Anda di halaman 1dari 16

ISLAM DAN MASALAH HARTA DAN JABATAN

Kelompok 6
Ashar
Halima Jasmin
Elsya Magfirah
Mega Aprisna Arif
Rahmawati
Jamila
Wahid Hidayat Harianto
Ashar
Laila Syawalia
A. Harta dan jabatan sebagai amanah
dan karunia Allah Swt
Harta merupakan karunia Allah SWT untuk umat manusia,
ia bagaikan perhiasan yang bisa menambah indahnya
kehidupan di dunia, ia merupkan suatu hal yang selalu
dipikirkan oleh manusia, bahkan banyak orang yang
mengorbankan tenaga dan fikirannya untuk memperoleh
harta sebanyak- banyaknya. Banyak manusia beranggapan
bahwa orang sukses adalah orang yang mampu
mengumpulkan pundi-pundi harta sebanyak-banyaknya,
orang belum disebut sukses jika belum mempunyai banyak
harta. Agaknya penyakit materialis inilah yang terjadi pada
zaman sekarang, manusia mempunyai standar kesuksesan
diukur dari banyaknya harta yang dimiliki
Pengertian Harta dan Jabatan
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal yang berasal
dari kata maala- yamiilu-mailan, yang berarti condong,
cenderung dan miring. Secara etimologi harta adalah
segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam
manfaat. Sedangkan arti harta secara terminologi adalah:
“sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan
memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.”
(Ibnu Abidin dari golongan Hanafi). Sedangkan oleh
ulama Hanafi yang lain disebutkan “Harta adalah segala
sesuatu yang dapat dihimpun, disimpan (dipelihara) dan
dapat dimanfaatkan menurut adat (kebiasaan)”.
Pengertian Harta dan Jabatan
Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang,
sesuatu tugas yang diemban. Semua orang yang punya
tugas tertentu, kedukan tertentu atau terhormat dalam
setiap lembaga atau institusi lazim disebut orang yang
punya jabatan
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan
tentang jabatan, baik yang menunjukkan kebaikan seperti
ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan
sebagainya. Dalam surat Al-Haqqah Allah SWT
menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di
akhirat kelak akan mengatakan bahwa lepas sudah
jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).
Hakikat Harta dan Jabatan sebagai
karunia Allah Swt.
Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan
amanah dan karunia Allah. Disebut sebagai amanah
Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat
bukan semata-mata karena kehebatan seseorang,
tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga
sejatinya bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi
pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan orang
lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka
harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara dan
dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan
dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT.
islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta Pandangan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta
benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas
untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-
Nya.
2. Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.
Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein,
manusia tidak mampu menciptakan energy ; yang mampu manusia lakukan adalah
mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi
adalah Allah SWT.
Harta sebagi perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebihlebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat
untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Firman-Nya, “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa- apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita,
anak- anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allahlah tempat
kembali yang baik (surga).” (Ali Imran : 14). Sebagai perhiasan hidup, harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggan diri.
Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan
dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak.
Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah- Nya dan
melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan
sedekah
B. Kewajiban Mencari Harta
Tidak dapat diingkari bahwa harta sangat berguna buat manusia, bahkan
bukan hanya untuk kehidupannya di dunia, tetapi juga untuk kepentingan
di akhirat. Kepentingan di dunia maksudnya seperti untuk makan, minum,
pakaian, rumah tempat tinggal, biaya pengobatan, pendidikan dan
sebagainya. Sedangkan kepentingan akhirat maksudnya seperti untuk bisa
kita berinfak, berzakat, berwakaf, menunaikan ibadah haji dan sebagainya.
Oleh sebab itu manusia diperintahkan untuk bekerja keras atau berusaha
dalam rangka mencari harta buat kebahagiaannya dunia akhirat
Firman Allah pada Surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya:
77. dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagian
mu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuatbaik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan`
Cara mendapatkan harta yang sesuai
dengan syariat agama Islam
 Pertama, bercocok tanam dan menghidupkan tanah mati, Rasulullah
saw bersabda “Tak seorang muslim pun yang menanam tanaman, lalu
dimakan oleh seekor burung atau manusia dan hewan, kecuali baginya
merupakan bentuk sedekah” (HR. Bukhori dan Muslim). Dari hadis ini
jelas bahwa orang yang bercocok tanam akan bersedekah terus-menerus
sebab tidak mungkin ada satu tanaman pun yang tidak termakan oleh
burung, manusia ataupun hewan lainnya. Usaha dengan cara bercocok
tanam mengandung semacam penyerahan diri kepada Allah swt, karena
setelah mengelola tanah dan menebar bibit dan mengairinya, penyerahan
diri itu ada pada saat menunggu tanaman itu tumbuh dan berbuah.
Adapun hadis yang menerangkan tentang menghidupkan tanah mati,
bahwasannya Rasulullah saw pernah bersabda “Barang siapa yang
menghidupkan tanah mati, maka tanah itu miliknya”. Para ulama fiqih
sepakat bahwa menghidupkan tanah mati merupakan sebab untuk
memilikinya. Bahkan dari mereka menyatakan untuk memilikinya tidak
diperlukan izin dari pemerintah.
 Kedua, dengan cara bekerja, Rasulullah saw bersabda
“Tidak seorang pun memakan satu makanan yang lebih baik
kecuali dari hasil kerjanya sendiri karena sesungguhnya Nabi
Daud as makan dari hasil kerjanya sendiri” (HR. Bukhori).
 Ketiga, Akad perpindahan hak milik, seperti jual-beli.
Dalam hal ini Rasulullah saw pernah bersabda, “Kedua belah
pihak memiliki hak untuk memilih selama keduanya belum
berpisah, maka jika keduanya jujur diberkahilah mereka
keduanya di dalam transaksi jual beli itu, akan tetapi jika
keduanya berdusta dan curang saling menyembunyikan maka
keberkahan itu akan hilang dari transaksi jual-beli itu” (HR.
Muslim). 24
 Keempat, dengan cara waris dan lainnya. Dan
 kelima dengan cara penantian, seperti kedudukan istri dan
anak yang menantikan hak nafkah dari seorang kepala rumah
tangga.
C. Sikap terhaadap Harta dan Jabatan

Dan karena harta dan jabatan itu merupakan Amanah dari allah
SWT, maka kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila
terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha mencarinya
karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bahagian dari
modal hidup, namun bukan demikian halnya tentang jabatan.
Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena itu kita tidak harus
ambisus untuk memperolehnya.
Bagi yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai
visi misi yang maslahat kelak dalam jabatannya, maka boleh
meminta jabatan, dengan ketentuan bahwa ia juga tidak boleh
terlalu percaya akan keahliannya, sebaliknya jabatan atau
menjaga amanah bagi yabg tidak punya kompetensi atau
keahlian, oleh Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan bodoh,
Sikap terhadap Harta dan jabatan
Apabila kita ingin atau sedang menduduki jabatan, maka hendaknya
memperhatikan tiga hal beriikut ini
 
 Pertama, tidak perlu mengejar jabatan dengan menghalalkan segala
cara, karena jabatan yang diperoleh secara haram, akan menghilangkan
pertolongan Allah SWT. Sebaliknya, jabatan yang diperoleh secara
halal, akan mengundang pertolongan Allah SWT (H.R. Bukhari-
Muslim).
 Kedua, ketika mengemban suatu jabatan, pejabat harus berhati-hati
dalam melangkah, karena peluang pejabat masuk neraka adalah dua
kali lipat dibandingkan peluangnya masuk surga.
 Ketiga, jika sudah waktunya menyudahi jabatan, tidak perlu
dipertahankan mati-matian; karena jika pejabat tidak mau lengser
secara sukarela, maka dia akan “dilengserkan” oleh Allah SWT secara
paksa dengan berbagai cara yang tak terkira.
D. Pendayagunaan harta dan jabatan di
jalan Allah
Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah, dalam beribadah
membutuhkan sumber kehidupan seperti sandang, pangan dan papan. Dalam
memenuhi kebutuhan tersebut, manusia pada jaman dahulu hanya
membutuhkan bercocok tanam atau berpindah dari suatu tempat ke tempat
lain. Semakin berkembangnya jaman, manusia memilih untuk menetap di
suatu wilayah dan memanfaatkan keadaan sekitarnya serta harus berusaha
dalam bertahan hidup. Adapaun salah satu cara dalam bertahan hidup adalah
dengan bekerja atau mencari harta. Salah satu sejarah pemikiran ekonomi
islam, Imam syaibani dalam kitab al-kasb berpendapat bahwa sesungguhnya
Allah SWT mewajibkan kepada hambanya untuk kerja mencari nafkah atau
kehidupan, untuk membantu pada ketaatan kepada Allah SWT di dalam ayat
al-qur’an dikatakan:
‫وابتغوا من فضل هللا واذكروا هللا كثيرا‬
Artinya: “Dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-
banyaknya” (surat al-jum’ah: 10)
‫و أنفقوا من طيبات ما كسبتم‬
Artinya : “Nafkahkanlah (dijalan Allah)
sebagian hasil dari usahamu yang baik-baik “ (surat al-baqarah: 267) 
Hadist tentang Harta dan jabatan
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Adalah Nabi Daud tidak makan, melainkan
dari hasil usahanya sendiri”. (HR Bukhari).
hadis nabi berikut ini: 
‫ َم ٍة‬b‫تِ َى بِ ُح ْز‬b‫ ألَ ْن يَأْ ُخ َذ اَ َح ُد ُك ْم اَحْ بُلَهُ ثُ َّم يَاْتِى ْال َجبَ َل فَيَْا‬: ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:‫ال‬ ُّ ِ‫ْب ِدهللا‬b‫اَبِى َع‬b‫َو َع ْن‬
َ َ‫الزبَي ِْرب ِن ال َع َّو ِام ق‬
ُ‫طَ ْوهُ اَ ْو َمنَع ُْوه‬b‫اس اَ ْع‬َ َّ‫يَسْأ َ َل الن‬b‫ اَ ْن‬b‫ َوجْ هَهُ َخ ْي ٌرلَهُ ِم ْن‬b‫ف هللاُ بِهَا‬ َّ ‫خ فَيَبِ ْي َعهَا فَيَ ُك‬
ِ ‫ب َعلَى ظَه ِْر‬ ٍ َ‫ ِم ْن َحط‬.
Dari Abi Abdillah (Zubair) bin Awwam Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa
tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan
di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya,
adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka
memberi atau tidak”. (HR Bukhari).
hadis di atas menujukkan mengenai kemuliaan manusia yang makan
dengan tangannya sendiri. Ihadis itu juga menunjukkan mengenai perintah
Nabi Muhammad saw kepada umatnyauntuk selalu bekerja keras mencari
karunia Allah di muka bumi. Rasul tidak menunjukkan jenis profesi apa
yang harus dilakukan, namun memberikan keleluasaan kepada kita agar
mencari harta sebisa mungkin dengan cara apapun sesui dengan kadar dan
kemampuan kita masing-masing.
Dan selanjutnya Perlu diyakini bahwa jabatan merupakan amanah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang dikehendaki, meskipun
tidak sesuai harapan masyarakat. Misalnya, Allah SWT memberikan jabatan
kepada Raja Thalut yang pandai dan gagah, meskipun masyarakatnya
menilai bahwa Thalut tidak pantas menyandang gelar raja, karena tergolong
orang miskin (Q.S. al-Baqarah [2]: 247)

َ ‫ ي ُْؤ‬2‫ َولَ ْم‬2‫ِك ِم ْن ُه‬2 ‫ق ِب ْالم ُْل‬2ُّ ‫ُن أَ َح‬2 ْ‫ا َو َنح‬2‫ َعلَ ْي َن‬2‫ك‬
‫ت‬ ُ ‫ ْالم ُْل‬2‫ُن َل ُه‬2 ‫ا َقالُوا أَ َّنى َي ُكو‬2‫ َملِ ًك‬2‫ت‬
َ ‫ َطالُو‬2‫ث َل ُك ْم‬ َ ‫ن هَّللا َ َق ْد َب َع‬2َّ ِ‫ إ‬2‫ َن ِب ُّي ُه ْم‬2‫ َل ُه ْم‬2‫َو َقا َل‬
‫ َوهَّللا ُ َواسِ ٌع‬2‫ َي َشا ُء‬2‫ َم ْن‬2‫ي م ُْل َك ُه‬2‫ْس ِم َوهَّللا ُ ي ُْؤ ِت‬2 ‫ َو ْال ِج‬2‫ي ْالع ِْل ِم‬2‫ْس َط ًة ِف‬2 ‫ َب‬2ُ‫ َو َزا َده‬2‫ص َط َفاهُ َع َل ْي ُك ْم‬
ْ2 ‫ن هَّللا َ ا‬2َّ ِ‫ إ‬2‫ َقا َل‬2‫ ْال َما ِل‬2‫ َع ًة ِم َن‬2‫َس‬
)247( ‫َعلِي ٌم‬
 
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut
memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan
daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?”
Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan
menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah
memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui (Q.S. al-Baqarah [2]:
247).
Sebagaimana manusia memiliki syahwat menguasai harta,
manusia juga memiliki syahwat untuk menguasai jabatan.
Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin, keduanya
adalah dua rukun (pilar) dunia. Pendapat ini selaras dengan sabda
Rasulullah SAW:

‫ت ْال َما َء ْالبَ ْق َل‬ ِ ‫ق فِي ْالقَ ْل‬


ُ ِ‫ب َك َما يُ ْنب‬ َ ‫ف يُ ْنبِتَا ِن النِّفَا‬ ِ ‫حُبُّ ْال َم‬
ِ ‫ال َوال َّش َر‬

“Cinta harta dan jabatan menumbuhkan kemunafikan di hati,


sebagaimana air menumbuhkan tanaman (sayur-mayur)”.
Rasulullah SAW pun mengibaratkan cinta harta dan jabatan itu
lebih merusak terhadap keimanan seorang muslim, dibandingkan
dua serigala buas yang dilepas ke tengah kerumunan domba
TRIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai