MAKALAH
Disusun oleh
PRODI S1 AKUNTANSI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia
nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang dunia
sufi dan pesantren ini dengan baik. Dengan dibuatnya makalah ini kami harap semoga
dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Dalam pembuatan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah ataas bantuan dan bimbingan nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik. Kami menyadari pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik saran dari pembaca akan kami terima dengan rasa
syukur.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pandangan kuam nahdliyah, kehadiran Islam yang dibawa oleh
Rasullulah SAW, bukanlah untuk meolak segala tradisi yang mengakar menjadi
kultur budaya masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan-
pembenahan dan pelurusan terhadap tradisi dan budaya yang sesuai dengan rissalah
Rasullullah SAW. Budaya yang telah mapan menjadi nilai sesuai normative
masyarakat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam akan mengakulturasikan
bahkan mengakuinya sebagai bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri.
Dalam hal ini, Rasullulah SAW, bersabda:
“ apa yang dilihat orang muslin baik, maka hal itu baik di sisi Allah” (HR.
Malik).
Seperti halnya yang akan kita bahas yaitu dunia sufi, pesantren, dantri dan
kiai yang merupakan unsur budaya dan amaliyah dalam nahdlatul ulama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari dunia sufi?
2. Apa sajakah yang termasuk bagian dari dunia sufi?
3. Bagaimanakah definisi dari pesantren, santri, dan kyai?
4. Apa sajakah yang termasuk bagian dalam pesantren, santri, dan kiai?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari dunia sufi.
2. Mahasiswa mengetahui bagain dari dunia sufi
3. Mahasiswa mampu memahamai definisi dari pesanren, santri, dan kyai.
4. Mahasiswa mengetahui bagian yang terdapat pada pesantren, santri, dan kyai.
BAB 2
PEMBAHASAN
b) Santri
Santri adalah nama lian dari murid atau siswa. Nama santri dipakai khusus
untuk lembaga pendidikan pesantren, sedangkan gurunya bernama kiai, syeikh,
ustadz, atau sebutan yang lain.
c) Kyai/ Ulama
Sebutan kyai sudah popular dikalangan organisasi NU. Kyai di lingkungan
pondok pesantren berarti sarjana muslim, atau personifikasi orang yang
menguasai ilmu agama Islam dalam bidang tauhid, fiqih dan sekaligus seorang
ahli tasawuf. Tidak jauh beda dengan makna ulama. Kyai merupakan unsur
yang paling esensial dari suatu pesantren. Lazimnya pertumbuhan suatu
pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kyainya. Namun
kata kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga makna gelar, yaitu:
1. Gelar kehormatan bagi benda-benda yang dianggap keramat.
Umpamanya kyai garuda kencana (kereta yang ada di keratin
Yogyakarta)
2. Gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya
3. Gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang
memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajarkan kitab-kitab
klasik kepada para santrinya. Selain burglar kyai, ia juga seirng disebut
orang alim atau alim ulama, yang artinya orang mahir dalam
pengetahuan agamanya.
Namun, banyak uga orang alim yang cukup berpengaruh ditengah masyarakat
mendapatkan sebuta kiai, meskipun tidak memimpin pondok pesantren. Sifat-
sifat yang dimiliki seorang kyai antara lain:
1. Ilmunya tinggi
2. Zuhud
3. Ikhlas
4. Tawakal
5. Rasa sosialnya tinggi
6. Punya kesanggupan menegakan kebenaran
d) Masyayikh
Sebutan untuk para kyai senior, kyai sepuh, para kyai berpengaruh. Juga
berarti para guru besar yang sangat dihormati. Posisi masyayikh dalam jamiyah
mahdlatul ulama sangat istimewa, karena dari merekalah jamiyah NU bisa
berdiri dan bekembang.
e) Kitab Kuning
Adalah sebutan untuk kitab-kitab berhuruf arab yang biasa dipakai
dilingkungan pondol pesantren. Dinamakan “kitab kuning” karena kebanyakan
kertab yag dipakai berwarna kuning (atau mungkin juga karena sudah using).
Disebut juga dengan “kitab gundul” karena huruf-huruf yang ada didalamnya
kebanyakan tidak memakai harakat (tanda baca), yang bisa disebut gundul.untuk
bisa membacanya dibutuhkan keahlian tersendiri dengan kematangan ilmu
nahwu, sharaf dan balaghah.
Biasanya penggunaan kitab itu dengan cara memberikan makna dalam
bahasa setempat, yang ditulis dibawahnya secara miring dengan menggunakan
huruf Arab pegon. Makna yang seperti itu lazim disebut dengan “makna
jenggot” karena bentuknya menggantung seperti jenggot.
Jenis kitab kuning yang berkualitas dan berharga mahal dikenal dengan jenis
“Beirut” yang merupakan hasil import dari Libanon. Sedangkan tinta yang biasa
dipakai memberi makna adlaah tinta cinta yang berbentuk batangan, setelah
dihancurkan dan dicampur dengan air dan serar pohon pisang.
f) Ladzunni
Ialah pengetahuan yang diperoleh seorang saleh langsung dari Allah SWT.
Melalui ilham dan tanpa mempelajari terlebih dahulu melalui jenjang
pendidikan tertentu, oleh karena itu, ilmu tersebut bukan merupakan hasil dari
proses pemikiran, emlainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak Allah SWT.
Tentang adanya ilmu laduni ini, para ahli sufi merujuk pada al-khafi ayat 60-
82, yang mengisahkan perjumpaan nabi musa as. Dengan khidir as. Khidir
dianggap mempunyai ilmu laduni, sedangkan Musa menggunakan ilmu syariat,
ilmu pengetahuan biasa, ilmu lahir. Ilmu tersebut dinamakan “laduni” karena
terdapat ayat wa’allamnahu min ladunna ‘ilman (…. Dan yang telah kami
ajarkan kepadanya khidir as. Ilmu dari sisi kami).
Ttasawuf ada yang termasuk ilmu laduni, yaitu yang diterima langsung oleh
seseorang sufi dari tuhannya setelah dia membersihkan hatinya dengan riadhah
(tirakat) dan mujahadah (kesungguhan). Riadhah dan mujahdah tersebut
menghasilkan musyahadah (tembus pandang) pada keilahian tuhan, setelah
terbukannya hijab (dinding pembatas) antara hamba dan tuhannya. Ketika itulah
seorang hamba menerima limpahan ilmu laduni.
Ikhtiar untuk memperoleh ilmu laduni banyak dilakukan di pesantren-
pesantren salaf, dengan melakukan riadhah-riadhah tertentu melalui bimbingan
seseorang guru. Secara umum, jalan yang ditempuh itu lebihbanyak
menekankan pada beningnya hati, dibandingkan kuatnya pemikiran.
g) Salafiyah
Banyak unit pendidikan kaum Nahdliyin (pondo pesantren dan sekolah)
menggunakan kata Salaf atau Salafiyah. Hal yang sama banyak didapati dalam
kitab-kitab mereka. Sering terdengar kalimat “Ulama Salaf”, dan lain
sebagainya. Makna kata salaf adalah kuno atau pendahulu, lawan kata “Khalaf”
yang berarti modern atau yang datang belakangan. Kata salaf delapan kali
disebutkan dalam al-Qur’an, sedangkan kata khalaf hanya dua kali, yaitu pada
surat al-A’raf ayat 150 dan surat Maryam ayat 59.
Dalam lembaran sejarah Islam dari jaman Nabi, Sahabat, Tabi’in dan Tabi’it
Tabi’in, sampai tahun 300 hijriyah, tidak dijumpai adanya suatu madzhab yang
bernama madzah salaf. Begitu pula dalam al-Qur’an 30 juz dan hadits-hadist
nabi yang tertulis dalam Bukhari, Muslin, Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu
Majah, dan Ahmad, tidak pernah dijumpai adanya satu madzhab dalam Islam
yang bernama Madzhab Salaf. Tetapi diakui, bahwa pada saat ini, banyak
terdapat kata salaf, salafiyah, salafy yang dipakai orang. Biasanya dalam
konteks usuluddin dan ilmu fiqih.
Tetapi Sirajuddin Abbas memberikan pengertian batasan tentang makna
salaf dan khalaf itu sebagai berikut:
1. Aliran salaf, adalah cara-cara yang dilakukan sebagaian orang salaf,
yakni para sahabat rasul, Tbi’in, dan Tabi’it Tabi’in, dalam menafsirkan
ayat-ayat dan Hadist Nabi yang mutasyabih.
2. Aliran khalaf, adalah cara-cara yang dilakukan sebagain orang khalaf,
yaitu ulama-ulama yang hidup dihidup dibawah tahun 300 hijriyaj,
dalam menafsirkan ayat-ayat dan hadist-hadist yang mutasyabih.
Kalau dijaman sekarang banyak ditemukan kelompok salafy (bukan salaf
atau salafiyah), itu adalah kelompok baru lagi. Mereka menamakan diri
kelompok kuno, tetapi pada hakekatnya adalah kelompok baru dijaman
akhir. Kelompok salafy ini bukan berasal dari jamiyah NU, tetapi condong
kepada aliran wahabi yang ada di Saudi Arabia. Sedangkan komunitas NU
lebih banyak menggunakan kalimat salaf atau salafiyah (bukan salafy), yang
berarti tetap mempertahankan nilai-nilai kuno yang diajarkan para ulama
salaf. Meski tidak sedikit diantara mereka juga membuka diri pada
perubahan yang terjadi, sesuai dengan motto yang dipegang selama ini:
h) Khalafiyah
Adalah masalah-masalah fiqiyah yang masih diperselisihkan hukum atau
cara melakukannya oleh para ulama. Khilafiyah muncul karena berangkat dari
sudut pandang yang berbeda terhadap nash yang ada, sementara tidak ditemukan
dalil yang memastikannya. Lebih konkretnya, khilafiyah muncul sebagai akibat
sampingan proses ijtihad seseorang. Misalnya, hukum tentang alcohol. Sebagain
ulama menghukumi najis karena memabukan. Sebagian ulama yang lain
berpendapat kebalikannya, bahwa alcohol tidak najis karena bukan benda yang
memabukan, tetapi memiliki sifat membunuh seperti racun. Begitu pula ketika
seorang lelaki menyentuh tubuh kaum peremuan yang bukan muhrimnya.
Apakah membatalkan wudhu? Para ulama juga ikhtilaf dalam menghukuminya.
Khilafiyah adalah persoalan yang biasa dikalangan Nahdliyin. Sebab dalam
kibat-kitab fiqih yang menjad rujuan resmi organisasi, pemandangan seperti itu
bukanlah hal yang baru. Bahkan terjadi sejak sebelum organisasi resminya
didirikan. Diantara para imam madzhab (Syafi’I, Hambali, Hanafi, dan Maliki)
seringkali berbeda pendapat. Bergitu pula antara Imam Nawawi dan Imam
Rafi’i, juga sering kali tidak sependapat. Bahkan keduanya juga tidak jarang
harus berbeda keyakinan dengan guru mereka, Imam Syafi’i.
Perbedaan itu bila disikapi dengan kaku akan bisa melahirkan perpecahan.
Namun, bila disikapi dengan toleransi tinggi, justru akan memberikan manfaat
yang besar bagi kaum muslimin. Islam menjadi terasa luas. Disinilah akan
terlihat bahwa perbedaan adalah rahmat. Hadist Nabi menyebutkan : Ikhtilafu
ummati rahmatun (perbedaan umatku adalah suatu rahmat). Dan NU sudah
terbiasa dengan perbedaan itu sejak lama.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sufi adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang
memerang hawa nafsu, mencari jalan kesucuian dengan makrifat menunju
keabadian, saling menginagtkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji
Allah dan mengikuti syariat Rasululllah dalam mendekatkan diri dan mencapai
keridhaan-Nya. Adapaun bagian dari dunia sufi yaitu tasawuf, kamarah, barokah,
khadam, dan suwuk. Sedangkan, pondok pesantren adalah tempat pendidikan dan
pengajaran Islam dimana di dalamnya terjadi interaksi antara kyai sebagai guru dan
para santri dan kyai yaitu masyayikh, kitab kuning, ladzunni, salafiyah, dan
khalafiyah.
B. Saran
Kepada para pembaca kami ucapkan selamat belajar dan memanfaatkanlah
makalah ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih perlu
ditingkatkan mutunya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Subhan, Mohammad. Fedeli, Solaeman. 2007. Antologi NU: Sejarah Istilah Amaliah
Uswah. Surabaya: Khalista.