Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Al Islam dan Kemuhammadiyahan

Dosen: Leonita Siwiyanti, S. Ag., M.M

Disusun oleh:
Arsal Ahsan Ath-Thariq (1841111057)

Astri Febrianti (1841111030)

Bella Mutia (1841111041)

Riris Riska Mulya (1841111052)

Siti Salva Adelia (1841111008)

Zalfa Saniyya Namira (1841111073)

Jl.R. Syamsudin No. 50, Cikole, Sukabumi, Cikole, Kota sukabumi,

Jawa barat Kode Pos 43113

2018
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kami
panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Macam-Macam
Akhlak”

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengalami beberapa hambatan dalam penyusanan
makalah ini. Namun atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak alhamdulilah akhirnya
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Maka dari itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepda pihak pihak yang telah membantu dan membimbing
kami dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini yang berjudul “Macam-Macam Akhlak” dapat
bermanfaat dan memberikan insfirasi baik itu bagi pembaca maupun bagi kami sebagai
penulis.

Sukabumi, 27 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................

A. Latar Belakang .........................................................................................................


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................................

A. Pengertian Akhlak ...................................................................................................


B. Macam Macam Akhlak ...........................................................................................
a. Akhlak terhadap Allah ...............................................................................
b. Akhlak terhadap Rasulullah SAW .............................................................
c. Akhlak terhadap individual dan social ......................................................
d. Akhlak terhadap Lingkungan ....................................................................
e. Akhlak terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara ..........................

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................

A. Kesimpulan ...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Allah menciptakan manusia bermcam-macam dan dengan alasan,tujuan dan manfaat
tersendiri, tak terkecuali manusia. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
sempurna juga tak luput dari kesalahan karena mannusia sendiri diberikan dan dibekali oleh
Allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan akal dan nafsu disertai hati
yang bersih menjadikan manusia mendapatkan derajat yang tinggi dari malaikat.

Akhlak merupakan masalah yang sangat penting dalam islam. Seorang dapat dikatan
berakhlak ketika dia menerapkan nilai-nilai islam dalam aktifitas hidupnya. Jika aktifitas itu
terus dilakukan berulang-ulang dengan kesadaran hatimaka akan menghasilkan kebiasaan
hidup yang baik.

Dengan demikian, sudah seharusnya kita selaku manusia mengetahui dan memahami
macam-macam akhlak agar dengan keberagamannya dapat menyatukan seluruh umat islam.
Allah pun menguus Rasulullah kedunia fana ini untuk menyempurnakan akhlak manusia.

.
B Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud akhlak ?

2.Bagaimana akhlak terhadap Allah SWT ?

3.Bagaimana akhlak terhadap Rasulullah SAW ?

4.Bagaimana akhlak terhadap lingkungan ?

5.Bagaimana akhlak terhadap individual dan social ?

6.Bagaimana akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?

C.Tujuan
Sebagaimana rumusan masalah diatas tujuan dibuat makalah ini adalah untuk
mengetahui apa itu akhlak dan macam macam akhlak berdasarkan penerapan akhlak .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Secara etimologi (lughotan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari
khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari
kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta),
makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaaan).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan
perilaku mahkluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang yang hakiki
manakala tindakan atau perilaku tersbut didasarkan kepada kehendak khaliq
(Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja merupakan tata
aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi
juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan
dengan alam semesta sekalipun.
Islam adalah agama yang mengatur cara berperilaku manusia. Tanpa perilaku
yang baik manusia akan sangat berpotensial dalam membuat kerusakan. Perlunya
membina ahlak adalah sebagai salah satu misi nabi Muhammad S.A.W dalam
haditsnya:
‫األخالق مكارم ألتمم بعثت إنما‬
Artinya: “Sesunnguhnya aku diutus untuk menyempurnakan keutamaan-
keutamaan”. Hadits shahih riwayat al-bukhari dalam al-adabul mufrad dari abu
hurairah R.A.
Ahlak nabi adalah al-qur’an itu sendiri sebagaimana yang diriwayatkan aisyah
R.A ketika ditanya tentang akhlak nabi S.A.W beliau menjawab: “akhlak nabi
adalah al-qur’an”. Ibnu katsir mengatakan: artinya nabi adalah pengaplikasian al-
qur’an baik menjalan perintahnya ataupun meninggalkan larangannya, sebagai sifat
dan budi pekertinya. Istiqamah pada al-qur’an dalam menjalankan perintah dan
meninggalkan larangannya. Mempunyai akhlak yang dipuji oleh al-qur’an dan
menjauhi diri dari semua yang al-quran cela.
Secara terminologis (ishtbilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq.
Penulis pilihkan tiga di antaranya :
1. Imam al-Ghazali
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.

2. Ibrahim Anis
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya
lahirlah nacam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3. Abdul Karim Zaidan
(Akhlak) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai
perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan
atau meninggalkannya.

Ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau
khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul
secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan
lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Dalam Mu’jam al-Wasith di
sebutkan min ghairi ba’jah ilâ fikr waru’yah (tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan). Dalam ibyâ’ ‘Ulȗm ad-Din dinyatakan tashduru al-af’âl bi suhȗlah wa
yusr, min ghairi hajah ila fikr wa ru’yah (yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan). Sifat
spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila
seorang menyumbang dalam jumlah besar dalam pembangunan masjid setelah
mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadits-
hadits tentang keutamaan membangun masjid di dunia), maka orang tadi belum bisa
dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah
mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang
lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang, atau
kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah yang sedikit. Tapi manakal tidak ada
doronganpun dia tetap menymbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan
dia mempunyai sifat pemurah.

Dari keterangan diatas jelas bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersikap
konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan
serta dorongan dari luar.

Sekalipun jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat netral, belum
menunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak
dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia.
Misalnya bila seorang berlaku tidak sopan kita mengatakan padanya, “kamu tidak
berakhlak”. Padahal tidak sopan itu adalah akhlaqnya. Tentu yang kita maksud adalah
kamu tidak memiliki akhlaq yang mulia, dalam hal ini sopan.

Disamping istilah akhlaq, juga dikenal istilah etika dan moral. Ktiga masalah
itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia.
Perbedaanya terletak pada standar masing-masing . Bagi akhlaq standarnya adalah Al-
Qur’an dan Sunnah, bagi stika standarnya pertimbangan akal pikiran; dan bagi moral
standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku dimasyarakat.
Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah diatas (akhlaq, etika, dan
moral) dapat dibedakan, namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan dalam
beberapa literatur keislaman, penggunaannya sering tumpang tindih. Misalnya judul
buku Ahmad Amin, al-Akhlaq, diterjemahkan oleh Prof. Farid Ma’ruf dengan Etika
(Ilmu Akhlaq). Dalam Kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan
Shadily, moral juga diartikan akhlaq.

B. Macam-Macan Akhlak
a. Akhlak terhadap Allah
Menurut Kahar Mansyur akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai
sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh oleh manusia sebagai
makhluk kepada Tuhan sebagai khaliq. Sehingga akhlak kepada Allah dapat
diartikan sebagai segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa
dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri
manusia (sebagai hamba) kepada Allah swt.

 Alasan mengapa seorang muslim harus berakhlak kepada Allah


Seorang muslim yang baik itu memamng diharuskan berakhlak
yang baik kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia itu
diciptakan atas kehendak-Nya, sehingga alangkah baiknya kita
bersikap santun (berakhlaq) kepada sang Khaliq sebagai rasa syukur
kita.
Menurut Kahar Mashyu sekurang kurangnya ada empat alas an
mengapa manusia perlu berakhlaq kepada Allah yaitu:
1. Allah SWT-lah yang menciptakan manusia. Dia yang
menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari
tulang ounggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di
firmankan oleh Allah SWT dalam surat at-Thariq ayat 5-7
yang artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan
dari apakah ia diciptakan? Dia tercipta dari air yang
terpancar dari tulang rusuk sulbi dan tulang dada.” (at-
Tariq: 5-7)
2. Allah SWT-lah hati sanubari , disamping anggota badan
yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah
SWT dalam surat an-Nahl ayat 78 yang artiya: “Dan Allah
telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.”
3. Allah SWT-lah yang telah menyediakan berbagai bahan
dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup
manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan
lainnya. Firman Allah SWT dalam surah al-Jtsiyah ayat 12-
13 yang artinya: "Allah-lah yang menundukkan lautan
untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya
dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian
dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.
(13), "Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) dari pada Nya.Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu
yang berpikir.”
4. Allah SWT-lah yang telah memuliakan manusia dengan
kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam
surat Al-Israa ayat 70 yang artinya: “Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut
mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari
rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan”

 Akhlaq seorang muslim kepada Allah SWT


Kita sebagai umat islam memang selayaknya harus berakhlaq
baik kepada Allah kaena Allah-lah yang menyempurnakan kita sebagai
manusia yang sempurna. Untuk itu akhlaq kepada Allah itu harus yang
baik baik, jangan akhlaq yang buruk. Seperti kalau kita sedang diberi
nikmat, kita harus bersyukur kepada Allah SWT.
Menurut Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlaq kepada Allah
SWT
Adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan
Allah SWT. Dia memiliki sifat sifat terpuji, demikian agung sifat itu,
jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Seorang yang berakhlaq luhur adalah seorang yang mampu
berakhlaq baik terhadap Allah Ta’ala dan sesamanya.

Keluhuran akhlaq itu terbagi dua, yaitu :


1. Akhlaq yang baik kepada Allah, yaitu meyakini bahwa segala
amalan yang kita kerjakan pasti mengandung kekurangan atau
ketidaksempurnaan sehingga membutuhkan udzur (dari-Nya) dan
segala sesuatu yang berasal dari-Nya dan meminta maaf kepada-
Nya serta berjalan kepada-Nya sembari memperhatikan dan
mengakui kekurangan diri dan amalan kita.
Adapun contoh akhlaq kepada Allah SWT antara lain:
a) TAQWA
Definisi taqwa yang paling popular adalah “memelihara
diri dan siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.” Atau lebih ringkas
lagi “mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Cara bertaqwa secara maksimal kepada
Allah SWT yaitu dengan melakukan islamisasi seluh aspek
dan seluruh ruang lingkupn kehidupan (islamiyyah-hayah)
karena bagimana seseorang dapat mati sebagai muslim
kalau dia tidak selalu menjadi muslim dalam
kehidupannya.
‘Afif ‘Abd al-Fattah Thabrbarah dalam bukunya Rub ad-
Din al Islami mendefinisikan taqwa yaitu:
“Seseorang memelihara dirinya dari segala sesuatu
yang mengundang kemarahan Tuahmmya dan dari segala
sesuatu yang mendatangkan madharat, baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi orang lain.”
Lebih lanjut lagi Thabbarah mengatakan bahwa makna
asal dari taqwa adalah pemeliharaan diri. Diri tidak perlu
pemeliharaan kecuali terhadap apa yang dia takuti. Yang
paing dia takuti adalah Allah SWT. Rasa taku memerlukan
ilmu terhadap yang ditakuti. Oleh sebabitu orang yang
berilmu tentang Allah akan takut kepada-Nya. Mutaqqin
adalah orang-orang yang memelihara diri nereka dari azab
dan kemarahan Allah di dunia dam di akhirat dengan cara
berhenti digaris batas yang telah ditentukan, melakukan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-
Nya. Sedangkan Allah tidak memerintahkan kecuali yang
baik untuk manusia, dan tidak melarang kecuali yang
memberi madharat kepada mereka.
Kualitas ketaqwaan seseorang menentukan tingkat
kemuliannya di sisi Allah SWT. Semakin maksimal
taqwanya semakin mulia dia. Buah dari taqwa kepada
Allah SWT adalah:
a. Mendapatkan sifat furqan, yaitu sikap tegas
membdakan antara yang hak dan yang bathil, benar
dan salah, haram dan halal serta tercela dan
terpuji.
b. Mendapatkan limpahan berkah dari langit dan
bumi.
c. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan.
d. Mendapatkan rezeki tidak diduga-duga
e. Mendapatkan kemudahan dalam segala urusannya.
f. Menerima penghapusan serta pengampunan dosa
serta mendapatkan pahala yang besar.

b) CINTA

Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan


dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut
hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh
semangat dan rasa kasih sayang. Sejalan dengan cintanya
kepada Allah SWT, seorang mukmin akan mencintai Rasul
dan jihad pada jalan-Nya. Inilah yang disebut dengan cinta
utama. Sedangkan cinta kepada orang tua, anak-anak,
saudara, harta benda, kedudukan dan segala macamnya
adalah cinta menengah yang harus dibawah cinta utma.

Bila seseorang mencintai Allah SWT tentu dia akan


selalu mencoba segala sesuatu yang dicintai-Nya dan
melepaskan segala sesuatu yang tidak berguna dan
melepaskannya.

c) IKHLAS

Secara etimologis ikhlas (Bahasa Arab) berakar dari


kata khlasha dengan arti bersih, jernih, murni;tidak
bercampur. Misalnya ma’u khalish artinya air bening atau
putih; tidak bercampur dengan kopi, teh, sirup, atau zat-zat
lainnya. Setelah dibentuk menjadi ikhlash artimya berarti
membersihkan atau memurnikan.

Secara terminologis yang dimaksud ikhlas adalah


beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.
Sayyid Sabiq mendefinisujan ikhlas sebagai berikut:

“’Seseorang berkata, beramal dan berjihad mencari


ridha Allah SWT, tanpa mempertimbangkan harta, pangkat,
status, popularitas, kemajuan atau kemunduran; supaya dia
dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan amal dan
kerendahan akhlaqnya serta dapat berhubungan langsung
dengan Allah SWT.”
Menurut hemat penulis persoalan ikhlas itu tidak
diTentukan oleh ada atau tidak adamuanimbalan materi,
tetapi ditentukan oleh tiga faktor:

1. Niat yang ikhlas, dalam islam faktor niat sangat


sangat penting. Apa saja yang dilakukan oleh
seorang muslim haruslah berdasarkan niat
mencari ridho Allah SWT (lillahi rabbil ‘alamiin),
bukan berdasarkan motivasi lain.
2. Beramal dengan sebaik-baiknya, niat yang ikhlas
harus diikuti dengan amal yang sebaik-baiknya.
Seorang muslim yang mengaku ikhlas melakukan
sesuatu harus membuktikannya dengan sebaik-
baiknya.
3. Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat , setelah
seorang muslim melalui dua tahap
keikhlasannya, yaitu niat ikhlas karena Allah SWT
dan belajar dengan rajin, tekun dan disiplin,
maka setelah berhasil mendapatkan ilmu itu,
yang ditandai dengan keberhasilannya merih
gelar kesarjanaannya, bagimana dia
memanfaatkan ilmunyaatau kesarjanaannya
dengan tepat. Apakah dia memanfaatkan hanya
sekedar untuk kepentingan dirinya sendiri
(sekedar cari uang dan kedudukan atau
bersenang-senang secara materi). Semuanya itu
menentukan keikhlasannya.

Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa ikhlas


atau tidaknya seseorang beramal tidak ditentukan oleh
ada atau tidak adanya imbalan materi yang dia dapat,
tapi ditentukan oleh niat, kualitas amal, dan
pemanfaatan hasil. Atau dengan kata lain tidak setiap
yang gratis itu otomatis ikhlas, dan tidak pula setiap
yang dibayar itu tidak ikhlas.

d) KHAUF dan RAJA’

Khauf dan raja’ atau tajut dan harap adalah sepasang


sikap batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap
muslim. Bila salah satu dominan dari yang lainya akan
melahirkan pribadi yang tidak seimbang. Dominan khauf
menyebabkan sikap pesimisme dan putus asa, sementara
dominan raja’ menyebabkan seseorang lalai dan lupa diri
serta merasa aman dari azab Allah. Yang pertama adalah
sikap orang kafir yang kedua adalah sikap orang yang
merugi.

e) TAWAKAL
Tawakal adalah membebaskan hati dari segala
ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan
keputusan sefala seuatunya kepada-Nya. Tawakal adalah
buah keimanan.
Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha
maksimal (ikhtiar). Tidaklah dinamai tawakal jika hanya
pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tidak
melakukan apa apa.

f) SYUKUR
Syukur ia;ah memuji si Pemberi nikmat atas kebaikan
yang telah dilakukannya. Syukurnya seorang hamba
berkisar tiga hal, yang apabila ketiganya tidak berkumpul,
maka tidaklah dinamakan bersyukur, yaitu: mengakui
nikmat dalam batin, membicarakannya secara lahir, dan
menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah.

Dari uraian-uraian diatas dapat dipahami bahwa akhlak terhadap Allah


SWT, manusia seharusnya selalu mengabdikan diri hanya kepada-Nya semata
dengan penuh keikhlasan dan bersyukur kepada-Nya, sehingga ibadah yang
dilakukan ditujukan untuk memperoleh keridhaan-Nya.

Dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, terutama


melaksanakan ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah
menjaga kebersihan badan dan pakaian, lahir dan batin dengan penuh
keikhlasan. Tentu yang tersebut bersumber kepada al-Qur'an yang harus
dipelajari dan dipelihara kemurnianya dan pelestarianya oleh umat Islam.

b. Akhlak terhadap Rasulullah SAW


Disamping akhlak kepada Allah Swt, sebagai muslim kita juga harus
berakhlak kepada Rasulullah Saw, meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak
berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat kita harus
berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah Swt
membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak
baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam
bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat
telah melakukannya.
Berikut ini adalah poin poin bagaimana akhlak kita terhadap
Rasulullah SAW, semoga bisa menambah cinta dan taat kita kepada beliau :
a. Ridha Dalam Beriman Kepada Rasul
Iman kepada Rasul Saw merupakan salah satu bagian
dari rukun iman. Keimanan akan terasa menjadi nikmat dan
lezat manakala kita memiliki rasa ridha dalam keimanan
sehingga membuktikan konsekuensi iman merupakan sesuatu
yang menjadi kebutuhan. Karenanya membuktikan keimanan
dengan amal yang shaleh merupakan bukan suatu beban yang
memberatkan, begitulah memang bila sudah ridha. Ridha
dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang harus kita
nyatakan sebagaimana hadits Nabi SAW yang berbunyi : “Aku
ridha kepada Allah sebagai Tuhan, islam sebagai agama dan
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul (HR. Bukhori, Muslim, Abu
Daud, Nasa’I dan Ibnu Majah).
b. Mencintai dan Memuliakan Rasul
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang
baik kepada Rasul adalah mencintai beliau setelah kecintaan
kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan
kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan
dalam firman Allah yang artinya : “Katakanlah, jika bapak-
bapak, anak-anak, saudara=saudara, ostri-istri, keluarga, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugianya dan rumah rumah tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-
Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasik (QS At-Taubah : 24)
Disamping itu, manakala seseorang yang telah mengaku
beriman tapi lebih mencintai yang lain selain Allah dan Rasul-
Nya, maka Rasulullah SAW tidak mau mengakui nya sebagai
orang yang beriman, beliau bersabda : “Tidak beriman
seseorang diantara kamu sebelum aku lebih dicintainya
daripada diri sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua
manusia (HR. Bukhori dan Nasa’I).
c. Mengikuti dan Menaati Rasul
Mengikuti dan menaati Rasul merupakan sesuatu yang
bersifat mutlak bagi orang-orang yang beriman. Karena itu, hal
ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada Rasul,
bahkan Allah SWT akan menempatkan orang yang menaati
Allah dan Rasul ke dalam derajat tinggi dan mulia, hal ini
terdapat dalam firman Allah yang artinya: “Dan barang siapa
yang menaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugrahi nikmat oleh Allah, yaitu
nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang mati syahid
dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman sebaik-
baiknya (QS An-Nisa:69)
d. Mengucapkan Shalawat dan Salam Kepada Rasul
Secara harfiah, shalawat berasal dari kata ash shalah yang
berarti doa, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat
kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat
kepada Nabi, inilah salah satu makna dari firman Allah yang
artinya: “Sesungguhnya Allah danpara Malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya (QS. Al-Ahzab:56).
Adapun, bila kita bershalawat kepada Nabi hal itu
justru akan membawa keberuntungan bagi kita sendiri, hal ini
disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Barang siapa bershalawat
untukku satu kali, maka dengan shalawatnya itu Allah akan
bershalawat kepadanya sepuluh kali (HR. Ahmad).
Manakala seseorang telah menunjukkan akhlaknya
kepada Nabi dengan banyak mengucapkan shalawat, maka
orang tersebut akan dinyatakan oleh Rasul Saw sebagai orang
yang paling utama kepadanya pada hari kiamat, beliau
bersabda: Sesungguhnya orang yang paling utama kepadaku
nanti pada hari kiamat adalah siapa yang paling banyak
bershalawat kepadaku (HR. Tirmidzi).
e. Menghidupkan Sunnah Rasul
Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan
harta yang banyak, tapi yang beliau wariskan adalah Al-Qur’an
dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik
kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan
sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda: “Aku
tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat
selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab
Allah dan sunnahku (HR. Hakim).
Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul menjadi
sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh
Rasulullah Saw.
f. Menghormati Pewaris Rasul
Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus
menghormati para pewarisnya, yakni para ulama yang
konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam,
yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang
dimilikinya. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-
hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun (QS Faathir:28).”
Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan
oleh Rasulullah Saw: “Dan sesungguhnya ulama adalah
pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak tidak mewariskan uang
dinar atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan
ilmui kepada mereka, maka barangsiapa yang telah
mendapatkannya berarti telah mengambil mbagian yang besar
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).”
Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang
disebut ulama seharusnya tidak hanya memahami tentang
seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan
kepribadian sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi
dan ulama seperti inilah yang harus kita hormati. Adapun
orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya
yang luas, tapi tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang
seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak ada kewajiban
kita untuk menghormatinya.
g. Melanjutkan Misi Rasul
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan
nilai-nilai Islam. Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh
kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak akan
mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian,
menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita
tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari
Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini
ditegaskan oleh Rasul Saw: “Sampaikanlah dariku walau hanya
satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada
larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan
sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya
di neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).”
C. Akhlak terhadap Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah perilaku atau perbuatan kita terhadap
lingkungan, akhlak terhadap lingkungan yaitu manusia tidak dibolehkan
memanfaatkan sumber daya alam dengan dengan jalan mengeksploitasi
secara besar-besaran sehingga timbul ketidakseimbangan alam dan kerusakan
bumi.
Lingkungan harus diperlakuan dengan baik dengan selalu menjaga,
merawat dan melestarikannya karena secara etika hal ini merupakan hak dan
kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang mutlaq adanya.
Dengan kata lain bahwa berakhlak yang baik terhadap lingkungan merupakan
salah satu manifestasi dari etika itu sendiri.
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan akquran terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan,
dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam pandangan islam seseorang tidak dibenarkan mengambuil buah
sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini berarti
tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan
penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk menghormati proses-proses
yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi,
sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata lain, setiap
perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri
manusia itu sendiri.
Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada
penciptaan manusia yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap
membawa kesegaran, kenyamaran hidup, tanpa membuat kerusakan dan polusi
sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri yang
menciptanya.
Dari Syaddad bin Alus berkata, “Ada dua hal yang aku hafal dari
Rasulullah SAW, beliau berkata, ‘Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku
ihsan kepada segala sesuatu. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak
bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milikNya, seerta
semua memiliki ketergantungan kepadaNya.

