Anda di halaman 1dari 15

BUDAYA DAN AMALIYAH NU 4

(DUNIA SUFI DAN PESANTREN)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja

Yang Dibimbing oleh : Nanang rokhman saleh, S.ag, M.Th.I.

Disusun oleh

Devi oktavia azzahra (3330021015)

Camelia eka zulia rahma (3330021031)

PRODI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN TEKNOLOGI DIGITAL

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia
nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang dunia
sufi dan pesantren ini dengan baik. Dengan dibuatnya makalah ini kami harap semoga
dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Dalam pembuatan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah ataas bantuan dan bimbingan nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik. Kami menyadari pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik saran dari pembaca akan kami terima dengan rasa
syukur.

Surabaya, 01 Januari 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pandangan kuam nahdliyah, kehadiran Islam yang dibawa oleh
Rasullulah SAW, bukanlah untuk meolak segala tradisi yang mengakar menjadi
kultur budaya masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan-
pembenahan dan pelurusan terhadap tradisi dan budaya yang sesuai dengan rissalah
Rasullullah SAW. Budaya yang telah mapan menjadi nilai sesuai normative
masyarakat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam akan mengakulturasikan
bahkan mengakuinya sebagai bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri.
Dalam hal ini, Rasullulah SAW, bersabda:
“ apa yang dilihat orang muslin baik, maka hal itu baik di sisi Allah” (HR.
Malik).
Seperti halnya yang akan kita bahas yaitu dunia sufi, pesantren, dantri dan
kiai yang merupakan unsur budaya dan amaliyah dalam nahdlatul ulama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari dunia sufi?
2. Apa sajakah yang termasuk bagian dari dunia sufi?
3. Bagaimanakah definisi dari pesantren, santri, dan kyai?
4. Apa sajakah yang termasuk bagian dalam pesantren, santri, dan kiai?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari dunia sufi.
2. Mahasiswa mengetahui bagain dari dunia sufi
3. Mahasiswa mampu memahamai definisi dari pesanren, santri, dan kyai.
4. Mahasiswa mengetahui bagian yang terdapat pada pesantren, santri, dan kyai.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Definisi Dunia Sufi


Sufisme berasal dari bahasa arab Suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol
pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan
dan kesenangan). Ilmu tasawuf atau yang bisa disebut sufi adalah ilmu yang
mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerang hawa nafsu, mencari
jalan kesucian dengan makrifat menunju keabadian, slaing mengingatkan antara
manusia, serta berpengang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariah
Rasuulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.
B. Bagian dari dunia sufi
a) Tasawuf
Merupakan jalan untuk mencapai kemurnian jiwa dan kepatuan sejati akan
kebenaran wahyu ilahi yang telah diturunkan kepada rasulnya dalam pengertian
syariat yang jelas.
Tasawuf (sufisme) adalah suatu bagian dari akhlak Islami. Ia merupakan
ekspresi ruhaniyah ajaran Islam yang melahirkan sifat-sifat mulia dan kesucian
batin yang memanfcarkan sifat lahiriah. Dalam ajaran kaum sifi, dzikrullah
seperti istighfar, kalimat thayibah, tasbih, tahmid, tahlil, dan taqdis adalah
sumber caya Allah SWT. Depag bersama LPI mengklarifikasi tasawuf menjadi
tiga, yaitu:
1. Tasawud aakhlaqy adalah ajaran tasawuf yang membahas kesempurnaan
dan kesucian iwa melalui proses pengaturan sikap mental dan
pendisiplinan tingkah laku secara ketat. Untuk mencapai kebahagiaan
yang optimal, seseorang harus mengidentigikasi eksistensi dirinya
dengan ciri-ciri ketuhanan (takhalluk bi akhlaqillah) melalui pensucian
jiwa raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral dan
ber-akhlakul kharimah. Adapaun tokoh-yokoh sufi versi ini adalah Al-
Qusyairi, Al-Harawi dan Al-Ghazali.
2. Tasawuf amaly adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara
mendekatkan diri kepada Allah, yang konotasinya adalah Thariqah.
3. Tasawuf falsify adalah bentuk tasawuf yang memadukan antara visi
mistis dan visi rasional, baik dalam kerangka teoritis maupun praktis,
yakni pengalaman ruhaninya disampaikan secara sistematis dengan term
filsafah.
b) Karamah
Berasal dari Bahasa arab, yang berarti anugerah, kemuliaan, kemurahan hati,
perlindungan dan pertolongan Allah SWT, kepada seseorang hambanya. Dalam
ilmu tasawuf, karamah berarti keadaan yang luar biasa di luar pengalaman
manusia biasa yang diberikan Allah kepada para walinya. Di kalangan kaum
Nahdliyin, para ulama tertnetu diyakini memiliki banyak karamah, dan karamah
itu bisa menetas kepada orang yang didekatnya. Banyaknya orang berziarah ke
makam para wali, salah satu diantaranya adalah untuk mendapatkan tetesan
karamah atau berkah dari wali tersebut.
c) Barokah
Artinya bertambahnya kebaikan, kaum nahdliyin seringkali melakukan
tabarukkan kepada orang-orang laim dan makam-makam aulia, yaitu
mengharapkan keberkahan dari Allah SWT, dengan sesuatu yang mulia dalam
pandangan Allah SWT. Mereka bersilaturahmi kepada kiai sambil mencium
tanggannya saat berjabat tangan, membaca ayat-ayat Al- Qur’an di makan
orang-orang alim, dan lain sebagainya. Semua itu diniatkan untuk mencari
berkah.
d) Khadam
Khadam berarti pelayanan. Dalam dunia pesantren, khadam adalah
sebutuhan untuk santri laki-laki yan mengganungkan nasibnya dnegan bekerja
membantu kiai, atau orag yang sellau mendampingi kiai untuk melayani
kebutuhannya. Untuk santri perempuan dinamakan khadimah.
Sedangkan dalam dunia tasawuf, khadam makhluk yang menyertai suatu
bacaan. Setiap bacaan berasal dari al-Qur’an atau doa-doa tertentu diyakini
memiliki khadam penunggu. Khadam itu akan bisa muncul dan langsung
menjadi budak seseorang yang telah melakukan ritual dengan cara-cara yang
khusus. Mereka siap diperintah apapun oleh orang tersebut sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Jenis khadam berbeda-beda tergantung dengan doa
yang dibaca dan ritual yang dilakukan. Khadam ayat kursi tidaklah sama dnegan
khadam surat Yasin.
Tidak semua orang Nahdliyin suka memiliki khadam jenis ini, sebab mereka
yakin, khadam-khadam itu akan meminta ganti rugi atas pengabdiannya kepada
orang yang memerintahkannya kelak di akhirat nanti.
e) Suwuk
sKaum nahdliyin percaya dan akrab dengan budaya suwuk, yaitu
pengobatan yang dilakukan dengan doa-doa. Terlebih ketika dalam kondisi
mendesak, misalnya ketika pengobatan ilmiah sudah tidak memungkinkan untuk
dilakukan. Baik karena tidak adanya biaya atau para dokter sudah angkat tangan
tidak bisa menangani penyakitnya.
Suwuk biasanya dilakukan oleh para kiai yang wira’I, zuhud atau mereka
yang memang dalam ilmu ketabiban. Hampir semua kiai tempo dulu membekali
dirinya dengan ilmu suwuk ini, disinilah kelebihan kiai terlihat. Praktek nyuwuk
biasanya menggunakan wasilah (mediator) air putih, paling baik menggunakan
air zam-zam. Kalau tidak ditemukan, bisa juga menggunakan air hujan, air
sumur disekitar makan wali.
Wadah air dibuka tutupnya depan kiai, dibacakan doa-doa tertentu lalu
ditiupkan ke dalamnya. Macam-macam doa yang dibaca. Namun secara umum
doa itu adalah :

Artinya: “Ya Allah, Dzat yang dipertuhankan manusia, semoga engkau


berkenan menghilangkan kesuusahan dan menganugrahkahkan kesembuhan
pada ia yang sedang dicoba sakit, karena engkau adalah dzat yang maha
menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu,
kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain” (HR Bukhari dan Muslim).

C. Definisi dari pesantren, santri dan kyai


Kata pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapatkan imbuhan awalan
“pe” dan akhiran ‘an” yang menunjukan tempat, maka artinya adalah tempat para
santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata “santri”
(manusia baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren
dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik (Zzarkasy, 1998).
Santri adalah seseorang yang mendalami agama Islam, beribadat dengan
sungguh-sungguh, dan mendalami pengajiannya dalam islam dengan berguru
ketempat yang jauh seperti pesantren (KBBI). Kyai adalah sebutan untuk tokoh
ulama atau tokoh yang memimpin pondok pesantren (Nurhayati Djamas, 2008).

D. Bagain dari Pesantren, Santri, dan Kyai


a) Pesantren
Sejarah pondok pesantren bermula dari sistem pengembangan agama Islam
yang dinamis yang dirintis oleh Walisongo dan menyebar kepelosok nusantara.
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam.
NU sebagai organisasi keagamaa, sejak kelahirannya pada 1926, sangat
memperhatikan keberadaan pondok pesantren. Bahkan dalam anggaran dasarnya
(1927) maupun dalam Statutent Nahdlatoel Oelama (1927) dinyatakan bahwa
bidang garapan NU untuk mencerdaskan sumber daya manusia dengan
membantu pembangunan pondok pesantren.
Sedangkan fungsi pesantren adalah sebagai lembaga dakwah, pendekar
ulama, pengembangan ilmu pengetahuan dan pengabdian masyarakat. Secara
garis besar lembaga pondok pesantren dibagi menjadi dua kelompok besar.
Pertama, pesantren salafy, yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab
klasik (yang dikenal dengan istilah kitab kuning) sebagai inti pendidikan
pesantren. Kedua, pesantren khalafy, yang telah memasukan pelajaran-pelajaran
umum dalam madrasah yang dikembangkan secara klasikal. Ada tiga jenis
pondok pesantren, yaitu:
1. Pesantren kecil. Jumlah santrinya dibawah 1.000 orang dan pengaruhnya
dterbatas ditingkat kabupaten.
2. Pesantren menengah. Jumlah santrinya antara 1.000-2.000 orang dan
pengaruhnya menarik santri dari berbagai kabupaten.
3. Pesantren besar. Jumlah santrinya lebih dari 2.000, berasal dari berbagai
kabupaten dan provinsi.

Kitab-kitab klasik yang dianjarkan dipondok pesantren antara lain


menyangkut materi: nahwu, sharaf, fiqih, ushul fiqih, hadist, tafsir, tauhid,
tasawuf, dan akhlak. Termasuk cabang-vabang pengetahuan lainnya seperti
sejarah dan sastra arab. Nama pondok pesantren biasanya lebih dikenal dengan
nama desa tempat pondok itu berada daripada nama asli pesantrennya.
Komponen pokok pondok pesantren meliputi kiai (guru), santri (murid), asrama
(pondok), dan masjid (tempat ibadah).

b) Santri
Santri adalah nama lian dari murid atau siswa. Nama santri dipakai khusus
untuk lembaga pendidikan pesantren, sedangkan gurunya bernama kiai, syeikh,
ustadz, atau sebutan yang lain.
c) Kyai/ Ulama
Sebutan kyai sudah popular dikalangan organisasi NU. Kyai di lingkungan
pondok pesantren berarti sarjana muslim, atau personifikasi orang yang
menguasai ilmu agama Islam dalam bidang tauhid, fiqih dan sekaligus seorang
ahli tasawuf. Tidak jauh beda dengan makna ulama. Kyai merupakan unsur
yang paling esensial dari suatu pesantren. Lazimnya pertumbuhan suatu
pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kyainya. Namun
kata kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga makna gelar, yaitu:
1. Gelar kehormatan bagi benda-benda yang dianggap keramat.
Umpamanya kyai garuda kencana (kereta yang ada di keratin
Yogyakarta)
2. Gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya
3. Gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang
memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajarkan kitab-kitab
klasik kepada para santrinya. Selain burglar kyai, ia juga seirng disebut
orang alim atau alim ulama, yang artinya orang mahir dalam
pengetahuan agamanya.

Namun, banyak uga orang alim yang cukup berpengaruh ditengah masyarakat
mendapatkan sebuta kiai, meskipun tidak memimpin pondok pesantren. Sifat-
sifat yang dimiliki seorang kyai antara lain:

1. Ilmunya tinggi
2. Zuhud
3. Ikhlas
4. Tawakal
5. Rasa sosialnya tinggi
6. Punya kesanggupan menegakan kebenaran

d) Masyayikh
Sebutan untuk para kyai senior, kyai sepuh, para kyai berpengaruh. Juga
berarti para guru besar yang sangat dihormati. Posisi masyayikh dalam jamiyah
mahdlatul ulama sangat istimewa, karena dari merekalah jamiyah NU bisa
berdiri dan bekembang.

e) Kitab Kuning
Adalah sebutan untuk kitab-kitab berhuruf arab yang biasa dipakai
dilingkungan pondol pesantren. Dinamakan “kitab kuning” karena kebanyakan
kertab yag dipakai berwarna kuning (atau mungkin juga karena sudah using).
Disebut juga dengan “kitab gundul” karena huruf-huruf yang ada didalamnya
kebanyakan tidak memakai harakat (tanda baca), yang bisa disebut gundul.untuk
bisa membacanya dibutuhkan keahlian tersendiri dengan kematangan ilmu
nahwu, sharaf dan balaghah.
Biasanya penggunaan kitab itu dengan cara memberikan makna dalam
bahasa setempat, yang ditulis dibawahnya secara miring dengan menggunakan
huruf Arab pegon. Makna yang seperti itu lazim disebut dengan “makna
jenggot” karena bentuknya menggantung seperti jenggot.
Jenis kitab kuning yang berkualitas dan berharga mahal dikenal dengan jenis
“Beirut” yang merupakan hasil import dari Libanon. Sedangkan tinta yang biasa
dipakai memberi makna adlaah tinta cinta yang berbentuk batangan, setelah
dihancurkan dan dicampur dengan air dan serar pohon pisang.

f) Ladzunni
Ialah pengetahuan yang diperoleh seorang saleh langsung dari Allah SWT.
Melalui ilham dan tanpa mempelajari terlebih dahulu melalui jenjang
pendidikan tertentu, oleh karena itu, ilmu tersebut bukan merupakan hasil dari
proses pemikiran, emlainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak Allah SWT.
Tentang adanya ilmu laduni ini, para ahli sufi merujuk pada al-khafi ayat 60-
82, yang mengisahkan perjumpaan nabi musa as. Dengan khidir as. Khidir
dianggap mempunyai ilmu laduni, sedangkan Musa menggunakan ilmu syariat,
ilmu pengetahuan biasa, ilmu lahir. Ilmu tersebut dinamakan “laduni” karena
terdapat ayat wa’allamnahu min ladunna ‘ilman (…. Dan yang telah kami
ajarkan kepadanya khidir as. Ilmu dari sisi kami).
Ttasawuf ada yang termasuk ilmu laduni, yaitu yang diterima langsung oleh
seseorang sufi dari tuhannya setelah dia membersihkan hatinya dengan riadhah
(tirakat) dan mujahadah (kesungguhan). Riadhah dan mujahdah tersebut
menghasilkan musyahadah (tembus pandang) pada keilahian tuhan, setelah
terbukannya hijab (dinding pembatas) antara hamba dan tuhannya. Ketika itulah
seorang hamba menerima limpahan ilmu laduni.
Ikhtiar untuk memperoleh ilmu laduni banyak dilakukan di pesantren-
pesantren salaf, dengan melakukan riadhah-riadhah tertentu melalui bimbingan
seseorang guru. Secara umum, jalan yang ditempuh itu lebihbanyak
menekankan pada beningnya hati, dibandingkan kuatnya pemikiran.

g) Salafiyah
Banyak unit pendidikan kaum Nahdliyin (pondo pesantren dan sekolah)
menggunakan kata Salaf atau Salafiyah. Hal yang sama banyak didapati dalam
kitab-kitab mereka. Sering terdengar kalimat “Ulama Salaf”, dan lain
sebagainya. Makna kata salaf adalah kuno atau pendahulu, lawan kata “Khalaf”
yang berarti modern atau yang datang belakangan. Kata salaf delapan kali
disebutkan dalam al-Qur’an, sedangkan kata khalaf hanya dua kali, yaitu pada
surat al-A’raf ayat 150 dan surat Maryam ayat 59.
Dalam lembaran sejarah Islam dari jaman Nabi, Sahabat, Tabi’in dan Tabi’it
Tabi’in, sampai tahun 300 hijriyah, tidak dijumpai adanya suatu madzhab yang
bernama madzah salaf. Begitu pula dalam al-Qur’an 30 juz dan hadits-hadist
nabi yang tertulis dalam Bukhari, Muslin, Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu
Majah, dan Ahmad, tidak pernah dijumpai adanya satu madzhab dalam Islam
yang bernama Madzhab Salaf. Tetapi diakui, bahwa pada saat ini, banyak
terdapat kata salaf, salafiyah, salafy yang dipakai orang. Biasanya dalam
konteks usuluddin dan ilmu fiqih.
Tetapi Sirajuddin Abbas memberikan pengertian batasan tentang makna
salaf dan khalaf itu sebagai berikut:
1. Aliran salaf, adalah cara-cara yang dilakukan sebagaian orang salaf,
yakni para sahabat rasul, Tbi’in, dan Tabi’it Tabi’in, dalam menafsirkan
ayat-ayat dan Hadist Nabi yang mutasyabih.
2. Aliran khalaf, adalah cara-cara yang dilakukan sebagain orang khalaf,
yaitu ulama-ulama yang hidup dihidup dibawah tahun 300 hijriyaj,
dalam menafsirkan ayat-ayat dan hadist-hadist yang mutasyabih.
Kalau dijaman sekarang banyak ditemukan kelompok salafy (bukan salaf
atau salafiyah), itu adalah kelompok baru lagi. Mereka menamakan diri
kelompok kuno, tetapi pada hakekatnya adalah kelompok baru dijaman
akhir. Kelompok salafy ini bukan berasal dari jamiyah NU, tetapi condong
kepada aliran wahabi yang ada di Saudi Arabia. Sedangkan komunitas NU
lebih banyak menggunakan kalimat salaf atau salafiyah (bukan salafy), yang
berarti tetap mempertahankan nilai-nilai kuno yang diajarkan para ulama
salaf. Meski tidak sedikit diantara mereka juga membuka diri pada
perubahan yang terjadi, sesuai dengan motto yang dipegang selama ini:

“Memelihara nilai-nilai lama yang masih baik, dan mengambil nilai-


nilai baru yang lebih baik lagi.”
salah satu ciri sebuah pesantren salaf adalah para santri memakai sarung,
kopiah, baju lengan panjang dan sandal sebagai seragam resmi sekolahnya. Dan
kitabnya yang diajarkan adalah kitab-kitab kuning kuno karya para ulama salaf.
Sementara manajemen pesantren lebih banyak bertumpu pada pengasuhnya.

h) Khalafiyah
Adalah masalah-masalah fiqiyah yang masih diperselisihkan hukum atau
cara melakukannya oleh para ulama. Khilafiyah muncul karena berangkat dari
sudut pandang yang berbeda terhadap nash yang ada, sementara tidak ditemukan
dalil yang memastikannya. Lebih konkretnya, khilafiyah muncul sebagai akibat
sampingan proses ijtihad seseorang. Misalnya, hukum tentang alcohol. Sebagain
ulama menghukumi najis karena memabukan. Sebagian ulama yang lain
berpendapat kebalikannya, bahwa alcohol tidak najis karena bukan benda yang
memabukan, tetapi memiliki sifat membunuh seperti racun. Begitu pula ketika
seorang lelaki menyentuh tubuh kaum peremuan yang bukan muhrimnya.
Apakah membatalkan wudhu? Para ulama juga ikhtilaf dalam menghukuminya.
Khilafiyah adalah persoalan yang biasa dikalangan Nahdliyin. Sebab dalam
kibat-kitab fiqih yang menjad rujuan resmi organisasi, pemandangan seperti itu
bukanlah hal yang baru. Bahkan terjadi sejak sebelum organisasi resminya
didirikan. Diantara para imam madzhab (Syafi’I, Hambali, Hanafi, dan Maliki)
seringkali berbeda pendapat. Bergitu pula antara Imam Nawawi dan Imam
Rafi’i, juga sering kali tidak sependapat. Bahkan keduanya juga tidak jarang
harus berbeda keyakinan dengan guru mereka, Imam Syafi’i.
Perbedaan itu bila disikapi dengan kaku akan bisa melahirkan perpecahan.
Namun, bila disikapi dengan toleransi tinggi, justru akan memberikan manfaat
yang besar bagi kaum muslimin. Islam menjadi terasa luas. Disinilah akan
terlihat bahwa perbedaan adalah rahmat. Hadist Nabi menyebutkan : Ikhtilafu
ummati rahmatun (perbedaan umatku adalah suatu rahmat). Dan NU sudah
terbiasa dengan perbedaan itu sejak lama.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sufi adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang
memerang hawa nafsu, mencari jalan kesucuian dengan makrifat menunju
keabadian, saling menginagtkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji
Allah dan mengikuti syariat Rasululllah dalam mendekatkan diri dan mencapai
keridhaan-Nya. Adapaun bagian dari dunia sufi yaitu tasawuf, kamarah, barokah,
khadam, dan suwuk. Sedangkan, pondok pesantren adalah tempat pendidikan dan
pengajaran Islam dimana di dalamnya terjadi interaksi antara kyai sebagai guru dan
para santri dan kyai yaitu masyayikh, kitab kuning, ladzunni, salafiyah, dan
khalafiyah.
B. Saran
Kepada para pembaca kami ucapkan selamat belajar dan memanfaatkanlah
makalah ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih perlu
ditingkatkan mutunya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Subhan, Mohammad. Fedeli, Solaeman. 2007. Antologi NU: Sejarah Istilah Amaliah
Uswah. Surabaya: Khalista.

Djamas, Nurhayati. 2008. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan.


Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.

Anda mungkin juga menyukai