Disusun Oleh:
Alfan Kazio Utama (11000122130419)
Riswulan Dewi (11000122130421)
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Agama Islam dan juga
untuk lebih mengetahui lebih dalam ap aitu Khilafiyah dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
ما خلق هللا فيLوالمطلقات یتربصن بانفسھن ثالثة قروء وال یحل لھن ان یكتمن
ارحامھن ان كن یؤمن بللھ والیوم االخر وبعولتھن احق بردھن في ذلك ان ارد وا
اصالحا ولھن مثل الذي علیھن بالمعروف وللرجال علیھن درجة وهللا عزیز حكیم
“Wanita-wanita yang ditalak, hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’, Mereka
tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Suami-suami mereka berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki islah. Para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dalam Bahasa Arab, Al-Raghib Al-Isfahani kata alqar’u memiliki dua makna, yaitu al-thuhru (suci)
dan al-haidah (haid atau menstruasi), karena kata ini memiliki dua makna, maka terjadi khilafiyah di
antara para ulama. Ada yang memaknai Al-qar’u dengan al-haidhah dengan argumentasi bahwa alqarú
pada dasarnya berkumpul.
Haid dikatakan Al-Qar’u karena haid adalah berkumpulnya darah dalam Rahim. Sedangkan
kelompok ulama lain yang memaknai Al-Quru dengan makna Al-Thuhru memberikan argumentasi bahwa
jika kata bilangan ditambah huruf yang menunjukan muannas seperti ta”, maka yang dihitung adalah
muzakkar. Waktu iddah di sini adalah waktu suci, sebab talak pada waktu haid jelas dilarang.
“Tidak sah shalat, bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah.”
Menurut hadis ini, orang yang melaksanakan shalat harus membaca surat al-fatihah sehingga
tanpa membaca surat al-fatihah maka shalatnya dianggap tidak sah. Makna hadis ini terbilang umum,
mencakup shalat sendiri dan shalat berjamaah. Menurut hadis ini pula, dalam shalat berjamaah baik imam
dan makmum wajib membaca al-fatihah. Sedangkan hadis lain (Ibnu majah 2004;272) bertentangan
dengan makna hadis sebelumnya. Bunyi hadis tersebut yaitu sebagai berikut :
Menurut hadis di atas, makmum tidak perlu membaca surat Al-fatihah. Dengan demikian, terjadi
khilafiyah diantara para ulama dan umat islam. Sebagian umat islam mengikuti hadis pertama dan
Sebagian lain mengikuti hadis yang kedua.
Contoh ajaran agama yang tidak secara tegas (qath`i) disebut dalam al qur`an atau hadis
adalah zakat binatang berupa ayam atau kuda. Jika yang dijadikan dalil adalah al quran dan hadis
maka kuda dan ayam tidak termasuk kelompook binatang yang wajib dizakatkan, karena tidak
ada dalil yang menyatakan bahwa kaum muslim harus mengeluarkan zakat ayam dan kuda.
Padahal keuntungan yang diperoleh dari hasil memelihara ayam dan kuda tidak kalah dari
pemeliharaan kambing, kerbau, atau sapi.
Kemudian muncullah sebuah hasil ijtihad berupa qiyas, yang mewajibkan zakat ayam
atau kuda. Hasil qiyas inilah yang dijadikam sumber hukum, bukan bersumber dari al quran dan
hadis. Untuk mengambil jalan tengah, maka ada yang mengelompokkan sumber hukum menjadi
dua yakni sumber hukum primer dan sekunder. Sumber hukum primer adalah al quran dan hadis,
selain al quran dan hadis disebut sebagai hukum sekunder.
Ini adalah poin pertama dan poin yang paling utama. Karena tanpa taufik dan hidayah
dari Allah, meskipun kita telah membaca banyak kitab dan mendengar beberapa penjelasan para
ulama dengan mengabaikan pertolongan dan petunjuk dari Allah, maka kemungkinan besar kita
bisa jadi condong dan terjerumus kepada pendapat yang sesuai hawa nafsu kita sendiri.
Di masa terdahulu sering sekali terjadi khilafiyah di antara para ulama. Bahkan imamnya
para ulama seperti ulama empat mazhab yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-
Syafi’i dan Imam Ahmad pun sering terjadi perbedaan pendapat dalam memutuskan suatu
hukum.
Walaupun mereka memiliki banyak perbedaan pendapat, akan tetapi mereka tetap
sepakat untuk saling menghargai, merasa diri bukan yang paling benar, tidak merendahkan yang
tidak sependapat dengannya, memberikan ruang bagi orang lain untuk menyanggah
hukum fiqh mereka dan yang paling penting adalah sepakat dalam hal akidah dan mentolerir hal-
hal furu’ fiqhiyah.
Terdapat hadis yang menjadi peringatan bagi penuntut ilmu agar tidak meremehkan
orang lain dan mendebat para ulama:
Dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Barangsiapa
menuntut ilmu untuk meremehkan orang-orang bodoh, atau untuk mendebat para ulama, atau
untuk menarik perhatian manusia, maka ia akan masuk ke dalam neraka.” (HR. At-Tirmidzi)
Di dalam hadis lain, Rasulullah memberi jaminan berupa bonus bagi siapa saja yang
meninggalkan debat:
ٍ ض ا ْل َجنَّ ِة لِ َمنْ تَ َر َك ا ْل ِم َرا َء َوِإنْ َكانَ ُم ِحقًّا َوبِبَ ْي
ت ٍ سلَّ َم َأنَا َز ِعي ٌم بِبَ ْي
ِ َت فِي َرب َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا ُ عَنْ َأبِي ُأ َما َمةَ قَا َل قَا َل َر
ُ ُ َّ ْ َ
ُت فِي ْعلى ال َجن ِة لِ َمنْ َحسَّنَ خلقَه َأ ٍ س ِط ا ْل َجنَّ ِة لِ َمنْ تَ َر َك ال َك ِذ َب َوِإنْ َكانَ َما ِز ًحا َوبِبَ ْي
ْ َ فِي َو
Dari Abu Umamah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku
akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun
benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan
meskipun bersifat gurau, dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi
seseorang yang berakhlak baik.” (HR. Abu Dawud)
Pertama, Masalah menyimpang dan sesat. Cirinya keluar dari prinsip pokok agama
seperti meyakini bahwa zina itu halal dengan nama lain entah itu disebut mut’ah dan sebagainya
atau mengatakan bahwa sahabat-sahabat terdekat Nabi Muhammad dikatakan kafir dan
sebagainya, maka ini jelas menyimpang dan tidak bisa ditolerir.
Kedua, Khilafiyah atau perbedaan pendapat adalah yang terjadi antara ulama, bukan antar
orang awam. Dikatakan khilafiyah karena masing-masing ulama dalam menyikapi suatu
persoalan yang mereka bahas sama-sama mempunyai dalil. Khilafiyah ini hanya terjadi dalam
wilayah furu’ (cabang), bukan ushul (pokok), maka ini bisa ditolerir dan harus ditolerir.
1. Furu’ itiqdiyah ( cabang dalam wilayah akidah seperti pembahasan mengenai ayat-ayat
sifat, ayat tentang tangan Allah, ayat tentang semayam Allah di atas Arsy, dsb).
2. Furu’ fiqhiyah (cabang dalam masalah fiqh seperti bacaan bismillah dalam salat
dibaca jahr (suara keras) atau sirr (suara pelan) , qunut subuh dan tidak qunut subuh,
salat tarawih 11 atau 23 rakaat, dsb). Istilah lain dari furu’ fiqhiyah adalah khilaf
mu’tabar.
ضا
ً ضهُ بَ ْع ُ َسلَّ َم ا ْل ُمْؤ ِمنُ لِ ْل ُمْؤ ِم ِن َكا ْلبُ ْنيَا ِن ي
ُ ش ُّد بَ ْع َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا َ عَنْ َأبِي ُمو
ُ سى قَا َل قَا َل َر .5
Dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang
mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya
saling mengokohkan.'” (HR. Muslim)
Dalam perumpamaan lain juga disebutkan bahwa orang mukim bagaikan lebah yang
memberi manfaat dan tidak merusak, bagaikan pohon yang kuat, bagaikan satu kesatuan tubuh,
dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP