Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Konsep Adaptasi Fisiologis Aklimisasi


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Perkuliahan
Ilmu Lingkungan Ternak
yang di bina oleh Dosen Dhian Ramadhanty, S.Pt., M.Si

Disusun :
Nama : Muh Yusran Sukri
Nim : 0910580620016

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG
2021
A.      Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan suatu upaya
penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatuorganisme terhadap
suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan pada
kemampuan organisme untukdapat mengatur morfologi, perilaku, dan
jalur metabolisme biokimiadi dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan
lingkungan. Beberapa kondisi yang pada umumnya disesuaikan
adalah suhu lingkungan, derajat keasaman (pH), dan kadar oksigen. Proses
penyesuaian ini berlangsung dalam waktu yang cukup bervariasi tergantung dari
jauhnya perbedaan kondisi antara lingkungan baru yang akan dihadapi, dapat
berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu (Rittner,2005).

Aklimatisasi adalah sistem pelatihan atletik dimana tubuh dipaksa untuk


mengkompensasi tekanan dari kondisi iklim yang baru atau berbeda. Melalui
kompensasi, tubuh mampu mentoleransi tekanan fisik seperti dengan cara yang
lebih efisien, dan atlet biasanya akan mencapai kinerja fisik yang lebih baik.
Toleransi dikembangkan untuk kondisi pelatihan tertentu umumnya akan
menghasilkan hasil yang lebih baik kompetitif, dalam kompetisi di mana kondisi
iklim yang ada pelatihan, serta di lingkungan atlet terbiasa.
Perubahan musiman merupakan satu konteks dimana penyesuaian fisiologis
terhadap kisaran baru suhu lingkungan menjadi penting. Penyesuaian fisiologis
terhadap kisaran baru suhu eksternal terdiri atas banyak tahap. Hal ini bisa
melibatkan perubahan dalam mekanisme yang mengontrol suhu seekeor hewan.
Aklimatisasi juga bisa melibatkan penyesuaian nditingkat seluler. Sebagai contoh,
sel-sel bisa meningkatkan produksi enzim tertentu yang membantu
mengkompensasi rendahnya aktivitas masing-masing molekul enzim tersebut
pada suhu yang tidak optimum.
B.       Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas
dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari
lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan
lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam
interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).
Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003:529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada
dua antara lain:
a. Adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah
adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-
perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan
lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh
dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas.
b. Adjustive
Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri
tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-
aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang
tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin
sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah
duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga
tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain (Enung
dalam Nofiana, 2010:17):
1.      Faktor Fisiologis. Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah
laku yang penting bagi proses penyesuaian diri
2.      Faktor Psikologis. Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian
diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dsb.
Penyesuaian diri hewan dibedakan menjadi dua, yaitu penyesuain bentuk tubuh
terhadap lingkungan dan penyesuaian tingkah laku terhadap lingkungan.
1. Penyesuaian Bentuk Tubuh terhadap Lingkungan
Untuk dapat bertahan hidup, setiap makhluk hidup harus mempunyai bentuk
dan fungsi  tubuh yang paling sesuai dengan kondisi lingkungannya. Dengan
adaptasi yang dilakukannya, hewan dapat memperoleh makanan dan mampu
melindungi diri dari musuhnya. Berikut ini contoh beberapa hewan yang
menyesuaikan bentuk tubuhnya terhadap lingkungannya. 

a. Burung
Burung memiliki bentuk kaki yang berbeda-beda disesuaikan dengan tempat
hidupnya dan jenis mangsa yang dimakannya. Berdasarkan lingkungan dan jenis
makanan yang dimakannya, bentuk kaki burung dikelompokkan menjadi lima,
seperti pada tabel berikut. 

Tabel Berbagai Bentuk Kaki Burung


Bentuk paruh burung juga beraneka ragam. Keanekaragaman bentuk paruh
burung sesuai dengan jenis makanannya. Perhatikan keanekaragaman bentuk
paruh burung pada tabel 

