Anda di halaman 1dari 12

Komponen Kurikulum: Haji

FIRMANSYAH, MUH YUSRAN SUKRI, SRI WAHYUNI, SUKMA JAYANTI, EVYANA


KHOMALA MAHYUDDIN, NILAM CAHYA AGUSSALIM, ST.KHAERANI, FITMAH,
NURDILAH INDAH RAHMAN

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

Artikel ini mendeskripsikan tentang hakekat haji, sejarah haji,


mencaoai haju mabrur, hikmah serta makna spiritual haji bagi
kehidupan sosial.

Haji adalah salah satu rukun imam yang kelima yang wajibkan Allah
SWT kepada orang-orang yang mampu menunaikannya, yakin
kesangupan biaya serta sehat jasmani dan rohani untuk menunaikan
perintah tersebut. Kewajiban ibadah haji hanya sekali seumur hidup,
Keywords kewajiban ini baru disyariatkan pada tahun ke 6 hijiriyah setelah
 Hakikat Haji Rasulullah SAW hijrah ke madina, Rasul sendiri hanya sekali
mengerjakan hadi yang kemudian dikenal sebagai haji wada` tak lama
 Sejarah Haji
setelah itu, beliau wafat.
 Mencapai Haji Mabrur
 Hikmah Haji dalam Ibadah haji merupakan manifestasi ketundukan kepada Allah SWT,
Berbagai Aspek Melaksanakan ibadah haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat
 Makna Spiritual Haji Bagi harta dan kesehatan. Haji menempa jiwa agar memiliki semangat
Kehidupan Sosial juang tinggi segala kesulitan yang dihadapi sejak di tanah air hingga
di tanah suci dan kembali lagi ke tanah air merupakan tantangan yang
harus dihadapi seorang haji yang dengan itu ia sabar, tabah kuat,
PENDAHULUAN disiplin, dan tergolong berakhlak mulia.

Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima setelah syahat, shalat, zakat dan puasa yang wajib dilaksanakan oleh
setiap orang islam yang memenuhi syarat isitaah, baik secara finansial, fisik, maupun mental dan merupakan
ibadah yang hanya wajib dilakukan sekali seumur hidup. Ibadah haji adalah bentuk ritual yahunan yang
dilaksanakan kaum muslim sedunia dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa
tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai bulan haji (bulan dzulhijjah). Hal ini berbeda
dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.

A. Hakikat Haji
Hakikat ibadah haji pada dasarnya adalah suatu tindak mujahadah (upaya jiwa yang sungguh-sungguh)
untuk memeperoleh kesadaran musyahadah (penyaksian). Yakni proses kegigihan seorang hamba
mengunjungi Baitullah sebagai sarana bertemu (liqa’) dengan Tuhan. Ibadah Haji adalah simbol
kepulangan manusia kepada Tuhan yang Maha Mutlak. Oleh karena itu, niatkan haji hanya semata-mata
karena Allah Swt. Pakailah pakain kejujuran dan buang jauh-jauh sifat keangkuhan, kebanggaan dan semua
atribut (label) yang biasa melekat pada diri. Manusia harus menjadikannya titik orientasinya hanya kepada
Allah (QS. Al-An’am:162- 163), sebagaimana yang digambarkan ketika sedang thawaf. Bahwa kita bagian
dari seluruh jagad raya yang selalu tunduk dan patuh kepada Tuhan. Sekaligus gambaran akan larut dan
leburnya manusia dalam hadirat Ilahi (al-fana’fi Allah). Saat menyembelih kurban niatkan untuk
menyembelih “nafsu kebinatangan” yang ada dalam diri. Sifat egoisme, dehumanisme, sifat kerakusan,
keserakahan, ketamakan dan sifat-sifat buruk lainnya. Keberhasilan ibadah haji bukan dilihat dari berapa
kalinya seseorang menunaikannya. Akan tetapi lebih ditentukan oleh kesadaran musyahadahnya kepada
Tuhan. Karena musyahadah inilah yang akan membentuk visi kemanusiaan, keadilan dan solidaritas sosial.
Kesadaran yang demikian akan membentuk manusia yang arif. Yakni manusia yang mampu memberikan
kesejukan, kecintaan, kebenaran dan keadilan di muka bumi sehingga mampu membersihkan dari unsur-
unsur duniawi dan membangunnya di atas batin yang tulus dan suci. Dengan demikian, keadilan kejujuran
dan kemanusiaan sejati akan mudah tersemai di bumi.

1. Pengertian Haji
Menurut bahasa kata Haji berarti menuju, sedang menurut pengertian syar’i berarti menyengaja menuju
ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum
haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji
merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As
Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).

 MUHAMMAD BAQIR AL-HASBY


Menurut beliau dalam buku fikih praktisnya menyatakan bahwa haji berasal dari bahasa Arab hajj yang
berarti “menuju” atau “mengunjungi sesuatu”. Dalam konteks penggunaan kata hajj ini ialah yang
dimaksud dengan mengunjungi yaitu mengunjungi tempat atau daerah yang dihormati.

 AHMAD THIB RAYA DAN SITI MUSDAH MULIA


Dalam buku yang ditulis, kedua tokoh ahli ini menjelaskan bahwa haji atau hajji berarti niat untuk
pergi, berencana, bermaksud, atau agenda untuk menuju tempat tertentu.

 ABDURRAHMAN AL-ZAZIRI
Abdurrahman Al-Zaziri menyebutkan bahwa pengertian haji adalah menuju kemuliaan. Ini merupakan
arti secara bahasa.

 MUHAMMAD BAGIR AL-HASBY


Secara istilah, M. Bagir Al-Hasby menyebutkan bahwa haji merupakan suatu kegiatan mengunjungi
Ka’bah dan sekitarnya di kota Mekkah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Padang
Arafah, dan lain sebagainya ditambah lagi adalah kegiatan ini semata-mata dilakukan untuk
mendapatkan ridha Allah ta’ala.

 SAYYID SABIQ
Yang kelima adalah pengertian tentang haji menurut Sayyid Sabiq. Sabiq berpendapat dalam kitabnya
bahwa haji merupakan kunjungan ke Mekkah dengan tujuan mengerjakan ibadah thawaf, sa’i, wukuf,
dan melakukan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah Allah Swt.

 WABAH AZ-ZUBAILY
Yang terakhir ada pengertian menurut Wabah Az-Zubaily. Haji, menurut Az-Zubaily adalah
kesengajaan dalam mengunjungi Ka-bah untuk mengerjakan amal ibadah tertentu.

Dengan kata lain, dalam kitabnya beliau menyatakan bahwa haji merupakan agenda mengunjungi
tempat tertentu, pada masa tertentu, dan dengan rencana amalan tertentu.

a) Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain
Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji
dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan
wajibnya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,


“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia,
Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi
bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya
aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu
kalian sanggup.” (HR. Muslim).

b) Dalil Ijma` (Konsensus Ulama)


Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu.
Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya
sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan kafir. Haji merupakan
rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan.
jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari'atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam
Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah. Haji adalah suatu tindakan
mujahadat untuk memperoleh musyahadat, dan mujahadat tidak menjadi sebab langsung
musyahadat melainkan hanya sarana untuk mencapai musyahadat. Maka dari itu, karena sarana
tidak mempunyai pengaruh lebih jauh atas realitas segala hal, tujuan haji yang sebenarnya
bukanlah mengunjungi Ka’bah, melainkan untuk memperoleh musyahadat tentang Tuhan.

2. Syarat, rukun dan Wajib Haji


1) Kondisi diwajibkannya Haji,
 Islam
 Baligh
 Berakal
 Merdeka
 Kekuasaan (mampu}

2) Rukun Haji
 Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji
 Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
 Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf Ifadhah)
 Sa'i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali
 Tahallul artinya mencukur atau menggunting rambut sedikitnya 3 helai
 Tertib yaitu berurutan

3) Wajib Haji, Yaitu sesuatu yang harus dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung atasnya,
karena dapat diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih binatang. berikut kewajiban haji
yang harus dikerjakan:
 Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat
yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya Haji
 Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10 Dzulhijjah.
 Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13
Dzulhijjah).
 Melempar jumrah 'aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan
setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah wukuf.
 Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan 'Aqabah pada tanggal 11, 12
dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh kali tiap jumrah.
 Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.
 Sunat Haji
 Ifrad, yaitu mendahulukan haji terlebih dahulu baru mengerjakan umrah.
 Membaca Talbiyah
 Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika awal datang di tanah ihram, dikerjakan
sebelum wukuf di Arafah.
 Shalat sunat ihram 2 rakaat sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam
nabi Ibrahim.
 Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah
 Thawaf wada ', yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi
selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.

3. Dam / Denda
1) Macam-macam dam(denda)
a. Menyembelih seekor kambing, yang sah untuk qurban untuk disedekahkan kepada fakir
miskin. Kalau tidak bisa, boleh diganti dengan puasa 10 hari (3 hari dikerjakan waktu haji
dan yang 7 hari bisa dilakukan di kampungnya setelah pulang).

Denda ini di berikan kepada yang:

 Mengerjakan haji secara Tamattu.


 Mengerjakan haji secara Qiran
 Mulai ihram tidak dari Miqaat.
 Tidak bermalam di Muzdalifah
 Tidak bermalam di Mina
 Tidak melempar jumrah.

2) Menyembelih kambing untuk disedekahkan, atau puasa 3 hari atau memberi makan 3 sha’
(kira-kira sebanyak 7 kg) kepada 6 orang miskin. Denda ini diberikan kepada seseorang yang
melakukan salah satu hal-hal di dalam ihram yaitu:
 Memakai pakaian yang berjahit menyarung bagi laki-laki saja
 Memotong kuku
 Bercukur atau memotong rambut atau bulu badan
 Memakai minyak harum pada pakaian ataupun badan
 Bersentuh dengan perempuan dengan Syahwat
 Bersetubuh sesudah Tahallul-Awwal

3) Menyembelih seekor unta kalau tidak sanggup wajib menyembelih seekor sapi kalau tidak
mungkin dapat diganti menyembelih 7 ekor kambing kalau tidak bisa harga seekor unta
ditaksir harganya sebanyak harganya dibelikan makanan untuk disedekahkan kepada fakir
miskin kalaupun tidak sanggup maka wajiblah diganti dengan puasa untuk tiap-tiap 1 mud
makanan harga unta itu dengan puasa 1 hari. Denda ini di jatuhkan kepada orang yang
bersetubuh sebelum Tahallul-Awal.

4) Barang siapa yang membunuh hewan buruan di tanah haram maka wajib membayar dam
sebagai berikut:
 Menyembelih hewan yang serupa atau hampir sama dengan binatang yang terbunuh
 Kalau itu tidak mungkin wajib bersedekah makanan sebanyak harga binatang tersebut,
kalaupun tidak bisa boleh diganti dengan puasa, dengan perhitungan 1 mud 1 hari.

5) Barang siapa yang memotong kayu di tanah haram maka dendanya adalah:
 Bagi kayu besar dendanya seekor unta atau sapi.
 Bagi kayu kecil dendanya seekor kambing.

6) Bagi yang terhalang di jalan, sehingga tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah,
maka boleh tahallul dengan menyembelih seekor kambing di tempat itu, kemudian bercukur
atau memotong rambut dengan niat tahallul.
Tempat membayar denda
 Denda yang berupa menyembelih binatang dan memberi makan, dibayarkan di tanah
haram.
 Denda yang berupa puasa dibayarkan dimana saja kecuali yang telah ditentukan harus
dilakukan di waktu haji.
 Denda yang berupa menyembelih binatang karena terhalang dibayarkan di tempat ia
terhalang.

B. Sejarah Haji

Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Adam AS setelah mendapatkan perintah dari Allah SWT. Sejak
saat itu juga, Nabi Adam diperintahkan untuk melakukan tawaf (berjalan mengelilingi Ka’bah). Namun
banjir besar pada masa Nabi Nuh ternyata ikut menghancurkan Ka’bah. Akhirnya Ka’bah dibangun kembali
pada masa Nabi Ibrahim.

Pada masa Nabi Ibrahim, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun kembali Ka’bah dan
menyeru seluruh umat manusia supaya melakukan Tawaf. Pada masa ini jugalah dimulai ritual haji yang
akhirnya kita laksanakan sampai sekarang. Misalnya saja Tata cara lempar Jumroh di Mina. Pada saat itu
Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri, Nabi Ismail. Sepanjang perjalanan, setan
terus menerus membisiki Nabi Ibrahim agar imannya goyah dan membatalkan rencananya untuk
mengorbankan Nabi Ismail. Bukannya menjadi goyah, Nabi Ibrahim malah melempari setan dengan batu.
Kesabaran Nabi Ibrahim pun tidak sia-sia. Allah mengganti Ismail dengan seekor domba tepat sebelum Nabi
Ibrahim menyentuh leher Ismail.

Selain itu ada Ibadah Sa’i atau berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Ibadah ini melambangkan
pengorbanan dan dedikasi Siti Hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim di tengah-tengah gurun pasir yang
panas. Saat itu Siti Hajar ingin mencarikan air untuk Ismail yang masih bayi. Beliau berlari ke bukit Shafa
untuk mencari air. Karena tidak menemukannya, beliau kembali lagi ke bukit Marwah, dan beliau
melakukan itu sebanyak 7 kali, hingga akhirnya munculah sebuah sumber mata air yang kita kenal dengan
mata air Zamzam.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, Ka’bah sempat menjadi tempat pemujaan berhala oleh kaum Quraisy. Di
sana selalu tercium aroma kemenyan dan berhala-berhala terpajang di setiap sudut. Akhirnya Nabi
Muhammad SAW mendapatkan wahyu untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun 6 Hijriyah. Namun
karena dijegal oleh kaum Quraisy, Nabi Muhammad SAW tidak bisa melaksanakan ibadah haji saat itu.
Tetapi pada saat yang sama, Nabi Muhammad SAW menyepakati perjanjian Hudaibiyah yang akhirnya
membuat beliau dapat melaksanakan ibadah haji pada tahun 9 Hijriyah.

Telah diwajibkan sejak tahun ke-9 tahun Hijriah. Rasul Allah (damai dan sejahtera baginya) mengirimkan
300 dibawah pimpinan Hazrat Abubakr Siddiq untuk ke Makkah melaksanakan Haji.

Pada tahun berikutnya, tahun ke-10, Muhammad (damai dan sejahtera baginya) mengumumkan bahwa
beliau akan melakukan Haji setiap tahun. Beliau memimpin ribuan Muslim untuk melaksanakan Haji dan
menjelaskan kepada mereka bagaiman melakukan ritual Haji. Haji dikenal sebagai Haji al Wadaa’ atau Haji
perpisahan karena merupakan Haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad (damai dan sejahtera
baginya).

Nabi Muhammad SAW telah menunaikan fardhu haji sekali saja dan umroh 4 kali semasa hayatnya. Haji itu
dinamakan Hijjatul Wada/ Hijjatul Balagh/ Hijjatul Islam atau Hijjatuttamam Wal Kamal kerana selepas haji
itu tidak berapa lama kemudian beliau pun wafat. Beliau berangkat dari Madinatul Munawwarah pada hari
Sabtu, 25 Zulqo’dah tahun 10 Hijrah bersama isteri dan sahabat-sahabatnya bersama kurang lebih 90,000
orang Islam. Setelah menginap satu malam di Zulhulaifah, sekarang dikenali dengan nama Bir Ali, 10 km
dari Madinah, esoknya Nabi mengenakan pakaian ihram diikuti seluruh anggota rombongan. Mereka
berjalan bersama-sama dengan pakaian putih yang sederhana, perlambang kesederhanaan dan persamaan
yang amat jelas.

Dengan seluruh kalbu Muhammad SAW menengadahkan wajahnya kepada Tuhan sembari mengucapkan
talbiyah sebagai tanda syukur atas nikmat karunia-Nya diikuti kaum muslimin di belakangnya: “Labbaik
Allahumma Labbaik Labbaika laa syarikka laka labbaik, Innal haamda wanni’mata laka wal mulk Laa
syariika laka”, artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-
Mu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan
kebesaran untuk-Mu semata-mata Segenap kerajaan untuk-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.Di bawah
sengatan matahari gurun, di padang pasir yang tidak dikenal banyak umat, bergerak arus manusia dan kafilah
menuju satu titik. Mereka menyambut panggilan Nabi Ibrahim as beberapa abad silam. Tidak ada peristiwa
yang membedakan seseorang dengan lainnya. Tidak pula perbedaan ras, bangsa atau warna kulit.
Sesungguhnya, inilah pemandangan paling indah tentang asas persamaan bahwa semua makhluk sama di
depan Tuhan. Yang membedakan, hanya kadar iman dan takwa seseorang. Mereka memenuhi seruan Nabi
untuk saling mengenal, merajut kasih sayang, keikhlasan hati dan semangat ukhuwah islamiah. Dengan
penuh kesabaran pula mereka menanti tibanya Haji Akbar, dan rasa rindu bertemu Baitullah, dengan jantung
berdegup keras.

Hari ke-8 Zulhijjah yaitu Hari Tarwiyah, beliau pergi ke Mina bersama rombongannya. Selama satu hari
melakukan shalat dan tinggal bersama kaumnya. Malamnya di saat sang fajar menyembul setelah Shalat
Subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa’, tatkala matahari mulai tampak, beliau menuju Padang
Arafah. Dalam perjalanan yang diikuti ribuan muslim yang mengucapkan talbiyah dan bertakbir, Nabi
mendengarkan dan membiarkan mereka dalam kekhusyu’an. Pada tanggal 09 Zulhijjah yang jatuh pada hari
Jumaat, Rasulullah SAW melakukan wukuf di Arafah. Ketika berada di perut wadi di bilangan Urana, masih
di atas unta, Nabi berdiri dan berkhutbah di depan lebih 90.000 orang yang mengelilinginya. Itulah peristiwa
bersejarah yang dikenal dengan julukan “Al-Hijjatul Wada” atau “Haji Perpisahan’. Peristiwa yang begitu
mengesankan dan indah, serta merupakan khulasha (kesimpulan) ajaran Islam dan sunnahnya yang ia
wariskan kepada masyarakat Islam. Khutbah berlangsung di bawah panas matahari yang mampu membakar
ubun-ubun, dan didengarkan dengan khidmat. Kepada Umayyah bin Rabi’ah bin Khalaf diminta mengulang
keras setiap kalimat yang beliau sampaikan, agar didengar di tempat yang jauh. Sore harinya, rombongan
Rasulullah SAW bergerak ke arah Muzdalifah untuk bermalam di sana. Menjelang fajar, rombongan menuju
ke Mina untuk melakukan pelemparan jumroh kubro (Aqabah), menyembelih ternak kurban. Kemudian
menuju Baitullah untuk melaksanakan thawaf Ifadha’ dan kembali lagi ke Mina untuk melanjutkan
pelemparan jumroh.

Rasulullah SAW telah menyempurnakan semua rukun dan wajib haji hingga tanggal 13 Zulhijjah. Dan pada
tanggal 14 Zulhijjah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan Makkah Al-Mukarramah kembali menuju
Madinah Al-Munawwarah.

C. Mencapai Haji Mabrur


Dalam kitab Lisan al-‘Arab (IV/51), kata mabrur mengandung dua arti:
Pertama, mabrur berarti baik, suci dan bersih. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang
dilaksanakan dengan baik, tidak diperbuat di dalamnya hal-hal yang dilarang seperti berkata kotor, berbuat
fasik dan menyakiti atau mengganggu orang lain termasuk menyuap orang untuk kemudahan amalnya
sementara orang lain mendapatkan kesulitan karenanya. Di samping itu, bekal yang dibawa untuk berhaji
adalah bekal yang halal dan bersih.

Kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima dan diridhai oleh Allah Swt. Dalam hal ini, haji mabrur adalah
haji yang tata caranya dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya dan
memperhatikan syarat-syarat dan rukunnya serta hal-hal yang wajib diperhatikan dalam berhaji.

Syarat Haji Mabrur


Untuk meraih predikat haji mabrur, maka mesti terkumpul di dalamnya hal-hal berikut:
1 Hendaknya haji yang ia lakukan harus benar-benar ikhlash karena Allah, bahwa motivasinya dalam
berhaji tidak lain hanya karena mencari ridha Allah dan bertaqarrub kepada-Nya.
2 Haji yang ia lakukan mesti serupa dengan sifat haji Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam. Maksudnya
dalam melakukan proses ibadah haji, manusia dengan segenap kemampuannya mengikuti cara yang
dicontohkan Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
3 Harta yang ia pakai untuk berhaji adalah harta yang mubah bukan yang haram. Bukan diperoleh dari
hasil transaksi riba, tipuan, judi dan bentuk-bentuk lainnya yang diharamkan. Tapi, didapat dari usaha
halal.
4 Hendaknya ia menjauhi rafats (menge-luarkan perkataan yang menimbulkan birahi/bersetubuh),
berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman yang artinya: ‘Barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-
bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah 197).

Tanda Haji Mabrur

1 Sebenarnya yang mempunyai hak menilai kemabruran haji seseorang hanyalah Allah Ta’ala. Dan
sebagai manusia kita hanya bisa menilai mabrur tidaknya haji dari pandangan manusia saja. Ada
beberapa tanda haji mabrur menurut para Ulama Islam berdasarkan akan keterangan serta nash Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Berikut beberapa tanda ciri haji mabrur tersebut.

2 Segala amalan ibadah haji dilakukan dan berdasarkan atas keikhlasan mendapatkan keridhoan Allah
Ta’ala dan juga dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dalam melaksanakan ibadah haji
ini kita harus benar-benar meluruskan niatan hati kita ikhlas karena Allah, bukan karena kita naik haji
karena gengsi, untuk status sosial atau niat keliru lainnya untuk mendapatkan pandangan masyarakat
saja.

3 Harta yang digunakan dalam melaksanakan haji tersebut adalah dari hasil harta yang halal. Karena
sesuatu yang baik dalam hal apa pun akan menghasilkan hasil yang baik bila hal tersebut juga berasal
dari yang baik. Untuk itu bila kita memang menginginkan pergi haji dan melaksanakan ibadah haji
maka kita juga harus bisa memastikan harta yang dipakai kita adalah halal agar bisa bisa nantinya
mendapatkan haji yang mabrur.

4 Melaksanakan serangkaian ibadah haji yang telah dituntunkan dan ditambah serta dipenuhi dengan
amalan-amalan ibadah lainnya yang menyertainya seperti halnya memperbanyak dzikir di Masjidil
Haram, memperbanyak sedekah di kala haji dan berkata-kata yang baik. Point pentingnya adalah
dengan banyak melakukan kebaikan di dalam melaksanakan haji tersebut. Di antara amalan khusus
yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab:
“Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR. Al-Baihaqi 2/413 )
5 Tidak melakukan perbuatan maksiat khususnya dalam melaksanakan ihram. Larangan berbuat maksiat
ini memang dalam setiap tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya saat sedang
melaksanakan haji, maka meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat adalah salah satu cara agar haji
kita memperoleh kemabruran. Hal-hal yang termasuk dilarang dalam ihram dan haji adalah rafats,
fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji. Pengertian rafats adalah semua bentuk
kekejian dan perkara yang tidak berguna. Dalilnya adalah salah satunya hadist Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yaitu: “Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali
pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim (1350).

6 Kebaikan dan amal sholehnya meningkat setelah selesai melaksanakan ibadah haji dan tiba di tanah air.
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan
kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh melakukan perbuatan
buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.

Penekanan: Menjaga Amal


Seperti yang dikatakan oleh Al-Munâwi, diantara indikasi diterimanya amal haji seseorang adalah ia
kembali melakukan kebaikan yang pernah dilakukan dan tidak kembali melakukan kemaksiatan. Itu
bermakna tugas seorang hamba bukan hanya sekedar beramal shalih saja, tetapi yang lebih berat dari itu
adalah menjaga amal itu dari apa saja yang merusak dan menggugurkan-nya, riya’, dapat merusak amal
meskipun sangat tersembunyi, dan ini banyak sekali dan tak terhitungkan. Amal yang tidak sesuai sunnah
da-pat menggugurkan amal. Merasa berjasa kepada Allah juga dapat merusak amal. Mengganggu sesama
makhluk dapat membatalkan amal, dan sengaja menentang dan meremehkan perintah Allah dapat
membatalkannya dsb. (Ensiklopedi Islam Al-Kâmil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-
Tuwaijiri 865).

Langkah untuk mencapai haji mabrur

1. Menjaga Niat
Calon jamaah harus memastikan bahwa ia berniat haji hanya untuk Allah SWT. Pastikan untuk
menjaga hati dari keinginan dipuji atau dimuliakan dengan gelar haji. Karena itu, calon jamaah harus
benar-benar menjaga hati dan pikirannya sebelum, saat, dan setelah melaksanakan ibadah haji.

Agar memperoleh haji mabrur, pastikan tidak berangkat karena keinginan untuk dikagumi, hingga
tidak ada perasaan riya’ atau ujub saat pulang dari Tanah Suci. Jika ada tujuan lain (selain Allah) saat
menunaikan ibadah haji, bisa jadi waktu dan biaya yang dikorbankan untuk menunaikan haji tidak akan
bernilai apapun.

2. Mendalami Agama Islam


Agar memperoleh haji mabrur, seseorang harus memiliki pemahaman yang baik mengenai ajaran
Islam. Selain ajaran Islam pada umumnya, calon jamaah haji juga harus membekali diri dengan tata
cara haji yang baik sesuai syariat. Dengan begitu, jamaah haji bisa melaksanakan ibadah dengan baik
setibanya di Tanah Suci. Ilmu sangat penting untuk menggapai haji mabrur, karena amalan akan
menjadi sia-sia atau berkurang nilai pahalanya jika tidak disertai dengan ilmu.

Pahami apa yang harus dilakukan sebagai jamaah haji, lewat pengetahuan tentang wajib dan rukun haji.
Pelajari juga sunnah-sunnah yang bisa dilakukan saat beribadah di Tanah Suci.

Calon jamaah haji yang berhasil memperkaya diri dengan ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan haji, akan lebih mudah menghayati syi’ar-syi’ar Allah selama haji. Inilah yang akan
membuatnya semakin dekat dengan Allah, dan semakin memahami bahwa hanya Allah yang berhak
dimuliakan serta diibadahi.

Ia akan beribadah dengan tenang, khusyuk, dan penuh sikap pengagungan kepada Allah. Kondisi inilah
yang membuat ibadah haji lebih mudah diterima dibandingkan jika melaksanakannya dengan tergesa-
gesa dan hati yang kosong.

3. Memastikan Berangkat dengan Rezeki yang Halal


Perjalanan untuk melaksanakan ibadah haji memerlukan banyak pengorbanan, baik waktu maupun
finansial. Haji membutuhkan banyak biaya. Agar mencapai haji mabrur, calon jamaah haji harus
memastikan modal dana untuk menunaikan ibadah haji diperoleh dari rezeki yang halal.
Menggunakan uang haram (seperti tabungan yang tercampur bunga bank atau hasil riba dan perbuatan
haram lainnya) untuk melaksanakan ibadah haji adalah hal yang dilarang. Bukan hanya haram, ibadah
haji demikian akan membuat pengorbanan waktu dan tenaga jamaah tidak diterima. Amalan yang
dilakukan selama haji juga akan sia-sia.

4. Meningkatkan Ibadah
Berusaha meningkatkan ibadah hingga titik puncak harus dilakukan oleh jamaah yang ingin mencapai
haji mabrur. Karena itu, jamaah sebaiknya terbiasa dengan rutinitas ibadah yang banyak serta belajar
untuk menyempurnakannya. Ketika melakukan ibadah haji, jamaah harus memastikan terpenuhinya
syarat, rukun, serta wajib haji.

5. Menjauhi Larangan Haji


Ada tiga larangan dalam haji, yaitu rafats, fusuq, dan jidal. Ketiganya tidak boleh dilakukan selama
melaksanakan ibadah haji.

Dalam surat Al Baqarah ayat 197, Allah berfirman yang artinya “(Musim) haji adalah beberapa bulan
yang diketahui. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka
tidak boleh rafats, fusuq, dan jidal”.

Ibnu Abbas menjelaskan: rafats adalah berhubungan seksual, fusuq artinya perbuatan maksiat, dan jidal
berarti melakukan tindakan berbantah-bantahan.

Siapa yang menentukan mabrurnya haji?


Jamaah bisa mengusahakan pelaksanaan haji yang sebaik-baiknya. Mulai dari terpenuhinya syarat,
rukun, dan wajib haji. Semua itu akan berpengaruh pada sah atau tidaknya ibadah haji.

Akan tetapi, manusia biasa tidak memiliki pengetahuan untuk mengetahui apakah ibadah haji diterima
atau tidak. Apakah kita memperoleh haji yang mabrur atau tidak. Diterimanya ibadah haji berkaitan
erat dengan ibadah haji yang mabrur. Akan tetapi, diterima atau tidaknya ibadah haji merupakan
kewenangan Allah.

Para ulama menekankan bahwa mabrurnya haji bisa dilihat dari perilaku jamaah haji setelah kembali
dari Tanah Suci. Jika ia menjadi pribadi yang lebih baik, bisa jadi itu merupakan tanda diterimanya
ibadah haji. Karena itu agar memperoleh haji mabrur, kita hendaknya selalu berdoa agar Allah
berkenan menerima ibadah kita, serta menjaga ibadah dan perilaku, baik selama di Tanah Suci maupun
di Tanah Air.

D. Hikmah Haji Dalam Berbagai Aspek

 Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai
upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya
mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung.
 Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh
kekhusyu’an
 Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
 Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia.
 Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu karena
mempunyai persamaan atau satu akidah.
 Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari
seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
 Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat
memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam
menghadapi segala godaan dan rintangan.
 Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah, banyak meminta pengorbanan
baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
 Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan umat
Islam sedunia.
 Mewujudkan persaudaraan. siapapun yang melaksanakan ibadah ibadah haji, mengerjakan ritual-
ritualnya akan merasakan sebuah kesederhanaan, kesucian dan kebersihan diri. Bagi orang kaya yang
biasa mengenakan baju bagus dan bermerk, saat ibadah ibadah haji harus ditanggalkan untuk
mengenakan kain ihram. Semuanya serba putih. Sederhana dan suci. Pakaian dan ibadah-ibadah dalam
ibadah haji akan membersihkan dan menyucikan kita. Sepulang di tanah air akan menyingkirkan rasa
sombong berganti menjadi kesederhanaan dalam pelaksanaanya, ketika berada di pesawat, di
pemondokan, di masjid dan tempat-tempat lainnya dalam ibadah ibadah haji akan timbul rasa
kebersamaan dengan sesama jamaah. Kebersamaan dalam persaudaraan itu dapat dirasakan dimana
saja, seperti ketika antre kamar mandi, makan makanan katering bersama, thawaf atau lempar jumrah
bersama dan lain sebagainya. Tidak jarang setelah pulang ibadah haji, terbentuk keakraban dengan
sesama jamaah dimana sebelumnya tidak pernah terjadi.
 Memperoleh ketenangan batin. Dalam ibadah ibadah haji kita tahu banyak rintangan, cobaan dan ujian,
baik masalah fisik maupun hati. Kesemuanya itu akan melatih kita untuk pandai menguasai diri dan
mengendalikan emosi. Selain itu, ibadah ibadah haji menjadikan kita pandai melakukan muhasabah
atau proses introspeksi diri. Ketika menghadapi situasi di tanah air, kita bisa menjadi lebih dewasa
karena pernah mengalami ujian yang lebih berat ketika di tanah suci.
 Menghayati perjalanan hidup nabi Ibrahim AS. hikmah terbesar dalam ibadah ibadah haji adalah untuk
lebih memantapkan aqidah dan keyakinan terhadap kebesaran dan keagungan Allah swt. Dengan
menyaksikan semua kebesaran Allah maka iman dan aqidah kita menjadi kuat. Insya Allah kedepan
aqidah yang kuat tersebut akan menjadi bekal utama kita menjalani hidup makin bertambah baik di
tanah air.
 Dalam ibadah ibadah haji jamaah dilatih untuk mendisiplinkan diri untuk mematuhi berbagai macam
peraturan. Mulai dari ibadah yang dilakukannya, seperti mengenakan kain ihram hingga tata aturan
berada di negeri orang. Kita akan dilatih untuk selalu shalat lima waktu tepat waktu berjamaah. Kita
jga disiplin untuk berada diatas kendaraan sebelum waktunya agar tidak tertinggal. Ketika mengenakan
kain ihram, meskipun tidak ada yang tahu seorang pria mengenakan pakaian dalam atau tidak, tetap
larangan mengenakan pakaian berjahit ditaatinya. Di tanah air yang mempunyai kebiasaan ‘jorok’ akan
dipaksa tertib di tanah suci.
 Seseorang yang melakukan ibadah ibadah haji masing-masing akan memperoleh kenikmatan tersendiri
dalam taqarrub, ibadah dan bertobat kepada Allah awt. Perjalanan ibadah haji, mulai dari manasik
hingga kepulangan di tanah air menyimpan beribu kenangan indah. Sebuah kepuasan ritual bagi
seorang anak manusia yang mendekatkan diri kepada-Nya. Dan hasilnya, Allah memberikan
kenikmatan ibadah tersebut kepada sang hamba. Setiap jamaah ibadah haji yang pulang dari tanah suci,
rata-rata menyatakan keinginannya untuk suatu saat kembali lagi menunaikan rukun islam kelima itu.
 Menghilangkan kesombongan diri. Tahallul artinya menghalalkan apa-apa yang sebelumnya
diharamkan. Ketika kita ihram, ada beberapa hal diharamkan. Maka dengan tahallul hal tersebut
menjadi halal. Tahallul ditandai dengan menggunting rambut. Bagi pria bisa dipotong tiga helai, bisa
potong pendek dan bisa pula gundul. Sedangkan untuk wanita, rambut dipotong secukupnya. Tahallul
dengan mencukur rambut dapat diartikan membuang daki atau kotoran dosa. Rambut, kadang menjadi
sumber penyakit atau tempat mangkalnya kotoran. Dengan dihilangkannya tempat tersebut maka
badan, terutama kepala dan otak akan sehat dan segar. Oleh karena itu, tahallul kedua lebih disukai
gundul daripada memotong pendek. Rasulullah saw mendoakan mereka yang dicukur habis, tiga kali.
Sedangkan yang dipendekkan cuma didoakan sekali.

E. Makna Spiritual Haji Bagi Kehidupan Sosial

1 Makna Ikhrom
Memakai ihram, sesungguhnya kita diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini tidaklah abadi, melainkan
hanya senda-gurau belaka (QS. 29:64). Dalam hal ini, pakaian ihram dianalogikan sebagai kain kafan
yang setiap saat dapat membalut tubuh kita. Untuk itu, kita harus menyadari benar konsep innalillahi
wa innailaihi raji’un yang mengandung arti bahwa kita semua adalah makhluk ciptaan Allah SWT dan
kepada-Nyalah kita akan kembali itu makna dari ihram apabila ditinjau dari dimensi yang pertama,
yaitu dimensi vertikal. Lalu apakah makna ihram apabila dilihat dari dimensi horizontal?
Sesungguhnya, makna yang terkandung sangatlah sederhana yaitu kita diminta menanggalkan segala
kepalsuan dan diminta untuk senantiasa bertindak apa adanya. Hipokrit merupakan suatu sikap dimana
kita melegalkan kedustaan demi tercapainya keinginan pribadi. Sebagai contoh, kita sering mendengar
seseorang memuji atasannya demi kenaikan pangkat, bukan karena atasannya memang layak dipuji
karena kepribadiannya ataupun etos kerjanya.
Di samping itu, dengan memakai pakaian ihram kita disadarkan untuk melepaskan diri dari
kesombongan, klaim superioritas, maupun ketidaksamaan derajat atas manusia yang lain. Oleh karena
itu, kita diharuskan agar senantiasa berbuat baik dan mengedepankan sikap saling menghormati.
Apabila hal ini dapat terwujud, maka cita-cita akan perdamaian, toleransi, ataupun kerukunan
masyarakat akan lebih mudah untuk direalisasikan.

2 Makna Thawaf
Thawaf merupakan rangkaian dari ibadah haji dimana kita diharuskan untuk mengelilingi Ka’bah
sebanyak tujuh kali. Pada hakikatnya, thawaf dapat diartikan sebagai tindakan meniru perilaku alam
semesta yang senantiasa “berdzikir” kepada Allah SWT. Melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam,
kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya benda-benda alam senantiasa bergerak. Gunung yang
besar dan kukuh ternyata bergerak (bergeser), bulan bergerak dengan mengelilingi bumi, bumi
bergerak dengan mengelilingi matahari, dan mataharipun bergerak mengelilingi pusat dari gugusan-
gugusan bintang yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way) atau yang kita kenal dengan sebutan Black
Hole. Inilah makna thawaf dalam dimensi vertikal, yaitu penegasan bahwa sesungguhnya kita
merupakan bagian dari alam semesta yang tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta serta dan
diharuskan untuk senantiasa mengingat-Nya.

Dalam dimensi horizontal, kita diminta senantiasa hidup dengan penuh keteraturan seperti keteraturan
gerak benda-benda alam raya. Bayangkan, apabila gerakan yang dilakukan oleh benda-benda tersebut
tidak teratur, tentunya akan mengakibatkan chaos (suatu keadaan dengan penuh ketidakteraturan) yang
tentunya dapat membawa kehancuran. Sama halnya dengan benda-benda alam tersebut, manusia juga
dapat mengalami kehancuran apabila tidak hidup dalam keteraturan karena dapat memicu konflik.
Keseimbangan hidup, itulah kunci agar kita dapat hidup dalam keteraturan, ingat, alam raya diciptakan
juga atas dasar konsep keseimbangan (QS. 55: 7-9).

Selain soal keteraturan, dalam melaksanakan thawaf kita juga diingatkan bahwa sesungguhnya
kehidupan setiap manusia senantiasa berputar. Mungkin hari ini kita berada dalam kebahagian, tetapi
mungkin esok kita hidup dalam kesusahan. Sesungguhnya semua itu merupakan cobaan dari Allah
SWT. yang ingin menguji sampai sejauhmana tingkat keimanan kita.

3 Makna Sa’i
Setelah berthawaf, maka kita diminta melakukan sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan
bukit Marwah. Agar lebih mudah memahami sa’i, maka ada baiknya kita kembali mengingat peristiwa
sewaktu Nabi Ibrahim AS meninggalkan anaknya, Nabi Ismail AS, beserta istrinya, Siti Hajar di suatu
lahan tandus yang sekarang ini kita kenal dengan nama Mekkah. Kecintaan dan keikhlasan kepada
Allah SWT adalah wujud dari dimensi vertikal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran. Mungkinkah
Anda meninggalkan istri dan anak Anda yang baru lahir di sebuah lahan tandus dan tidak berpenghuni?
Adakah alasan lain untuk melakukan hal tersebut selain dari wujud kecintaan dan keikhlasan Anda
kepada Allah SWT, Tuhan sekalian alam? Sesungguhnya ini adalah wujud konkrit dari apa yang kita
sebut dengan Tauhid.

Keikhlasan Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya dan keikhlasan Siti Hajar untuk
ditinggalkan suami tercinta, karena semata-mata perintah Allah SWT merupakan suatu hal yang dapat
kita jadikan pelajaran. Apalagi pada masa yang sekarang ini saat kita mudah melalaikan perintah Allah
SWT, bahkan yang sederhana seperti menjaga kebersihan sampai yang wajib seperti shalat, karena hal-
hal yang bersifat duniawi.

Wahai anak-anak Adam masihkah engkau tidak menyadari bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanya senda-gurau belaka, dan sesungguhnya akhirat itu merupakan kehidupan yang sebenarnya?!
Janganlah pernah bergantung kepada suatu hal yang hanya sesaat, tetapi bergantunglah kepada sesuatu
yang abadi, yaitu Allah SWT. Mengapa demikian? karena sesungguhnya bergantung kepada suatu
yang sesaat merupakan suatu kesia-siaan.

