Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Adapun judul dari makalah
ini adalah “Kebudayaan Islam”.
Kami menyadari makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca dan pendengar. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi kami
khususnya, dan berbagai pihak yang membaca dan menggunakan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pengertian kebudayaan dalam Islam.
2. Mengetahui prinsip-prinsip kebudayaan Islam.
3. Mengetahui dan memahami proses perkembangan intelektual Islam.
4. Memahami peran nilai-nilai Islam dalam kebudayaan di Indonesia.
5. Mengetahui alasan masjid dijadikan sebagai pusat peradaban kebudayaan
Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau
kebudayaan yang bersifat Islami. Prinsip-prinsip kebudayaan Islam yang merujuk
pada sumber ajaran Islam adalah:
1. Menghormati akal
Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru. Namun,
kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak manusia.
ﺖ ِّﻷ ُ ۟ﻭ ِﻟﻰ
ٍ ﺎﺭ َﻝ َءﺍ ٰ َﻳ ِ ٱﺧ ِﺘ ٰ َﻠ
ِ ﻒ ٱ ﱠﻟ ْﻴ ِﻞ َﻭٱﻟ ﱠﻨ َﻬ ِ ﺕ َﻭ ْٱﻷ َ ْﺭ
ْ ﺽ َﻭ ِ ﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ ِ ِﺇ ﱠﻥ ِﻓﻰ ﺧ َْﻠ
ﻖ ٱﻟ ﱠ
ِ◌ ْٱﻷ َ ْﻟ ٰ َﺒﺐ
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali Imran:190)
2. Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu.
ﻮﺍ َﻳ ْﻔ َﺴﺢِ ﱠ
ُٱﻟﻠﻪ ۟ ﺴ ُﺤ ۟ ﺴ ُﺤ
َ ﻮﺍ ِﻓﻰ ْٱﻟ َﻤ ٰ َﺠ ِﻠ ِﺲ َﻓﭑ ْﻓ ٰ َٓﻳﺄَﻳﱡ َﻬﺎ ﱠٱﻟﺬِﻳﻦَ َءﺍ َﻣﻨُ ٓﻮ ۟ﺍ ِﺇﺫَﺍ ِﻗﻴ َﻞ َﻟ ُﻜ ْﻢ ﺗَ َﻔ ﱠ
َﻮﺍ ِﻣﻨ ُﻜ ْﻢ َﻭٱ ﱠﻟﺬِﻳﻦ۟ ُﻭﺍ َﻳ ْﺮ َﻓﻊ ٱﻟ ﱠﻠﻪُ ٱ ﱠﻟﺬِﻳﻦَ َءﺍ َﻣﻨ۟ ﺸ ُﺰ ۟ ﺸ ُﺰ
ُ ﻭﺍ َﻓﭑﻧ ُ َﻟ ُﻜ ْﻢ ۖ َﻭﺇِﺫَﺍ ِﻗﻴ َﻞ ٱﻧ
ِ
ﺖ ۚ َﻭٱﻟ ﱠﻠﻪُ ِﺑ َﻤﺎ ﺗ َ ْﻌ َﻤﻠُﻮﻥَ َﺧ ِﺒﻴﺮ ۟ ُ ◌ﺃُﻭﺗ
ٍ ﻮﺍ ْٱﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﺩَ َﺭ ٰ َﺟ ٌ
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah:11)
3. Menghindari taklid buta
Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat manusia untuk tidak
menerima sesuatu sebelum diteliti.
ٓ
ﺼ َﺮ َﻭ ْٱﻟﻔُ َﺆﺍﺩَ ُﻛ ﱡﻞ ﺃ ُ ۟ﻭ ٰ َﻟ ِﺌ َﻚ
َ ﺴ ْﻤ َﻊ َﻭ ْٱﻟ َﺒ
ْﺲ َﻟ َﻚ ِﺑ ِﻪۦ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ ۚ ِﺇ ﱠﻥ ٱﻟ ﱠ ُ َﻭ َﻻ ﺗ َ ْﻘ
َ ﻒ َﻣﺎ َﻟﻴ
ً Tَﻛﺎﻥَ َﻋ ْﻨﻪُ َﻣﺴْـ
ﻮﻻ
4
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Isra:36)
4. Tidak berbuat kerusakan
5
isyarat A1-Qur’an sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh terhadap
pengembangan ilmu dan pemikiran, sebagaimana pada ayat yang pertama
diturunkan yaitu suatu perintah untuk membaca dengan nama Allah (QS Al-Alaq:
1).
Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, sejarah
intelektual islam dari segi perkembangannya dapat dikelompokkan dalam tiga
masa/periode:
1. Periode Klasik, tahun 650-1250 M.
2. Periode Pertengahan, tahun 1250-1800 M.
3. Periode Modern, tahun 1800-sekarang.
Pada masa klasik lahir para ulama madzhab seperti Imam Hambali, Imam
Hanafi, Imam Syafi'i dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula para filsuf
muslim seperti Al-Kindi, tahun 801 M, seorang filsuf muslim pertama. Diantara
pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum muslimin hendaknya menerima filsafat
sebagai bagian dan kebudayaan Islam. Selain Al-Kindi, pada abad itu lahir pula
para filsuf besar seperti A1- Razi lahir tahun 865 M. Al Razi merupakan seorang
filsuf yang berpaham rasionalis, karena hanya meyakini kebenaran akal saja. Dalam
bidang kedokteran, studi klinis yang dilaksanakannya sudah menghasilkan metode
yang demikian kuat mengenai penelitian yang berdasarkan pada observasi dan
eksperimen. Pada tahun 870 M lahir Al-Farabi. Dia dikenal sebagai pembangun
agung sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula filsuf agung Ibnu Miskawaih
pada tahun 930 M, pemikirannya yang terkenal tentang Pendidikan Akhlak.
Kemudian Ibnu Sina tahun 1037, Ibnu Bajjah 1138 M, Ibnu Rusyd 1126 M dll.
Pada masa periode pertengahan tahun 1250-1800 M, pemikiran Islam dinilai
mengalami kemunduran, sebab filsafat mulai ditinggalkan oleh umat Islam.
Terdapat usaha untuk mempertentangkan antara akal dengan wahyu, iman dengan
ilmu, dunia dengan akhirat. Selain itu pada masa ini umat Islam sudah
meninggalkan tradisi umat sebelumnya yaitu membaca. Bahkan pada masa itu ada
fatwa ulama yang mengatakan pintu ijtihad telah tertutup. Tentu fatwa itu
berdampak kepada stagnasi pemikiran umat Islam, karena umat Islam tidak lagi
berkreasi dengan akal sehatnya. Pengaruh tersebut masih dirasakan sampai saat ini.
6
Pada periode modern tahun 1800-sekarang diharapkan sebagai masa
kebangkitan umat islam, hal ini ditandai dengan adanya kesadaran umat Islam
terhadap kelemahan-kelemahannya, sehingga ada kehendak membangkitkan
kembali ilmu pengetahuan dan teknologi.
7
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para penyiar agama
mendakwahkan ajaran Islam salah satunya melalui budaya, sebagaimana dilakukan
oleh para wali di tanah Jawa. Para wali mengemas ajaran Islam dengan budaya
setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan
menjadi tradisi dalam kehidupan sehari hari mereka, lebih jauh lagi bahwa nilai-
nilai Islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
mereka. Seperti dalam upacara-upacara dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
Bahasa Al-Qur’an/Arab sudah banyak diserap ke dalam bahasa daerah bahkan ke
dalam bahasa Indonesia baku.
8
Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan lembaga pendidikan berjalan secara
harmonis, paling tidak dalam beberapa abad. Pada umumnya masjid dibangun
sebagai tempat ibadah, dengan fungsi akademis sebagai fungsi sekunder.
Kemudian, tak jarang masjid di bangun dengan niat awal sebagai lembaga
pendidikan dengan tidak mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah. Buktinya
ada masjid yang diberi nama dengan nama-nama sarjana yang biasa mengajar di
dalamnya, seperti Masjid Al-Syafi'i, Masjid Al-Syarqamani dan Masjid Abu Bakar
Al-Syami.
Awal penyebaran Islam tidak bisa terlepas dari masjid, yang menjadi tempat
bertemunya ulama dengan masyarakat umum. Dalam kesepakatan antara dua pihak
untuk bertemu, masjid sangat diperlukan, mengingat tidak ada tempat yang lebih
memadai dalam mewadahi proses itu. Bahkan di masa lampau sebelum dikenalnya
sekolah dan lembaga lainnya, masjid itulah merupakan satu-satunya pusat kegiatan
pendidikan bagi penduduk pedesaan.
Lembaga pertama dan utama agama adalah masjid. Rasulullah memberikan
fungsi kepada masjid sebagai pusat peribadatan dan pusat kemasyarakatan.
Masyarakat diatur dan merupakan penjelmaan kebudayaan, maka masjid di
samping pusat peribadatan juga menjadi pusat kebudayaan. Oleh karena itu,
idealnya masjid harus mampu mendatangkan dua fungsi tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kebudayaan Islam adalah hasil dari akal, budi, cipta, rasa dan karsa manusia
yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid, yang dalam perkembangannya selalu
memegang teguh pada kaidah-kaidah atau syariat islam dan tidak bertentangan
dengan ajaran islam. Kebudayaan Islam selalu memegang prinsip yang selaras
dengan ajaran islam, yaitu menghormati akal, memotivasi untuk menuntut dan
mengembangkan ilmu, menghindari taklid buta, dan tidak berbuat kerusakan.
Kebudayaan dianggap penting karena mempunyai peran yang besar untuk
membumikan ajaran utama Islam dengan senantiasa melihat kondisi dan kebutuhan
hidup manusia.
3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penulisan makalah ini adalah kita sebagai
umat Islam, khususnya sebagai generasi muda harus mengerti seluk beluk
kebudayaan agar tidak terjadi miskonsepsi tentang kebudayaan Islam serta dapat
mewujudkan kehendak untuk membangkitkan pemikiran Islam yang masih dirasa
stagnan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Gazalba, Sidi. (1989). Mesjid: Pusat ibadat dan kebudayaan islam. Jakarta: Pustaka
Al-Husna.
Muhibbin, Zainul dkk. (2012). Pendidikan agama Islam: membangun karakter
madani. Surabaya: ITS Press.
Suparno. (2013). Keterkaitan Kebudayaan Islam dengan Karakter Orang Jepang.
IZUMI, 2(2). Diakses 17 November 2022, dari ejournal Universitas
Diponegoro.
Une, Darwin dkk. (2013). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi.
Gorontalo: Ideas.