b. Serangga
Untuk memperoleh makanannya, serangga memiliki cara tersendiri. Salah
satu bentuk penyesuaian dirinya adalah bentuk mulut yang bebedabeda sesuai
dengan jenis makanannya. Bedasarkan jenis makanan yang dimakannya, jenis
mulut serangga dibedakan menjadi empat, yaitu mulutpengisap, mulut penusuk,
mulut penjilat, dan mulut penyerap.
1) Mulut pengisap
Mulut pengisap pada serangga bentuknya seperti belalai yang dapat digulung dan
dijulurkan. Contoh serangga yang memiliki mulut pengisap adalah kupu-kupu.
Kupu-kupu menggunakan mulut pengisap untuk mengisap madu dari bunga. 
2) Mulut penusuk dan penghisap
Mulut penusuk dan penghisap pada serangga memiliki ciri bentuk yang tajam dan
panjang. Contoh serangga yang memiliki mulut penusuk dan penghisap adalah
nyamuk. Nyamuk menggunakan mulutnya untuk menusuk kulit manusia
kemudian menghisap darah. Jadi, selain mulutnya berfungsi sebagai penusuk juga
berfungsi sebagai pengisap. 

3) Mulut penjilat
Mulut penjilat pada serangga memiliki ciri terdapatnya lidah yang panjang dan
berguna untuk menjilat makanan berupa nektar dari bunga, contoh serangga yang
memiliki mulut penjilat adalah lebah. 
4) Mulut penyerap
Mulut penyerap pada serangga memiliki ciri terdapatnya alat penyerap yang mirip
spons (gabus). Alat ini digunakan untuk menyerap makanan terutama yang
berbentuk cair. Contoh serangga yang memiliki mulut penyerap adalah lalat.

c. Unta
Unta hidup di daerah padang pasir yang kering dan gersang. Oleh karena itu
bentuk tubuhnya disesuaikan dengan keadaan lingkungan padang pasir. Bentuk
penyesuaian diri unta adalah adanya tempat penyimpanan air di dalam tubuhnya
dan memiliki punuk sebagai penyimpan lemak. Hal inilah yang menyebabkan
unta dapat bertahan hidup tanpa minum air dalam waktu yang lama. 

2. Penyesuaian Tingkah Laku terhadap Lingkungan


Beberapa jenis hewan ada yang menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan
cara mengubah tingkah laku. Cara ini selain untuk mendapatkan makanan juga
untuk melindungi diri dari musuh atau pemangsa.

a. Bunglon
Bunglon dapat merubah warna kulitnya sesuai dengan warna tempat ia
berada. Ketika berada di pohon yang berwarna coklat maka tubuh bunglon akan
berrwarna coklat. Begitu juga ketika ia berada di pohon yang berwarna hijau maka
tubuhnya akan berwarna hijau. Perubahan warna tubuh pada bunglon disebut
mimikri. Hal ini merupakan bentuk penyesuaian diri agar ia terlindung dari
musuhnya.
b. Kalajengking
Kalajengking melindungi dirinya dari musuh dengan menggunakan
sengatnya. Sengatnya ini mengandung racun yang dapat membunuh musuhnya.
Selain kelajengking, hewan lain yang menggunakan zat racun untuk melindungi
dirinya dari serangan musuh adalah, kelabang, lebah, dan ular. 
c. Cumi-Cumi
Cumi-cumi melindungi diri dari musuhnya dengan cara menyemburkan
cairan, seperti tinta ke dalam air. Hal ini menyebabkan musuh yang
menyerangnya tidak dapat melihatnya dan ia dapat berenang dengan cepat untuk
menghindari musuhnya tersebut.

d. Siput
Siput memiliki pelindung tubuh yang keras dan kuat yang disebut
cangkang. Hewan jenis ini melindungi diri dari musuhnya dengan cara
memasukkan tubuhnya kedalam cangkang. Selain siput, kura-kura, dan penyu
juga memiliki cangkang yang digunakan untuk melindungi diri dari musuhnya.
e. Cecak
       Untuk melindungi diri dari serangan musuh, cecak memutuskan ekornya.
Bagian ekor yang putus ini dapat bergerak-gerak sehingga mengalihkan perhatian
musuhnya. Saat itulah ia pergi melarikan diri. Kemampuan cicak ini disebut
autotomi. Selain cicak, kadal kepiting, udang, bintang laut, laba-laba, cumi-cumi,
dan gurita juga mampu melakukan autotomi
f. Ikan paus
       Paus adalah mamalia yang hidup di air. Seperti hewan mamalia yang lain,
walaupun hidup di air paus bernapas menggunakan paru-paru. Padahal paru-paru
tidak dapat mengambil oksigen dari air. Paus dan semua mamalia yang hidup di
air, kurang lebih tiap tiga puluh menit muncul ke permukaan air untuk menghirup
oksigen. Mungkin kalian pernah melihat bagaimana perilaku paus lewat siaran
televisi. Ketika muncul ke permukaan air laut, paus mengeluarkan sisa pernapasan
berupa karbondioksida dan uap air yang sudah jenuh dengan air sehingga terlihat
seperti air mancur. Setelah itu paus menghirup udara sebanyak-banyaknya
sehingga paru-parunya penuh dengan udara. 

C.      Pola Perilaku Hewan


Semua organism memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons
terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila
respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama
terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu
organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita
cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan
menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita.
Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku
bawaan lahir atauinnate behavior), dan karena akibat proses belajar atau
pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi
perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku
yang terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat
hasil asuhan  atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus
berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku
disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga
terjadi suatu perkembangan sifat.
Ilmu perilaku hewan, ilmu perilaku satwa atau juga disebut etologi
(dari bahasa Yunani:,ethos, "karakter"; dan -logia) adalah suatu cabang
ilmu zoologi yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme
serta faktor-faktor penyebabnya.
Jenis - Jenis Pola Perilaku Hewan
Jenis prilaku yang terdapat pada hewan ada dua macam, yaitu:
1)        Prilaku bawaan (Innate Behaviour)
Prilaku yang dikendalikan secara genetik. Jenis-jenis dari prilaku bawaan
adalah gerakan refleks yang merupakan bentuk sederhana dari prilaku bawaan dan
insting yang merupakan bentuk kompleksnya (McLAren & Rotundo, 1985)
2)        Prilaku hasil pembelajaran (Learned Behaviour)
Prilaku hasil pembelajaran berdasarkan pengalaman yang didapatkan
organisme dan menghsilkan perubahan prilaku. Prilaku ini tidak dibedakandari
jenis gen pada organisme. Pembelajaran di dapatkan melalui adaptasi pada
perubahan (McLaren & Rotundo, 1985).

Jenis - Jenis  Perilaku Bawaan


Adapun jenis-jenis dari perilaku bawaan yaitu Taksis, Refleks, Naluri, Perilaku
Ritme dan Jam Biologis.
1.      Taksis: Bereaksi terhadap stimulus dengan bergerak secara otomatis langsung
mendekati atau menjauh dari atau pada sudut tertentu terhadapnya. Macam-
macam taksis: kemotaksis, fototaksis, magnetotaksis.
2.      Refleks: Respon bawaan paling sederhana yang dijumpai pada hewan yang
mempunyai system saraf. Refleks adalah respon otomatis dari sebagian tubuh
terhadap suatu stimulus. Respon terbawa sejak lahir, artinya sifatnya ditentukan
oleh pola reseptor, saraf, dan efektor yang diwariskan.
Contoh: refleks rentangan.
Mesin refleks rentang memberikan mekanisme pengendalian yang teratur dengan
baik, yang:
1. Mengarahkan kontraksi refleks otot
2. Menghambat kontraksi otot-otot antagonis
terus-menerus memonitor keberhasilan yang dengannya perintah-perintah dari
otak diteruskan, dan dengan cepat dan secara otomatis membuat setiap
penyesuaian sebagai pengganti yang perlu.

3.      Naluri: Pola perilaku kompleks yang, sebagaimana refleks, merupakan bawaan,


agak tidak fleksibel, dan mempunyai nilai bagi hewan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Naluri lebih rumit dibandingkan dengan refleks dan dapat
melibatkan serangkai aksi.

Pelepas Perilaku Naluriah: sekali tubuh siap di bagian dalam untuk tipe perilaku
naluriah tertentu, maka diperlukan stimulus luar untuk mengawali respon. Isyarat
yang memicu aksi naluriah disebut pelepas (release). Begitu respon tertentu
dilepaskan, biasanya langsung selesai walaupun stimulus efektif segera
ditiadakan.
Isyarat kimia, yaitu feromon, berfungsi sebagai pelepas penting pada serangga
sosial.

4.      Perilaku Ritme dan Jam Biologis: perilaku berulang-ulang pada interval


tertentu yang dinyatakan sebagai ritme atau periode. Daur perilaku ritme dapat
selama dua jam atau setahun. 

Jenis-Jenis Perilaku Terajar


Perilaku terajar adalah perilaku yang lebih kurang diperoleh atau dimodifikasi
secara permanen sebagai akibat pengalaman individu.
Perilaku terajar terdiri dari :
1.         Kebiasaan: hampir semua hewan mampu belajar untuk tidak bereaksi terhadap
stimulus berulang yang telah dibuktikan tidak merugikan. Fenomena ini dikenal
sebagai kebiasaan (habituasi) dan merupakan suatu contoh belajar sejati.

2.         Keterpatrian/Tanggap Tiru Imprinting: Merupakan salah satu contoh belajar


yang khusus dan nyata. Contoh: jika seekor anak angsa yang baru menetas
dihadapkan pada sebuah benda yang dapat bergerak dan mengeluarkan bunyi
yang dapat terdengar, hewan itu akan mengikutinya sebagaimana mereka
mengikuti induknya, Waktu penghadapan cukup kritis, karena jika dilakukan
beberapa hari setelah menetas, keterpatrian tidak terjadi. Keterpatrian ini dikenal
berkat penelitian Konrad Lorenz (Asnardin, 2011).
3.         Respon yang Diperlazimkan: merupakan perilaku terajar yang paling
sederhana, yang pada dasarnya adalah respon sebagai hasil pengalaman,
disebabkan oleh suatu stimulus yang berbeda dengan yang semula memicunya.
Ivan Pavlov, fisiologiawan Rusia, dalam penelitiannya dengan anjing menemukan
bahwa jika anjing diberi makanan pada mulutnya, ia akan mengeluarkan air liur
yang mungkin merupakan refleks bawaan yang melibatkan kuncup rasa, neuron
sensori, jaring-jaring neuron di otak, dan neuron motor yang menuju kelenjar
ludah. Pavlov kemudian menemukan jika pada saat meletakkan makanan di mulut
anjing ia membunyikan bel, anjing selanjutnya akan berliur setiap kali anjing
tersebut mendengar bel. Hal ini merupakan respon yang diperlazimkan. Anjing
telah belajar bereaksi terhadap stimulus pengganti, yaitu stimulus yang
diperlazimkan.
Percobaan mengenai pelaziman telah banyak memberi keterangan tentang
proses belajar pada manusia. Pelaziman terjadi paling cepat bila (1) stimulus yang
bukan diperlazimkan dan stimulus yang diperlazimkan sering diberikan bersama-
sama, (2) tidak ada pengalihan perhatian, dan (3) diberikan semacam
hadiah/imbalan untuk penampilan/prestasi yang berhasil terhadap respon bersyarat
tadi (Asnardin, 2011).
4.         Pelaziman Instrumental:  Prinsip pelaziman dapat dipakai untuk melatih hewan
melakukan tugas yang bukan pembawaan lahir. Dalam hal ini, hewan ditempatkan
pada suatu keadaan sehingga dapat bergerak bebas dan melakukan sejumlah
kegiatan perilaku yang berlain-lainan. Peneliti dapat memilih untuk memberi
imbalan hanya pada perilaku tertentu. Latihan ini dikenal sebagai pelaziman
instrumental atau pelaziman operan(istilah kedua diberikan oleh psikolog B.F.
Skinner yang terkenal karena dapat melatih merpati untuk bermain pingpong dan
bermain piano mainan) (Asnardin, 2011).
5.         Motivasi: Diantara kebanyakan hewan, motivasi (terkadang disebut juga
dorongan) dihubungkan dengan kebutuhan fisiknya. Seekor hewan yang haus
akan mencari air dan yang merasa lapar akan mencari makanan. Kepuasan
terhadap dorongan merupakan kekuatan motivasi dibalik perilaku hewan tersebut.
Sebagian besar perilaku spontan hewan-hewan ini merupakan akibat usaha
memelihara homeostasis. Banyak diantara dorongan ini bersumber dalam
hipotalamus. Dalam semua kasus, hipotalamus mengawali respon yang berakibat
penurunan dorongan tersebut, dan dapat pula menghambat beberapa di antara
respon tadi bila titik kepuasan tercapai.
Pada manusia, sebagian besar perilaku terhadap keinginan memuaskan
kebutuhan fisik, tidak selalu dapat diterangkan seperti keterangan di atas. Banyak
kegiatan yang dilakukan kendatipun tidak ada imbalan atau hukuman luar yang
didapatkan. Melakukan proses (kegiatan) itu sendiri sudah merupakan imbalan.
Simpanse dan manusia juga kadang mau bekerja untuk tujuan yang belum tampak
(Asnardin, 2011).
6.         Konsep: Kebanyakan hewan memecahkan masalah dengan mencoba-coba.
Selama ada motivasi yang memadai hewan akan mencoba setiap alternatif dan
secara bertahap, melalui kegagalan dan keberhasilan yang berulang, belajar
memecahkan masalahnya. Manusia umumnya tidak sekedar belajar dengan cara
mencoba-coba. Bila dihadapkan pada suatu masalah, manusia mungkin
melakukan satu atau dua usaha sembarang sebelum “berhasil” memecahkannya.
Respon ini disebut wawasan.
Wawasan mencakup menanamkan hal-hal yang telah dikenal dengan cara-
cara baru. Jadi merupakan tindakan kreatif sejati. Wawasan juga bergantung pada
perkembangan konsep atau prinsip.
Pemecahan masalah dengan menggunakan konsep melibatkan suatu
bentuk penalaran. Ada dua proses pemikiran berlainan namun berkaitan yang
terlibat, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif berarti
mempelajari prinsip umum dari pengalaman dengan situasi khusus dan jelas.
Penalaran deduktif, menerapkan prinsip umum pada situasi khusus yang baru
(Asnardin, 2011).
7.         Memori: Belajar bergantung kepada memori (ingatan). Jika organisme
bermaksud memodifikasi perilakunya dari pengalaman, maka ia harus mampu
mengingat-ingat apa pengalamannya itu. Sekali sesuatu dipelajari, maka memori
diperlukan agar yang dipelajarinya itu tetap ada.
Ada dua teori dasar tentang memori. Yang pertama menyatakan bahwa
memori merupakan proses dinamik. Menurut teori ini, sensasi menimbulkan
impuls saraf, yang kemudian beredar untuk jangka waktu tak terbatas melalui
jaring-jaring neuron dalam sistem saraf pusat. Hal ini memungkinkan karena
jaring-jaring interneuron yang amat luas dalam serebrum manusia. Teori dinamik
ini ditunjang oleh fakta yang menakjubkan bahwa belum pernah ditemukan
daerah khusus dalam otak manusia untuk penyimpanan memori yang lama.  Teori
yang kedua mengatakan bahwa setiap sensasi yang diingat kembali
mengakibatkan sedikit perubahan fisik yang permanen di dalam otak. Beberapa
biologiwan mengemukakan bahwa memori mungkin disimpan dalam kode
kimiawi di dalam otak. Beberapa memperhatikan RNA, beberapa memperhatikan
protein, sebagai substansi yang menyandikan memori. Masih terlalu dini untuk
menyatakan apa sifat memori itu. Bisa jadi proses dinamik maupun perubahan
fisika-kimia terlibat didalamnya (Asnardin, 2011).
Perolehan memori terjadi paling sedikit dalam dua langkah yang berbeda.
Pada manusia, kerusakan pada lobus temporal dapat mengakibatkan hilangnya
kemampuan mengingat pengetahuan baru selama kira-kira satu jam lebih.
Kerusakan seperti itu tidak berpengaruh pada memori yang diperoleh dalam
tahun-tahun sebelum kerusakan terjadi. Penderita sakit jiwa yang menjalani
pengobatan kejutan listrik tidak mengingat-ingat kejadian yang berlangsung
sejenak sebelum perlakuan tersebut, tetapi memori tentang peristiwa sebelumnya
tidak terhalang (Asnardin, 2011).
Daftar Pustaka
Rittner D, Bailey RA. 2005. Encyclopedia of Chemistry. Facts on File: AS
Biologi Jilid 3 edisi 5. Tanpa tahun. Jakarta: Erlangga
Alex Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
Desmita, 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Kartini Kartono, 2002. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Nofiana Sari, 2010. Pengaruh rasa percaya diri dan penyesuaian diri terhadap
kemampuan berinteraksi socia. Madiun: BK FIP IKIP PGRI Madiun
(Online)http://www.kajianpustaka.com/2013/01/teori-penyesuaian-
diri.html#ixzz2SP0xQ6gjdiakses tanggal 5 Mei 2013
Anonim, 2012. Etologi (Online)  http://id.wikipedia.org/wiki/Etologi di akses
tanggal 5 Mei 2013
Asnardin, 2011. Pola Perilaku Hewan (Online)
http://blog.student.uny.ac.id/pelangilova/2010/10/11/perilaku-binatang/
diakses tanggal 5 Mei 2

Anda mungkin juga menyukai