Dalam dimensi horizontal sa’i, merupakan wujud dari kasih-sayang ibu kepada anaknya. Diceritakan
bahwa ketika Siti Hajar ditinggalkan, ia memiliki cukup persiapan air. Tetapi, ketika persediaan itu
mulai berkurang, rasa panik mulai menghinggapi dirinya dan ia pun segera berlari-lari dari bukit Shafa
ke bukit Marwah untuk mencari air. Ketika ia mulai lelah karena tidak menemukan air, tiba-tiba ia
tercengang ketika melihat air yang memancar dari bawah padang pasir. Kemudian secara spontan ia
seakan berbicara kepada air yang memancar itu agar berkumpul karena takut air itu akan kembali ke
dalam pasir. Air inilah yang kini kita kenal dengan istilah air Zam-Zam yang berasal dari bahasa Ibrani
yang berarti “kumpullah-kumpullah”.

Dalam makna yang lain, sa’i mengajarkan kepada kita bahwa apabila kita ingin mendapatkan sesuatu,
maka kita harus berusaha dahulu. Hanya saja, sekarang ini manusia menginginkan sesuatu yang instan,
karena tidak ingin lagi bersusah payah apabila ingin mendapatkan sesuatu. Bahkan, terkadang sampai
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya itu.

4 Makna Wuquf
Wuquf di (bukit) Arafah merupakan rangkaian ibadah haji setelah sa’i. Konon, saat Nabi Adam AS
diturunkan ke bumi, beliau terpisah dengan istrinya yaitu Siti Hawa, kemudian Allah SWT
mempertemukan mereka kembali di bukit Arafah. Oleh karena itu, ada semacam anggapan bahwa bukit
Arafah adalah Bukit Jodoh, apabila seseorang berdo’a di bukit tersebut untuk mendapatkan jodoh,
konon dia akan mendapatkan jodoh. Tetapi, sesungguhnya itu semua tidak lebih dari sekadar mitos.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa haji itu adalah Arafah, maksudnya adalah bahwa tidak akan
diterima haji seseorang apabila ia meninggalkan wuquf di Arafah. Lalu pertanyaannya adalah apa yang
sesungguhnya menyebabkan wuquf di Arafah sangat penting? Hal itu disebabkan karena ketika sedang
melakukan wuquf, Nabi Muhammad Saw. mendapat wahyu terakhir yang menyatakan bahwa Allah
Swt. telah meridhai Islam sebagai agama umat manusia (QS. 5:3). Selain itu, Nabi juga pernah
menyampaikan khutbatul wada’ (khutbah perpisahan) yaitu khutbah terakhir Nabi sebelum meninggal
beberapa bulan kemudian.

Dalam khutbah tersebut ada beberapa hal penting yang perlu dihayati, khutbah tersebut dibuka oleh
Nabi dengan pertanyaan: “Wahai sekalian umat manusia, tahukah kamu dalam bulan apa kamu ini, di
hari apa kamu ini, dan di negeri apa kamu ini?” Kemudian para hadirin menjawab: “Kita semuanya ada
dalam hari yang suci, bulan yang suci, dan di tanah yang suci.”

Mendengar jawaban tersebut, Nabi melanjutkan khutbahnya: “Oleh karena itu, ingatlah bahwa
hidupmu, hartamu, dan kehormatanmu itu suci, seperti sucinya harimu ini, dan bulanmu ini, di negeri
yang suci ini, sampai kamu datang menghadap Tuhan.” Sejenak Nabi terdiam, tetapi kemudian berkata
lagi: “Sekarang dengarkan aku, dengarkanlah aku, maka kamu akan hidup tenang; ingatlah kamu tidak
boleh menindas orang, tidak boleh berbuat zhalim kepada orang lain, dan tidak boleh mengambil harta
orang lain.”

Dari penjelasan di atas, makna wuquf dari dimensi vertikal adalah kembali sucinya kita di mata Allah
SWT. Tetapi, sucinya diri kita harus selalu disertai makna horizontal wuquf, yaitu dimana kita harus
senantiasa menghargai dan menghormati orang lain dengan cara tidak menindas, tidak berbuat zhalim,
dan tidak mengambil harta orang lain.

KESIMPULAN

Dari Materi yang membahas tuntas tentang haji dan umroh, dapat disimpullkan:
1. Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata
cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh
syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
2. Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan
mencukur atau menggunting rambut.
3. Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
4. Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
5. Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Aris. (2021). Pengertian Haji, https://www.gurupendidikan.co.id/rukun-haji/ , diakses pada 24 juni


2021, 10:48
Mardan, H. (2020). HAJI, MAKNA dan HIKMAHYA, https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/HAJI,--
MAKNA-DAN-HIKMAHNYA, diakses pada 24 juni 2021, 11:01
Rahmanto, Ilham. Pengertian Haji, https://ilhamteguh.com/pengertian-haji/, diakses pada 24 juni 2021, 11:21
Maulana, Tommy. (2019). Haji mabrur, https://umroh.com/blog/pengertian-haji-mabrur-dan-syaratnya/ , diakses
pada 24 juni 2021, 11.30
Bakri, (2015). Makna spiritual haji, https://aceh.tribunnews.com/2015/09/04/makna-spiritual-haji , diakses pada
24 juni 2021, 11:40
Hikmah ibadah haji dan umrah, https://shafa-alanshor.com/hikmah-ibadah-haji-dan-umroh/ , Diakses pada 24
Juni 2021, 12:10
Baraapilaut. (2016). Makna sosial haji, https://baraapilaut.blogspot.com/2016/08/makna-sosial-haji.html ,
diakses pada 24 juni 2021, 12:20
Abror, Muhammad. (2020). Hikamah haji dan umrah, https://sahabatmuslim.id/tag/makna-spiritual-haji-bagi-
kehidupan-sosial/, diakses pada 24 juni 2021, 12:34
Damhuri, Elba. (2020) SEJARAH HAJI, https://ihram.co.id/berita/qi5y1f440/sejarah-haji-makna-dan-hikmah-
haji, diakses pada 24 juni 2021, 12.46
Hafil, Muhammad (2020). Mengenal dam dan jenisnya pada saat ibadah haji,
https://ihram.co.id/berita/q985ep430/mengenal-dam-dan-jenisnya-saat-ibadah-haji, diakses pada 24 juni
2021, 12:56

Anda mungkin juga menyukai