 175-176
https://jurnal.uns.ac.id/privatlaw/article/download/25622/17824
8
mereka itu ada yang menjadi agen umum atau agen besar”. Agen bukanlah
buruh, begitu juga prinsipal/pengusaha bukanlah pemberi kerja (majikan).9
5. Distributor
Distributor adalah orang atau badan yang bertugas mendistribusikan barang
(dagangan) atau dapat juga disebut “penyalur”. Hubungan distributor dengan
pengusaha adalah hubungan hukum jual-beli di mana pengusaha sebagai
pihak penjual dan distributor sebagai pihak pembeli. Dalam hubungan itu
biasanya disertai syarat bahwa pembeli diminta untuk menjual kembali
kepada pihak ketiga. Keadaan demikian bila dijual kepada pihak ketiga
distributor juga sebagai pihak penjual kepada pihak ketiga (pembeli).10

9
I Ketut Oka Setiawan, “The Responsibility of Broker to The Third Party Based on Legal Sale”,
Jurnal Law Review, no. 1(2014): 84
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jsi/article/view/36061
10
I Ketut Oka Setiawan, “The Responsibility of Broker to The Third Party Based on Legal Sale”,
Jurnal Law Review, no. 1(2014): 86
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jsi/article/view/36061

9
C. Hak dan Kewajiban Perantara Dagang

1. Hak perantara

Agen perdagangan, komisioner, maupun makelar mempunyai hak sama


yaitu hak retensi, yang diatur dalam pasal 1812 KUH Perdata, hak dari
penerima kuasa untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang ada padanya
sampai pemberi kuasa memenuhi kewajiban yang timbul dari pemberian
kuasa, hak retensi diatur dalam Pasal 85 KUH Dagang. Hak retensi (hak
menahan) yang dipunyai pemegang kuasa atau dalam hal ini yang diberikan
kepada perantara dagang adalah hak yang diberikan kepada pemegang
saham (last hebber) sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1812. Hak
ini dapat dipandang sebagai alat kuat bagi pemegang kuasa untuk dapat
menuntut sesuatu berdasarkan perjanjian. Hak lain yang dimiliki perantara
atau pemegang kuasa adalah hak yang didahulukan (privilege) terhadap
barang- barang yang berada ditangannya untuk perhitungan piutangnya
karena upah, biaya lain dari principalnya atau committentnya (pasal 80 dan
81 KUH dagang).11

2. Kewajiban Perantara

RUU menyebutkan tugas atau kewajiban perantara itu sebagai pihak


yang melakukan perikatan, padahal tugas atau kewajiban dari pedagang
perantara (khususnya makelar dan komisioner) itu adalah mengadakan
perjanjian dengan pihak ketiga bagi kebermanfaatan perusahaan. Karena
hubungan antara perantara dengan principalnya atau komitennya merupakan
hubungan antara pemberi kuasa, maka kewajiban seorang perantara sama
dengan kewajiban yang menerima kuasa seperti yang diatur dalam KHU
perdata tentang pemberian kuasa.

11
Ayu Putri Rainah Petung Banjaransari, “Pertanggungjawaban Makelar Dan Komisioner Kepada
Pihak Ketiga Berdasarkan Hukum Dagang Indonesia”, Jurnal Yustisiabel Volume 5 no. 1 (2021):
12 https://lonsuit.unismuhluwuk.ac.id/yustisiabel/article/view/834/644

10
Kewajiban perantara dagang secara umum menurut KUH PERDATA :
a) Penerima kuasa (perantara) selama belum dibebaskan dari tugasnya
sebagai kuasa ,kerugian, dan bungan yang mungkin timbul karena tidak
melaksanakan tugasnya.
b) Harus melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak maka ia
akan melalaikan kewajibannya dan dapat dituntut untuk membayar ganti
rugi yang timbul karena kelalaiannya.12
c) Berkewajiban member laporan tentang segala aktifitas tentang pertanggung
jawaban keuangan kepada pemberi kuasa.
Kewajiban perantara lainnya :
a) Tiap-tipa perjanjian melalui perantara harus di catat dan di salinannya
harus secepat mungkin disampaikan kepada masing-masing pihak. salinan
itu berisi syarat-syarat yang telah di tetapkan dalam perjanjian. (pasal 66 dan
67 KUHD)
b) Kalau hakim memerintahkannya , makelar harus menunjukan catatannya
dengan maksud agar hakim dapat membandingkannya dengan surat-surat
perjanjian yang diserahkan padanya.mengenai hal ini hakim berwenang
meminta keterangan dari makelar yang bersangkutan.
c) Makelar berkewajiban menyimpan barang dalam hal jual beli.
d) Makelar sebagai penerima kuasa diwajibkan melakukan perintah dari
pemberi kuasa sebaik mungkin.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan materi di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perantara dagang atau yang lebih banyak dikenal sebagai pemberian kuasa
adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada
orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan
suatu urusan dalam hal ini perdagangan, dari produsen kepada konsumen.

2. Macam-macam perantara dagang


a) Makelar adalah seorang perantara yang bertindak untuk kepentingan
pihak kommitent-nya (yang menyuruh), dan melakukan segala tindakan
hukum, misalnya jual-beli dalam segala bidang perdagangan. Dalam
melaksanakan kegiatannya ini seorang makelar memiliki hubungan
dengan commitent-nya didasarkan atas pemberian kuasa sebagaimana
diatur dalam Pasal 63 KUHD.
b) Komisioner bertindak atas nama sendiri, ia bertindak atas perintah dan
tanggungan orang lain dan untuk tindakannya itu ia menerima upah
atau provisi (Pasal 76 KUHD).
c) Ekspeditur bertanggung jawab terhadap pengiriman dari saat
penerimaan barang-barang hingga penyerahannya pada yang berhak
menerimanya.
d) Agency adalah orang atau perusahaan perantara yang mengusahakan
penjualan bagi perusahaan lain atas nama pengusaha, atau dapat
disebut juga perwakilan.
e) Distributor hubungannya dengan pengusaha adalah hubungan hukum
jual-beli di mana pengusaha sebagai pihak penjual dan distributor
sebagai pihak pembeli.
3. Hak dan kewajiban perantara dagang
Hak retensi (hak menahan) yang dipunyai pemegang kuasa atau dalam hal ini
yang diberikan kepada perantara dagang adalah hak yang diberikan kepada
pemegang saham. Hak lain yang dimiliki perantara atau pemegang kuasa
12
adalah

13
hak yang didahulukan (privilege) terhadap barang-barang yang berada
ditangannya untuk perhitungan piutangnya karena upah, biaya lain dari
principalnya atau committentnya.
Kewajiban perantara dagang adalah menyalurkan barang atau jasa yang telah
diproduksi oleh produsen kepada konsumen sampai tuntas.

B. Saran
Makalah ini diselesaikan dengan tepat waktu dan penuh kehati hatian
berdasarkan literatur yang telah penulis baca namun penulis menyadari dalam
makalah ini memiliki kekurangan, maka dari itu bimbingan serta arahan akan
sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa datang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Khairandy, Ridwan Pokok-Pokok Hukum Dagang Di Indonesia (Yogyakarta: FH


UII PRESS, 2013), https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2013/09/00-Halaman-
Judul.pdf
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Rainah, Ayu Putri, “Pertanggungjawaban Makelar Dan Komisioner Kepada
Pihak Ketiga Berdasarkan Hukum Dagang Indonesia”, Jurnal Yustisiabel Volume
5 no. 1 (2021): https://lonsuit.unismuhluwuk.ac.id/yustisiabel/article/view/834
Setiawan, I Ketut Oka, “The Responsibility of Broker to The Third Party Based
on Legal Sale”, Jurnal Law Review, no. 1(2014):
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jsi/article/view/36061
Shafira, Martha Eri , Hukum Dagang Dalam Sejarah Perkembangannya Di
Indonesia (Ponorogo: Cava Nata Karya, 2017),
http://repository.iainponorogo.ac.id/714/1/BUKU%20HUKUM%20DAGANG%2
0SAMPUL.pdf
Siti Rahayu, Muhammad Roesli, “Hukum Dagang Di Indonesia,”Jurnal Media
Hukum dan Peradilan, No. 20(2019) : 301
https://interoperabilitas.perpusnas.go.id/record/iframe/674782 diakses pada
tanggal 14 Maret 2023.

Wulandari, Anik, “Perlindungan Hukum Ekspeditur Atas Pengiriman Produk


Agrikultura Berdasarkan Sea Transport Agreement”, Junar UNS, no. 20(2011):
175-176 https://jurnal.uns.ac.id/privatlaw/article/download/25622/17824

15

Anda mungkin juga menyukai