Anda di halaman 1dari 15

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL

“Gerakan Peduli Fakir Miskin Dan Anak Yatim”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

SUSINTA ISMAIL
FERAWATI APRILIN A. DATAU
FEBRIANI HINUR
FELMAWATI WALADOW

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul “Gerakan Peduli Fakir Miskin dan Anak
Yatim” tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin penulis upayakan
dengan didukung oleh berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengajar mata kuliah ini dan semua pihak yang telah ikut membantu penulis
dalam pembuatan makalah ini. Semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penggunaan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.

Gorontalo, Januari 2020

Penyusun

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Sejarah Munculnya Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial
3
2.2 Makna Gerakan Sosial dalam Bidang Kesehatan 4
2.3 Ide dan Nilai Dasar Gerakan Sosial dan Kesehatan 5
2.4 Gerakan Peduli Fakir Miskin dan Anak Yatim 6
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah merupakan suatu organisasi sosial keagamaan, artinya


Muhammadiyah bergerak dalam ranah sosial dan agama. Mengapa demikian?
Inilah yang sering menjadi pertanyaan kita. Jawabannya sudah pasti ada pada
zaman dulu ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah untuk
pertama kalinya. Bagaimana kemudian kita ketahui bersama kondisi geografis
dan sosial yang ada di Yogyakarta saat itu, Sebagian besar masyarakat masih
menganut faham kejawen.Njawani itu bagus, tapi menganut kejawen itu yang
kurang bagus. Karena dalam fahamkejawen terdapat ritual-ritual sama persis
seperti yang dilakukan umat hindu. Penyembahan terhadap makhluk hidup
sering dilakukan. Hal inilah yang kemudian membuat Darwis menjadi miris
dan serasa tersayat. Bagaimana bisa di Yogyakarta masih ada masyarakat
yang menyembah pohon, dan menaruh sesaji dibawahnya. Kalau bahasa anak
sekarang mungkin, “ndak habis fikir, kok sek usu?”
"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim.dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin.Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. yaitu orang-orang
yang lalai dari shalatnya.orang-orang yang berbuat riya.dan enggan
(menolong dengan) barang berguna. “(QS. Al-Ma’un: 1-7)”.
Ayat di atas merupakan basis ideologi perjuangan Muhammadiyah yang
memberikan landasan keberpihakan kepada kaum lemah (dhu’afa’) dan kaum
teraniaya (mustadh’afin). Semangat Al-Ma’un merupakan dasar pijakan
dalam pengembangan awal gerakan “PRO-Penolong Kesengsaraan Oemoem”
dengan tokoh Kyai Sudjak di awal pendirian Muhammadiyah tahun 1912.
Penerjemahan tersebut disesuaikan dengan munculnya gagasan baru tentang
pembentukan masyarakat sipil atau masyarakat madani atau masyarakat yang
beradab. Masyarakat madani yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat
yang terbuka dan bermartabat.

1
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan
kemakmuran masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa
Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang baik dan penuh akan
ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam adalah agama
rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak
didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih
berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan
sosial terhadap masyarakat. Hal inilah yang menjadi penting dalam
perkembangan Muhammadiyah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka penyusun membuat suatu
rumusan masalah, yaitu:
a. Bagaimana Sejarah Munculnya Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial?
b. Bagaimana Makna Gerakan Sosial dalam Bidang Kesehatan?
c. Bagaimana Ide dan Nilai Dasar Gerakan Sosial dan Kesehatan?
d. Bagaiamana Gerakan Peduli Fakir Miskin dan Anak Yatim?

1.3 Tujuan
a. Untuk Dapat Memahami dan Menjelaskan Bagaimana Sejarah Munculnya
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial.
b. Untuk Dapat Memahami dan Menjelaskan Bagaimana Makna Gerakan
Sosial dalam Bidang Kesehatan.
c. Untuk Dapat Memahami dan Menjelaskan Bagaimana Ide dan Nilai Dasar
Gerakan Sosial dan Kesehatan.
d. Untuk Dapat Memahami dan Menjelaskan Bagaimana Gerakan Peduli
Fakir Miskin dan Anak Yatim.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Munculnya Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial


Muhammadiyah sejak awal berdiri lahir dan membuktikan perannya
sebagai organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan. Ketika negara
Indonesia sedang berada dalam kekuasaan pemerintah HindiaBelanda, rakyat
Indonesia mengalami tekanan dan penyiksaan, baik tekanan fisik maupun
mental spritual yang berimplikasi kepada perubahan politik, ekonomi, sosial,
pendidikan dan budaya. Mereka menjajah bangsa pribumi tanpa
berprikemanusiaan.
Di Tengah-tengah kondisi bangsa Indonesia mengalami keterpurukan,
K.H. Ahmad Dahlan lahir sosok pejuang yang berusaha membebaskan bangsa
Indonesia dari keterbelakangan dan ketermarjinalan, mendirikan organisasi
Muhammadiyah pada tahun 1912 M di Yogyakarta. Melalui Muhammadiyah
yang mulai membentangkan sayapnya, K.H. Ahmad Dahlan mendalami surat
al-Maun yang di dalamnya menceritakan tentang kategori orang yang
mendustakan agama. Apabila seorang mukmin tidak ingin disebut sebagai
orang yang mendustakan agama, maka ia harus melakukan perubahan sosial
dengan mendirikan panti asuhan yang bisa menampung anak-anak Yatim,
memberi makan kepada fakir Miskin, menguatkan aspek keikhlasan dalam
beribadah tanpa ada niat ria sedikit pun, membiasakan untuk membagikan
sebagian hartanya bagi kepentingan umat Islam. Sebagaimana firman-Nya:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang
menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orangorang
yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.“(QS. Al-Ma’un: 1-7)”.
Ath-Thabari menjelaskan, bahwa ayat ini ditujukan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui satu pertanyaan tentang orang yang mendustakan
agama Allah dan hukumNya karena ia tidak mentaati perintah-Nya dan

3
larangan Nya. Tegasnya, Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang
mendustakan agama adalah orang mendustakan hukum-hukum Allah SWT.

2.2 Makna Gerakan Sosial dalam Bidang Kesehatan


Gerakan sosial merupakan sebuah langkah Muhammadiyah dalam
melakukan dakwah bil hal (dengan perbuatan) atau bukti nyata dengan
mengadakan bakti sosial dalam pelayanan kesehatan, seperti mendirikan
rumah sakit dan moment tertentu mengadakan pengobatan gratis untuk
masyarakat luas yang tidak terkhusus bagi warga Muhammadiyah.
Muhammadiyah mendirikan rumah sakit PKU (Penolong Kesengsaran
Umat) terus-menerus melakukan pengembangan dan pembaharuan, baik
dalam segi pelayanan medis maupun peralatan medis dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat. Karena, pada saat ini banyak rumah sakit swasta yang
berdiri dengan tekhnologi serba modern. Tuntutan masyarakat yang begitu
banyak dalam pelayanan membuat RS PKU Muhammadiyah mencari peluang
baru ataupun strategi baru untuk memenuhi keinginan masyarakat. Saat ini
masyarakat menginginkan pelayanan kesehatan yang cepat dan efisien,
sehingga masyarakat tidak terlalu lama dalam menunggu proses pelayanan
maupun penyembuhan.
Pendirian rumah sakit tersebut berangkat dari semangat Haji Syuzak
yang terinpirasi dan termotivasi dari surat al-Ma’un yang dikaji dan diamalkan
oleh KH. Ahmad Dahlan, kemudian ia ingin mendirikan PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemoem) yang berkembang menjadi Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah. Syujak berfikir kenapa orang non-Muslim (Kolonial
Belanda) dapat mendirikan rumah sakit, rumah miskin dan rumah yatim yang
hanya karena dorongan rasa kemanusiaan tanpa didasari rasa tanggungjawab
kepada Allah SWT, jika umat non-Muslim saja mampu melakukan aksi-aksi
sosial, mengapa umat Islam yang mempunyai landasan agama seperti yang
tertera dalam surat al-Ma’un tidak dapat melakukannya.
Gerakan sosial merupakan bagian dakwah dengan bukti nyata yaitu
dakwah yang mengedepankan perilaku yang nyata yang sudah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW ketika mendamaikan dan menyatukan
persaudaran antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Dakwah sosial ini

4
dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan keilmuan dan kebutuhan
masyarakat. Dakwah dalam bidang ekonomi: pemberdayaan ekonomi,
pemberian modal, pelatihan keterampilan khusus, dll, bidang
Pertanian/Peternakan: pemberdayaan petani, pengolahan hasil pertanian,
pelatihan berternak lele, dan sebagainya, bidang kesehatan: Rumah Sakit,
Rumah Bersalin, Pengobatan Gratis, dan bidang sosial: Panti Asuhan Anak
Yatim, Santunan Fakir Miskin, Panti Jompo, Rehabilitasi Sosial, dan lain-lain.

2.3 Ide dan Nilai Dasar Gerakan Sosial dan Kesehatan

Ide dan nilai dasar gerakan sosial dan kesehatan dalam Muhammadiyah
adalah merujuk kepada al-Qur’an dan hadis Nabi SAW, karena
Muhammadiyah tidak lepas dalam melakukan segala bentuk kegiatannya dari
alQur’an dan hadis Nabi SAW. K.H. Ahmad Dahlan sebagai sosok pribadi
yang faham terhadap al-Qur’an, mengamalkannya dengan bukti nyata di
tengah-tengah masyarakat. Pemahamannya terhadap surat Ali Imran ayat 104
dan surat al-Ma’un ayat 1-7 membawanya menjadi seorang yang peduli
terhadap problem sosial yang dihadapi umat Islam.
Gerakan sosial yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan merupakan bentuk
purifikasi ajaran Islam dimana Islam hanya sebagai formalitas yang hampa
tanpa ada bukti nyata. Oleh karena itu, James L. Peacock dalam risetnya yang
berjudul“Purifiying of the Faith: The Muhammadiyah Movement in Indonesia
Islam”, memilih Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian Islam terbesar di
Indonesia. Dalam penelitiannya, ditemukan pandangan keagamaan puritan
Muhammadiyah berhasil membina jaringan lembaga pendidikan, rumah sakit,
dan lembaga kesejahteraan rakyat. Dengan pendekatan etnografis, Peacock
menempatkan gerakan Muhammadiyah dalam konteks perubahan sosial yang
luas di Indonesia dengan memanfaatkan teori Weber tentang tipologi gerakan
dan teori Erikson tentang kepribadian tokoh. Guna melengkapi kajiannya
Peacock melakukan perjalanan ke berbagai wilayah Indonesia untuk melihat
perkembangan Muhammadiyah. Kesimpulan Peacock agak berbeda dengan
temuan lain bahwa gerakan purifikasi Muhammadiyahmendorong tumbuhnya

5
amal usaha di bidang sosial dan pendidikan namun gerakan ini tidak bisa
membangkitkan etos ekonomi sebagaimana para puritan di Eropa. Dengan
demikian Peacock menekankan agar gerakan sosial ini tidak bisa dipisahkan
dari gerakan pemurnian ajaran Islam yang kembali kepada al-Qur’an dan
sunnah.
Berdasarkan hal tersebut, maka nilai dasar Muhammadiyah sebagai
gerakan sosial dan kesehatan itu tidak lepas dari pemikiran K.H. Ahmad
Dahlan yang melakukan gerakan pemurnian terhadap ajaran Islam untuk
kembali kepada al-Qur’an dan sunnah yang selama ini sudah mulai
ditinggalkan dan tidak dijadikan satusatunya rujukan utama. Inilahsebetulnya
menjadikan faktor penyebab secara internal Muhammadiyah lahir di
Indonesia.

2.4 Gerakan Peduli Fakir Miskin dan Anak Yatim

Istilah “fakir” dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai orang


yang sangat berkekurangan. Miskin diartikan sebagai tidak berharta benda,
serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Dalam bahasa Arab, kata “miskin”
berakar dari kata sa-ka-nayang berarti diam atau tenang. Kenapa orang miskin
disebut miskin, karena ia lebih banyak diam. Seperti halnya, kenapa keluarga
yang bahagia disebut keluarga sakinah, karena keduanya merasa tentram atau
tenang (diam) terhadap pasangannya; keduanya tidak kemana-mana. Tentang
kriteria kemiskinan, tidak dijelaskan di dalam al-Qur’an maupun al-Hadist.
Itulah sebabnya ulama berbeda pendapat tentang pengertian fakir dan miskin.
Al-Qur’an memuji kecukupan bahkan menganjurkan untuk meperoleh
kelebihan (Syihab, t.th:451). Ayat yang dijadikan rujukan adalah al-Qur’an
surat al-Jum’ah ayat 10 yang mengatakan:
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung” (QS. Al-Jum’ah:10)
Sedangkan dalam al-Qur’an di surat yang lain yaitu surat al-Dhuha ayat
8 menerangkan bahwa:
Artinya: “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu
Dia memberikan kecukupan” (QS. Al-Dhuha:8).

6
Bahkan ada ayat lain yaitu ayat dalam surat al-Baqarah ayat 198 yang
juga mendekripsikan bahwa:
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dar’Arafat,
berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat” (QS. Al-Baqarah:198).
Kedua ayat tersebut memberi kesan bahwa berkecukupan adalah
sesuatu yang mulia dan karenanya harus bekerja keras untuk meraih
kecukupan tersebut. Yang dilarang dan dicelah ialah rakus atau berkecukupan
lalu kikir.
Muhammadiyah memahami bahwa tujuan yang hendak dicapai dan
diturunkannya agama di muka bumi ini adalah mengatur menyelamatkan, dan
membimbing manusia ke tujuan yang luhur (baldatun thayyibatun warabbun
ghafur), mencerahkan kehidupan, membebaskan manusia dari segala bentuk
perbudakan. Tidak ada penghambaan kecuali hanya menhambakan diri kepada
Allah SWT. Dalam konteks kehidupan sekarang, manusia harus dibebaskan
paling tidak dari tiga bentuk cengkeraman yakni: kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan.
Salah satu problematika nasional, khususnya problem umat islam saat
ini, adalah mengenai pengurangan kemiskinan. Kemiskinan merupakan
bentuk ketidak mampuan seseorang, satu keluarga, atau satu kelompok
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang berupa kebutuhan
pangan, atau kebutuhan pendidikan dasar dan menengah, atau kebutuhan
kesehatan. Ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar inilah yang
biasa disebut dengan kemiskinan absolut.
Gerakan peduli fakir miskin diserukan oleh Nabi Muhammad Saw,
sebagaimana disinggung dalam al-Qur’an. Tidak hanya memuat perintah
untuk menyantuni fakir miskin, tetapi al-Qur’an juga merkonstruksi perilaku
masyarakat Qurays. Tidak jarang al-Qur’an mengecam berbagai bentuk sikap
mereka terkait dengan harta, anak yatim dan fakir miskin. Kecaman tersebut
dapat dikemukakan sebagai berikut:

7
Peringatan kepada orang yang suka menghimpin harta, suka bermewah-
mewah atau serakah (QS. Al-Takasur:1-2)
Mencintai harta secara berlebihan (QS. Al-Fajar:17-20)
Menghardik anak yatim, tidak member makan orang miskin (QS. Al-
Fajar:17-20; al-Maun:1-6)
Dalam tafsir Bahr al-Ulum (t.th:juz.3,600)v disebutkan bahwa
pengertian yukazzibu biddin adalah orang-orang kafir; “Wahai Muhammad,
inilah orang-orang kafir”. Jadi, orang yang menghardik anak yatim adalah
simbol dari orang kafir yang berkebalikan dengan orang-orang yang
menghargai dan mengasihi anak yatim sebagai orang yang beriman. Ayat ini
berbicara secara simbolis antara orang beriman dan orang kafir. Surat
sebelumnya yakni QS. Al-Quraisy menegaskan, “Tuhanlah yang yang meberi
makan dan minum kepada kamu hai manusia, baik yang kaya maupun yang
miskin.”Lalu, pada surat sesudahnya, yakni surat al-Kautsar disebutkan,
“Sesungguhnya, Tuhanlah yang memberi nikmat kepada kamu, berkorbanlah
dengan harta yang kamu miliki.”
Terdapat riwayat yang menceritakan bahwa pembesar suku Quraisy
setiap minggu menyembelih seekor unta. Namun, ketika anak yatim datang
meminta sedikit daging unta yang disembelih itu, para pembesar Quraisy tidak
member daging, bahkan mereka menghardik dan mengusir anak yatim
tersebut. Realitas sosial inilah yang menghidupkan spirit al-Maun dan
memperkenalkan ide setral tauhid dan kemanusiaan serta keadilan sosial
ekonomi. Spirit al-Maun itulah yang menggerakkan Muhammad Saw, dalam
melakukan transformasi sosio moral ekonomi masyarakat Arab
(Rahman,2003:3).
Bahkan dalam al-Qur’an juga dieksplisitkan bahwa Allah memuji dan
menyejajarkan ibadah shalat dengan menginfaqkan sebagian harta. Hal ini
terekam dalam al-Qur’an surat al-Maarij ayat 19-25 yang menerangkan
bahwa:
Artinya: “Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia
mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat, mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam

8
hartanya trsedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang
yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (QS. Al-
Maarij:19-25)
Ayat tersebut mempertentangkan antara orang kikir, keluh kesah disatu
sisi dan disisi lain orang shalat sekaligus dermawan, menyisihkan sebagian
hartanya untuk kepentingan orang yang membutuhkan. Dua macam sifat yang
bertentangan tersebut merupakan dua kutub yang saling berhadapan dan
senatiasa hadir pada setiap komunitas sepanjang waktu.
Sikap dan perilaku memuliakan anak yatim dan sikap member makan
orang miskin digambarkan sebagai suatu perbuatan yang amat susah bagi
orang-orang Quraisy, sehingga ayat menyebutnya sebagai jalan yang mendaki.
Apa yang dimaksud jalan mendaki (lihat QS. Al-Balad:11-16). Jalan ini
cenderung dihindari oleh manusia yang justru dikecam oleh al-Qur’an. Jalan
yang mendaki adalah membebaskan perbudakan, member bantuan kepada
anak yatim dan orang miskin yang hidup dalam penderitaan dan kesengsaraan.
Dalam keadaan situasi seperti tersebut, manusia cenderung rakus, cinta harta
berlebihan, tidak lagi memiliki sikap kepedulian, suka menghardik, suka
mencaci, membiarkan anak yatim dan orang fakir miskin terloantar. Dalam
kondisi seperti itulah al-Qur’an surat al-Maun diturunkan.
Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang implikasi
negatifnya melibatkan berbagai aspek; terkait masalah-masalah kamanan,
pendidikan, politik dan kesehatan. Sebagian bentuk nyata dari problem
kemiskinan adalah pengangguran, busung lapar, gizi kurang, kriminalitas, dan
bunuh diri.
Berdasarkan pemahaman tentang al-Qur’an dan realitas social,
Muhammadiyah menggiatkan urusan menyantuni orang miskin, fakir dan
anak yatim dalam bentuk; mendirikan rumah miskin dan panti asuhan.
Sebagai upaya konsistensi keberpihakan Muhammadiyah pada rakyat miskin,
pada muktamar tahun 2000 dibentuklah Lembaga Buruh, Petani dan Nelayan,
sedang pada muktamar 2005 di Malang upaya ini lebih disempurnakan lagi
dengan pembentukan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM).
Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan yang peduli terhadap fakir
miskin dan anak yatim. Bentuk kepeduliannya, Muhammadiyah mendirikan

9
sebuah badan yang bernama LAZISMU (Lembaga Amil Zakat, Infaq dan
Sodaqah Muhammadiyah) dan beberapa panti asuhan yang berada di seluruh
daerah Indonesia. LAZISMU ini berfungsi menampung segala sumbangan
yang berasal dari para Agniya (orang-orang kaya) yang mampu memberikan
sebagian hartanya untuk disumbangkan kepada orangorang miskin dan
mustad’afin (orang-orang yang lemah) yang mampu untuk bekerja. Panti
asuhan juga berfungsi untuk menampung anak-anak yatim yang belum
mampu bekerja dan berpendidikan dan atau tidak bisa melanjutkan
pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Kemudian dengan adanya Panti Asuhan
tersebut mereka bisa makan dan mendapatkan haknya sebagai warga Negara
Indonesia untuk mengeyang pendidikan, dari mulai TK, SD, SMP, SMA
sampai perguruan tinggi.
Dua hal tersebut yang tampak terlihat dari Muhammadiyah sebagai
gerakan yang peduli terhadap orang yang tidak mampu untuk hidup sejahtera
sebagai layaknya orang-orang yang mendapatkan kelebihan harta dari Allah
SWT. Hal tersebut dilakukan juga Muhammadiyah sebagai bentuk
pengamalan dari ajaran Islam, yakni surat al-Ma’un ayat 1-7. Selain itu,
Muhammadiyah mengamalkan surat al-Fajr ayat 17-23 yang menjadi
kelompok kajian K.H. Ahmad Dahlan yaitu sebagai berikut:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak
yatim. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. Dan
kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan
yang bathil). Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-
turut. Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbarisbaris. Dan pada hari
itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan
tetapi tidak berguna lagi ingatnya itu baginya.”
Ayat ini jelas memberikan ancaman terhadap orangorang yang tidak
peduli terhadap fakir miskin dan anak yatim. Maka K.H. Ahmad Dahlan
menjauhi ancaman itu dengan melaksanakan perintah Allah. Karena pada
dasarnya larangan itu memerintahkan seseorang untuk menjalankan selain
yang dilarang. Al-Sa’di menjelaskan bahwa mereka tidak memulyakan anak
yatim bahkan mereka menghinakannya, hal ini menunjukan hati mereka tidak

10
memiliki rasa kasih kepada anak yatim dan tidak memiliki keinginan untuk
melakukan kebaikan. Mereka juga tidak mau memberikan makan kepada
orang-orang miskin dan orang-orang fakir disebabkan mereka kikir dan sangat
cinta dunia, mereka mementingkan kehidupan dunia padahal kehidupan
akhirat lebih baik dan lebih kekal dari dunia dan meninggalkan akhirat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai Gerakan Sosial dan keagamaan dengan
Konsep Teologi Al-Ma’un dalam Al-Qur’an sebagai dasar untuk berjalan pada
ranah sosial. Pembahasan mengenai Teologi Al-Ma’un pun sering digalakkan.
Hal ini sebagai telaah kritis terhadap gerakan sosial yang dilakukan
Muhammadiyah. Dan bisa kita lihat, bahwa saat ini Muhammadiyah banyak
mempunyai amal usaha, mulai dari pondok anak yatim, sekolah/lembaga
pendidikan, sampai rumah sakit pun ada. Ini sebagai pengejawantahan dari
interpretasi terhadap surat Al-Ma’un.
Muhammadiyah mempunyai cita-cita sosial, yakni “kesejahteraan, dan
kemakmuran masyarakat yang diridhai Allah”. Dari sini kita ketahui bahwa
Muhammadiyah menghendaki terciptanya negara yang baik dan penuh akan

11
ampunan Allah. Inilah interpretasi dari ungkapan Islam adalah agama
rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana kita lihat kemudian Muhammadiyah sejak
didirikan oleh Kyai Dahlan, sampai kepemimpinan yang sekarang masih
berusaha untuk menjalin komunikasi yang baik, dan memberikan pelayanan
sosial terhadap masyarakat, fakir miskin dan yatim piatu. Hal inilah yang
menjadi penting dalam perkembangan Muhammadiyah.

3.2 Saran
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup
manusia. Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam dakwah tersebut. Karena
dengan dakwah tersebut menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat Islam
di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial-budaya.

DAFTAR PUSTAKA
Jinan, Mutohharun, “Muhammadiyah Studies: Transformasi Kajian Tentang
Gerakan Islam di Indonesia” dalam Jurnal Analisa Journal of Social
Science and Religion, Volume 22 Nomor 02 Desember 2015.
Mansoer Fakih.2002.Tiada Transformasi Tanpa Gerakan Sosial, dalam Zaiyardam
Zubir, Radikalisme Kaum Terpinggir: Studi Tentang Ideologi, Isu,
Strategi Dan Dampak Gerakan, Yogyakarta: Insist Press
Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhadmmaiyah sebagai
Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Cet. III,
Yogyakarta; LPPI UMY, 2003, hlm. 140.
Nashir, Haedar, Manhaj Gerakan Muhammadiyah, Ideologi, Khittah, dan
Langkah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010.

12

Anda mungkin juga menyukai