Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HUKUM DAGANG

“PEDAGANG PERANTARA”

Dosen Pengampu
M Hendra Razak, S.H., M.H.,

Disusun oleh :
Nama : Samsul Komar
NIM : 442010076
Kelas : HKM.20.C.2

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PELITA BANGSA
TAHUN 2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang............................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
2.1. Pengertian Pedagang Perantara.................................................................................................5
2.2. Jenis, dan Macam-Macam Pedagang Perantara.........................................................................5
2.2.1. Wakil Pengusaha Atau Agen..........................................................................................5
2.2.2. Distributor......................................................................................................................8
2.2.3. Pedagang Keliling.........................................................................................................12
2.2.4. Makelar........................................................................................................................13
2.2.5. Komisioner...................................................................................................................18
2.2.6. Ekspenditur..................................................................................................................20
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................................21
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................23
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di zaman serba modern ini berbagai bidang dapat di masuki perusahaan
atau industri akibat perubahan yang cepat dalam selera, teknologi, dan
persaingan. Untuk menghadapi persaingan, maka perusahaan perlu
melaksanakan usaha kegiatan pemasaran dengan menggunakan saluran
distribusi yang tepat sehingga tujuan dapat dicapai. Tujuan utama perusahaan
pada intinya sama, yaitu dapat meningkatkan volume penjualan sehingga laba
yang dihasilkan akan terus meningkat, namun tanpa meninggalkan kepuasan
yang dirasakan oleh konsumen. Perkembangan dunia usaha dewasa ini
mengalami peningkatan yang cukup pesat. Peningkatan itu disebabkan karena
kebutuhan manusia yang semakin komplek. Sehingga hal ini mendorong
perusahaan untuk memenuhi akan permintaan suatu kebutuhan.

Perkembagan dunia bisnis di Indonesia saat ini, menunjukkan


peningkatan yang sangat pesat, dari waktu kewaktu, baik secara kuantitas
maupun kualitas, pelaku usaha sekarangpun tidak lagi dimoopoli pelaku usaha
dosmetik, tetapi sudah melibatkan pihak asing, yang untuk mendistribusikan
produknya kedalam negeri, situsi ini tidak mengherankan, mengingat
indonesia memiliki potensi yang cukup besar dengan jumlah penduduk
keempat terbesar di dunia.

Dimana pada hakekatnya setiap perusahaan di dalam menjalankan


usahanya bertujuan untuk mendapatkan laba sesuai dengan tujuan pokok yang
diharapkan. Diantaranya yaitu agar perusahaan dapat menjaga kelangsungan
hidup serta kelancaran operasinya. Hal ini tentunya bisa tercapai dengan
mengaktifkan dan mengefisienkan kerja perusahaan.

Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya baik perusahaan yang


bergerak dalam bidang jasa maupun barang mempunyai tujuan yang sama
yaitu memperoleh keuntungan. Selain itu perusahaan juga ingin memberikan
kepuasan kepada konsumen atas produk yang yang dihasilkannya, karena
kepuasan konsumen menjadi tolak ukur dari keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan produk yang berkualitas dan diinginkan oleh konsumen.

Mempelajari hukum dagang pasti akan membahas tentang perusahaan.


Berbicara mengenai perusahaan maka akan berbicara mengenai orang yang
menjalankan usaha atau perusahaan tersebut, atau dikenal dengan istilah
pengusaha, serta akan membicarakan tentang orang-orang yang tertibat di
dalamnya.
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli
barang-barang dari suatu tempat atau suatu waktu dan menjual barang-barang
itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan. Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah
perantaraan antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan
menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan
penjualan.

Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan


konsumen, seperti; pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar,
komisioner, pedagang keliling dan sebagainya; pembentukan badan-badan
usaha, seperti perseroan terbatas, perseroan firma, perseroan komanditer, dsb.,
yang bertujuan memajukan perdagangan; transportasi untuk kepentingan lalu
lintas niaga baik didarat, laut maupun udara; pertanggungan (asuransi) yang
berhubungan dengan transportasi, serta pedagang dapat menutup resiko
pengangkutan dengan asuransi; perantaraan bankir untuk membelanjakan
perdagangan; membantu surat perniagaan (Wesel/ Cek) untuk melakukan
pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Pedagang Perantara ?
2. Apa saja jenis, dan macam-macam Pedagang Perantara dalam Hukum
Dagang ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang
2. Mengetahui pengertian dari Pedagang Perantara
3. Mengetahui apa saja jenis, dan macam-macam Pedagang Perantara dalam
Hukum Dagang
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pedagang Perantara


Agus Sardjono dkk dalam bukunya Pengantar Hukum Dagang (hal. 108),
istilah yang digunakan terkait dengan pedagang perantara adalah lastgeving yang
kadang diterjemahkan secara berganti-ganti dengan penyuruhan, pemberian kuasa,
atau keagenan.

Landasan utama dari kegiatan pedagang perantara adalah kontrak atau


perjanjian, khususnya antara pihak yang menyuruh dan pihak yang disuruh untuk
melakukan suatu pekerjaan atau urusan.

Salah satu objek Studi Hukum Dagang adalah Perantara Dagang (Pedagang
Perantara). Tugas utama Pedagang Perantara adalah menghubungkan produsen
dan konsumen. Untuk membakukan lembaga ini pemerintah melalui Menteri
Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga Usaha
Perdagangan, tanggal 21 Januari 1998. Dalam Kepmenperindag ini dgunakan
istilah lembaga perdagangan. Apa yang dimaksud dengan lembaga Perdagangan?
Dalam Pasal 1 butir 3 disebutkan: Lembaga Perdagangan adalah suatu
instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha, baik sebagai
Eksportir, Importir, Pedagang Besar, Pedagang Pengecer, ataupun lembaga-
lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang di dalam tatanan pemasaran barang
dan/atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang
dan/atau ajasa, baik langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai pada
konsumen.

2.2. Jenis, dan Macam-Macam Pedagang Perantara

2.2.1. Wakil Pengusaha Atau Agen


Pengertian Agen

Terdapat klasifikasi peraturan keagenan dalam bidang Hukum perdata,yaitu


keagenan sebagai bentuk perjanjian khusus dan keagenan sebagai
lembagapedagang perantara selain komisioner dan makelar. Keagenan sebagai
perjanjiankhusus berarti bentuk khusus dari perjanjian pemberian kuasa. sebagai
bentuk perjanjian khusus, maka keagenan merupakan perjanjian bernama
selainperjanjian khusus bernama lainnya yang telah diatur dalam KUHPerdata.
Dengandemikian ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam
KUHPerdata dapat diberlakukan terhadap keagenan.

Keagenan yang memiliki peranan penting dalam suatu kegiatan pemasaran.


Dimana agen berperan sebagai perantara yang mewakili penjual atau pembeli
dalam transaksi dan dalam hal ini hubungan kerja dengan kliennya. Keagenan itu
sendiri erat kaitannya dengan distribusi

Banyak istilah dalam teori hukum praktek ditujukan untuk pengertian agen atau
distributor ini. Misalnya adalah sebagai berikut :

1. Agen
2. Distributor
3. Broker
4. Pialang
5. Dealer
6. Komissioner
7. Ekspeditur
8. Representative
9. Perantara
10. Calo

Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk pengertian agen ini, tetapi istilah
“agen” (dalam bahasa Inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam
literature dan lebih mempunyai karakteristik yang umum, sehingga dalam tulisan
ini akan konsisten digunakan istilah agen, kecuali memang ada hal-hal khusus
yang ingin ditekankan.

Disamping itu, kitab Undang-Undang Hukum Dagang memperkenalkan istilah


“makelar” dan “komisioner” yang dalam praktek sudah tidak popular
lagi.Sedangkan dalam bidang properti dan real estate lebih dikenal dengan istilah
broker atau agen. Selanjutnya, dalam bidang jual beli saham di pasar modal, yang
lebih dikenal adalah pialang (broker) atau dealer.

Sebenarnya, yang dimaksud dengan agen adalah seseorang atau suatu perusahaan
yang mewakili pihak lainnya (yang disebut dengan prinsipal) untuk melakukan
kegiatan bisnis (misalnya menjual produk) untuk dan atas nama principal kepada
pihak ketiga dalam suatu wilayah pemasaran tertentu, dimana sebagai imbalan atas
jerih payahnya itu, agen akan mendapatkan komisi tertentu.

Agen merupakan perantara yang ketiga, agen mempunyai perbedaan baik dengan
pedagang besar mupun pengecer. Hal ini diperlihatkan pada masalah hak
kepemilikan barang yang dijualnya. Kalau pedagang besar dan pengecer memiliki
hak milik pada barang yang dijual maka kalau pada agen sebaliknya. Biarpun
sebagai agen mereka bisa menjual dalam partai besar tetapi tetap hak miliknya ada
pada produsennya

Apabila dalam wilayah tertentu hanya ditunjuk 1 (satu) agen, maka untuk hal
seperti itu disebut dengan agen tunggal (sole agent).

Golongan Agen
Pada dasarnya perantara agen dapat digolongkan kepada dua golongan, yaitu :

1. Agen Penunjang
Agen penunjang merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam
beberapa aspek pemindahan barang dan jas. Mereka terbagi dalam beberapa
golongan, yaitu :
1) Agen pengangkutan borongan ( Bulk Transportation Agent )
a Agen penyimpanan ( Storage Agent )
b Agen pengangkuta khusus ( Specialty Shipper )
c Agen pembelian dua penjualan ( Purchaseand Sales Agent )
Kegiatan agen penunjang adalah membantu untuk memindahkan barang-barang
sedemikian rupa sehingga mengadakan hubungan langsung dengan pembeli dua
penjual. Jadi agen penunjang ini melayani kebutuhan-kebutuhan dari setiap
kelompok secara serempak. Dalam praktek agen semacam ini dapat dilakukan
sendiri oleh si penerima barang.

2. Agen pelengkap
Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa tambahan dalam penyaluran
barang dengan tujuan memperbaiki adanya kekurangan-kekurangan. Apabila
pedagang atau lembaga lain tidak dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan penyaluran barang, maka agen pelengkap dapat
menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukan antara lain berupa :
a. Jasa pembimbing/konsultasi
b. Jasa financial
c. Jasa informasi
d. Jasa khusus lainnya
Berdasarkan berbagai macam jasa yang mereka tawarkan tersebut, agen pelangkap
dapat digolongkan kedalam :
a. Agen yang membantu di bidang keuangan, seperti bank
b. Agen yang membantu dalam mengambil keputusan, seperti biro iklan,
lembaga penelitian, doter,dsb.
c. Agen yang membantu dalam penyediaan informasi, seperti televisi, dsb
d. Agen khusus yang tidak masuk dalam tiga golongan dimuka.
Kedua macam perantara ( agen dan pedagang ) tsb sama-sama pentingnya dalam
pemasaran. Perlu diketahui bahwa agen dapat menyewa agen-agen yang lain.
Sebagai contoh : sebuah biro periklanan dapat menggunakan radio atau televise
sebagai media periklanan bagi perusahaan, begitu pula dalam hal pengangkutan,
perusahaan angkutan dapat menyewa alat-alat transport kepada perusahaan lain.

3. Jenis-Jenis Keagenan
Suatu keagenan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu sebagai
berikut :
a Agen manufaktur
Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan pabrik
untuk melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil
produksi pabrik tersebut.
b Agen penjualan
Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual,
yang bertuga untuk menjual barang-barang milik pihak principal kepada
pihak konsumen.
c Agen pembelian
Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli,
yang bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang
telah ditentukan.
d Agen umum
Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk
melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.
e Agen khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus per kasus
atau melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut.
f Agen tunggal/eksklusif
Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk mewakili
principal untuk suatu wilayah tertentu.

4. Kontrak Keagenan
Suatu transaksi keagenan diatur oleh suatu kontak yang dibuat diantara pihak
principal dengan agen, yang disebut dengan kontak keagenan. Pada prinsipnya
kontak keagenan ini berisikan hal-hal sebagai berikut :
a Pengangkatan keagenan
b Hak dan keajiban principal
c Hak dan keajiban agen
d Masa berlaku kontrak keagenan
e Wilayah berlakunya keagenan
f Spesipikasi produk yang akan dijual oleh agen
g Tentang paten dan merk barang yang akan dijual
h Tentang komisi atau harga barang
i Target yang harus dicapai oleh agen
j Pelayanan penjualan
k Kemungkinan pengangkatan Sub-Agen
Hal-hal yang biasanya ada dalam setiap perjanjian. Seperti wanprestasi, force
majeure, penyelesaian perselisihan, hukum yang berlaku, dan sebagainya.

2.2.2. Distributor
Sebelumnya akan dibahas mengenai Distribusi, dimana pengertian distribusi
adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan
para pemakai, sewaktu dan dimana barang atau jasa tersebut diperlukan. Proses
distribusi tersebut pada dasarnya menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan
pengalihan hak milik. Sedangkan pelaku distribusi adalah distributor.

Pengertian distributor secara lengkap adalah pedagang yang membeli atau


mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara
langsung, dan distributor tersebut kemudian menjual produk tersebut ke pengecer
atau pelanggan.

Ada beberapa hal yang menjadi tugas distributor, antara lain :

1. Membeli barang dan jasa dari produsen atau pedagang yang lebih besar
2. Mengklasifikasi barang atau memilahnya sesuai dengan jenis, ukuran,
dan kualitasnya.
3. Memperkenalkan barang atau jasa yang diperdagangkan kepada
konsumen, isalnya dengan reklame atau iklan.

Selain itu, terdapat beberapa alasan perusahaan menggunakan distributor dalam


menjalankan usahanya, yaitu :

1. Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas


ridak mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung.
2. Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar
karena skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
3. Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan
dana mereka untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan
promosi.
4. Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-
macam barang dari seorang grosir daripada membeli langsung dari
masing-masing pabriknya.

Seorang distributor harus memiliki kriteria yang sesuai dari ketentuan-ketentuan


yang telah diberikan oleh pihak perusahaan. Baik mengenai kewajiban. hak.
maupun sanksi terhadap pekerjaan tersebut telah diatur di dalam perjanjian yang
dibuat oleh perusahaan dan distributor itu sendiri.

Perjanjian Keagenan dan Distributor

1. Dasar Hukum

Perjanjian keagenan dan perjanjian distributor merupakan perjanjian tidak bernama


yang tidak terdapat dalam BW. Dasar hukum perjanjian-perjanjian ini berdasarkan
kebebasan berkontrak, yakni pada pasal 1338 Ayat (1) BW. Sepanjan memenuhi
pasal 1320 BW mengenai syarat sahnya kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan
memiliki nilai hukum.
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW yang menyatakan bahwa,
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak
terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.”

Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian distributor tidak


hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang
dan/atau Jasa (Permendag 11/2006).

2. Karakteristik Perjajian
a Karakteristik Perjanjian Keagenan

Usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan transaksi
bisnis tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan yang lain atau
yang menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain.
Perjanjian Keagenan adalah perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat dalam
BW.

Pihak-pihaknya antara lain : Pihak yang memberi perintah disebut prinsipal,


sedangkan pihak diminta untuk melakukan perbuatan hukum disebut agen.

Hubungan prinsipal dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu


kesepakatan, yaitu agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi
prinsipal dan pada sisi lain prinsipal setuju atas perbuatan hukum yang dilakukan
oleh agen tersebut. Sehingga dengan adanya kesepakatan tersebut, maka tanggung
jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen dibebankan pada prinsipal.

Agen pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan


hukum untuk dan atas nama prinsipal karena pada dasarnya agen bukanlah pemilik
barangdan /atau jasa, pemilik barang dan/atau jasa tersebut adalah prinsipal.

Hal-hal yang menjadi unsur esensial perjanjian keagenan adalah :

1) Adanya perintah atau wewenang untuk melakukan pemasaran


2) Barang dan/atau jasa milik principal
3) Dalam suatu wilayah pemasaran tertentu, dan
4) Adanya upah atau komisi

Syarat sahnya perjanjian distributor harus memenuhi pasal 1320 BW.

b Karakteristik Perjanjian Distributor

Pengertian distribusi adalah cara menjual suatu produk perusahaan kepada


konsumennya. Perjanjian Distributor merupakan perjanjian tidak bernama atau
tidak terdapat dalam BW. Alasan munculnya perjanjian ini adalah karena prinsipal
tidak terlalu menguasai wilayah yang akan menjadi wilayah pemasaran produknya
dan/atau prinsipal membutuhkan pihak lain yang memiliki jaringan bisnis yang
luas sehingga sasaran dan target pemasaran produknya segera terealisasi.

Esensi perjanjian distributor adalah suatu perjanjian untuk dan atas namanya
sendiri melakukan pembelian, penyimpanan dan penjualan serta pemasaran barang
dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai dengan tujuan memperoleh keuntngan. Jadi
tidak ada hubungan perwakilan antara prinsipal dan distributor, hubungannya
adalah jual-beli dimana distributor membeli barang/jasa kepada prinsipal
kemudian oleh karena distributor menjadi pemilik barang/jasa tersebut oleh
distributor barang/jasa tersebut dijual kembali kepada konsumen.

Namun ketentuan jual-beli tidak dapat dapat sepenuhnya ditetapkan terhadap


perjanjian distributor mengingat konteks dari munculnya adalah mencari
keuntungan. Perjanjian distributor adalah bersifat kontinu dan secara terus
menerus. Perjanjian keagenan adalah wujud rekonstruksi dari perjanjian Pemberian
Kuasa.

Unsur esensial pembentuk perjanjian distributor adalah :

1. Barang dan/atau jasa


2. Harga, dan
3. Dalam suatu wilayah pemasaran tertentu.

Syarat sahnya perjanjian distributor harus memenuhi pasal 1320 BW.

c Perbedaan Perjanjian Keagenan dan Perjanjian Distributor


1) Dalam perjanjian keagenan, agen bertindak sebagai peantara untuk dan
atas nama prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor, distributor
bertindak untuk dan atas namanya sendiri
2) Dalam perjanjian keagenan, barang dan/atau jasa yag dipasarkan oleh
agen adalah bukan milik agen, tetapi milik prinsipal. Sedangkan dalam
perjanjian distributor, barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh
distributor adalah milik distributor sepenuhnya.
3) Dalam perjanjian keagenan, segala tanggung jawab akibat dari
perbuatan hukum agen ditanggung oleh dan dibebankan kepada
prinsipal. Sedangkan dalam perjanjian distributor, segala tanggung
jawab akibat dari perbuatan hukum distributor sepenuhnya ditanggung
oleh pihak distributor.

Dasar Hukum Pengaturan Keagenan dan Distribusi

Dimanakah diaturnya dasar hukumnya suatu keagenan ini ? Dasar hukum


pengaturan keagenan kita dapati dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Dalam KUH Perdata tentang Kebebasan Berkontrak;


2. Dalam KUH Perdata tentang Kontrak Pemberian Kuasa;
3. Dalam KUH Dagang tentang Makelar; dan
4. Dalam KUH Dagang tentang Komisioner.
5. Dalam bidang hokum khusus, seperti dalam perundang-undangan
dibidang pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham.
6. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen
perdagangan dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi
dan pengawasan terhadap masalah keagenan ini.

Perbedaan antara Agen dan Distributor

Antara istilah agen (agent), distributor (distributor), kantor pemasaran


(representative office), dan kantor cabang (branch office), mempunyai arti yang
mirip-mirip, meskipun kita dapat membeda-bedakannya satu sama lain. Kita tinjau
terlebih dahulu antara istilah agen dengan distributor.

Antara agen dengan distributor memiliki perbedaan-perbedaan prinsipil dalam hal-


hal sebagai berikut :

1) Hubungan dengan Prinsipal

Hubungan principal berbeda antara agen dengan distributor. Seorang agen akan
menjual barang atau jasa untuk dan atas nama pihak prinsipalnya, sementara
seorang distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri (independent tender).

2) Pendapatan Perantara

Pendapatan seorang agen adalah berupa komis dari hasil penjualan barang/jasa
kepada konsumen, sementara bagi distributor, pendapatannya adalah berupa laba
dari selisih beli (dari prinsipal) dengan jual kepada konsumen.

3) Pengiriman Barang

Dalam hal keagenan barang dikirim lansung dari principal kepada konsumen,
sedangkan dalam hal distribusi, barang dikirim kepada distributor dan baru dari
distributor dikirim kepada konsumen. Jadi dalam hal distribusi, pihak principal
bahkan tidak mengetahui siapa konsumen itu.

4) Penyebarang Harga Barang

Prinsip prinsipal akan lansung menerima pembayaran harga dari pihak konsumen
tanpa melalui agen, sedangkan dalam hal distribusi, pihak distributorlah yang
menerima harga bayaran dari konsumen.

2.2.3. Pedagang Keliling


Pedangang keliling ialah pembantu pengusaha yang bekerja keliling diluar kantor
untuk memperluas dan memperbanyak perjanjian-perjanjian jual beli antara
majikan (pengusaha)dan pihak ketiga.
Pedang keliling ini erat kaitannya dengan majikannya karena pedagang berkeliling
adalah perantara untuk mendistribusikan barang-barang produksi. Hubungan
hukum yang dilakukan antara majikan dengan pedagang keliling adalah perjanjian
kerja.

Perbedaan antara agen perusahaan dan pekerja keliling adalah pada hubungan
kerja dan tempat kedudukan, seperti diuraikan berikut:

1) Pekerja keliling mempunyai hubungan hukum tenaga kerja dengan pengusaha


(majikan), sedangkan agen perusahaan mempunyai hubungan hukum
pemberian kuasa dengan perusahaan yang diageninya.
2) Pekerja keliling adalah karyawan perusahaan majikannya, dia tidak berdiri
sendiri dan berkedudukan di tempat kedudukan perusahaan, sedangkan agen
perusahaan bukan bagian dari perusahaan yang diageninya, melainkan
perusahaan yang berdiri sendiri.

2.2.4. Makelar
Pengertian

Makelar dalam kitab-kitab fiqh terdahulu disebut dengan istilah “samsarah” atau
simsarah. Makelar berasal dari bahasa arab, yaitu samsarah yang berarti perantara
perdagangan atau perantara antarapenjual dan pembeli untuk memudahkan jual
beli.

Makelar adalah pedagang perantara yag berfungsi menjualkan barang orang lain
dengan mengambil upah tanpa menanggung resiko, dengan kata lain makelar ialah
penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Makelar yang
terpercaya tidak dituntut risiko sehubungan dengan rusaknya atau hilangnya
baarang dengan tidak sengaja.

Makelar ialah seorang perantara antara si pembeli dan si penjual barang. Pekerjaan
makelar, ialah mengadakan perjanjian-perjanjian atas nama, atas perintah dan
biaya orang lain.

Seorang makelar harus diangkat oleh pemerintah. Sesudah mendapat


pengangkatan, ia harus disumpah dihadapan pengadilan negeri, dalam wilayah
hukum tempat tinggal makelar itu. Makelar bersumpah, bahwa ia akan memenuhi
segala kewajiban yang diberikan kepadanya dengan tulus dan ikhlas hati.

Seorang makelar bertindak sebagai pesuruh dengan hak perwakilan, tetapi makelar
tidak boleh mempunyai hubungan kerja yang tetap dengan penyuruhnya, misalnya
seorang kuasa usaha(procutariehouder) dari suatu perseroan terbatas, tidak
diperbolehkan menjadi makelar dati PT itu.

Makelar bertindak atas nama mereka yang menyuruh, dengan kata lain ia
menyiapkan perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak. Seorang hanya
dapat menjadi makelar untuk satu macam barang saja, misalnya makelar semen.
Makelar untuk beberapa barang atau makelar untuk segala macam barang dapat
juga, asal hal itu dinyatakan dengan tegas dalam akta pengangkatannya.
masyarakat perdagangan mengenal juga makelar barang-barang tak bergerak,
meskipun hal demikian tidak disebut dalam undang-undang.

Pada jaman hindia-belanda pejabat itu adalah Gubernur Jenderal atau pembesar
lainnya yang diwajibkan oleh gubernur jenderal itu. Pada waktu sekarang terdapat
dua pendapat tentang pejabat negara yang berhak mengangkat makelar itu:

1) Menurut Prof. Sukardono pengangkatan itu harus dilakukan oleh


menteri kehakiman atau pembesar lainnya yang diberi delegasi oleh
menteri itu.
2) Menurut Prof. Subekti, makelar itu diangkat oleh Presiden RI atau oleh
pembesar lain yang oleh Presiden telah dinyatakan berwenang untuk itu.

Dengan kembalinya Negara Republik Indonesia kepada Undang-undang Dasar


1945 (vide Dekrit Presiden 5 juli 1959) yang menganut sistem kabinet Presidentil,
dimana Menteri-Menteri hanyalah sekedar pembantu Presiden, maka pendapat
Prof. Subekti tersebut kiranya dapat kita ikuti.

Dengan pengangkatan resmi dan pengucapan sumpah, maka dapatlah dianggap


kedudukan seorang makelar itu semaccam notaris atau Pengacara. Menurut pasal
65 ayat 1 KUHD pengangkatan seorang makelar itu ada 2 macam, yakni:

1) Pengangkatan yang bersifat umum, yaitu untuk segala jenis


lapangan/cabang perniagaan.
2) Pengangkatan yang bersifat terbatas yakni bahwa dalam aktanya
ditentukan untuk jenis-jenis lapangan/cabang perniagaan apa mereka
diperbolehkan menyelenggarakan pemakelaran mereka, misalnya untuk
wesel, efek-efek, asuransi, pembuatan kapal dan lain-lain.

Menurut pasal 65 ayat 2 KUHD, makelar tidak boleh berdagang untuk kepentingan
sendiri baik secara individu ataupun dengan perantara orang lain, atau bersama-
sama dengan orang lain, ataupun menjadi penanggung. Larangan ini berarti bahwa
seorang makelar yang diangkat dalam hal jual-beli efek misalnya, tidak
diperkenankan turut ambil bagian dalam transaksi yang bersangkutan, apabila ini
dilanggar maka menurut Pasal 71 KUHD ia harus dibebaskan dari tugasnya
(dischors) atau dilepaskan dari jabatannya, Schorsing dan pemecatan ini dilakukan
oleh pejabat umum yang mengangkatnya, dan berdasarkan Pasal 73 KUHD ia
(makelar) tidak dapat diangkat kembali dalam jabatan itu. Seorang makelar harus
bertanggung jawab atas kerugian akibat kesalahannya.

Selanjutnya dalam Pasal 69 KUHD disebutkan tentang Jual beli dengan contoh
(monster). Perjanjian jual-beli dengan contoh adalah berlainan dengan perjanjian
jual-beli secara percobaan (koop of proef), koop of proef diatur dalam pasal 1463
KUHS disebutkan suatu jual-beli ditentukan, bahwa barang yang dibeli harus
dicoba terlebih dahulu oleh si pembeli, misalnya jual-beli radio/mobil dan lain-
lain.

Dalam hal jual beli secara percobaan tergantung dari pendapat si pembeli pada saat
mencoba barang, apakah jual-beli akan dilanjutkan atau tidak. Selama pembeli
belum menentukan pendapatnya, tentang barang itu, jual beli belum dapat
dilalaksanakan. Akan tetapi perjanjian jual beli sudah terjadi, hanyalah dengan
syarat. Alasan menolak barang barang itu harus terletak pada pendapat tentang
baik buruknya barang yang dibeli. Jika barang ternyata baik, jual beli harus
dilanjutkan.

Dalam hal ini pihak pembeli yang berkuasa menetapkan pendapat apakah sesuatu
barang baik atau tidak. Berlainan halnya dengan jual beli dengan contoh (koop of
monster). Koop of monster tidak diatur dalam KUHS.

Jual beli dengan contoh hanya disinggung dalam pasal 69 KUHD tetapi
selanjtunya tidak diatur dalam undang-undang akan tetapi dalam praktek sehari-
hari sering terjadi. Apabila pada waktu jual-beli diadakan, si pembeli belum
melihat barang yang akan dibeli, melainkan ditunjukkan saja suatu contoh dari
barang yang akan dibeli, misalnya kain-kain, atau beras.

Dalam jual beli jenis ini sering timbul kesulitan, misalnya apabila contohnya
hilang, ataupun si pembeli menganggap bahwa barang yang diserahkan tidak
cocok dengan contoh, kesulitan ini dapat dihindarkan, apabila para pihak sejak
semula telah menegaskan maksud yang sebenarnya dari perjanjian mereka.

Kalau penegasan ini tidak ada, maka Hakimlah yang akan menentukan kebenaran
pendapat masing-masing pihak berdasarkan kejujuran. Bahwa demi untuk
kepentingan principal dan pihak lawannya dalam hal penjualan dengan contoh,
maka makelar harus menyimpan contoh itu sampai pada penyerahan barang –
barang yang dijual dengan diberi tambahan catatan sepatutnya untuk mengenali
contoh itu.

Menurut KUHD pasal 70 dalam hal jual-beli surat wesel dan surat-surat berharga
lainnya, maka tiap-tiap makelar yang telah menutup jual-beli surat-surat wesel
berharga harus menyerahkan itu kepada si pembeli.

Seperti halnya dengan setiap orang yang menerima perintah, maka makelar
mempunyai hak retentie disebutkan dalam pasal 1812 KUHS yang menyatakan,
hak pihak penerima kuasa untuk menahan segala apa kepunyaan si pembeli kuasa
yang berda di tangannya, sekian lamanya hingga telah dibayar lunas segala apa
yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa (lastgeving).

Kewajiban Makelar dan Macam-macamnya

1) Kewajiban seorang Makelar


a. Mencatat semua persetujuan yang dibuat dengan perantaranya, dalam suatu
buku harian.
b. Memberi salinan catatan-catatan itu kepada pihak-pihak yang bersangkutan,
apabila dimintanya.
c. Menyimpan contoh(monster), sampai barang itu diserahkan dan diterima.
d. Dalam hal jual beli wesel, menanggung bahwa tanda tangan penjual adalah
tanda tangan yang benar(sah).
e. Membuka buku-bukunya dalam perkara dan memberi segala keterangan
atas buku-buku itu.
b) Seorang makelar tidak diperbolehkan berdagang barang yang menjadi
obyek pengangkatannya sebagai makelar artinya: makelar kopi tidak boleh
berdagang kopi. Jika larangan itu dilanggarnya, maka makelar melakukan
tindak pidana.

Jika ditinjau dari segi hukum perdata, tugas makelar dikuasai oleh ketentuan-
ketentuan mengenai pemberian kuasa untuk menyelenggarakan sesuatu bagi yang
memberi kuasa(lastgeving), lihat pasal 1792 dst. KUH perdata dan pasal 63 KUH
Dagang.

Makelar itu mempunyai kedudukan bersifat setengah pejabat pemerintah,


kemudian timbul pelbagai akibat-akibat. Sebagaimana telah dicantumkan diatas,
makelar diangkat oleh pemerintah, yang menyerahkan kekuasaan ini kepada suatu
pemerintahan, yaitu di indonesia kepada Propinsi i.c. Gubernur. Lapangan
pekerjaan seorang makelar, tercantum dalam pasal 64 KUH Dagang yaitu:
membeli dan menjual barang-barang, kapal, surat-surat efek, surat-surat dagang
seperti wesel, asuransi, pemuatan kapal-kapal, peminjaman uang dengan cara
penggadaian dan lain-lain tugas. Dari perincian tersebut diatas, maka pekerjaan
makelar hanya mengenai barang-barang bergerak. Kita menjumpai juga makelar
yang menyelenggarakan barang-barang tidak bergerak. Dalam praktek makelar-
makelar dalam barang tak bergerak ini dapat dimasukkan golongan makelaar untuk
segala macam barang.

2) Tata Buku Seorang Makelar

Makelar mempunyai kekuatan bukti yang bersifat khusus/istimewa. Pasal 68 KUH


Dagang menentukan, bahwa jika perbuatan tidak disangkal sama sekali, catatan-
catatan yang sesuai dengan buku harian dan buku saku, memberikan bukti penuh
bagi pihak-pihak yang bersangkutan, mengenai waktu dari perbuatan dan
penyerahan, keadaan atau macam barang, jumlah dan harga dari barang, syarat-
ayarat dari penjualan.

Syarat yang menimbulkan kesulitan “Apabila perbuatan tidak diakui seluruhya”.


Ini harus diarttikan, bahwa jika telah ada petunjuk-petunjuk mengenai adanya
perjanjian, kekuatan bukti termaksud dalam undang-undang, telah menjadi
kenyataan. Harus diartikan pula bahwa dari pihak lain, terdapat bukti (sekedar
bukti) tentang adanya perjanjian walaupun pihak yang bersangkutan tidak
mengakuinya!. Dalam menjalankan pekerjaan makelar, timbul banyak persoalan-
persoalan juridis yang perlu dibahas. Dalam praktek sering terjadi, makelar
membeli barang untuk”majikan yang namanya akan ditentukan”. Harus diartikan
demikian: tanpa menyebut nama dari orang yang menyuruhnya terlebih dahulu
dalam membuat perjanjian jual beli. Dalam hal demikian, makelar wajib dalam
waktu yang layak memberikan nama dari yang menyuruh. Tetapi dapat juga
terjadi, makelar membeli barang-barang tanpa ada orang yang menyuruhnya,
dengan maksud dan harapan, kelak kemudian mencarikan majikan/orang yang
menyuruhnya. Demikianlah makelar menimbulkan bayangan palsu pada si penjual,
karena pada hakekatnya ia membeli barang-barang tanpa ada yang menyuruhnya.
Ia juga tidak membeli barang-barang itu untuk keperluan sendiri. Meskipun ia
kemudian dapat menemukan seorang pembeli, akan tetapi perbuatannya tetap
merupakan pembelian tanpa suruhan(opdracht). Sebenarnya harus dipandang
sebagai perbuatan tanpa perjanjian jual beli. Jadi jika makelar kemudian dapat
menemukan seorang pembeli, maka suruhan dari pembeli ini dianggap sebagai
pengesahan perbuatan makelar tersebut diatas. Dalam hal sedemikian, sebaiknya
kedua perbuatan itu, pembelian(oleh makelar terlebih dahulu) dan suruhan(oleh
seorang pembeli kemudian) harus terjadi sebelum pelaksanaan jual beli terjadi.

Dengan cara yang sama, kita dapat mengesahkan suatu penyerahan barang-barang
yang berdasarkan suatu pembelian tidak sah, dengan perjanjian jual beli yang baru
kemudian diadakan. Demikian pula kita dapat dianggap suruhan yang kemudian
diadakan, sebagai pengesahan dari pada perbuatan makelar, yang membeli barang-
barang tanpa adanya suruhan terlebih dahulu itu.

Dalam hal makelar tidak dapat menemukan seorang pembeli yang betul-betul
menyuruhnya, dengan sendirinya penjual tidak boleh dirugikan pada pihak penjual,
dalam praktek ini dikenal 2 cara yaitu:

a) Perbuatan makelar sebagai tercantum diatas, dipandang sebagai perbuatan


melanggaar hukum(onrechtmatige daad), sehingga makelar dapat
diwajibkan membayar segala kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan itu.
Lihat pasal; 1365 KUH Perdata. Tetapi penyelesaian ini dalam kenyataan
menimbulkan keberatan, karena pihak penjual dalam kedudukan yang sulit,
karena ia (si penjual) harus dibebani dengan pembuktian adanya perbuatan
melanggar hukum dan kerugian yang ia derita.
b) Dalam soal ini kita berpendirian, bahwa biarpun ia tidak membeli barang
untuk majikan, makelar tetap dianggap membelinya untuk keperluan
sendiri. Makelar dianggap sebagai pihak dalam perjanjian, sehingga juridis
pihak penjual ada dalam kedudukan sama, seperti halnya benar-benar ada
penyuruh. Cara terkhir ini dalam praktek merupakan cara penyelesaian
yang dapat diterima dan dipuji, meskipun sebenarnya tidak ada suatu jual
beli. Pertanggung jawab makelar dalam hal demikian, harus didasarkan atas
kepercayaan yang ada pada pihak penjual terhadap perbuatan makelar.
Makelar harus dipandang membeli barang untuk diri sendiri, akan tetapi
tidak berdasae perjanjian jual beli yang lazim terjadi, melainkan
berdasarkan pertanggungjawab, karena menimbulkan kepercayaan pada
pihak penjual. Semua ini mengenai ajaran tentang kepercayaan yang
ditimbulkan.

2.2.5. Komisioner
Pengertian

Mengenai komisioner diatur dalam pasal 76 sampai dengan pasal 85 KUHD.


Dalam pasal 76 KUHD dirumuskan, bahwa komisioner adalah seorang yang
menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan
menutup persetujuan atas nama firma dia sendiri, tetapi atas amanat dan taggungan
orang lain dan dengan menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.

Ciri-ciri khas komisioner ialah:

1. Tidak ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagai halnya


makelar,
2. Komisioner menghubungkan komitetn dengan pihak ketiga atas namanya
sendiri (pasal 76),
3. Komisioner tidak berkewajiban untuk menyebut namnay komiten (pasal 77
ayat (1)). Dia disini menjadi pihak dalam perjanjian (pasal 77 ayat (2)),
4. Tetapi komisioner juga dapat bertindak atas pemberi kuasanya (pasal 79).
Dalam hal ini maka dia tunduk pada Bab XVI, buku II KUHPER tentang
pemberian kuasa, mulai pasal 1972 dan seterusnya. Konisioner mempunyai
hubungan kerja tidak tetap dan koordinatif dengan pengusaha.

Berakhirnya pemberian kuasa perjanjian komisioner :

1. Meninggal si pemberi / penerima


2. Dicabutnya pemberian kuasa
3. Pengembalian pemberi kuasa oleh pemegang kuasa
4. Pengampuan, failit tidak mampu

Hubungan pihak ketiga dengan komisioner adalah hubungan para pihak dalam
perjanjian dimana komiten tidak dapat menggugat pihak ketiga sedangkan pihak
ketiga tidak perlu tahu untuk siapa komisioner bertindak, begitu pula komiten tidak
perlu tahu dengan siapa komisioner bertindak, tetapi semua biaya yang dikeluarkan
oleh komisioner untuk melaksanakan perjanjian harus ditanggung oleh komiten
(Pasal 76&77).

Hak – hak yang dimiliki komisioner :

1. Hak retensi, hak komisioner untuk menahan barang komiten, bila provisi
dan biaya yang lain belum dibayar
2. Hak istimewa, hak isitimewa komisioner terhadap barang komiten, yaitu :
a) Hak untuk jual
b) Hak untuk ditahan bagi kepentingan lain yang akan datang
c) Hak untuk dibeli dan diterimanya untuk kepentingan lain

Tugas pekerjaan komisioner dalam hal jual beli :

1. Menerima, menyimpan, mengasuransikan barng-barang milik prinsipalnya.


2. Membayar ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk kepentingan barang-
barang tersebut.
3. Menjual barang-barang tersebut dengan harga setinggi-tingginya
4. Menagih pendapatan penjual dan mengirimkan perhitungan kepad
prinsipalnya.
5. Membayar kepada prinsipalnya yaitu pendapatan kotor setelah barang dan
komisi.

Sifat Perjanjian Komisi

Perjanjian komisi adalah perjanjian antara komisioner dengan komiten, yakni


perjanjian pemberi kuasa. Dari perjanjian ini timbul hubungan hukum yang
bersifat tidak tetap dan sifat ini tidak diatur dalam undang – undang.

Perbedaan Agen, Makelar dan Komisioner

1. Agen :
a) Sifat hubungan hukum tetap
b) Pengangkatan tidak dapat disumpah
c) Berkewajiban menjual barang sesuai yang ditentukan oleh prinsipalnya
d) Kebiasaan (dasar hukumnya)
e) Hak provisi
f) Aturan kebiasaan, KUHPerdata

2. Makelar
a. Hubungan hukum pemberian kuasa
b. Sifat hubungan hukum tidak tetap
c. Pengangkatan diangkat dan disumpah
d. Resiko ditanggung prinsipal
e. Hak komisi dan retensi
f. Aturan dalam KUHD
g. Menyimpan contoh barang, membuat pembukuan

3. Komisioner
a. Hubungan hukum pemberian kuasa khusus
b. Sifat hubungan hukum tidak tetap
c. Pengangkatan tidak ada
d. Bertindak atas nama sendiri
e. Resiko ditanggung komisioner
f. Hak berupa komisi, retensi, privillege
g. Aturan dalam KUHD, KUHPerdata

Persamaan Agen dan Makelar

1. Sama – sama pemegang kuasa, bertindak atas nama pemberi kuasanya tapi
tanggungjawab masih berada ditangan si pemberi kuasa (Prinsipal), karena
pemberi kuasa merupakan para pihak dalam perjanjian
2. Sama- sama perantara .dan pembantu perusahaan

2.2.6. Ekspenditur
Dasar Hukum ialah Pasal 86-90 KUHD

 Pengertian (pasal 86 ayat (1) KUHD)

Yaitu orang yang pekerjaannya menyuruh pihak pengangkut untuk


menyelenggarakan pengangkutan atas nama sendiri dan untuk kepentingan
principal.

 Tugas ekspeditur

Ekspeditur bertugas untuk mencarikan alat angkut yang tepat untuk


mengirim barang.

 Kewajiban ekspeditur

Ekspeditur wajib membuat pembukuan (pasal 86 ayat (2) KUHD)

 Tanggung jawab ekspeditur


1. Ekspeditur bertanggung jawab pada principal.
2. Ekpeditur bertanggung jawab untuk mencari alat angkut yang tepat.

Ciri-ciri Ekspeditur

1. Bertindak atas nama sendiri (pasal 86 ayat (1) KUHD)


2. Untuk kepentingan principal. (pasal 86 ayat (1) KUHD)
3. Bertanggung jawab pada principal (pasal 87, 88 KUHD)
4. Bertanggung jawab terhadap ekspeditur antara yang dipakainya. (pasal 89
KUHD)

Contoh ekspeditur : TIKI, Pos Indonesia, Fed Ex

Hubungan Hukum

Sifat hubungan hukum

1. Ekspeditur – Principal

Tunduk pada BW tentang perjanjian pemberian kuasa (pasal 1792-1819


BW)
2. Ekspeditur – Pengangkut

Tunduk pada KUHD tentang perjanjian pengangkutan. Perjanjian


pengangkutan atau perjanjian pemindahan barang ialah perjanjian yang
berupa hubungan hukum yang timbul karena pemindagan barang dan atau
orang dari satu tempat ke tempat lain.

Para Pihak

1. Ekspeditur dan pengangkut : merupakan pihak dalam perjanjian


pengangkutan
2. Pengirim dan penerima : BUKAN para pihak dalam perjanjian
pengangkutan

Rusaknya Barang

1. Penerima menggugat pengirim atas dasar alas hak yang sah.


2. Pengirim menggugat ekspeditur.
3. Penerima tidak dapat menggugat pengangkut atau ekspeditur karena
penerima bukan pihak dalam perjanjian

Ekspeditur Antara

Ekspeditur antara dipekerjakan oleh pengangkut. Ekspeditur antara bertugas untuk


menata barang, misalnya barang yang ada di pesawat atau yang berada si peti
kemas. Apabila barang rusak di ekspeditur antara, maka yang bertanggung jawab
adalah pengangkut.

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pedagang perantara adalah lastgeving yang kadang diterjemahkan secara
berganti-ganti dengan penyuruhan, pemberian kuasa, atau keagenan.

Landasan utama dari kegiatan pedagang perantara adalah kontrak atau


perjanjian, khususnya antara pihak yang menyuruh dan pihak yang disuruh untuk
melakukan suatu pekerjaan atau urusan.

Salah satu objek Studi Hukum Dagang adalah Perantara Dagang (Pedagang
Perantara). Tugas utama Pedagang Perantara adalah menghubungkan produsen
dan konsumen. Untuk membakukan lembaga ini pemerintah melalui Menteri
Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga Usaha Perdagangan

Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan


perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat: Melakukan
sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan
sendiri, merupakan perusahaan perseorangan. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha
turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu
sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam
melakukan perusahaan.

Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain: Pelayan toko,


Pekerja keliling, Pengurus filial, Pemegang prokurasi, Pimpinan perusahaan.
Sedangkan pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain: Agen perusahaan,
Perusahaan perbankan, Pengacara, Notaris, Makelar, Komisioner dan ekspenditur

Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat : (a)


Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan
buruh, yang memerintah dan yang diperintah. (b) Hubungan pemberian kekuasaan,
yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER.

Dalam UU No. 13 tahun 2003 dijelakan secara mendetail mengenai hak dan
kewajiban antara pengusaha dan pembantu-pembantunya, hal ini sebagai
penyempurnaan dari KUHPer dan KUHD yang telah dulu berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Bakry dan Nazar. 1994. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Cipta Prakarsa:
Jakarta

Kansi. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.2008. Jakarta; Sinar


Grafika.

Mega, Tiefany. 2012. Perantara Dalam Perdagangan. Jakarta: Erlangga.

Purwosutjipto. Pokok Hukum Dagang Indonesia 1 : Pengetahuan Dasar Hukum


Dagang. 2007. Jakarta : Djambatan.

Rahmi, Alvinur.2014. Agen dan Distributor Dalam Perusahaan. Jakarta: Erlangga

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58feb3bf09c78/macam-
macam-pedagang-perantara-berdasarkan-hukum-dagang (Diakses 27-10-2021)

https://www.ats-konsultama.com/jawaban/perhitungan-pajak-penghasilan-atas-
pedagang-perantara (Diakses 27-10-2021)

https://klikpajak.id/blog/tag/pedagang-perantara/ (Diakses 27-10-2021)

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-peranta-pedagang-merchant-
middleman/14631 (Diakses 27-10-2021)

http://emodul.untad.ac.id/pluginfile.php/377/mod_resource/content/1/hd-mod1-
2.pdf (Diakses 27-10-2021)

Anda mungkin juga menyukai