Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEPEMILIKAN HARTA DAN PELEPASAN HARTA DALAM ISLAM


( WAKAF,SEDEKAH,HIBAH,DAN HADIAH )

Mata Kuliah : Fikhi Ibadah dan Muamalah


Dosen Pembimbing : H. Muhammad Ansar Mahdy, S.Ag., MA

Oleh :
Kelompok 8

Reski Andriani
Rahma
Nurila Kurnia Sutrisna

Ruangan / Semester : II / VII

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-GAZALI BULUKUMBA
2022
KATA PENGANTAR

ASSALAMU‟ALAIKUM Wr. Wb Puji syukur kami panjatkan kehadirat ilahi robbi atas
limpahan nikmat dan karuniaNya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada baginda
Rosullullah Muhamad SAW beserta keluarga. Amin. Selama ini, mungkin kita mengira urusan
Fiqih, hanyalah urusan mengenai ibadah semata. Selain mengatur tata cara ibadah, fiqih juga
mengatur mengenai harta manusia. Materi yang akan kami sampaikan ini mengenai
“PELEPASAN DAN PERUBAHAN HARTA”. Pada bab ini, kami akan memperkenalakan dan
menjelaskan tentang Tata cara waqof dan hikmahnya, serta Shodaqoh, Hibah Hadiah dan
Hikmahnya. Dengan meenggunakan berbagai sumber ilmu fiqih, kami mencoba mengemasnya
dalam sebuah KONSEP MAKALAH FIQIH ini, dalam rangka untuk memenuhi tugas kami,
maka dari itu makalah ini kami buat, dan berharap semoga dapat menambah hasanah berfikir
kita. Ucapan terima kasih, kami sampaikan kepada: 1. Kedua orang tua yang memberi dorongan
pada kami. 2. Bpk. M. Luthfillah, M.Ag selaku guru pembimbing 3. Semua pihak yang telah
membantu terselesainya makalah ini. Akhirnya, dengan memohon petunjuk ALLAH SWT,
semoga kita selalu mendapat petunjuk ke jalan yang benar. Dan menyadari segala kekurangan
yang melekat pada KONSEP MAKALAH FIQIH ini, untuk itu kritik dan saran dari semua guru
agama dan teman-teman merupakan suatu hal yang di harapkan jika kita melakukan kesalahan
atau kurang benar yang berhubungan dengan makalah ini. Wassalamu‟alaikum wr.wb.
Lamongan,..............-2011 Hormat kami penyusun
DAFTAR ISI

Cover........................................................................................................................

Kata pengantar ........................................................................................................................

Daftar isi ........................................................................................................................

BAB I.
PENDAHULUAN .............................................................................................................

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................................

BAB II.
PEMBAHASAN...............................................................................................................

A. WAQAF

2.1.1 Pengertian Waqaf 2.1.2 Dasar Hukum Waqaf 2.1.3 Macam-macam Waqaf

2.1.4 Rukun dan Syarat Waqaf 2.1.5 Barang yang Syah dan tidak Syah di waqafkan

2.1.6 Pengelolaan Waqaf 2.1.7 Mengganti benda Waqaf 2.1.8 Pelaksanaan Waqaf di Indo

2.1.9 Hikmah waqaf

B. SHADAQAH

2.2.1 Pengertian Shadaqah 2.2.2 Dasar Hukum Shadaqah 2.2.3 Rukun Shadaqah dan Syarat
Shadaqah

2.2.4 Tata cara Pelaksanaan Shadaqah 2.2.5 Hikmah Shadaqoh


C. HIBAH

2.3.1 Pengertian Hibah 2.3.2 Dasar Hukum Hibah 2.3.3 Ketentuan Hibah 2.3.4 Rukun Hibah

2.3.5 Syarat Hibah 2.3.6 Macam-macam Hibah 2.3.7 Mencabut Hibah

2.3.8 Beberapa masalah mengenai Hibah 2.3.9 Tata cara pelaksanaan Hibah 2.3.10 Hikmah
Hibah.

D. HADIAH

2.4.1 Pengertian Hadiah 2.4.2 Dasar Hukum Hadiah 2.4.3 Rukun Hadiah 2.4.4 Syarat Hadiah

2.4.5 Tata cara pelaksanaan Hadiah 2.4.6 Hikmah Hadiah 2.4.7 Persamaan dan Perbedaan
Shadaqah, Hibah dan Hadiah

BAB III. PENUTUP ........................................................................................................................

3.1 Kesimpulan

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................


BAB I

PENDAHULAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Islam adalah agama yang kaya akan ilmu pengetahuan. Karna kekayaan ilmu islam itulah, kita
harus bisa mempelajari, mengenalkannya, serta menerapkannya. Disamping itu, dengan
perkembangan zaman yang semakin mendunia dan bebas, penerapan ilmu islam semakin
tersingkirkan. Sedangkan, justru penerapan-penerapan ilmu islam yang semakin tersingkirkan itu
adalah bagian terpenting dalam kehidupan kita. Termasuk cara kita mengolah harta kita. Oleh
sebab itu, perlunya kesadaran kita untuk memahami ilmu islam. Islam juga merupakan agama
yang mulia dan sempurna, islam mengatur seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia serta
memberikan solusi terhadap seluruh problematika kehidupan islam yang telah menghimbau
umatnya untuk saling menolong dalam hal-hal yang mendukung pada kebaikan dan ketaqwaan,
salah satunya dalam mendemarkan hartanya, pribadi yang mulia dan muslim sejati adalah insan
yang suka memberikan lebih dari apa yang di minta serta suka berderma diwaktu senang maupun
susah, baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Untuk lebih memahami tentang cara
mendermakan harta menurut islam. Sudilah kiranya makalah ini di jadikan sebagai salah satu
dari refrensi para pembaca.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara mengola harta waqaf ?

2. Bagaimana hukumnya jika tanah waqaf di salah gunakan oleh ahli waris ?

3. Apa hukumnya menerima hadiah pada peringatan natal bagi umat islam ?

4. Apakah sama undian berhadiah dengan judi ?


5. Bagaimana hukumnya mencabut Hibah ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui cara pengelolaan harta wakaf 2. Untuk mengetahui hukumnya jika tanah
wakaf di salah gunakan oleh ahli waris 3. Untuk mengetahui hukumnya menerima hadiah pada
saat peringatan natal bagi umat islam 4. Untuk mengetahui apakah undian berhadiah sama halnya
dengan judi atau tidak 5. Untuk mengetahui hukum mencabut hibah
BAB II

PEMBAHASAN

A. WAQAF

1. PENGERTIAN WAQAF

Waqaf menurut bahasa artinya menahan, sedangkan kalau menurut istilah artinya menahan
harta yang bisa di manfaatkan untuk umum tanpa mengurangi nilai harta tersebut untuk
mendekatkan diri kepada allah swt. Harta w aqaf tersebut dapat di manfaatkan dengan ketentuan
tidak mengalami perubahan Dalam kompilasi hukum islam wakaf adalah perbuatan hukum
seorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya
dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum
lainnya sesuai ajaran islam.

2. DASAR HUKUM WAQAF

Dasar hukum waqaf ada 2 macam, yaitu dasar umum dan dasar khsusu.

a. Dasar Umum Waqaf Ada beberapa dalil atau ketentuan yang menjadi dasar amalan waqaf
yaitu alquran yang memerintahkan agar manusia selalu berbuat kebaikan. Amalan waqaf
termasuk salah satu macam perbuatan yang terpuji. Artinya: “.... dan Berbuatlah kebaikan, agar
kamu beruntung” (Qs, Al-Hajj:7)

b. Dasar Khusus Waqaf Dasa khusus mengenai amalan waqaf dapat di temukan dalam hadist
Nabi SAW yang di riwayatkan bukhori muslim yang meneritakan bahwa pada suatu hari sahabat
Umar datang kepada Nabi SAW, untuk minta Nasihat tentang tanah yang di perolehnya dari
Khaibar. Artinya: “Umar menahan pangkalnya dan menafkahkan buahnya” (HR. Bukhori) Ibnu
Hajar mengatakan dalam Fathul Bari bahwa Hadist Umar tersebut adalah asal mula di
isyaratkannya waqaf.

Macam-macam waqaf Menurut hukum islam, Waqaf terdiri dari 2 masam, yaitu waqaf ahly dan
waqaf khairy a. Waqaf Ahly (Waqaf Keluarga) Waqaf Ahly adalah Waqaf yang di serahkan
untuk kepentingan pembinaan anggota keluarga atau kerabatnya. Misalnya, Waqaf sesuatu yang
produktif untuk kepentingan pendidikan seluruh anggota keluarga sampai mereka sukses. b.
Waqaf Khoiry (Waqaf yang baik) Waqaf Khoiry adalah Waqaf yang di keluarkan untuk
kepentingan bersama. Misalnya, wakaf tanah untuk pembangunan masjid dan madrasah. Waqaf
semacam ini dapat di rasakan oleh masyarakat banyak, tidak seperti waqaf ahly yang hanya di
miliki ke untungannya untuk keluarganya. Waqaf khairy lebih sejalan dengan amalan waqaf
sebenarnya. Waqaf termasuk ibadah yang pahalanya terus menerus mengalir meskipun yang
bersangkutan telah meninggal dunia, selama harta waqaf masih memberikan manfaatnya pada
orang banyak. Berdasarkan uraian di atas mengenai waqaf ahly dan khairy di peroleh simpulan
bahwa waqaf khairi lebih bersifat umum, yakni bagi orang bayak sehingga kemungkinan jarang
menimbulkan fitnah di kemudian hari. Sebaliknya, waqaf ahly rentan terhadap sengketa dalam
keluarga. 2.1.4 Rukun dan Syarat Waqaf Dalam ibadah waqaf ada beberapa rukun dan syarat
yang harus di penuhi yaitu: a. Orang yang mewaqafkan Orang yang mewaqafkan harta di sebut
Waqif, syaratnya adalah: 6

7. 1. Baligh dan Rasyid, artinya sang waqif harus orang yang mampu mempertimbangkan segala
sesuatu dengan jernih. Tidak syah hukumnya jika waqaf di lakukan oleh anak-anak, orang gila
atau orang yang kurang waras, dan hamba sahaya. 2. Tidak punya hutang 3. Dengan kemauan
sendiri atau bukan karena terpaksa oleh sesuatu atau seseorang. 4. Waqaf tidak boleh di batalkan.
b. Harta yang di waqafkan Harta yang di waqafkan di sebut Mauquf, syaratnya adalah: 1. Zat
benda yang di waqafkan adalah tetap, tidak epat habis atau rusak agar dapat di gunakan dalam
waktu lama. 2. Batas-batasnya harus jelas. 3. Waqaf tidak boleh di batalkan. c. Penerimaan
waqaf di sebut Mauquf alaih, syaratnya adalah: 1. Dewasa, Bertanggung jawab, dan mampu
melaksanakan amanat 2. Sangat membutuhkan, Tidak sah berwaqaf kepada pihak yang tidak
membutuhkannya. d. Pernyataan waqaf atau yang di sebut dengan Sigat, yaitu pernyataan orang
yang mewaqafkan dan merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang di waqafkan. Sigat
dapat di nyatakan secara lisan atau tertulis. Sigat harus di nyatakan secara je;as bahwa telah
melepaskan haknya atas benda tersebut untuk di waqafkan. Ketegasabn tersebut di perlukan agar
tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Untuk sahnya amalan waqaf, kita sebaiknya
memperhatikan ketentuan syaratsyarat berikut: a. Waqaf tidak di batasi oleh waktu atau keadaan.
b. Harta waqaf harus dapat di manfaatkan tanpa mengurangi nilai asetnya. Dengan demikian
tidak sah waqaf dengan uang tunai karna nilai uang sering tidak stabil. c. Harta waqaf merupakan
harta yang dapat di perjual belikan sehingga dapat di nilai dengan mudah. d. Harta waqaf
bukanlah sesuatu yang secara alam dapat berkurang atau menyusut melalui proses pembusukan
atau penguapan. e. Harta waqaf yang telah di serahkan tidak boleh di miliki perorangan atau
badan terhadap harta tersebut sudah di hentikan, dan pemilikan kembali kepada allah swt.
Adapun kitab lain menjelaskan syarat-syarat waqaf adalah sebagai berikut: a. Barang yang di
waqafkan adalah Berupa barang yang dapat di ambil manfaatnya serta keadaannya bisa bertahan
lama. b. Perwaqafan tidak berupa barang yang terlarang. Artinya yang di haramkan, maka tidak
saah wakaf untuk membangun gereja karena untuk beribadah orang Nairani.(2) 2.1.5 Barang
yang sah dan tidak sah di waqafkan Tidak semua barang atau benda menurut ketentuan islam sah
untuk di waqafkan, namun terdapat beberapa jenis barang dan benda yang tidak sah untuk di
waqafkan. 1 Para ulama sepakat bahwa jenis barang dan benda yang sah untuk di waqafkan
dapat berupa tanah, perabot yang dapat di pindahkan, mushaf, kitab, atau senjata apa saja yang
boleh di perjual belikan dan kebolehan memanfaatkan serta tetap utuhnya 1 7

8. barang. Sementara itu, meskipun barang dapat di perjual belikan seperti binatang, para ulama‟
sepakat termasuk barang yang tidak sah untuk di wakafkan. Seseorang tidak sah mewaqafkan
barang-barang yang cepat rusak apabila di manfaatkan. Seperti uang, lili, makanan, minuman,
dan segala yang cepat rusak seperti bau-bauan dan tumbuhan aromatik. Di samping itu,
seseorang tidak boleh mewaqafkan apa yang tidak boleh di perjual belikan dalam islam, seperti
babi, anjing, binatang buas, dan barang tanggungan (borg). 2.1.6 Pengelolaan Waqaf Untuk
menjamin agar harta benda waqaf tetap berfungsi sesuai dengan tujuan waqaf, yakni
menggekalkan manfaat benda waqaf, sebaiknya juga di perlukan badan pengelola yang
profosional dan cakap dalam ilmu administrasi, agar pengelolaan harta waqaf benar-benar baik
dan tidak di salah gunakan. Para pengelola waqaf di sebut Nazir, dalam pengelolalan benda
waqaf , sebaiknya si serahkan kepada nazir yang memiliki kriteria yaitu: a. Harus berakal sehat.
b. Cukup umur (dewasa). c. Harus dapat di percaya. d. Profesional (memahami hal-hal yang
berkaitan dengan harta waqaf). e. Cakap dalam ke administrasian. Badan pengelolaan waqaf
berhak mendapat imbalan Jasauntuk keperluan hidupnya. Imbalan juga di ambil dari harta waqaf
itu sendiri. Imbalan Jasa sangat penting karena dapat meningkatkan kinerja nazir lebih baik.
Kebolehan mengambil imbalan jasa berdasarkan sabda Nabi saw yang artinya: “ Dan tidak ada
halangan bagi orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang
ma‟ruf”. Nakzir berhak mengatur benda waqaf untuk kepentingan komersial sehingga memberi
keuntungan yang besar dan hasilnya di gunakan untuk kepentingan orang banyak. Saat ini
banyak orang yang mewaqafkan tanahnya agar di manfaatkan untuk kepentingan umum, seperti:
rumah, sekolah, masjid, rumah sakit, atau panti-panti. (3) 2.7Waqaf terhadap orang Kaya Wakaf
adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada allah AZZA WAJALLA, apabila pewaqaf
mensyaratkan seseatu yang tidak merupakan pendekatan kepadanya seperti mensyaratkan bahwa
waqaf itu tidak akan di berikan kecuali kepada orang kaya, maka dalam hal ini ulama‟ berselisih
pendapat, di antara mereka yang berpendapat waqaf yang demikian itu karena bukan perbuatan
maksiat, di antara mereka ada pula yang melarangnya sebab syarat itu merupakan syarat yang
batil karena di berikan kepada yang tidak bermanfaat bagi pewaqaf baik dalam urusan dunia
maupun agamanya. 2.1.7 Menggati Benda Waqaf Adapun pengganti apa yang di waqafkan
dengan yang lebih baik darinya seperti dalam penggantian hadiah maka yang demikian ada 2
macam yaitu: Pertama: Penggantian karena kebutuhan misalnya: karena rusak maka barang
waqaf itu di jual dan harganya di pergunakan untuk membeli apa yang dapat mengganti Kedua:
pengganti dengan kepentingan yang lebih kuat. Misalanya: mengganti masjid dengan yang lebih
layak bagi penduduk setempat dan masjid yang lama di jual untuk biaya penggantian tersebut.
Hal ini boleh menurut Ahmad Ibnu Hanbal dan ulama- ulama‟ lainnya. (4) 8

9. 2.1.8 Pelaksanaan Waqaf di Indonesia a. Landasan 1) Peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977
2) Peraturan mentri dalam negri no. 1 tahun 1977 3) Peraturan mentri Agama no. 1 tahun 1998 4)
Peraturan direktur Jendral bimbingan Masyarakat islam No.kep/p/75/1978 (5) b.Tata cara
pewaqafan tanah milik 1) Calon waqif harus datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Waqaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar waqaf. 2) Untuk mewaqafkan tanah miliknya, calon
waqif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadhir/ nazir yang telah di
syahkan di hadapan PPAIW yang mewilayahi tanah waqaf dan di akhiri saksi-saksi dan
menuangkannya dalam bentuk-bentuk tertulis atau dengan surat. 3) Calon waqif yang tidak dapat
datang di hadapan PPAIW membuat ikrar waqaf seara tertulis dengan persetujuan kepala kantor
Departemen Agama Kabupaten/ kodya yang mewilayahi tanah waqaf yang di bacakan kepada
nadhir/ nazir di hadapan PPAIW yang mewilayahi tanah waqaf serta di ketahui saksi. 4) Tanah
yang di waqafkan baik seluruhnya maupun sebagian harus merupakan tanah dan milik harus
bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa. 5) Saksi ikrar waqaf sekurang-kurangnya
dua yang telah dewasa, sehat akalnya, segera setelah ikrar waqaf, PPAIW membuat Ikrar Akta
Waqaf Tanah. c.Surat yang harus di bawa dan di serahkan oleh waqaf kepada PPAIW Sebelum
melaksanakan ikrar waqaf, calon waqif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW
surat0surat berikut: 1) Sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E).
2) Surat keterangan kepala yang di perkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran
kepemilikan tanah dan tidak bersangkut suatu perkara dan dapat di waqafkan. 3) Idzin Bupati /
Walikota cq Subdit Agraria setempat. d.Nadhir, Hak dan kewajiban Nadhir / Nazir adalah
kelompok orang atau badan hukum indonesia yang di serahi tugas pemeliharaan dan pengurusan
waqaf. 1) Hak Nadhir a) Nadhir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah waqaf yang di
tentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten /Kotamadya dengan tidak melebihi
10% dari hasil bersih tanah waqaf. b) Nadhir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan
fasilitas yang jenis dan jumlahnya di tetapkan oleh kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten
/ Kotamadya. 2) Kewajiban Nadhir Kewajiban Nadhir adalah Mengurus dan mengawasi harta
kekayaan waqaf dan hasilnya antara lain: a) Menyimpan dengan baik lembar kedua salinan akta
Ikrar waqaf b) Memelihara dan memanfaatkan tanah waqaf serta berusaha meningkatkan
hasilnya c) Menggunakan hasil waqaf sesuai dengan ikrar waqaf. (6) 9

10. 2.1.9 Hikmah waqaf Hikmah waqaf di antaranya adalah : 1. Memberi pelajaran agar tidak
kikir terhadap harta dan juga tolong –menolong terhadap sesama manusia. 2. Menghimpun dana
bagi pengembangan dan kelangsungan syiar islam di suatu daerah. 3. Memberikan kesempatan
pada umat islam untuk menabung amal atau beramal jariyah yang waktunya relatif lama dan
dapat di manfaatkan masyarakat umum. 4. Dengan waqaf banyak anggota masyarakat yang
terbantu karena waqaf adalah salah satu bentuk realisisasi solidaritas dan persaudaraan sesama
manusia, khususnya sesama muslim. 5. Bila di lihat dari segi hukum, ibadah waqaf berbeda
denga zakat yang hukumnya wajib. Waqaf hukumnya sunnah yang di anjurkan hannya bagi
orang-orang yang mampu saja. (7)

B. SEDEKAH
1. Pengertian Sedekah

Shodaqoh yang dalam bahasaa indonesia sering di sebut dengan sedekah, yaitu memberikan
sesuatu kepada orang lain dengan megharapkan keridhoan dari allah semata. Berkaitan dengan
hal tersebut Allah telah berfirman di dalam QS. Al-Baqoroh: 272 sebagai berikut: (dalil) Atinya:
10

11. “Dan janganlah kamu berinfaq melainkan karena mencari ridho allah. Dan apapun harta yang
kamu infakkan, niscaya kamu akan di beri (pahala ) secara penuh dan kamu tidak akan di zalimi
(di rugikan)”. (Qs. Al-Baqoroh:272 )(1) 2.2.2 Dasar Hukum Shodaqoh Hukum shodaqoh adalah
sunnah, hal ini sesuai dengan perintah Allah swt sebagai berikut: Artinya: “Dan bersedekahlah
kepda kami. Sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang yang bersedekah.” (Yusuf:88)
Allah juga bderfirman sebagai berikut: Artinya: “Dan janganlah kamu berinfak, melainkan karna
menacri ridho allah. Dan apapun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan di beri (pahala)
secara penuh dan kamu tidak akan di zalimi (di rugikan ).” (Al-Baqoroh:272) Dalam sebuah
hadist rosulullah bersabda: Artinya: “Seseorang telah datang kepada nabi saw, lalu ia bertanya,
Wahai rosulullah, Shodaqah yang bagaimanakah yang lebih besar pahalanya? Rosulullah
bersabda, “Shodaqoh dalam keadaan sehat dengan harta yang sangat di sayangi serta takut
miskin dan ingin kaya. Dan jangan menunda-nunda bersedekah sehingga ruh telah sampai di
tenggirikan (sekarat) lalu berwasiat untuk Fulan sekian untuk Fulan yang lain sekian.” (HR.
Muttafaq „Alaih ) Hal ini sesuai dengan firman allah: (dalil) Artinya: “ Dan memberikan harta
yang di cintainya kepada kerabat, anak yati, orangorang miskin, orang-orang yang dalam
perjalanan (musafir), peminta-minta.” (AlBaqoroh : 177) (2) 2.2.3 Rukun Dan Syarat Sedekah
Rukun dan syarat sedekah adalah sebagi berikut: a. Orang yang memberi, Syaratnya orang yang
memiliki benda itu dan berhak untuk memperedarkannya. 11

12. b. Orang yang di beri, Syaratnya berhak memiliki. Dengan memiliki tidak sah memberi
kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi binatang, karena keduanya
tidak berhak memiliki sesuatu. c. Ijab dan Qobul. Ijab adalah pernyataan pemberian dari orang
yang memberi, sedangkan qobul adalah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima
pemberian. d. Barang yang di berikan. (3) 2.2.4 Tata Cara Penggunaan Shodaqoh 1. Diberikan
secara sembunyi-sembunyi, tidak terang-terangan, tidak di pamerkan. 2. Sedekah dapat di
berikan setiap saat, yang terbaik adalah di bulan Ramadhon. 3. Jumlahnya tidak di batasi, tetapi
sebanyak-banyaknya seperti abu bakar menyedekahkan seluruh hartanya. 4. Di utamakan kepada
orang yang sangat membutuhkan 5. Brang yang di berikan bebas, asal halal. 6. Besedekah
kepada keluarga dekat. (4) 2.2.5 Keutamaan dan Manfaat Sedekah a. Memperoleh kebaikan
Dalam surat Al Imron :92 Allah berfirman : (dalil) Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai pada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. ” (Qs. Al Imron: 93)
b. Balasannya berlipat ganda Allah swt berfirman : (dalil) Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang
di keluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang di kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi
maha mengetahui”. (Qs. Al Baqoroh: 261) c. Menghapus kesalahan Rosulullah bersabda: (dalil)
Artinya: 12

13. “Sedekah itu menghapuskan kesalahan seperti air memadamkan api”. (HR. At-Tirmidzi) d.
Menyelamatkan dari neraka Rosulullah bersabda: (dalil) Artinya: “Bentengilah diri kalian dari
neraka walau denga sebuah kurma”. (HR. Bukhori-muslim) e. Obat bagi orang sakit Rosulullah
bersabda: (dalil) Artinya: “Obatilah orang-orang sakit dari kalangan kalian dengan bersedekah.”
(Hadist Hasan )(5)

C. HIBAH

1. Pengertian Hibah

Hibah menurut bahasa adalah pemberian. Menurut istilah, hibah ialah pemberian harta dari
seseorang kepada orang lain dengan alih kepemilikan untuk di manfaatkan sesuai kegunaanya
dan langsung pindah pemilikannya saat akad hibah di nyatakan. Pemberian di sebut hibah
apabila dalam pemberian harta kepada orang lain tersebut di dasarkan atas rasa kasih sayang,
juga di latar belakaangi oleh perasaan iba ( kasihan). Contohnya adalah pemberian hibah seorang
ayah kepada anaknya untuk mengembangkan usaha guna menopang kehidupannya sehari-

Hukum Hibah 13

14. Pada dasarnya memberikan sesuatu kepada orang lain hukumnya adalah mubah (jaiz), yakni
mmberi dan boleh juga tidak memberi. Dari hukum asala mubah tersebut, hukum hibah dapat
menjadi wajib, haram dan makruh. a. Wajib Hibah yang di berikan kepada istri dan anaknya
hukumnya wajib sesuai kemampuannya. Hal itu di dasrkan pada anak dan istri menjadi tanggung
jawab suami. Agar tidak menimbulkan rasa iri, sebaiknya hibah kepada anak di berikan secara
adil. Sesunggunya dengan hal tersebut, Rosulullah saw bersabda: (dalil) Artinya: “Bertaqwalah
kalian kepada allah dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian”. (HR. Muslim) b. Haram
Hibah menjadi haram hukunya apabila harta yang telah di hibahkan di tarik kembali. Rosulullah
saw bersabda: (dalil) Artinya: “Orang yang meminta kembali hibahnya seperti orang yang
meminta kembali ( menelan ) muntahnya”. (HR. Bukhori Muslim) Hukum haram menarik
kembali hibah ini tidak berlaku bagi hibah seorang ayah kepada anaknya. Jadi di perbolehkan
seorang ayah menarik kembali hibah yang di berikan, mengingat anak dan harta itu sebenarnya
adalah milik ayahnya. Rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadist (dalil) Artinya: “Seseorang
tidak halal memberi sesuatu kemudian menariknya kembali, kecuali seorang ayah terhadap
sesuatu yang ia berikan kepada anaknya”. (HR.Ibnu majjah) c. Makruh Menghibahkan sesuatu
dengan maksud mendapatkan sesuatu, baik berimbang maupun lebih banyak, hukumnya adalah
makruh. Misalnya, ada seseorang menghibahkan sesuatu kepada orang lain dengan maksud
orang tersebut membalasnya dengan pemberian yang lebih banyak. Orang yang menghibahkan
sesuatu hendaknya dengan niat ikhlas untuk membantu orang lain dan hanya mengharapkan
ridho dari Allah semata. Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi berikut! Pak sholeh adalah
seorang muslim yang taat dalam beribadah. Dia seorang yang sederhana dan banyak
menyerahkan dirinya kepada allah dengan cara menghidupkan masjid. Dia karuniai 2 orang putra
dan satu orang putri yang kesemuanya sudah memasuki usia dewasa.Berkat rahmat dari Allah,ia
mempunyai sebidang tanah.Suatu hari pak Soleh mengumpulkan 3 orang putra putrinya dan
memberikan sebidang tanahnya untuk di bagikan kepada 3 14

15. anakny.Tindakan yang dilakukan pak Soleh kepada 3 orang putranya inilah yang disebut
dengan “Hibah”. 2.3.3 ketentuan hibah Hibah dapat dianggap sah apabila pemberian sudah
mengalami proses serah terima. Jika hibah itu baru diucapkan dan belum terjadi serah terima
maka yang demikian belum termasuk hibah. Jika barang dihibahkan itu telah diterima maka yang
menghibahkan tidak boleh meminta kembali, kecuali yang memberi itu orang tuanya sendiri
(ayah/ibu) kepada anaknya. Jika seorang ayah melihat bahwa dengan hibah tersebut, seorang
anak justru menjadi lebih nakal/ terjerumus dalam kehidupan yang tidak diridhoi Allah dan
makin tidak teratur, si ayah boleh menarik kembali hibahnya. Selain hibah seorang ayah terhadap
anaknya, pemberi hibah tidak boleh menarik hibahnya hibahnya kembali. Hal tersebut
dikemukakan oleh Rosulullah saw dalam hadits berikut. Dalil Artinya: “ Dari Ibnu Abbas ra, Dia
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “seseorang tidak boleh memberi sesuatu kemudian
menarik kembali pemberian itu, kecuali pemberiaan ayah terhadap anaknya.Perumpamaan orang
yang memberikan sesuatu menarik kembali pemberiannya itu, seperti anjing yang menjilat
kembali muntahnya”.(HR.Abu Dawud) 2.3.4 Rukun Hibah a) Orang yang memberikan hibah
(Wahib) b) Orang yang diberi hibah (mauhub lahu) c) Barang yang dihibahkan (mauhub) d)
Akad (ijab dan kabul) misalnya si pemberi menyatakan “ saya hibahkan atau berikan kepadamu “
si penerima menjawab” ya. Saya terima”. 2.3.5 Syarat Hibah Syarat-syarat hibah ada yang
berhubungan dengan wahib (pemberi hibah): a) Sudah baligh artinya sudah mencapai umur
dewasa. b) Dilakukan atas dasar kemauan sendiri dan ikhlas. c) Orang dibenarkan melakukan
tindakan hukum. d) Orang yang berhak memiliki atas barang yang dihibahkan itu. Syarat-syarat
orang yang menerima hibah hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu di
lakukan hibah. Syarat-syarat barang yang di hibahkan : a) Barang yang di hibahkan itu jelas
terlihat wujudnya. b) Barang yang di hibahkan adalah barang yang memiliki nilai atau harga.
2.3.6 Macam-macam Hibah Hibah ada 2 macam: a) Hibah barang, ada yang bermaksud mencari
pahala ada yang tidak. Hibah yang di maksud mencari pahala, ada yang di maksud untuk
keridhoan allah dan keridhoan makhluk. 15

16. b) Hibah manfaat, terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (an
amri ). hi hibah majalah termasuk dalam kategori pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka
waktu tertentu barang yang di hibahkan manfaatnya itu harus di kembalikan. Hibah seumur
hidup terdapat beberapa manfaat: a. Imam syafi‟i, Abu hanifah, ats- tsauri dan ahmad
berpendapat bahwa hibah tersebut adalah hibah yang terputus sama sekali yaitu hibah terhadap
pokok barangnya. b. Imam malik dan pengikutnya berpendapat bahwa penerima hibah tersebut
hanya mendapat hak guna atau manfaat saja. c. Daud dan Abu tsauri‟ berpendapat apabila
pemberian di tunjukkan kepada seorang dari keturunannya, maka barang tersebut menjadi milik
orang yang di beri hibah selamanya. 2.3.7 Mencabut Hibah Jumhur ulama‟ berpendapat haram
mencabut hibah meskipun pemberian itu di lakukan antara saudara atau suami istri, kecuali
pemberian orang tua terhadap anaknya. Jumhur ulama‟ berpendapat orang yang memberi
shodaqoh kepada anaknya lalu anaknya meninggal dunia sesudah menguasai barang tersebut ia
dapat mewarisinya begitu pula sebaliknya. 2.3.8 Beberapa Masalah Mengenai Hibah a.
Pemberian orang sakit yang hampir meninggal. Bila orang sakit hampir meninggal memberikan
sesuatu keoada orang lain maka hukumnya seperti wasiat yaitu penerima harus bukan ahli waris
dan jumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. b.Penguasaan orang tua atas hibah untuk anak.
Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang yang di hibahkan
olehnya kepada anaknya yang masih kecil dan berada dalam perwaliannya atau kepada anak
yang sudah dewasa tetapi masih lemah akal. c.Melebihkan pemberian terhadap sebagian anak.
Tidak halal seseorang melebihkan pemberian terhadap anak atas sebagian yang lain karena hala
itu menyalahi adat dan memutuskan persaudaraan yang di perintahkan allah untuk memper erat.
2.3.9 Tata Cara Pelaksanaan Hibah 1. Pemberian hibah haruslah yang menjadi miliknya, bukan
milik orang lain. Jika seseorang sakit memberikan hibah, maka hibah yang dikeluarkan adalah
sepertiga dari harta peninggalan (tirkah) 2. Penerima hibah adalah tidak terbatas hanya kaum
muslimin saja, tetapi seluruh umat manusia 3. Benda yang dihibahkan harus berwujud dan jelas
4. Harus ada sighat aakad hibah dengan pasti dan jelas, yaitu ijab dan qabul seperti seseorang
mengatakan “saya hibahkan ini kepada kamu”. 2.3.10 Hikmah Hibah a. Dapat membantu si
penerima hibah dari berbagai kesulitan hidup. 16

17. b. Untuk mengakrapkan silaturrahmi dan menjinakkan hati serta meneguhkan kecintaan di
antara sesamanya. c. Mendapat perlindungan dari allah swt. d. Terhindar dari api neraka di
akhirat kelak.

D. HADIAH

Dalam bahasa sehari-hari kata hadiah bukan lagi menjadi istilah yang asing. Kita sering
mendengarnya bahkan sering menerima atau memberi hadiah dari atau kepada orang lain. 2.4.1
Pengertian Hadiah Hadiah ialah Pemebrian seseorang kepada orang lain dalam rangka untuk
memberikan penghormatan atas prestasi yang telah di raih atau sebagai ungkapan rasa
terimakasih kepadanya. Roaullullah menganjurkan kepada umatnya agar saling membri hadiah
karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama
dan menghilangkan kedengkian. Nabi saw besabda: (dali) Artinya : “ Dari Abu hurairoh
bahwasannya nabi saw bersabda : Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan
saling mencintai”. (HR. Bukhori) 2.4.2 Dasar Hukum Hadiah Hukum hadiah adalah sunnah.
Nabi saw bersabda : (dalil) Artinya : “Dari abu hurairoh, dan Nabi saw. Beliau bersabda,
“Andaikan saya di undang untuk makan sepotong kaki atau lengan binatang pasti akan saya
kabulkan undangan itu dan andaikan sepotong kaki atau lengan binatang itu di hadiahkan
kepadaku, akan saya terima”. (HR. Al Bukhori ) Dalam hadist yang lain, Rosulullah saw
bersabda: (dalil) Artinya : “ Rosulullah saw menerima hadiah dan beliau selalu membalasnya”.
(HR. Albahzar). 2.4.3 Rukun Hadiah 17

18. 1. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak
mentasharrufkan 2. Orang yang di beri, syaratnya orang yang berhak menerima 3. Ijab dan
Qobul 4. Barang yang di berikan, syaratnya barang yang dapat di jual 2.4.4 1. 2. 3. 4. Syarat
Hadiah Orang yang memberi harus sehat akalnya dan tidak di bawah perwalian orang lain.
Penerima bukanlah orang yang meminta-minta Penerima haruslah orang yang berhak untuk
memilikinya. Barang atau benda yang di berikan harus ada guna dan manfaatnya. 2.4.5 1. 2. 3. 4.
5. 6. Tata Cara pelaksanaan Hadiah Di berikan kepada orang-orang yang kita cintai Di berikan
kepada orang yang telah menyenangkan kita Di berikan kepada orang yang telah berprestasi
Barang yang di berikan bebas asal halal Di berikan kepada siapa saja Harus ada sigat akad
hadiah dengan pasti dan jelas, yaitu ijab dan qobul, seperti seorang mengatakan, “Saya
hadiahkan piala ini kepada kamu atas prestasimu di bidang sains”. 2.4.6 Hikmah Hadiah a. Dapat
mengurangi beban hidup pihak yang di beri, khususnya keluarga yang miskin. b. mempererat tali
silaturrahim (persaudaraan) antara yang memberi dan yang di beri. c. Semakin berkurangnya
jurang pemisah antara orang yang mampu (memberi) dan dan yang kurang mampu.
d.Terwujudnya kerukunan hidup bertetangga dan bermasyarakat. e. Memberi kemaslahatan dari
orang yang berprestasi (khususnya pemberi hadiah) f. Dapat menumbuh kembangkan sikap
gotong royong dan tolong menolong. 2.4.7 Persamaan dan Perbedaan Shodaqoh, Hibah dan
Hadiah Berdasarkan uraian di atas, ke tiga bentuk infak ( sedekah, hibah dan hadiah ) memiliki
persamaan dan perbedaan sebagai berikut: a. Persamaan 1. Sedekah, hibah dan hadiah
merupakan wujud kedermawanan yang di miliki seseorang atau suatu kelompok organisasi. 2.
Sedekah, hibah dan hadiah di berikan secara cuma – Cuma tanpa mengharapkan pemberian
kembali dalam bentuk atau wujud apapun. b. Perbedaan . 1. Sedekah dan hibah di berikan
kepada seseorang karena rasa iba, kasih sayang atau ingin mempererat persaudaraan. 18

19. 2. Hadiah di berikan kepada seseorang sebagai imbalan jasa atau penghargaan atas prestasi
yang di capai.

BAB III

PENUTUP

A . KESIMPULAN

Dengan penulisan makalah ini, kami dapat menarik beberapa kesimpulan tentang beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan materi yang sedang di kaji pada makalah ini. Berikut ini
adalah beberapa kesimpulan yang dapat kami tarik:  Akad wakaf tidak akan batal meskipun
salah satu pihak yang berakad meninggal dunia, karena akad wakaf masih bisa di lanjutkan oleh
ahli waris pihak yang bersangkutan. 19
20.  Wakaf kepada orang kaya sebenarnya tidak di haramkan, akan tetapi wakaf yang demikian
itu di aggap mubazir karena harta wakaf di serahkan kepada orang yang tidak membutuhkannya.
 Berikut ini adalah tata cara pengelolaan wakaf, yaitu: Untuk menjamin agar harta benda wakaf
tetap berfungsi sesuai dengan tujuan wakaf, yakni mengekalkan manfaat benda wakaf sebaiknya
juga di perlukan badan pengelola yag profesional dan cakap dalam ilmu administrasi, agar
pengelolaan harta wakaf benar- benar baik dan tidak di salah gunakan. Pengelola wakaf di sebut
Nazir, dalam pengelolaan benda wakaf sebaiknya di serahkan kepada Nazir yang memiliki
kreteria yaitu: a. Harus berakal sehat. b. Cukup umur atau dewasa. c. Harus dapat di percaya. d.
Profesional atau memahami hal- hal yang berkaitan dengan pengurusan harta wakaf. e. Caka
dalam ke administrasian. Bahan pengelola wakaf berhak mendapatkan imbalan jasa untuk
keprluan hidupnya. Imbalan jasa di ambil dari harta wakaf itu sendiri. Imbalan jasa sangat
penting karena dapat meningkatkan kinerja nazir lebih baik. Kebolehan mengambil imbalan jasa
berdasarkan sabda nabi saw yang artinya : “ Dan tidak ada halangan bagi orang yang
mengurusinya, untuk memakan sebagian darinya dengan cara yang makruf”. Nazir berhak
mengatur benda wakaf untuk kepentingan komersial sehingga memberi keuntungan yang besar
dan hasilnya di gunakan untuk kepentingan orang banyak. Saat ini banyak orang yang
mewakafkan tanahnya agar di manfaatkan untuk kepentingan umum seperti rumah, sekolah.
Masjid, rumah sakit ataupun panti-panti.  Apabila harta atau tanah waqaf di salh gunakan oleh
ahli waris, maka yang berdosa adalah ahli waris karena pewakaf sebenarnya telah memberi
amanat untuk mewaqafkan tanahnya untuk kepentingan yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin Zainal, MA.Drs. Abyan Amir, MA. 2008. Pendidikan Agama Islam Fiqih 2.
Departemen Agama RI. 2000. Fiqih Untuk Madrasah Aliyah Kelas II Jakarta 3. Munirul, Mag .
2010. Fiqih kelas VIII Semester Genap. Lamongan : UD Rizman Cendikia 20

21. 4. Drs. Malik Abdul, Drs. Asyadi 2009. Fiqih kelas X. Surakarta : Putra Nugroho 5. Team
Al- Azhar. 2009 . Al Azhar Fiqih kelas VIII Semester Genap. Driyorejo Gresik : Cv Putra
Kembar Jaya 6. Sarjono 2008. Fokus Fiqih kelas VIII Semester I Solo : Cv Sindhunata 7. Abdur
Rahman, Rolly. Sri Wahyuni, Yayuk 2005. Fiqih X MA. Jawa Timur 8. Departeman Agama
Jawa Timur. 2008. Fiqih 2A. Surabaya 9. Tim Guru PAI MA. 2008. Modul fiqih. Siagen:Akik
Pusaka 10. Husain Bin Ahmad. 2007. Fatrul Qorib. Surabaya: Huda Nurul 21

Anda mungkin juga menyukai