Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQIH

HIBAH

Disusun oleh :
Dessy Ulfah N
Dewi Fithrotul F
Dewi Purwanti
Elieana Nuraeni L
Fatimah U. H
Fauzan Hamzah
Fauzi Yasir
Febby Sanita
Hanny Rahadianty N
Hardiyani

Kelas : X-5

MA NEGERI 2 KOTA BANDUNG


2012-2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas izinnya
kami dapat menyelesaikan makalah mata pelajaran Fiqih dengan materi
Hibah ini dengan insya Allah cukup baik.
Dalam makalah ini, saat proses pengerjaan tidak sedikit hambatan
yang kami hadapi. Tetapi kami tetap berusaha untuk menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik mungkin dan sesempurna mungkin agar dapat
menutupi kekurangan-kekurangan nya. Namun, kami menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan guru dan teman-teman, sehingga kendalakendala yang kami hadapi dapat teratasi dengan baik.
Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat makalah ini
agar menjadi makalah yang sempurna, tetapi kami pun menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang tidak bisa kami
hindari dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi kita semua, baik
kami sebagai penulis maupun bagi pembaca makalah ini.
Amin

Bandung, April 2013

Penyusun

H I B A H

1. Pengertian Hibah
Hibah ialah anugerah, pemberian atau hadiah yang melibatkan suatu akad
yang mengandungi pemberian hak milik oleh pemilik harta kepada seseorang secara
rela hati semasa hayatnya atas dasar kasih sayang dan kemanusiaan tanpa
mengharapkan balasan atau tukaran. Berkenaan dengan definisi hibah (
) , As Sayid
Sabiq berkata di dalam kitabnya: (Definisi) hibah menurut istilah syari ialah,
sebuah akad yang tujuannya penyerahan seseorang atas hak miliknya kepada orang
lain semasa hidupnya tanpa imbalan apapun. Beliau berkata pula: Dan hibah bisa juga
diartikan pemberian atau sumbangan sebagai bentuk penghormatan untuk orang lain,
baik berupa harta atau lainnya.

Menurut terminologi syariat Islam:














Artinya:

Akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih


hidup dan dilakukan secara sukarela.

Menurut Ulama Hanabilah :











































Artinya:

Memberikan kepemilikan atas barang yang dapat ditasharuf-kan

berupa

harta yang jelas atau tidak jelas karena adanya uzur untuk mengetahuinya,
berwujud, dapat diserahkan

tanpa adanya kewajiban, ketika masih hidup,

tanpa adanya pengganti

yang dapat dikategorikan sebagai hibah menurut

adat dengan hafazh atau tamlik (menjadikan milik).

2.

Landasan Hibah

1) Al-Quran
Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak

yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan).


2) As-Sunnah:


..









..


Artinya:

Dari Abu Hurairah, Abdullah Ibnu Umar, dan Siti Aisyah

r.a bahwa

Rasulullah saw bersabda, saling memberi hadiahlah kamu semua (maka) kamu
akan saling mencintai.

3. Hukum (Ketetapan) Hibah


a. Hukum Hibah

Dasar dari ketetapan hibah adalah tetapnya barang yang dihibahkan bagi
mauhubnya (penerima hibah) tanpa adanya pengganti.
Hibah hukumnya sunnah sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran
maupun Hadits.

Firman Allah SWT:

Artinya:

(Diantara beberapa kebaikan yang tertera dalam ayat) memberikan harta


kepada yang dikasihi, kepada keluarganya yang miskin dan kepada anak yatim
dan kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan kepada orang
yang minta (karena tidak punya). (QS. Al-Baqarah: 177)

Firman Allah SWT:

Artinya:
Dan tolong nebolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa.
(QS. Al-Maidah:2)
Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:

Dari Khalid bin adiy sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: Barangsiapa
yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak
ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu
pemberian yang diberikan Allah kepadanya. (HR. Ahmad)

Burairah ra Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:

Untuk Burairah adalah pemberian dan untuk kami adalah hadiah.


(HR. Muslim)
b. Sifat hukum Hibah

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa sifat kepemilikan pada hibah


adalah tidak lazim. Dengan demikian, dapat dibatalkan oleh pemberi.
Akan tetapi, dihukumi makruh sebab perbuatan itu terkesan termasuk
menghina si pemberi hibah. Selain itu, yang diberi hibah harus ridha.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa barang yang telah diberikan, jika
sudah dipegang tidak boleh dikembalikan, kecuali pemberian orang tua kepada
anaknya yang masih kecil, jika belum bercampur dengan hak orang lain.
Ulama Hanabilah dan Syafiiyah berpendapat bahwa hibah tidak dapat
dikembalikan kecuali pemberian orang tua kepada anaknya.







Artinya:

Orang yang meminta kembali hibahnya seperti orang yang mengembalikan


muntahnya.

4.

Rukun Hibah
Menurut Ulama Hanafiyah rukun Hibah Ijab dan Qabul. Dalam Khitab
Al-Mabsuth rukun hibah adalah Ijab and Qabul dan Qadhu (pemegang dan
penerima).
Menurut Jumhur Ulama rukun Hibah ada empat:

5.

1.

Wahib (Orang yang memberikan hibah)

2.

Mauhub Lah (Orang yang menerima/diberi hibah)

3.

Mauhub (Barang yang dihibahkan)

4.

Shighat (Ijab dan Qabul)

Syarat-syarat Hibah

Syarat-syarat hibah ada yang berhubungan dengan wahib (pemberi hibah) ada

yang berhubungan dengan mauhub lahu (yang diberi hibah) dan ada yang
berhubungan dengan mauhub (barang yang dihibahkan).

1.

2.

3.

6.

Syarat-syarat penghibah:
-

Penghibah memiliki apa yang dihibahkan

Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan

Penghibah itu orang dewasa, berakal dan rasyid

Tanpa ada unsure paksaan

Syarat-syarat bagi orang yang diberi hibah:


-

Berhak memiliki dan benar-benar ada di waktu di beri hibah

Memegang hibah atas seizin Wahib

Syarat-syarat barang yang dihibahkan:


-

Harus ada waktu hibah

Berupa harta yang kuat dan bermanfaat

Milik sendiri

Dapat dimiliki dzatnya

Tidak berhubungan dengan tempat lain/terpisah

Macam-macam Hibah
Hibah dibagi dua macam:
Hibah barang: Hibah barang ada yang bermaksud mencari pahala ada yang
tidak. Hibah yang dimaksud mencari pahala, ada yang dimaksud untuk
keridhaan Allah dan keridhaan makhluk.
Hibah manfaat:
a. Hibah berwaktu (hibah muajjalah), termasuk dalam kategori pinjaman
(ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu barang yang
dihibahkan manfaatnya itu harus dikembalikan.
b. Hibah seumur hidup (an amri), beberapa pendapat ulama:
1.) Imam SyafiI, Abu Hanifah, Ats-Tsauri dan Ahmad berpendapat
bahwa hibah tersebut adalah hibah yang terputus sama sekali yaitu
hibah terhadap pokok barangnya.
2.) Imam Malik dan pengikutnya berpendapat bahwa penerima hibah
tersebut hanya mendapat hak guna atau manfaat saja. Apabila ia
meninggal maka barang tersebut harus dikembalikan kepada pemberi
atau ahli warisnya.

3.) Daud dan Abu Tsauri berpendapat apabila pemberian ditunjukkan


kepada seseorang dari keturunannya, maka barang tersebut menjadi
milik orang yang diberi hibah selamanya. Dalam suatu hadits yang
diriwayatkan Imam malik dari Jabir ra Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:

Setiap orang yang memberikan hibah abadi kepada orang lain dan
keturunannya maka hibah tersebut untuk orang yang diberi tidak
kembali kepada orang yang member selama-lamanya.
(HR. Malik dan Abu Daud)

7. Mencabut Hibah
Jumhur Ulama berpendapat haram mencabut hibah meskipun pemberian itu
dilakukan antara saudara atau suami istri, kecuali pemberian orangtua terhadap
anaknya. Hadits berikut:

Artinya:
Dari Abdullah Ibnu Amr dari Rasulullah SAW bersabda: Perumpamaan

seseorang mencabut kembali apa yang telah dihibahkan adalah seperti anjing
yang muntah kemudian memakan kembali muntahannya itu. (HR. Abu Daud)
Jumhur Ulama berpendapat orang yang member shadaqah kepada anaknya
lalu anaknya ini meninggal dunia sesudah menguasai barang tersebut ia dapat
mewarisinya begitu pula sebaliknya.
8. Beberapa Masalah Mengenai Hibah
a. Pemberian orang sakit yang hampir meninggal
Bila orang sakit hamper meninggal memberikan sesuatu kepada orang
lain maka hukumnya seperti wasiat yaitu penerima harus bukan ahli waris dan
jumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Bila penerima hibah itu ahli waris
maka hibah itu tidak sah dan jika hibah itu lebih dari sepertiga harta maka

yang dapat diberikan kepada penerima hibah (bukan ahli waris) hanya
sepertiga harta. Apabila seseorang menghibahkan sesuatu barang kepada
orang lain lalu orang itu meninggal dan barang itu terlanjur dibagi waris
kemudian ahli waris mendakwa harta warisan itu diberikan pada saat sakit.
Sedangkan orang yang diberi mendakwa pemberian diberikan pada saat sehat
maka dibenarkan perkataan orang yang menerima hibah karena pada saat
menerima harta itu dia dapat membelanjakan harta.
b. Penguasaan orang tua atas hibah untuk anak
Jumhur Ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai
barang yang dihibahkan olehnya kepada anaknya yang masih kecil dan berada
dalam perwaliannya atau kepada anak yang sudah dewasa tetapi masih lemah
akal. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah
seseorang kepada anakn ya sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar
dan Ibnu Abas:

Artinya:
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abas ra dari Nabi SAW. Beliau

bersabda:P Tidak halal bagi seorang muslim memberikan sebuah


pemberian, lalu ia meminta kembali pemberian itu kecuali orangtua
dalam pemberian kepada anaknya. (HR. Ahmad dan Imam Empat)
c. Melebihakan pemberian terhadap sebagian anak
Tidak halal seseorang melebihkan pemberian terhadap sebagian anak
atas sebagian yang lain karena hal itu menyalahi adat dan memutuskan
persaudaraan yang diperintahkan Allah untuk mempererat. Demikian
pendapat Imam Ahmad dan sebagian Malikiyah dalam suatu hadits
disebutkan:

Artinya:

Dari Numan Rasulullah SAW bersabda: Adillah kamu antara anakanakmu, adillah kamu antara anak-anakmu, adillah kamu antara anakanakmu. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai)
Seseorang yang melebihkan pemberian diantara anak-anaknya, maka
pemberian itu batal dan hendaknya ia membatalkan perbuatannya itu.
Sebagian ulama berpendapat boleh melebihkan pemberian terhadap anak
wanita dari anak laki-laki Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
Samakan

pemberian

terhadap

anak-anakmu.

Apabila

hendak

melebihkan salah seorang maka lebihkan wanita.


(HR. Tabrani dan Baihaqi)
Jumhur Ulama Imam Syafii, Imam Malik dan pengikut-pengikut
Hanafi menyatakan bahwa menyamakan pemberian antara anak-anak adalah
sunnah

sedangkan

membedakan

antara

mereka

hukumnya

makruh.

Menyamakan pemberian yterhadap anak tersebut diatas harus dilaksanakan


apabila kebutuhan anak tersebut sama tetapi apabila kebutuhan akan itu
berbeda maka boleh berbeda pula jumlah pemberian yang diberikan.
9. Hikmah Hibah
a. Dapat membantu si penerima hibah dari berbagai kesulitan hidup misalnya biaya
pendidikan, biaya kebutuhan hidup.
b. Mendapat lingkungan dari Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW:

Artinya:

Barang siapa yang member baju kepada seseorang muslim maka ia mendapat
lindungan Allah. (HR. Nasai)
c. Terhindar dari api neraka di akhirat kelak. Sabda Rasulullah SAW:

Artinya:

Barang siapa yang member makan kepada saudaranya seorang muslim maka Allah
akan mengharamkan dari api neraka. (HR. Baihaqi)
d. Untuk mengakrabkan silaturrahmi dan menjinakkan hati serta meneguhkan
kecintaan diantara sesamanya. Sabda Rasulullah SAW:

Artinya:
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Saling member
hadiahlah maka kamu saling mencintai. (HR. Bukhari)

Pemberian pada anak menjelang meninggal (Athiyah)


Ulama sepakat bahwa bagi orang tua disunahkan menyamakan
pemberian kepada anak-anaknya. Hukumnya makruh melebihkan pemberian
kepada salah satu anak saja.
Jumhur ulama berpendapat:
Bahwa persamaan yang dimaksud adalah menyamakan pemberian antara
anak laki-laki dan perempuan
Ulama Hanabilah dan Muhammad dari golongan Hanafiyah berpendapat:
Bahwa persamaan pemberian orang tua kepada anaknya berdasarkan
ketetapan waris, dengan demikian seorang anak laki-laki mendapat dua bagian
anak peremuan.

PENUTUP
A.

Kesimpulan
Hibah adalah memberikan zat dengan tidak ada
tukarannya dan tidak ada karenanya.
Landasan hibah Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 177, surat AnNisa ayat 4, dan As-sunnah.
Rukun Hibah:
- Wahib
- Mauhub lah
- Mauhub
- Ijab dan Qabul

Syarat Hibah:

1. Penghibah
2. Barang yang dihibahkan
3. Penerima Hibah
B.

Saran
Dari

penulisan

makalah

ini

mungkin

terdapat

banyak

kesalahan yang tidak disengaja ataupun disengaja, untuk itu kami

mohon

kritik

Terimakasih.

dan

sarannya

untuk

perbaikan

kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai