Anda di halaman 1dari 10

HAKIKAT HIDUP DAN KERJA

Nama kelompok 7:
1. Nafi’un Ni’am
2. Nur Cholifah
3. Nurfaiz Najunda Sari
4. Rachmandani Lilik Nuramala
Kelas : 3C S1 Ilmu Keperawatan
Matkul : AIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


Jln. GANESHA 01 PURWOSARI KUDUS
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi, seperti
kebutuhan makan, minum, handphone, tas, rumah, kendaraan dan lain sebagainya, untuk
memenuhi kebutuhan tersebut kita harus bekerja. Agama Islam yang berdasarkan Alquran dan
Hadis sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya
mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan
dalam masalah yang berkenaan dengan kerja. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita
dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa
menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang
telah ditetapkan Alquran dan Hadis. Dalam makalah ini akan membahas tentang hakekat hidup
dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja, akhlak dalam bekerja, keharusan
profesionalisme dalam bekerja.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakekat hidup dan kerja dalam Islam?

2. Seperti apa rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?

3. Bagaimana akhlak dalam bekerja menurut Islam?

4. Bagaimana keharusan profesionalisme dalam bekerja menurut Islam?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Menjelaskan hakekat hidup dan kerja dalam Islam?

2. Menjelaskan rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?

3. Menjelaskan akhlak dalam bekerja menurut Islam?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Islam dan Persoalan Hidup dan Kerja

Hakekat hidup dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja, akhlak dalam
bekerja, keharusan professionalisme dalam bekerja.

1. Hakekat hidup dan kerja

Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai potensi yang
membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam
keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat
kebaikan dan keburukan. Allah swt. Katakana dalam surat al-Syams ayat 7-8“Demi Nafs
serta penyempurnaan ciptaanny, Allah mengilhamkan kepadanya kejahatan dan
ketaqwaan”. Allah mengilhamkan, berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs
dapat menangkap ma’na baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan
kebaikan dan keburukan.

Meskipun nafs berpotensi positif dan negative, namun diperoleh pula isyaratka
bahwa pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi negetifnya.
Hanya saja daya Tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Untuk itu manusia
dituntut agar memelihara kesucian nafsnya. Firman Allah dalam surat al-Syams ayay 9-
10.” sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang
yang Mengotorinya”Kecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan dipahami dari isyarat
ayat, misalnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286 “ Allah tidak membebani
seseorang, tetapi sesuai dengan kesanggupan nya.

Nafs memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa
dari apa yang diusahakannya”Selain nafs, dalam diri manusia juga terdapat qalb yang
sering diterjemahkan hati. Seperti dikemukakan di atas, bahwa nafs ada dalam diri
manusia, qalb pun demikian, hanya saja qalb yang merupakan wadah dipahami dalam arti
alat, sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 179 “mereka mempunyai qalb,
tetapi tidak digunakan untuk memahami”. Selain kata qalb,dalam al-qur’an juga terdapat
kata fu’ad, seperti dalam firman-Nya dalam surat al-Nahl “Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu maka Dia memberimu (alat)
pendengaran, (alat) penglihatan serta hati, agar kamu bersyukur (mempergunakannya
memperoleh pengetahuan)”Kemudian manusia juga memiliki ruh, sebagaimana firman-
Nya dalam surat al-Isra’ ayat 85 “ Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh,
katakanlah Ruh adalah urusan Tuhanku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit” Ada
yang berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa, tetapi apa bedanya manusia
dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain ?. Dalam surat al-mu’minun
dijelaskan bawa dengan ditiupkannya ruh, maka menjadilah makhluk ini khalq akhar
(makhluk yang unik), yang berbeda dengan makhluk lain. Karena manusia memiliki ruh
lah ia mudah menerima wahyu dari Allah swt.

Mempelajari wahyu dikatakan santapan rohani, bukan santapan nyawa. Manusia


berpotensi mendapatkan hidayah Karena mempunyai roh.Selain memiliki nafs, qalb, dan
ruh manusia juga memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-qur’an menggunakan bentuk kata
kerja masa kini dan lampau. Dari segi bahasa, kata ini dapat diartikan tali pengikat,
penghalang. ‘Aql merupakan sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang
terjerumus dalam kesalahan atau berbuat dosa.

Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151 “…” dan janganlah kamu
mendekati perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali demi kebenaran, itulah wasiat Allah
kepadamu agar kamu ber’aqal (dapat memahaminya)” Menurut Hamka, dalam bukunya
Falsafah Hidup, Islam sangat memuliakan ‘aql, maka dari itu Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi “aql. Orang yang dapat menempatkan dirinya merasa terikat pada
aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya, maka itulah sebenarnya orang-orang yang
ber’aqal.

Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat menggunakan ‘aqalnya jauh


dari perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah, hatinya jadi tentram sehingga
dirinya terkendali kejalan yang diredhai Allah, terhindar dari langkah-langkah syetan
yang buruk Demikianlah hakekat hidup manusia dengan berbagai potensi yang terdapat
dalam dirinya untuk melaksanakan pekerjaan.
2. Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja

Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abu bakar siddiq berkata “aku benci
orang berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik kerja untuk dunia atau untuk
kepentingan di akherat kelak”Dalam hal ini khalifah umar sangat menghargai dan
menyenangi orang yang rajin bekerja dan beraktifitas Sebagai muslim yang ta’at, Umar
selalu mendorong umat Islam untuk memiliki semangat bekerja dan beramal, serta
menjauhkan diri dari sifat malas.

Rasulullah bersabda “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian,
sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang
lain. Dan akau berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika hidup dan
mati). (H.R Bukhari dan Muslim) Orang muslim yang akan berhasil dalam hidupnya
adalah kemampuannya meninggalkan perbuatan yang melahirkan kemalasan/tidak
produktif dan digantinya dengan amalam yang bermanfa’at. Sabda Rasulullah Saw. Dari
Abu Hurairah “Sebaik-baik Islamnya seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang
tidak bermanfa’at” (HR. Tarmizi).

Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang halal
dan memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai ibadahnya
kepada Allah swt. Firman-Nya: “Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah
kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya
agar kamu beruntung” (al-Jmu’ah: 10) Dalam pandangan Islam bekerja merukapan
bagian dari ibadah, makaaplikasi dan implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh
akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika profesi. Etika/akhlaq yangmencerminkan sifat
terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah, futhanah, amanah dan tablig. Dari uraian diatas, dapat
difahami, bahwa seorang muslim yang akan mendapat kasih sayang dari Allah swt.
Adalah apabila orang itu jauh dari sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfa’at, rajin bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa semua
aktifitas yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Swt.

3. Akhlak dalam bekerja


Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka pikirannya kepada
keindahan ciptaan Allah.

Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala urusan dunia dan
kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya, senantiasa berzikir dan
tawakal kepada-Nya. “ sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang bertawakal
( yaitu) orng-orng yang mengingatAllah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( sambbil berkata)
Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sis-sia, maha suci Engkau,
maka peliharalah kami dari api neraka” (Ali Imran ayat 190-191)

Dalam bekerja dia tulus danpatuh kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun,
tidak boleh melampai batas, selalu ta’at mengikuti bimbingan Allah meskipun tidak
sesuai dengan keinginannya. Dia bertanggung jawab menjalankan kewajiban pekerjaan
yang telah ditetapkan untuknya. Bila ia mendapatkan kendala, segera mencari
penyebabnya dan siapmemikul semua konsekwensinya.

Dia memahami sabda Rasul Saw. “Betapa indahnya urusan orang Islam. Seluruh
urusan (kerjanya) adalah baikbagi dirinya. Jika ia mengalami kemudahan, ia bersyukur,
dan yang demikian itu baik bagi dirinya, jika ia mengalami kesulitan , ia menghadapinya
dengan sabar dan tabah, dan itupun juga baikbagi dirinya (HR. Bukhari).

Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan selalu bersyukur,


ketika menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar . Mudah dan sulit baginya sama, karena
semua itu adalah untuk menguji kekuatan imannya. Pada sa’atnya ia mendapatkan
kesalahan dalam bekerja, menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera
bertobat, segera ingat akan Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan memohon
ampun atas kekeliruannya.

“Sesungguhnya orang-orang yangbertaqwa bila dalam dirinya timbul perasaan


was-was dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka waktu itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya (al-A’raf :201) Demikianlah akhlak seorang muslim
dalam bekerja.
4. Keharusan Profesionalisme Dalam Bekerja

Profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang pekerjan yang
menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang yang memang
ahlinya, tentu akanmendapatkan hasil yang bermutu dan baik. Sebaliknya suatu pekerjaan
yang dilaksanakan oleh seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang
tidak bermutu dan bahkan akan berantakan. Sabda Rasul Saw. “Bila menyerahkan suatu
urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.

Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun pekerjaannya, kalau
ingin mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik, maka dia harus profeisinal / ahli
dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya itu.

Ahli dalam bekerja, berarti menguasai ilmu pengetahuan yang berhubungan


lansung dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja dalam dunia pertanian, tentu
dia harus bereilmu tentang tanaman, pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus
mengerti, memahami dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan
kewajibannya dalam pertanian. Sifat kreatifits dan kemampuan melakukan berbagai
macam inovasi yangbermanfa’at tentang pertanian akan muncul dalam dirinya.

Tentunya kreatif dan inovatif hanya mungkin akan dimiliki manakala seseorang
selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi
yang berhubungan dengan pekerjaan apapun bentuk pekerjanya.

Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu keguruan, jangan
setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang profesi keguruan sampai akhir
hayatnya.

Firmam Allah dalam al-Baqarah: 208” Hai orang yang beriman, masuklah kamu
kedalam kedamaian /Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-
langkah setan, karena setan itu adalah musuhmu yang nyata”. Tersirat dalam ayat ini,
bahwa aktifitas apapun yang dilakukan menuntut pelakunya untuk berilmu secara
mendalam dan menyeluruh (kaffah) sesuai dengan profesinya.
Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya kedalam wadah
islam secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya berada dalam wadah islam
/kedamaian. Ia damai dengan dirinya, keluarganya, seluruh manusia, binatang, tumbuh
tumbuhan dan alam raya semuanya. Wadah Islam secara menyeluruh yang dimaksud juga
penguasaan ilmu islam secara menyeluruh sehingga mampu melaksanakan aktifitas islam
dengan berkualitas dan bermutu.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik,
psikologis, maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan
individu itu sendiri. Manusia diwajibkan untuk berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak
menurunkan harta benda, iptek dan kekuasaan dari langit melainkan manusia harus
mengusahakannya sendiri. Manusia harus menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi
bagi setiap muslim. Kemandirian atau ketidak ketergantungan kepada belas kasihan orang lain
ini mengandung resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja keras. Dan syarat itu adalah memahami
konsep dasar bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan pemahaman ini, maka akan terbangun
etos kerja yang tinggi.

Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga,
dan memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung tinggi nilai kerja, tetapi Islam
juga memberi balasan dalam memilih jenis pekerjaan yang halal dan haram.

B. Saran

Bekerja dengan sunguh-sunguh merupakan mencirikan seorang muslim yang taat kepada
Allah Swt. Allah tidak merubah nasib suatu kaum selain kaum itu merubah nasibnya sendiri,
kehidupan kita tidak terlepas dari kebutuhan-kebutuhan sandang dan pangan. Untuk memperoleh
itu semua kita harus bekerja untuk memperoleh kondisi ekonomi yang baik, Islam sudah
memberikan penjelasan bagaimana cara bekerja secara sungguh-sungguh dan professional.
Marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan rahmat dan ridho Allah Swt
dan memperoleh rezeki yang halal.
DAFTAR PUSTAKA

KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 2-
26.

Prof. Dr. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Jiwa dan Semangat Islam, Gema Insani Press,
Jakarta, 1992, hlm. 36-38.

Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1992,
hlm. 18-20

KH. Toto Tasmara, Ibid, hlm. 73-139.

Anda mungkin juga menyukai