D. Akhlak terhadap Individual dan Sosial


 Akhlak terhadap Individual
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang
harus ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan
semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi
dirinya sendiri. Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni
jasmani (jasad) dan rohani (jiwa). Selain itu manusia juga dikaruniai
akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang
lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang
lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi
haknya masing-masing.
1. Berakhlak terhadap Jasmani
a. Senantiasa Menjaga Kebersihan
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman.
Seorang muslim harus bersih/ suci badan, pakaian, dan tempat,
terutama saat akan melaksanakan sholat dan beribadah kepada
Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas.
Allah SWT berfirman yang artinya:”Mereka bertanya
kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.” (QS. Al Baqarah:222)
b. Menjaga Makan dan Minumnya
Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi
tubuh manusia, jika tidak makan dan minum dalam keadaan
tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT
memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari
yang halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari perut
untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk
udara.
Allah SWT berfirman :Artinya : Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu;
dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. (QS. An Nahl:114)
c. Menjaga Kesehatan
Dari Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah:“Mu’min yang
kuat lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-
masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal
yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada
Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa
sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al,
Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti
terjadi”. (HR. Muslim)
d. Berbusana yang Islami
Allah SWT berfirman Artinya : Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.
Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu
adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al A’raf:26)
2. Berakhlak terhadap jiwa
a. Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan
kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa yang telah lalu dan
berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa
tersebut pada waktu yang akan datang.
Allah SWT berfirman yang Artinya : Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan
Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi
dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,
sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah
bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)

b. Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim
bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Dengan demikian
dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-
Nya sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa
berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak selain
Dia.Firman Allah SWT :
‫علَ ْي ُك ْم َر ِقيبًا‬
َ َ‫اِن للا‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha
mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)
c. Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah
menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-hitung
amal hariannya. Firman Allah SWT yang Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18)
d. Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh,
berperang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa
mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam
nafsu yang mengembuskan syahwat, kendatipun padanya
terdapat kesengsaraan dan penderitaan.Firman Allah SWT yang
Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (QS. Yusuf : 53)
3. Berakhlak terhadap Akal
a. Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi
setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk akhlak seorang
muslim. Sebuah hadits Rasulullah SAW menggambarkan yang
Artinya : “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap
muslim.” (HR. Ibnu Majah)
b. Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai
Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang
sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad
Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang harus dikuasai setiap
muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan
tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat;
fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan,
dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang
spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus
bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang
lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain sebagainya.
Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum
muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.
c. Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain
Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah
menyampaikan atau mengajarkan apa yang dimilikinya kepada
orang yang membutuhkan ilmunya.Firman Allah SWT yang
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka;
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan828 jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43)
d. Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya
adalah merealisasikan ilmunya dalam “alam nyata.” Karena
akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak
mengamalkannya.
Firman Allah SWT yang Artinya : “Wahai orang-
orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” (QS. As-Shaff)

 Akhlak Terhadap Masyarakat (Sosial)


a. Berbuat Baik kepada Tetangga
Di antara ihsan kepada tetangga adalah memuliakannya. Sikap
ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim.Di
antara bentuk ihsan yang lainnya adalah ta’ziyah ketika mereka
mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat
kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka
manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya
kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta memberi mereka
hadiah. Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi SAW :
‫اري هْن فَإهلَى أ َ هِّي هه َما أ ُ ْهدهي قَا َل هإلَى أَ ْق َر هب هه َما هم ْن هك َبابًا‬
َ ‫َللاه هإ ّن هلي َج‬
ّ ‫سو َل‬
ُ ‫َيا َر‬

“Wahai Rasulullah saya memiliki dua tetangga lalu kepada


siapa dari keduanya aku memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada
yang pintunya paling dekat kepadamu.”

b. Bersabar Menghadapi Gangguan Tetangga


Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat
dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan
dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya
kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya.
Hasan Al Bashri berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk
berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap
tetangga dengan sabar atas gangguannya.” Sebagian ulama
berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat
hal, (1) senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak
tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya, (3) Mencegah gangguan
darinya, (4) Bersabar dari gangguannya.”
c. Menjaga dan Memelihara Hak Tetangga
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk
kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini
dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan
beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam,
muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka,
menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala
macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah meniadakan iman dari orang yang selalu
mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang
mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk
dosa besar.”
d. Tidak Mengganggu Tetangga
Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan
hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu
tetangga, sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam:“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak
beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu
wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang tetangganya tidak
aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhori). Demikian juga dalam hadits
yang lain beliau bersabda:

َ ‫اَلله َو ْاليَ ْو هم ْال هخ هر َف َل يُؤْ هذ َج‬


ُ‫اره‬ ّ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ همنُ به‬

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah
mengganggu tetangganya.”
5. Akhlak terhadap Berbangsa dan Bernegara
1. Kewajiban Membela Negara
Kewajiban membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga
Negara yang ada di negeri ini, dalam rangka menyelamatkan Negara dari
berbagai ancaman, tantangan maupun gangguan terhadap kadaulatan
Negara.
Dalam tuntunan Islam, membela Negara itu hukumnya wajib. Perintah
untuk menggerakkan tentara tentara Islam ini di jelaskan dalam al-Qur’an
surat Al-Anfal ayat 65 yang artinya:“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat para
mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika
ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu
kaum yang tidak mengerti”. Maka dalam hal ini membela Negara adalah
mutlak wajib bagi seorang muslim dan sebagai warga Negara. Membela
Negara itu bukan hanya ketika Negara terancam oleh pihak luar (penjajah)
tetapi juga ketika nagara ini terancam dari dalam, misalnya pemberontakan,
penghianatan, dan penyelewengan.Rasulullah memberikan dasar-dasar
pembelaan Negara sebagaimana terdapat dalam Hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim,
‫ َوان لـَـ ْم‬,‫سانـِـه‬
َ ‫ـطيـْع فـبـِـلـِـ‬ ْ َ ‫ فـ‬,ِ‫ـنكـرا فـَـلـيـُغــيّـ ِ ْرهُ بـِـيَــده‬
ِ َ ‫اءن لـ َ ْم يـَـسْتـ‬ ً ُ ‫ـن َراى مـِـنـْكـ ُ ْم مـ‬ْ َ ‫مـ‬
(‫مسلم‬ ‫)رواه‬ .‫االيـْـ َمان‬ ‫ـف‬
ُ َ ‫اضْعـ‬ ‫وذلك‬ ‫فـَـبقـَـلبـِـه‬ ‫ــستــطـيع‬
ِ َ‫ي‬
Artinya : barang siapa melihat kemungkaran (kejahatan) maka rubahlah
dengan tangannya (dicegah dengan kekuatannya), apabila tidak mampu
maka rubahlah dengan mulutnya (dicegah dengan nasehat, melaporkan
dsb), apabila tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya (membenci
perbuatan tersebut) yang demikian itu adalah selemah-lemah iman,”(HR.
Muslim).
2. Tujuan Bela Negara
Sebagaimana telah diungkapkan pada pembahasan yang telah ada,
bahwa pembelaan Negara itu dapat dilaksanakn dalam hal mempertahankan
Negara terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik dalam
maupun dari luar negar kita. Didalam GBHN disebutkan bahwa bela negara
merupakan sikap dan tindakan yang teratur menyeluruh terpadu dan
dilandasi cinta tanah air, kesadaran berbangsa, rela berkorban guna
meniadakan setiap ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri yang
membahayakan kedaulatan Negara.
Adapun fungsi dari warga Negara bela Negara adalah agar mampu
melaksanakan ketertiban umum, perlindungan rakyat, keamanan rakyat dan
perlawanan rakyat dalam rangka pertahanan dan keamanan Negara
(HAMKANEG), maka tujuan Negara itu untuk:
a) Melaksanakan fungsi ketertiban umum
Melaksanakn ketertiban umum berarti menjaga berbagi
kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kekacauan
masyarakat. Perbuatan-perbuatan yang dapat meresahkan
masyarakat luas umpamanya: mabuk-mabukan, perkelahian,
tawuran, keonaran, pengacauan, fitnah, huru-hara, pemberontakan
dan sebagainya.
b) Melaksanakan fungsi perlindungan rakya
Melaksanakn fungsi perlindungan rakyat berarti melakukan
sikap atau tindakan untuk mencegah terjadinya perbuatan yang
merugikan rakyat dari tindak sewenang-wenangan seperti:
pemerasan, penipuan, ketidakadilan, penganiayaandan sebagainya.
c) Melaksanaka fungsi keamanan rakyat
Melaksanakan fungsi keamanan rakyat berarti melakukan
tidakan untuk mengamankan rakyat dari berbagai tindak kekerasan
yang merugikan kepentingan rakyat seperti: perampokan,
pencurian, pembunuhan dan sebagainya, diantaranya dengan cara
siskamling, membentuk satuan keamanan rakyat (HANDRA,
HANSIP) dsb.
d) Melaksanakan fungsi perlawanan rakyat
Yaitu melakukan untuk membela negara dengan mengerahkan
tenaga atau fisik, berupa mempertahankan negara oleh rakyat
secara keseluruhan untuk menghadapi ancaman negara baik dari
dalam maupun dari luar,
Ancaman dari dalam seperti melakukan pemberontakan, PKI,
yang hendak mengulingkan pemerintahan yang sah dan mengganti
ideologi negara. Adapaun ancaman dari luar seperti: gangguan
terhadap negeri kita oleh bangsa lain, penyusupan kebudayaan
asing yang merusak bangsa kita, penjualan obat-obat terlarang dari
luar negeri, penjajahan bangsa asing yang harus dihadapi oleh
seluruh rakyat kita.
Dalam hal ini perlu digalang kekompakan dan kesatuan serta
persatuan rakyat demi persatuan bangsa dan negara kita.
Pentingnya persatuan dan kesatuan, sebagai wujud dari kekuatan
bangsa. Dipeintahkan allah sebagaimana firmannya dalam (QS.al-
imron:103) yang artinya: “Berpegang teguhlah kamu sekalian
dengan agama Allah,janganlah kamu bercerai-berai,ingatlah akan
nikmat Allah atas kamu sekalian, ketika(dulu) bermusuh-musuhan,
maka Allah lunakkan hatimu, Allah menjadikan kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara ketika itu kamu telah
berada ditepi juran neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya, demikian Allah menerangkan ayat-ayatnya, kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk.”
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa pengertian akhlak adalah tata aturan, atau perilaku
manusia. Secara terminologis akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma
perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang
mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dan bahkan dengan alam
semesta.Yang pertama yaitu akhlak kepada Allah yang diartikan sebagai segala
sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa dengan berfikir lagi (spontan)
yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai hamba) kepada Allah.
Yang kedua yaitu akhlak kepada Rasul yang pada masa sekarang tidak bisa kita
wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana
para sahabat telah melakukannya. Yang ketiga akhlak terhadap lingkungan yaitu
manusia tidak dibolehkan memanfaatkan sumber daya alam dengan dengan jalan
mengeksploitasi secara besar-besaran sehingga timbul ketidakseimbangan alam dan
kerusakan bumi.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Rosihan Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka Setia, Bandung, 2008

Al Qur’an Al Karim. Penerbit: Jumunatul Ali

Amin, Ahmad, Prof.,Dr.1955. Ethika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

Bertens, K, 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai