Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia,
dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan
aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah akan menjadi orang yang
beruntung. Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya.
Haji merupakan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa.
Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan
menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangatdan harta.
Haji dalam struktur syari’at Islam termasuk bagian dari ibadah. Menunaikan
ibadah haji adalah ritual tahunan yang dilaksanakan oleh kaum muslim sedunia. Haji
dalam arti berkunjung ke suatu tempat tertentu untuk tujuan ibadah dikenal oleh umat
manusia melalui tuntunan agama.1 Ibadah ini merepresentasikan konsep hubungan
manusia dengan lingkungan semesta dan penciptanya, sehingga diharapkan dapat
mengantarkan manusia pada pengenalan jati diri, membersihkan dan menyucikan
jiwa.
Diantara hikmah disyari’atkannya haji adalah memebersihkan jiwa seorang
muslim dari dosa-dosa sehingga jiwa layak menerima kemuliaan Allah SWT di dunia
dan di akhirat. Tentunya kemuliaan tersebut diperoleh dengan usaha yang maksimal
hingga seseseorang yang melaksanakan ibadah haji memperoleh perdikat haji yang
mabrur.
Ibadah haji dilaksanakan bagi setiap orang muslim yang memenuhi
syaratsyarat finansial, fisik, maupun mental. Sementara ibadah haji sendiri
merupakan ibadah yang hanya wajib dilakukan sekali seumur hidup.2 Ibadah haji
merupakan ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslimin sedunia dengan
1
M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah Uraian Manasik, Hukum, Hikmah, & Panduan Meraih
Haji Mabrur, (Jakarta: Lentera Hati, 2012, Cet. II), h. 1.

2
Saefulloh Muhammad Satori, Sifat Ibadah Nabi., (Jakarta : Pustaka Amanah, 2004), h. 189

1
berkunjung dan melaksanakan kegiatan di beberapa tempat diarab saudi pada suatu
waktu yang dikenal dengan musim haji (bulan dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan
ibadah umroh yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu.
Haji sebagai salah satu bentuk ibadah memliki persyaratan yang lebih berat
bila di bandingkan dengan bentuk-bentuk ibadah lainnya dalam agama Islam. Untuk
dapat melaksanakan bentuk ibadah ini di perlukan kondisi fisik dan mental yang
prima, persediaan biaya yang memadai dan pengetahuan dasar mengenai tata cara
pelaksanaan ibadah haji. Karena itu bentuk ibadah ini tidak di wajibkan bagi setiap
orang Islam kecuali bagi mereka yang memiliki persyaratan tersebut, itupun hanya
diwajibkan di laksanakan sekali seumur hidup. Namun diluar itu semua tidak
menyurutkan niat dari para kaum muslimin untuk melakukan ibadah haji.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian haji menurut pandangan fiqh.
2. Bagaimanakah dalil-dalil yang menjadi landasan hukum haji.
3. Bagaimanakah rukun, syarat, dan wajib haji.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian haji menurut pandangan fiqh.
2. Untuk mengetahui dalil-dalil yang menjadi landasan hukum haji.
3. Untuk mengetahui rukun, syarat, dan wajib haji.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Haji Menurut Pandangan Fiqh.
Arti kata haji berasal dari bahasa Arab hajja-yahujju-hujjan, yang berarti
qoshada, yakni bermaksud atau berkunjung. Sedangkan dalam istilah agama, haji
adalah sengaja berkunjung ke Baitullah Al-Haram (Ka’bah) di Makkah Al-
Mukarromah untuk melakukan serangkaian amalan yang telah diatur dan ditetapkan
oleh Allah SWT sebagai ibadah dan persembahan dari hamba kepada Tuhan. 3 Haji
adalah sengaja mengunjungi Baitullah untuk melakukan serangkaian ibadah
ditempat-tempat tertentu pada waktu tertentu dan cara-cara tertentu dengan
mengharap ridha Allah SWT.
Haji dalam pengertian istilah para ulama, ialah menuju ke ka’bah untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, atau dengan perkataan lain bahwa haji
adalah mengunjungi suatu tempat tertentu pada waktu tertentu dengan melakukan
suatu pekerjaan tertentu. Yang dimaksud dengan “mengunjungi” itu ialah
mendatangi, yang dimaksud dengan tempat tertentu itu ialah Ka’bah dan Arafah.
Yang dimaksud dengan “waktu tertentu” itu ialah bulan-bulan haji, yaitu bulan
Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah dan 10 pertama bulan Zulhijjah. Yang dimaksud
dengan “perbuatan tertentu” itu ialah berihram, wukuf di Arafah, mabit di
Muzdaliffah, mabit di Mina, melontar jamrah, mencukur, tawaf, dan sa’i.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa haji harus dilakukan di
tempat tertentu, pada waktu tertentu, dan dengan perbuatan-perbuatan tertentu. 4
Ibadah haji tidak dilakukan di sembarang tempat, disembarang waktu, dan dengan
sembarang perbuatan. Apabila haji dilakukan dalam keadaan demikian itu bukanlah
haji.

3
Djamaluddin Dimjati, Panduan Ibadah Haji dan Umroh Lengkap, (Solo: Era Adicitra
Intermedia, 2011), h. 3.

4
Ahmad, Manasik Haji Terlengkap, (Jakarta: Arasindo, 2003), h. 228

3
B. Dalil-Dalil Yang Menjadi Landasan Hukum Haji
Haji merupakan ibadah fardhu yang diwajibkan atas tiap-tiap muslim yang
merdeka yang telah sampai umur, berakal lagi mempunyai kesanggupan, dalam
seumur hidup sekali. Haji juga merupakan bagian dari rukun islam yang ke lima,
dimana hal tersebut sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi:

Artinya: Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw bersabda, 'Islam dibangun di atas lima
dasar: 1) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali
Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah; 2) menegakkan
shalat; 3) membayar zakat; 4) haji; dan 5) puasa pada bulan Ramadhan.”5
Dari kelima ibadah yang disebutkan dalam hadits tersebut, haji merupakan
satu-satunya ibadah dalam islam yang memiliki corak historis. Ibadah ini merujuk
pada serangkaian peristiwa yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan
keluarganya. Meski begitu perulangan haji sesudah pelaksanaan yang pertama bukan
lagi peristiwa sejarah, melainkan sebagai ibadah. Untuk melaksanakan ibadah haji ini
Allah mewajibkan hanya bagi orang yang mampu atau sanggup mendapatkan
perbekalan, sebagaimana disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 97:
           
     

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa

5
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih Juz 1, (Kairo: al-
Salafiyah, 1979), h. 20.

4
mengingkari (kewajiban haji), maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”6
Berbicara tentang kewajiban haji dan umrah, telah diterangkan pula dalam Firman-
Nya. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 196:
    
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.”:7
Dalam ketentuannya haji ini hanya dapat dilaksanakan pada bulanbulan
tertentu saja, yakni Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah, yang kemudian oleh para
ulama menyebutnya sebagai miqat zamani.8 Sebagaimana dalam surat al-Baqarah
ayat 197 :
          
     ….. 
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak
boleh rafas (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak
senonoh atau bersetubuh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji.”9
Ayat dan hadis diatas menerangkan kepada umat islam yang ada di seluruh
penjuruh dunia tentang kewajiban haji dan umrah. Banyak sekali Orang-orang
muslim yang harus menempuh perjalanan jauh dari tempat berasalnya untuk
menunaikan ibadah haji dan umrah. Dalam perjalanan tersebut tidak mungkin setiap
orang bisa atau mampu melakukan perjalanan jauhnya dengan sendiri (Secara

6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaran
Penterjemah al-Qur’an), Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an, 2005, h. 62.

7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,… h. 31

8
Miqat pada asalnya, bermakna waktu yang kemudian dipakai juga dengan makna tempat.
Maka mit-mit haji ialah waktu melakukan ihram haji dan tempat mengerjakan ihram haji. Oleh karena
itu miqat zamani berarti masa-masa dimana harus dikerjakan amalan-amalan (manasik) haji. Lihat;
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Haji, h. 58.
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,… h. 31

5
individu), ia membutuhkan pemandu untuk mempermudah perjalanan ibadahnya,
dimana hal ini tidak lepas dari pelayanan dan manajemen operasional.

C. Rukun, Syarat, Dan Wajib Haji.


1. Rukun dan Wajib Haji
Rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Jika tidak
dikerjakan, maka hajinya tidak sah. Sedangkan wajib haji adalah kegiatan yang harus
dilakukan pada saat ibadah haji, yang jika tidak dikerjakan, maka penunai haji harus
membayar dam (denda).10 Rukun haji ada enam, yaitu ihram, wukuf di Arafah, thawaf
ifadhah, sa’i, tahallul, dan tertib. Berikut penjelasan masing-masing rukun tersebut:
a. Ihram. Berihram adalah niat memasuki aktivitas melaksanakan ibadah haji
atau umrah pada waktu dan tempat serta cara tertentu.11
b. Wukuf di Arafah. Waktu wukuf bermula dari saat tergelincirnya matahari
(masuknya waktu dzuhur) tanggal 9 Dzulhijjah hingga terbitnya fajar hari
berikutnya.12
c. Tawaf ifadhah. Thawaf ifadhah adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak
tujuh kali putaran.13
d. Sa’i. Sa’i adalah berlari-lari kecil di antara bukut Shafa dan bukit
Marwah.14
e. Tahallul. Tahallul adalah mencukur rambut atau memotong rambut kepala
minimal tiga helai.15
10
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah Tuntunan Lengkap Semua Rukun Islam,
(Jakarta: Suluk, 2011), Cet. I, h. 215 & 233

11
M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab, (Tangerang: Lentera
Hati, 2012), h. 227.

12
M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab,… h. 229
13
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 224

14
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 228

15
M. Hamdan Rasyid, Agar Haji & Umrah Bukan Sekedar Wisata, (Depok: Zhita Press,
2011), Cet. I, h. 29.

6
f. Tertib. Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun haji secara urut mulai dari
thawaf sampai tahallul.16
Adapun wajib haji ada lima, yaitu berihram di miqat, mabit di Muzdalifah,
mabit di Mina, melontar jumrah, dan thawaf wada’. Berikut penjelasannya:
a. Berihram di miqat. Calon haji harus memulai niatnya dan dari titik awal
tempat itu yang berniat melaksanakan haji/umrah sudah harus memakai
pakaian ihram. Yalamlam adalah tempat berihram calon jamaah haji yang
datang dari arah Indonesia bila ia langsung akan menuju ke Makkah dan
Bir Ali adalah tempat berihram calon jamaah haji yang datang dari arah
Indonesia menuju ke Madinah terlebih dahulu.17
b. Mabit di Muzdalifah. Mabit di Muzdalifah adalah menginap semalam di
Muzdalifah pada malam tanggal 9 Dzulhijjah. Waktunya dikerjakan
setelah wukuf di Arafah.18
c. Mabit di Mina. Mabit di Mina adalah bermalam selama 3-4 hari di suatu
hamparan padang pasir yang panjangnya sekitar 3,5 km. Waktunya adalah
malam tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Bermalam di Mina dilakukan
semalam penuh, yang boleh dilakukan mulai sore hari sampai terbitnya
fajar, dan juga boleh bermalam paling sedikit 2/3 malam.19
d. Melontar jumrah. Melontar jumrah adalah melempar batu pada sebuah
tempat yang diyakini untuk memperingati saat setan menggoda Nabi
Ibrahim agar tidak melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih
putranya, Nabi Ismail.16 Tanggal 10 Dzulhijjah melontar jumrah aqabah

16
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 233

17
M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab,… h. 242

18
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 234
19
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 240

7
dengan tujuh butir kerikil. Dan pada hari-hari Tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13
Dzulhijjah melontar ketiga jumrah.20
e. Thawaf wada’. Thawaf wada’ adalah suatu penghormatan terakhir kepada
Baitullah. Thawaf wada’ merupakan tugas terakhir dalam pelaksanaan
ibadah haji dan ibadah umrah di Tanah Suci.21
2. Syarat Haji
Adapun syarat-syarat haji sebagai berikut:
a. Islam. Setiap dari kita (orang Islam) berkewajiban untuk menunaikan
ibadah haji jika telah terpenuhi semua persyaratan-persyaratannya. Dan
jelas pula bahwa orang non Muslim tidak berkewajiban untuk menunaikan
ibadah haji, sehingga jika ada di antara mereka yang ikut melaksanakan
ibadah haji, maka ibadah haji mereka dianggap tidak sah.
b. Berakal. Artinya, setiap orang muslim yang waras, tidak mengalami
gangguan mental dan kejiwaan, maka ia berkewajiban untuk menunaikan
ibadah haji.
c. Dewasa (baligh). Dengan demikian anak kecil (belum baligh) yang diajak
bersama oleh orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji, maka
kewajiban ibadah haji tersebut belum gugur atas dirinya. Sehingga ia tetap
berkewajiban untuk menunaikannya saat ia telah memasuki masa akil
baligh nanti.
d. Mampu. Yang meliputi: ketersediaan alat transportasi, bekal, keamanan
jalur perjalanan, dan kemampuan tempuh perjalanan.22
e. Merdeka. Seorang budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia
bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan tuannya. Disamping itu,

20
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 241

21
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah,… h. 242
22
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,
(Jakarta: Amzah, 2009), h. 503

8
budak termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-
lain.23
Jadi syarat haji ada lima, yaitu Islam, berakal, baligh (dewasa), mampu, dan
merdeka. Jika syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka Bismillah, mantapkan niat
untuk berkunjung ke Baitullah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tugas manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT
sesuai dengan syari’at yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW, beribadah banyak
macamnya. Adapun yang menjadi tolak ukur seorang hamba di dalam ibadahnya
yaitu dengan melaksanakan shalat, dan sebagai penyempurna rukun Islam kita yaitu

23
Ahmad Abdul Madjid, Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah, (Surabaya: Mutiara Ilmu,
1993), h. 24.

9
ibadah haji. Ada beberapa kesimpulan yang dapat penyusun simpulkan dari
pembahasan ini, yakni :
1. Haji adalah sengaja berkunjung ke Baitullah Al-Haram (Ka’bah) di Makkah
Al-Mukarromah untuk melakukan serangkaian amalan yang telah diatur dan
ditetapkan oleh Allah SWT sebagai ibadah dan persembahan dari hamba
kepada Tuhan.
2. Haji merupakan ibadah fardhu yang diwajibkan atas tiap-tiap muslim yang
merdeka yang telah sampai umur, berakal lagi mempunyai kesanggupan,
dalam seumur hidup sekali.
3. Dalil-dalil yang menjadi landasan hukum haji diantaranya:
a. Surat Ali Imran ayat 97
b. Surat Al-Baqarah: 196-197
c. HR. Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhu
4. Rukun haji ada enam, yaitu ihram, wukuf di Arafah, thawaf ifadhah, sa’i,
tahallul, dan tertib.
5. Adapun wajib haji ada lima, yaitu berihram di miqat, mabit di Muzdalifah,
mabit di Mina, melontar jumrah, dan thawaf wada’.
6. Adapun syarat-syarat haji sebagai berikut:
a. Islam
b. Berakal
c. Dewasa
d. Mampu
e. Merdeka
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah Uraian Manasik, Hukum, Hikmah, & Panduan
Meraih Haji Mabrur, Jakarta: Lentera Hati, 2012, Cet. II
Saefulloh Muhammad Satori, Sifat Ibadah Nabi., Jakarta : Pustaka Amanah, 2004
Djamaluddin Dimjati, Panduan Ibadah Haji dan Umroh Lengkap, Solo: Era Adicitra
Intermedia, 2011
Ahmad, Manasik Haji Terlengkap, Jakarta: Arasindo, 2003

10
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Bukhari, Al-Jami’ Al-Shahih Juz 1, Kairo: al-
Salafiyah, 1979
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggaran Penterjemah al-Qur’an, Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih
Mushaf al-Qur’an, 2005
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Haji,
Moch. Syarif Hidayatullah, Buku Pintar Ibadah Tuntunan Lengkap Semua Rukun
Islam, Jakarta: Suluk, 2011
M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab, Tangerang:
Lentera Hati, 2012
M. Hamdan Rasyid, Agar Haji & Umrah Bukan Sekedar Wisata, Depok: Zhita Press,
2011
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,
Jakarta: Amzah, 2009
Ahmad Abdul Madjid, Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah, Surabaya: Mutiara Ilmu,
1993

11

Anda mungkin juga menyukai