Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEBUDAYAAN ISLAM

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:

Mas’ut, S.Ag., M. Si.

Disusun Oleh:

Ansel Raya Setiawan 11000122130434

Widiya Risya Agustina 11000122130435

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Adapun judul dari makalah
ini adalah “Kebudayaan Islam”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Bapak Mas’ut, S.Ag., M.Si.,
yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kami buat jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca dan pendengar. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi kami
khususnya, dan berbagai pihak yang membaca dan menggunakan makalah ini.

Semarang, 17 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1. Kebudayaan Islam .................................................................................3
2.2. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam ........................................................ 4
2.3. Sejarah Perkembangan Intelektual Islam ..............................................5
2.4. Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia ................................... 7
2.5. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam .................................................8
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10
3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 10
3.2. Saran .................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia diciptakan oleh Allah SWT disertai dengan akal dan budi yang
menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia. Dengan akal budinya, manusia
mampu melahirkan suatu pemikiran-pemikiran yang dapat meningkatkan harkat
dan martabatnya sebagai makhluk Allah SWT yang paling sempurna. Akal budi
mampu melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mengelolanya
sehingga menghasilkan produk budaya yang maju. Kemajuan inilah yang
mengantarkan manusia sebagai makhluk budaya dengan bekal nilai-nilai yang
luhur.
Agama Islam yang memiliki materi ajaran yang integral dan komprehensif,
selain memiliki ajaran utama sebagai syariah, juga memotivasi umatnya untuk
mengembangkan kebudayaan Islam. Yang dimaksud dengan kebudayaan Islam
adalah kebudayaan yang mencerminkan nilai-nilai Islam. Kebudayaan dianggap
penting karena mempunyai peran yang besar untuk membumikan ajaran utama
Islam dengan melihat kondisi dan kebutuhan hidup manusia. Islam sangat
menganjurkan umatnya untuk selalu menggali ilmu pengetahuan. Tidak hanya yang
bersifat eksak melainkan juga pengetahuan yang berkembang dengan alamiah di
lingkungan kehidupannya. Oleh karena itu, pemahaman tentang kebudayaan,
khususnya kebudayaan Islam menjadi penting untuk dipahami untuk
mengantisipasi ketidaktahuan dan penyimpangan budaya yang tidak sesuai dengan
ajaran syariat Islam.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian kebudayaan Islam?
2. Apa saja prinsip-prinsip kebudayaan Islam?
3. Bagaimana perkembangan sejarah intelektual Islam?
4. Bagaimana peran nilai-nilai Islam dalam kebudayaan di Indonesia?
5. Mengapa masjid dianggap sebagai pusat peradaban kebudayaan Islam?

1
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami pengertian kebudayaan dalam Islam.
2. Mengetahui prinsip-prinsip kebudayaan Islam.
3. Mengetahui dan memahami proses perkembangan intelektual Islam.
4. Memahami peran nilai-nilai Islam dalam kebudayaan di Indonesia.
5. Mengetahui alasan masjid dijadikan sebagai pusat peradaban kebudayaan
Islam.

1.4. Manfaat Penulisan


Dengan adanya makalah ini diharapkan mampu menambah ilmu, wawasan,
dan pengetahuan tentang kebudayaan, khususnya kebudayaan islam yang dapat
menjadi teladan untuk menjadi manusia yang taat dan berbudaya sesuai dengan
syariat islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kebudayaan Islam


Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhaya, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Sementara culture
berasal dari kata Latin yang kata kerjanya adalah “colo, colere” yang artinya
memelihara, mengerjakan atau mengelola. Menurut ahli budaya, kata budaya
merupakan gabungan dari dua kata yakni budi dan daya. Budi bermakna akal,
pikiran, pendapat, dan perasaan, sedangkan daya berarti usaha dan upaya manusia
yang dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat untuk memperbaiki
kesempurnaan hidup. Pembahasan budaya tidak akan jauh dari tindak tanduk
kehidupan manusia, karena kebudayaan lahir selaras dengan perkembangan
manusia.
Ajaran Islam memandang kebudayaan merupakan suatu proses, dan
meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Secara umum,
kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi, cipta rasa, dan karya
manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan kebudayaan Islam adalah hasil olah
akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai
Tauhid. Kebudayaan tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, tetapi
bisa jadi lepas dan nilai-nilai ketuhanan. Oleh karena itu, perkembangannya
senantiasa memerlukan suatu bimbingan wahyu dan aturan-aturan yang mengikat
agar selalu berada dijalan yang diridhoi Allah SWT. Dalam hal ini, ajaran agama
memiliki peran yang penting untuk selalu membimbing manusia sehingga mampu
menghasilkan kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan
Islam adalah hasil dari akal, budi, cipta, rasa dan karsa manusia yang berlandaskan
pada nilai nilai tauhid. Yang dalam perkembangannya selalu memegang teguh pada
kaidah-kaidah atau syariat islam dan tidak bertentangan dengan ajaran islam.
Disebut sebagai kebudayaan Islam karena munculnya berlandaskan pada nilai-nilai
ajaran Islam, dan selanjutnya kebudayaan itu disebut dengan peradaban Islam.

3
2.2. Prinsip-Prinsip Kebudayaan Islam
Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang bersumber dari ajaran Islam atau
kebudayaan yang bersifat Islami. Prinsip-prinsip kebudayaan Islam yang merujuk
pada sumber ajaran Islam adalah:
1. Menghormati akal
Manusia dengan akalnya bisa membangun kebudayaan baru. Namun,
kebudayaan Islam tidak akan menampilkan hal-hal yang dapat merusak manusia.

‫ﺖ ِّﻷ ُ ۟ﻭ ِﻟﻰ‬
ٍ ‫ﺎﺭ َﻝ َءﺍ ٰ َﻳ‬ ِ ‫ٱﺧ ِﺘ ٰ َﻠ‬
ِ ‫ﻒ ٱ ﱠﻟ ْﻴ ِﻞ َﻭٱﻟ ﱠﻨ َﻬ‬ ِ ‫ﺕ َﻭ ْٱﻷ َ ْﺭ‬
ْ ‫ﺽ َﻭ‬ ِ ‫ﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ‬ ِ ‫ِﺇ ﱠﻥ ِﻓﻰ ﺧ َْﻠ‬
‫ﻖ ٱﻟ ﱠ‬
‫ِ◌ ْٱﻷ َ ْﻟ ٰ َﺒﺐ‬
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali Imran:190)
2. Memotivasi untuk menuntut dan mengembangkan ilmu.
‫ﻮﺍ َﻳ ْﻔ َﺴﺢِ ﱠ‬
ُ‫ٱﻟﻠﻪ‬ ۟ ‫ﺴ ُﺤ‬ ۟ ‫ﺴ ُﺤ‬
َ ‫ﻮﺍ ِﻓﻰ ْٱﻟ َﻤ ٰ َﺠ ِﻠ ِﺲ َﻓﭑ ْﻓ‬ ‫ٰ َٓﻳﺄَﻳﱡ َﻬﺎ ﱠٱﻟﺬِﻳﻦَ َءﺍ َﻣﻨُ ٓﻮ ۟ﺍ ِﺇﺫَﺍ ِﻗﻴ َﻞ َﻟ ُﻜ ْﻢ ﺗَ َﻔ ﱠ‬
َ‫ﻮﺍ ِﻣﻨ ُﻜ ْﻢ َﻭٱ ﱠﻟﺬِﻳﻦ‬۟ ُ‫ﻭﺍ َﻳ ْﺮ َﻓﻊ ٱﻟ ﱠﻠﻪُ ٱ ﱠﻟﺬِﻳﻦَ َءﺍ َﻣﻨ‬۟ ‫ﺸ ُﺰ‬ ۟ ‫ﺸ ُﺰ‬
ُ ‫ﻭﺍ َﻓﭑﻧ‬ ُ ‫َﻟ ُﻜ ْﻢ ۖ َﻭﺇِﺫَﺍ ِﻗﻴ َﻞ ٱﻧ‬
ِ
‫ﺖ ۚ َﻭٱﻟ ﱠﻠﻪُ ِﺑ َﻤﺎ ﺗ َ ْﻌ َﻤﻠُﻮﻥَ َﺧ ِﺒﻴﺮ‬ ۟ ُ ‫◌ﺃُﻭﺗ‬
ٍ ‫ﻮﺍ ْٱﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ ﺩَ َﺭ ٰ َﺟ‬ ٌ
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah:11)
3. Menghindari taklid buta
Kebudayaan Islam hendaknya mengantarkan umat manusia untuk tidak
menerima sesuatu sebelum diteliti.
ٓ
‫ﺼ َﺮ َﻭ ْٱﻟﻔُ َﺆﺍﺩَ ُﻛ ﱡﻞ ﺃ ُ ۟ﻭ ٰ َﻟ ِﺌ َﻚ‬
َ ‫ﺴ ْﻤ َﻊ َﻭ ْٱﻟ َﺒ‬
‫ْﺲ َﻟ َﻚ ِﺑ ِﻪۦ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ ۚ ِﺇ ﱠﻥ ٱﻟ ﱠ‬ ُ ‫َﻭ َﻻ ﺗ َ ْﻘ‬
َ ‫ﻒ َﻣﺎ َﻟﻴ‬
ً T‫َﻛﺎﻥَ َﻋ ْﻨﻪُ َﻣﺴْـ‬
‫ﻮﻻ‬

4
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Isra:36)
4. Tidak berbuat kerusakan

ۖ ‫َﺼﻴ َﺒ َﻚ ِﻣﻦَ ٱﻟﺪﱡ ْﻧ َﻴﺎ‬ َ ‫ﺍﺧ َﺮﺓ َ ۖ َﻭ َﻻ ﺗ‬


ِ ‫َﻨﺲ ﻧ‬ ْ ‫ﱠﺍﺭ‬
ِ ‫ٱﻝ َء‬ َ ‫َﻭٱ ْﺑﺘ َِﻎ ِﻓﻴ َﻤﺎ ٓ َءﺍﺗ َٰﯨ َﻚ ٱﻟﻠﱠﻪُ ٱﻟﺪ‬
‫ﺽ ۖ ِﺇ ﱠﻥ ٱﻟﻠﱠﻪَ َﻻ‬ َ ‫َﻭﺃَﺣْ ﺴِﻦ َﻛ َﻤﺎ ٓ ﺃَﺣْ َﺴﻦَ ٱﻟﻠﱠﻪُ ِﺇ َﻟﻴ َْﻚ ۖ َﻭ َﻻ ﺗَﺒ ِْﻎ ْٱﻟ َﻔ‬
ِ ‫ﺴﺎﺩَ ِﻓﻰ ْٱﻷ َ ْﺭ‬
‫َ◌ﻳُ ِﺤﺐﱡ ْٱﻟ ُﻤ ْﻔ ِﺴﺪِﻳﻦ‬
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (QS Al-Qashash: 77)

2.3. Sejarah Perkembangan Intelektual Islam


Perkembangan peradaban Islam dimulai saat Nabi meletakkan dasar-dasar
kebudayaan Islam waktu mengawali tugas kerasulannya. Pada saat dakwah Islam
berhasil keluar dari Jazirah Arab dan kemudian tersebar ke seluruh dunia, suka atau
tidak akan bersentuhan dengan budaya setempat. Terjadilah suatu proses panjang
dan rumit yaitu asimilasi budaya-budaya setempat dengan nilai-nilai Islam yang
kemudian menghasilkan kebudayaan Islam, kemudian berkembang menjadi suatu
peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Perkembangan pemikiran Islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti
seluas-luasnya. Tradisi pemikiran di kalangan umat Islam berkembang seiring
dengan kemunculan Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab sendiri, di
mana Islam lahir dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap
dengan tradisi keilmuannya. Sebab masyarakat Arab praIslam belum mempunyai
sistem pengembangan pemikiran secara sistematis. Pada masa awal perkembangan
Islam, tentu saja sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum
terselenggara karena ajaran Islam tidak diturunkan sekaligus. Namun demikian

5
isyarat A1-Qur’an sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh terhadap
pengembangan ilmu dan pemikiran, sebagaimana pada ayat yang pertama
diturunkan yaitu suatu perintah untuk membaca dengan nama Allah (QS Al-Alaq:
1).
Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, sejarah
intelektual islam dari segi perkembangannya dapat dikelompokkan dalam tiga
masa/periode:
1. Periode Klasik, tahun 650-1250 M.
2. Periode Pertengahan, tahun 1250-1800 M.
3. Periode Modern, tahun 1800-sekarang.
Pada masa klasik lahir para ulama madzhab seperti Imam Hambali, Imam
Hanafi, Imam Syafi'i dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula para filsuf
muslim seperti Al-Kindi, tahun 801 M, seorang filsuf muslim pertama. Diantara
pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum muslimin hendaknya menerima filsafat
sebagai bagian dan kebudayaan Islam. Selain Al-Kindi, pada abad itu lahir pula
para filsuf besar seperti A1- Razi lahir tahun 865 M. Al Razi merupakan seorang
filsuf yang berpaham rasionalis, karena hanya meyakini kebenaran akal saja. Dalam
bidang kedokteran, studi klinis yang dilaksanakannya sudah menghasilkan metode
yang demikian kuat mengenai penelitian yang berdasarkan pada observasi dan
eksperimen. Pada tahun 870 M lahir Al-Farabi. Dia dikenal sebagai pembangun
agung sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula filsuf agung Ibnu Miskawaih
pada tahun 930 M, pemikirannya yang terkenal tentang Pendidikan Akhlak.
Kemudian Ibnu Sina tahun 1037, Ibnu Bajjah 1138 M, Ibnu Rusyd 1126 M dll.
Pada masa periode pertengahan tahun 1250-1800 M, pemikiran Islam dinilai
mengalami kemunduran, sebab filsafat mulai ditinggalkan oleh umat Islam.
Terdapat usaha untuk mempertentangkan antara akal dengan wahyu, iman dengan
ilmu, dunia dengan akhirat. Selain itu pada masa ini umat Islam sudah
meninggalkan tradisi umat sebelumnya yaitu membaca. Bahkan pada masa itu ada
fatwa ulama yang mengatakan pintu ijtihad telah tertutup. Tentu fatwa itu
berdampak kepada stagnasi pemikiran umat Islam, karena umat Islam tidak lagi
berkreasi dengan akal sehatnya. Pengaruh tersebut masih dirasakan sampai saat ini.

6
Pada periode modern tahun 1800-sekarang diharapkan sebagai masa
kebangkitan umat islam, hal ini ditandai dengan adanya kesadaran umat Islam
terhadap kelemahan-kelemahannya, sehingga ada kehendak membangkitkan
kembali ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.4. Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam berasal
dari negeri Arab, maka Islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dan budaya
Arabnya. Pada awal-awal masuknya dakwah Islam ke Indonesia sangat sulit
membedakan mana ajaran Islam dan mana budaya Arab. Masyarakat awam
menyamakan antara perilaku yang ditampilkan oleh orang Arab dengan perilaku
ajaran Islam. Seolah-oleh apa yang dilakukan oleh orang Arab itu semuanya
mencerminkan ajaran Islam. Bahkan hingga kini budaya masyarakat Arab masih
melekat pada tradisi masyarakat Indonesia.
Nabi Muhammad SAW, adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa
beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah tentu apa yang ditampilkan
dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai
Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat dimungkinkan apa yang dicontoh
oleh Nabi dalam hal muamalah ada nuansa-nuansa budaya yang dapat kita
aktualisasikan dalam kehidupan modern dan disesuaikan dengan muatan budaya
lokal masing-masing. Contohnya dalam cara berpakaian dan cara makan.
Corak dan potongan baju yang dikenakan oleh Rasulullah merupakan budaya
yang ditampilkan oleh orang Arab. Ajarannya adalah menutup aurat,
kesederhanaan, kebersihan dan kenyamanan. Sedangkan bentuk dan mode pakaian
yang dikenakan umat Islam boleh saja berbeda dengan yang dikenakan oleh Nabi.
Demikian halnya makannya Nabi dengan menggunakan jari-jemarinya bukan
merupakan ajaran Islam. Dalam ajaran Islam meniru budaya satu kaum boleh-boleh
saja sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Apalagi yang
ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad SAW, namun yang tidak boleh
adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arabnya dipandang sebagai ajaran
Islam.

7
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para penyiar agama
mendakwahkan ajaran Islam salah satunya melalui budaya, sebagaimana dilakukan
oleh para wali di tanah Jawa. Para wali mengemas ajaran Islam dengan budaya
setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan
menjadi tradisi dalam kehidupan sehari hari mereka, lebih jauh lagi bahwa nilai-
nilai Islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
mereka. Seperti dalam upacara-upacara dan dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
Bahasa Al-Qur’an/Arab sudah banyak diserap ke dalam bahasa daerah bahkan ke
dalam bahasa Indonesia baku.

2.5. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam


Masjid pada umumnya dipahami oleh masyarakat dan memiliki fungsi utama
sebagai tempat ibadah utamanya seperti shalat, padahal masjid berfungsi lebih luas
daripada sekedar tempat shalat. Perlu diketahui bahwa masjid pada zaman
Rasulullah dimanfaatkan sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Nabi
Muhammad SAW menyucikan jiwa kaum muslimin, mengajarkan Al Qur’an,
bermusyawarah dalam usaha menyelesaikan berbagai macam persoalan umat
Islam, membina sikap dasar umat Islam kepada orang-orang yang berbeda agama
dan suku, hingga meningkatkan kesejahteraan umat justru dilakukan di masjid. Hal
ini artinya segala usaha untuk mewujudkan kesejahteraan manusia baik lahir dan
batin ketika itu dilaksanakan di masjid.
Pada waktu Nabi Muhammad SAW masih hidup, perpustakaan belum
tersedia, tetapi secara keseluruhan berdasarkan pada wahyu pertama sebagaimana
termaktub dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Alaq ayat 1- 5, mengisyaratkan agar
umat islam gemar membaca. Membaca adalah pintu dibukanya ilmu pengetahuan.
Kegiatan membaca pada masa Nabi banyak dilakukan di masjid. Mereka yang
berkeinginan mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperdalam ilmu, maka
masjid merupakan perpustakaan sekaligus sebagai gudang ilmu. Masjid berfungsi
sebagai tempat sosial, yang dipergunakan seperti hotel bagi seseorang sedang
mengadakan perjalanan (musafir), hal itu juga pernah dialami oleh seorang budak
wanita yang baru dibebaskan, karena tidak memiliki rumah kemudian ia mendirikan
kemah di halaman masjid.

8
Fungsi masjid sebagai rumah ibadah dan lembaga pendidikan berjalan secara
harmonis, paling tidak dalam beberapa abad. Pada umumnya masjid dibangun
sebagai tempat ibadah, dengan fungsi akademis sebagai fungsi sekunder.
Kemudian, tak jarang masjid di bangun dengan niat awal sebagai lembaga
pendidikan dengan tidak mengabaikan fungsinya sebagai tempat ibadah. Buktinya
ada masjid yang diberi nama dengan nama-nama sarjana yang biasa mengajar di
dalamnya, seperti Masjid Al-Syafi'i, Masjid Al-Syarqamani dan Masjid Abu Bakar
Al-Syami.
Awal penyebaran Islam tidak bisa terlepas dari masjid, yang menjadi tempat
bertemunya ulama dengan masyarakat umum. Dalam kesepakatan antara dua pihak
untuk bertemu, masjid sangat diperlukan, mengingat tidak ada tempat yang lebih
memadai dalam mewadahi proses itu. Bahkan di masa lampau sebelum dikenalnya
sekolah dan lembaga lainnya, masjid itulah merupakan satu-satunya pusat kegiatan
pendidikan bagi penduduk pedesaan.
Lembaga pertama dan utama agama adalah masjid. Rasulullah memberikan
fungsi kepada masjid sebagai pusat peribadatan dan pusat kemasyarakatan.
Masyarakat diatur dan merupakan penjelmaan kebudayaan, maka masjid di
samping pusat peribadatan juga menjadi pusat kebudayaan. Oleh karena itu,
idealnya masjid harus mampu mendatangkan dua fungsi tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat.

9
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kebudayaan Islam adalah hasil dari akal, budi, cipta, rasa dan karsa manusia
yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid, yang dalam perkembangannya selalu
memegang teguh pada kaidah-kaidah atau syariat islam dan tidak bertentangan
dengan ajaran islam. Kebudayaan Islam selalu memegang prinsip yang selaras
dengan ajaran islam, yaitu menghormati akal, memotivasi untuk menuntut dan
mengembangkan ilmu, menghindari taklid buta, dan tidak berbuat kerusakan.
Kebudayaan dianggap penting karena mempunyai peran yang besar untuk
membumikan ajaran utama Islam dengan senantiasa melihat kondisi dan kebutuhan
hidup manusia.

3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penulisan makalah ini adalah kita sebagai
umat Islam, khususnya sebagai generasi muda harus mengerti seluk beluk
kebudayaan agar tidak terjadi miskonsepsi tentang kebudayaan Islam serta dapat
mewujudkan kehendak untuk membangkitkan pemikiran Islam yang masih dirasa
stagnan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gazalba, Sidi. (1989). Mesjid: Pusat ibadat dan kebudayaan islam. Jakarta: Pustaka
Al-Husna.
Muhibbin, Zainul dkk. (2012). Pendidikan agama Islam: membangun karakter
madani. Surabaya: ITS Press.
Suparno. (2013). Keterkaitan Kebudayaan Islam dengan Karakter Orang Jepang.
IZUMI, 2(2). Diakses 17 November 2022, dari ejournal Universitas
Diponegoro.
Une, Darwin dkk. (2013). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi.
Gorontalo: Ideas.

Anda mungkin juga menyukai