Anda di halaman 1dari 17

ISLAM DAN

KONSEP HARTA
The Team
Kelompok 7
Islam Dan Konsep Harta

1 2 3 4 5
Septia Putri Dewi Oktaviani Mila Monica Mersi Cinta Nia Aryani
Pangestu S.W. Sarmila Kasih Hia Mardahtilah
Nim ( 2102016 ) Nim ( 2102016 ) Nim ( 2102172 ) Nim ( 2102053 ) Nim (
KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN
Harta kekayaan dalam Islam merupakan milik Allah secara mutlak. Ayat al-Quran
berulang kali menjelaskan mengenai hak mutlak Allah terhadap harta kekayaan yang ada
di bumi ini.Manusia hanya sebagai wakil yang dipercayakan untuk menggunakan dan
mengelola harta kekayaan tersebut dengan cara-cara yang diperbolehkan. Allah sebagai
pemilik segala bumi beserta isinya, Jadi kepemilikan manusia hanyalah bersifat relatif,
sebatas hanya untuk mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan syariat (Mardani, 2012: 61-62).

Kedudukan atau status harta berdasarkan al-Quran adalah sebagai berikut:


a. Harta sebagai titipan, karena manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada
menjadi ada. Oleh karena itu, wajib bagi manusia untuk menginfakkan harta yang
diperolehnya.
b. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. (QS. Ali- Imran; 14).
c. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan Islam atau tidak. (QS. Al- Anfal; 28).
d. Harta sebagai bekal atau sarana beribadah. Menurut pandangan Islam, harta bukanlah
tujuan, namun hanya sebagai sarana untuk memperoleh ridha Allah SWT. yakni untuk
melaksanakan kegiatan zakat, infak, dan sedekah. Hal ini dicatumkan di dalam al-Quran
surat at- Taubah; 14 dan QS. 134 (Aravik, 2016: 6-8).
HARTA DAN
FUNGSI SOSIAL
Dari berbagai ayat-ayat al-Qur’an yang Membicarakan soal harta
diketahui bahwa kata-kata al-mal dengan berbagai bentukannya pada
umumnya disandarkan kepada bentuk, jamak, yaitu sebanyak 52 kali
sehingga dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya harta itu milik
masyarakat dan digunakan untuk fungsi-fungsi sosial.
pada umumnya manusia cenderung memandang harta sebagai milik
individu yang sejati sehingga harta yang diberikan kepadanya itu
disimpan dan ditumpuk untuk kepentingan pribadi, bukandibelanjakan
untuk kepentingan masyarakat. Padahal cukup banyak perintah untuk
beriman di dalam al-Qur’an yang diiringi dengan perintah
menafkahkan harta, seperti dalam surah al-Hadid ayat 7 yang berbunyi:

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan


nafkahkanlah sebahagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya.”

Dalam usaha merealisasikan fungsi sosial dari harta Islam menentang


sifat kikir yang merupakan penyakit yang sangat berbahaya bagi
individu dan masyarakat. Sifat kikir manusia antara lain ditandai
dengan perbuatannya menumpuk-numpuk harta dan tidak dibagi-
bagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
FUNGSI SOSIAL HARTA
Berfungsi untuk memelihara manusia,
maka hak manusia dalam harta benda harus dibayarkan sebagaimana
mestinya dan jangan ditunda-tunda, seperti membayar upah karyawan,
mengembalikan pinjaman, membayar zakat, membayar emas kawin, dsb. Fungsi-
fungsi ini dapat dilihat dalam al-Baqarah ayat 177.
Berfungsi untuk memperkokoh tali persaudaraan (ukhuwah),
kasih saying sesama manusia dan mempersempit jurang pemisah antara
kaum aghniya’ dan dhu’afa’ seperti yang diisyarakatkan dalam surah al-Ma’arij
ayat 24-25.
Berfungsi untuk berbuat baik
mengarahkan kepada kebajikan dalam
rangka mewujudkan masyarakat sejahtera yang merata, merasakan
kenikmatan lahir dan batin.
Berfungsi sebagai penggerak dan pendorong bagi kerjasama dalam kehidupan
di dunia
Karena itu, harta harus beredar dan berputar dikalangan masyarakat, bukan untuk disimpan dan
ditimbun, seperti ditegaskan dalam surah al-Taubah ayat 34.
Berfungsi sebagai modal ekonomi dalam kehidupan masyarakat demi
kepentingan bersama bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera,
Seperti yang diisyarakatkan dari sabda nabi yang diriwayatkan Tirmidzi

“Sesungguhnya harta itu indah dan mempesona, barangsiapa mendapatkan karena haknya maka akan
diberkati, tetapi kebanyakan orang tenggelam dalam harta karena memperturutkan hawa nafsunya sehingga
pada hari kiamat nanti balasannya adalah neraka.”
fungsi individual harta
1). Untuk mensejahterakan diri pribadi dan keluarga. Seperti tergambar dalam hadits
Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari.
Artinya:
“Apabila seorang muslim memberikan nafkah keluarganya karena berharap
pahala dari Allah, maka nafkah yang diberikan itu menjadi sedekah baginya.”

2). Berfungsi sebagai sarana untuk beramal dan beribadah kepada Allah.

3). Berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia agar menjadi manusia yang
mengetahui nikmat Allah dan mengetahui Bagaimana menggunakan hartanya, seperti
dijelaskan dalam surah al-A’raf ayat 31.
Artinya:
Allah SWT Tak Suka Orang yang Berlebih-lebihan. " Wahai anak cucu Adam! Pakailah
pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi
jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."

4). Berfungsi sebagai batu ujian bagi pemiliknya. Allah ingin mengetahui apakah
manusia dengan hartanya itu semakin bertambah imannya atau sebaliknya, seperti
diterangkan dalam surah al-Munafiqun ayat 9.
Artinya:
“Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi”.
Cara Mencari, Mengelola, Dan
Menggunakan Harta
Mencari Harta Dalam Islam
Rasulullah Shallahu’alaihi wa salam bersabda yang artinya :

“janganlah menganggap rezeki kalian lambat turun, sesungguhnya tidak


ada seorangpun meninggalkan duina ini melainkan setelah sempurna
rezekinya. Carilah rezeki dengan cara yang baik (dengan) mengambil yang
halal dan meninggalkan perkara yang haram”.(HR Ibnu Hibban).

Berikut adalah cara atau etika mencari harta di dalam islam.


1.Bekerja dengan ikhlas karena Allah Subhanahuwataala.
Ini merupakan landasan terpenting bagi seseorang yang berkerja.
Maksudnya ketika berkerja niatan utamanya berkerja hanya karena Allah.
2. Tekun dan sungguh-sungguh.
Dalam berkerja kita sadar bahwa kita harus datang tepat waktu ditempat
kita berkerja, menyelesaikan apa yang telah menjadi tanggungan kita dan
juga tidak menunda pekerjaan.
3. Amanah dan jujur.
Karena pekerjaan yang kita kerjakan merupakan suatu amanah dari atasan
atau pemilik usaha, dan juga akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah
atas pekerjaan yang telah dikerjakannya.
4. Tidak melanggar hukum-hukum syariat.
Kita tidak boleh melanggar hukum-hukum syariah dalam pekerjaan yang
kita lakukan. seperti memporduksi barang yang haram, menyebarluaskan
kefasadan (seperti pornografi dan permusuhan), riba, dan lain sebagainya
5. Menjaga etikanya bagi seorang muslim.
Berkerja juga harus memerhatikan etika apalagi kita adalah seorang
mulslim seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan,
minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan lain sebagainya. Karena etika
atau akhlak ini merupakan ciri kesempurnaan iman bagi seorang muslim.
6. Menghindari yang syubhat (suatu yang kurang jelas atau samar hukumnya).
Didalam berkerja biasanya kita dihadapkan dengan yang syubhat atau
suatu yang kurang jelas hukum kehalalan dan keharamannya seperti unsur dari
pihak luar.
Cara Mengelolah Harta.
Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk memperoleh harta dengan jalan yang benar,
tetapi juga mengarahkan mereka bagaimana cara memanfaatkan harta tersebut. Salah satu
ajaran mendasar dalam masalah pemanfaatan harta ini adalah ajaran Alquran yang
membelanjakan harta kepada hal-hal yang mendukung tegaknya Islam serta sendi-sendi
kehidupan dalam masyarakat.

Salah satu ayat yang mendorong pemanfaatan harta kepada jihad di jalan Allah adalah
terdapat dalam surat al-Nisa’ [4]: 95:
Artinya :“ Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut
berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan
Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad
dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa
halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala
yang besar”.

harta juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan tidak
menggunakannya secara boros dan berlebih-lebihan. Lebih jauh, pemanfaatan harta harus
memperhatikan aspek-aspek sosial kemasyarakatan seperti membantu pendanaan aktifitas-
aktititas yang dibutuhkan orang banyak serta membangun tempat-tempat ibadah, tempat
pengajian, dan sebagainya.
Cara Menggunakan Harta.
Manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan
kehidupan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi, kita sebagai
manusia tidak bisa bergerak seenaknya saja untuk memenuhi kebutuhan. Ada
aturan-aturan (hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan
masalah pemutaran kebutuhan hidup.

Penggunaan harta yang kita punya akan bermanfaat jika digunakan untuk
memberi makan anak yatim, menyedekahkan kepada orang miskin atau ke
masjid, membayar zakat dan lain sebagainya. Karena pada setiap harta kita yang
punya di sana ada hak orang lain di dalamnya.
Sesuai dengan firman Allah SWT pada surat Adz-Dzariyat ayat 19 :
Artinya : “ Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin
yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian”.

Oleh karena itu, jika kita memiliki harta maka pergunakanlah harta kita untuk
hal kebaikan, karena harta yang kita miliki juga akan dipertanggungjawabkan
oleh Allah SWT. Adapun harta yang kita pergunakan untuk hal kebaikan juga
bisa menjadi amal jariyah yang akan terus mengalir pahalanya jika kita telah
wafat.
Cara Pemindahan Harta Sah Dan Tidak Sah.
Ada beberapa sebab terjadinya pindah kepemilikan baik pada tataran
individu maupun negara, yang diakui oleh Islam. Syarat utama terjadinya
pindah milik itu adalah mengharuskan sesuai dengan standar syara’. Jika ada
suatu kepemilikan yang diperoleh tidak melalui prosedur syar’i yang sah,
maka akan berakibat pada batalnya hak kepemilikan itu, sehingga
melazimkan pengembalian barang kepada pemilik asalnya (al-maliku al-
ashly).

Apabila pemiliknya sudah tidak dijumpai lagi, maka harta yang tidak sah
dikuasai secara syara’ tersebut hendaknya diserahkan ke baitul mal atau
mashalih al-muslimin.
Artinya : "Dilihat dari sisi timbulnya hak kepemilikan individu, Islam
mengatur bahwasanya kepemilikan itu harus berasal dari sebab yang
masyru’. Jika timbul dari sebab yang tidak masyru’, maka Islam tidak
membolehkannya serta tidak mengakui hak kepemilikannya. Bahkan,
Islam memerintahkan agar diserahkan kembali kepada orang yang
berhak menerimanya dan pemilik asalnya. Bila tidak dijumpai, maka
diserahkan ke baitu al-maal.” (Abd al-Karim Zidan, Ushul al-
Da’wah, Beirut: DKI, juz I, halaman 253) “.
Beberapa Sebab Kepemilikan Syar’i dalam Islam Ada
beberapa sebab lahirnya kepemilikan syar’i dalam Islam
Melalui jalan penguasaan dan penundukan
Syekh Abdul Karim Zidan, salah seorang fuqaha mu’ashir menyatakan:
Artinya : “Beberapa sebab syar’i hadirnya kepemilikan adalah melalui jalan penguasaan yang mubah. Secara berturut-
turut, contoh penguasaan lewat jalur satu ini, adalah berburu, ihya'ul mawat, penguasaan atas pada rumput dan
gembalaan, menambang, menyimpan. Seluruhnya memiliki syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi.” (Abd al-Karim
Zidan, Ushul al-Da’wah, Beirut: DKI, juz I, halaman 253)”.

Melangsungkan kontrak atau pertukaran.


“Perakadan dan pembelanjaan seumpama jual beli, hibah, wasiat, ijarah, syirkah, bagi hasil, bagi hasil penanaman,
dan lain-lain. Syarat sah dari seluruh akad dan pembelanjaan ini adalah apabila dilakukan sesuai dengan yang
disyariatkan.” (Abd al-Karim Zidan, Ushul al-Da’wah, Beirut: DKI, juz I, halaman 253) ”.

Mawarits. Harta pusaka (tirkah) merupakan hak yang harus dibagi kepada ahli waris, secara syara.
“Mawarits, yakni apabila si mayit meninggalkan ahli waris yang berhak mewaris kepemilikan harta tinggalannya
dengan sebab-sebab dan syarat-syarat tertentu yang sudah dikenal dalam ilmu mawaris dan beberapa kitab fikih
lainnya.” (Abd al-Karim Zidan, Ushul al-Da’wah, Beirut: DKI, juz I, halaman
253) “

Harta yang diperoleh dari hasil pengembangan atau penunaian kewajiban pihak lain, misalnya zakat,
hak nafaqah syar’iyyah, sedekah, hibah, atau wakaf.
“Adapun mengenai beberapa aturan kepemilikan ditinjau dari sisi tetap aset fisik dan bisanya dikembangkan, maka
diperlukan langkah-langkah meninjau hal-hal yang disyariatkan, antara lain hak dan kewajiban yang berlaku atas
harta insan lain seperti hak zakat dan nafkah syar’i. Hal yang sama juga berlaku pada beberapa harta kepemilikan
yang bersifat berkembang, maka Islam telah membatasi mengenai cara-cara yang boleh ditempuh dalam
pengembangannya, seperti: melalui perdagangan, bagi hasil cocok tanam, syirkah, dan lain-lain. Islam tidak
mengakui kepemilikan atas harta yang diperoleh dari jalan batil dan yang diharamkan, misalnya lewat jalan riba, jual
beli khamr dan dihasilkan dari membuka kasino.” (Abd al-Karim Zidan, Ushul al-Da’wah, Beirut: DKI, Juz 1, halaman
253).”.
Tujuan Dan Dampak Pembagian Harta.
Tujuan dari pengaturan harta waris adalah agar tidak ada persengketaan atau
perselisihan mengenai harta yang telah ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal.
Dengan pengaturan harta waris maka tidak akan ada pihak atau orang yang merasa
berhak, merasa paling harus menguasai harta yang ditinggalkan. Pembagian harta
warisan akan lebih kekeluargaan dan tidak mengundang konflik.

Sebelum mengatur soal warisan, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga
yang ditinggalkan dan wajib dilakukan. Jika hal-hal ini tidak diperhatikan dan belum
dilaksanakan, maka lebih baik persoalan pembagian harta waris tidak lebih dulu
dilakukan. Hal-hal tersebut adalah :
Berkenaan dengan biaya pemakaman dari orang yang meninggal.
Wasiat atau pesan yang ditinggalkan
Hutang-Piutang yang ditinggalkan (berhutang dalam islam tentu hal yang wajib
untuk dibayar, ditunaikan janjinya untuk mengembalikan).
Dalil mengenai harta waris dalam islam ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 176.
Artinya :“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia,
dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika
ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal”
Perbedaan Hibah, Hadiah, Wasiat, Harta Gono Gini,
Dan Mawaris.
Hibah
Transfer harta secara sukarela dari pemiliknya kepada penerima
tanpa ada tuntutan balik.
Hadiah
Pemberian harta kepada orang lain sebagai ungkapan rasa kasih
sayang atau apresiasi.
Wasiat
Perintah tertulis oleh seseorang mengenai pembagian harta setelah
kematiannya.
Harta Gono Gini
Ketika harta milik suami dan istri digunakan secara bersama-sama.
Mawaris
Pembagian harta warisan sesuai dengan aturan dalam Islam antara
ahli waris yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai