Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan bisa
terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil
pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain yang termasuk perhiasan dunia.
Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi
menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara
dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta
dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta
ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
Harta yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga harus dijaga.
Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan menjaga jiwa agar jauh dari
bencana dan mengupayakan kesempurnaan kehormatan jiwa tersebut. Menjaga jiwa menuntut
adanya perlindungan dari segala bentuk penganiayaan, baik pembunuhan, pemotongan anggota
badan atau tindak melukai fisik.
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah
telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut melalui izin-Nya
sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas harta
kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan
kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki
harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat
dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan
pengembangan harta.
Namun sebaliknya kondisi saat ini khususnya di Indonesia ada batas-batas kepemilikan
harta yang sebenarnya dapat dimiliki untuk umum. Bahkan banyak intervensi Negara asing yang
ingin menguasai kepemilikan umum menjadi milik pribadi.
Berangkat dari permasalahan diatas, maka tulisan singkat ini akan menguraikan makna
harta dalam pandangan Islam dan konsep kepemilikan harta dalam Islam, dan maqashid syariah
dalam kepemilikan harta, serta pembagian harta dalam islam.

1.2 . Rumusan Masalah


1.

Bagaimanakah harta dalam pandangan islam?

2.

Jelaskan kepemilikan harta dalam prospektif islam!

3.

Jelaskan maqashid syariah kepemilikan harta!

4.

Bagaimana pembagian harta dalam islam?

1.3. Tujuan Masalah


Makalah ini di buat selain sebagai bentuk dari pemenuhan tanggungjawab akan tugas yang telah
di amanahkan serta mengetahui secara lebih terperincih lagi akan harta dan kepemilikikan,
dimana kedua hal ini sangatlah akrab dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dilain sisi terdapat nilai plusnya, yakni sebagai penambahan wawasan untuk kami pribadi
terkhusus dan teman-teman pada umumnya, akan harta dan kepemilikan dalam sudut pandang
islam, cara memelihara harta dan pembagian harta dalam islam.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsepsi harta dalam islam
Kekayaan dalam bahasa arab di kenal dengan istilah al-ghina yang brarti tidak ada
kebutuhandan dikenal sebagai al-ghaniyu berarti diri cukup, yang merupakan salah satu atribut
Allah SWT, seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT :

Artinya :milik-NYA lahapa yang ada di langitdanapa yang ada di bumi. Dan Allah benarbenarmahakaya, mahaterpuji.
( Q.S Al-Hajj[22]:64 )

Artinya : Dan tuhan mumahakaya, penuh rahmat. Jika Dia menghendaki, Dia akan
memusnahkan kamu dan setelah kamu (musnah) akan Dia ganti dengan yang Dia kehendaki,
sebagaimana Dia menjadikan kamu dari keturunan golongan lain.
( Q.S. Al-Anam [6]: 133 )
3

Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa kekayaan dalam islam terdiri atas dua elemen
kehidupan ,yaitu
yang bersifat jasmani dan rohani. Sisipertama yang menggambarkan
dimensi yang bersifat material yang di kenalsebagai Mal ( atau dalambentuk jamaknya sebagai
amal ), yang pada dasarnya berarti property, aset, atau harta apapun yang di miliki oleh manusia.
Adapun yang berikutnya menunjuan dimensi rohani, sperti pengetahuan dan kebaikan yang
berada dalam diri mereka sendiri
Secara alamiah,hubungan antara kedua dimensi tersebut sangat erat.Kekayaan merupakan
hasil interaksi antara manusia dan lingkungan, yang meliputisegala yang ada di langit dan di
bumi, seperti flora, fauna, dansebagainya yang dapat mempermudah manusia untuk
mendapatkan kehidupan yang nyaman diduniaini.Dalam tradisi Arab,dimensi pertam aatas
kekayaan adalah mengukur kekayaan dengan banyaknya unta yang dimiliki. Meskipun demikian,
tidak berarti kekayaan hanya di ukur dari banyaknya binatang yang di miliki, tapi bias dalam
berbagai bentuk.Saat ini banyak orang yang memiliki berbagai bentuk property, mungkin pula
dalam bentuk uang tunai, saham, surat berharga, tanah, rumah, dan barang lainnya. Seperti dalam
firman Allah SWT:

Artinya : Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukan apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan) mu dan menyempurnakan nikmatNYA untuk mu llahir dan batin . tetapi di antaramanusiaada yang membantahtentang
(keesaan) Allah tanpailmuataupetunjukdantanpakitab yang memberipenerangan.
(Q.S.Luqman [31]:20)

Saat ini banya orang mengganggap bahwa kekayaan merupakan segala sesuatu dalam
hidup ini dan seakan-akan hidup mereka diatur oleh harta. Mereka bersedia melakukan segala
hal hanya untuk mencari kekayaan dan mereka khawatir apabila kekayaan yang telah
dikumpulkan akan hilang dari tangn mereka. Akibatnya, kekeayaan mereka secara bertahap dan
tanpa disadarinya dirasakan sebagai salah satu yang paling dicintai. Pada tahap ini, orang pada
akhirnya menjadi pelayan harta dan ia menjadi serrakah dan kikir seperti yang terjadi pada
Qarun. Tidak diragukan lagi, kekayaan ini tidak memberikan kebahagiaan kepada umat manusia.
Islam mengatur masalah harta dan pertukarnya, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
tukar-menukar harta, termasuk didalamnnya tentang jual beli (bai), sewa menyewa (ijarah),
utang piutang, dan hal lainnya yang berhubungan dengan muamalat. Dalam islam harta
mempunyai nilai yang tinggi. Dua rukun islam, yaitu kewajiban zakat dan haji mengharuskan
seorang untuk mempuyai harta sebab tanpa harta yang cukup, dua kewajiban tersebut tidak akan
dapat terlaksana. Akan tetapi, Al-Quran memandang harta dengan pandangan yang realistis,
yaitu harta hanya sebagai perhiasan hidup. Terminology ini memyebabkan seorang muslim
memandang bahwa harta tersebut perlu dalam hidup ini, tetapi bukan berarti hidup ini hanya
untuk mencari harta yang bersifat tidak abadi. Apabila hidup ini hanya untuk mencari harta,
manusia tidak akan pernah puas sebab dalam diri manusia terdapat sifat yang ingin selalu lebih
dalam segala hal.
Ada tiga konsep dasar yang perlu dipahami dalam masalah harta ditinjau dalam kerangka
islam. Ketiga hal inilah yang membedakannya dengan konsep harta menurut perspektif
konvensional.

Artinya :
Milik allah lah apa yang ada di langit dam apa yang ada dibumi. Jika kamu menyatakan apa
yang ada di dlam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya allah akan memperhitunhkan
( tentang perbuatan kamu) bagimu. Dia menghampuni siapa yang di kehendaki dan memgazab
siapa yang dia kehendaki. Allah mahakuasa atas segala sesuatu.
(Q.S. Al-Baqarah [2],284)
Uang, harta dan kekayaan bulanlah milik kita karena tidak ada harta ataupun uang yangnakan di
bawa ketika mengjadap ilahi rabbi. Harta hanya lah sebagai amanah yang harus dijaga
5

pemamfaatan nya agar ,mendatangkan kebaikan di dunia dan sekaligus keselamatan dan
kebahagian di akhirat. Hal ini di pertegas dalam hadis nabi.
Tidak ada sedikitpun di antara yang kamu punya( yakni harta dan penghasilan) bener bener
jadi milikmu, kecuali yang kamu makan, dan, kamu gunakan habis yang kamu pakai dan kamu
tingalkan, dan yang kamu belanjakan untuk kepentingan sedekah, yang imbalan pahalanya yang
kamu simpan untuk mu.(H.R.Muslim dan Ahmad).
Islam mengangap harta sebagai anugrah dari Allah SWT. As-sibai berpendapat bahwa islam
tidak membenarkan kemiskinan , dengan mengacu sabda nabi Muammad SAW. krmiskinan
hampir hampir mendekatkan orang kepada pengingkaran terhadap islam (kekufuran). Nabi juga
bisa berdoa: ya allah, lindungilah dan tolonglah saya umtuk menghindari ketidak mampuan
dan kemasalahan, kwtentuan dan ketamakan.

Lindungilah dan tolongalah saya untuk menghindari kemiskinan, kekufurann dan prilaku yang
salah. yaAllah, saya berharap kiranya Engkau mamberi petunjuk kepada saya ke jalam-Mu,
memberikan rasa cinta dan takut terhadap-Mu, membuat saya puas dengan apa yang engkau
berikan kepada saya, dan berikan kepada saya kecukupan.
As-ShibaI memberikan komentar terhadap bagian terakhir doa nabi tersebut bahwa ia
menunjukkan sikap positive terhadap harta dan bukan sekedar sikap negative terhadap
kemiskinan. Meskipun ketamakan merupakan kejahatan, pemborosan pun termasuk kejahatan.
Orang mukmin dalam Al-Quran dilukiskan sebagai salah satu diantara orang-orang yang ketika
membelanjakan harta yang tidak berlebih-lebihan dan tidak menimbulkan keburukan, tetapi
(mempertahankan) keseimbangan yang adil di antara sikap-sikap (yang ekstrem) tersebut.
Nabi pernah bersabda, Tuhan senang dengan hamba-Nya yang menunjukkan tandatanda atas nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya dalah kehidupannya (dalam pengertian
pemilikan dan pembelanjaannya). Akan tetapi dalam pembelanjaan untuk bersedekah,
meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, konsep
berlebih-lebihan tersebut tidak berlaku. Tidak ada pembatasan jumlah pembelanjaan dalam jenis
ini dan setiap pembelanjaan untuk keperluan tersebut akan mendapatkan imbala (pahala) dari
Allah SWT.
Dalam konsep dasar ini, setiap Muslim menyadari bahwa harta yang dimiliki bukanlah
mutlak kepemilikannya, melainkan sekedar titipan. Oleh karena itu, dalam penggunaan harta
tersebut harus mampu memberikan kemaslahatan tidak hanya bagi diri dan keluarganya, tetapi
juga bagi masyarakat sekitar. Yang dicari oleh seorang Muslim adalah keberkahan dalam
hartanya.

2.

Perolehan, pengolaan, dan pengangguran harta harus sesuai dengan syariat

Dari sudut pandang Islam, pertanggungjawaban seseorang atas harta yang pernah
dimiliki dilihat dari dua sudut. Pertama, dari mana dan bagaimana dia mendapatkannya.
Kedua, ke mana dan bagaimana ia mempergunakannya. Oleh karena itu, cara mendapankan dan
mengelolanya pun harus sesua dengan prinsip-prinsip syariah agar kita mampu melakukan
pertanggungjawaban kelak di akhirat atas harta yang dititipkan tersebut. Harta yang diperoleh
oleh seorang Muslim harus bersumber dari

Sesuatu yang halal sebab seorang Muslim tidak akan mau memberikan pendapatan dari harta
yang haram kepada keluarganya
Selanjutnya, pengelolaan dan penggunaan harta harus sesuai dengan aturan syariat.
Seorang muslim tidak akan mau mempergunakan hartanya untuk keperluan di jalan maksiat atau
menimbulkan kemudharatan bagi pihak lain
Semangat Islam dan kaitannya dengan harta dan pembelanjaannya dijelaskan dalam
sabda Nabi Muhammad SAW. bertanya kepada para sahabatnya Kepada siapakah diantara
kamu yang milik ahli warisnya lebih berharga daripada miliknya sendiri? Mereka
menjawab,Setiap orang menganggap harta miliknya sendiri lebih berharga daripada milik ahli
warisnya, kemudian, Nabi bersabda, Hartamu adalah apa yang kamu pergunakan dan harta
ahli warismu adalah yang tidak kamu pergunakan.
3.

Menata dan merencanakan keuangan tidak terbatas hanya untuk kebutuhan duniawi
Kehidupan manusia yang sesungguhnya bukanlah kehidupan di dunia.

Kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan kelak di akhirat. Kehidupan di akhirat sangat
ditentuakn oleh cara kita menjalani kehudupan selama di dunia. Oleh karena itu, pengelolaan
harta tidak hanya untuk keperluan konsumsi didunia, tetapi juga konsumsi bagi kehidupan kelak
di akhirat. Konsimsi bagi kehidupan di akhirat merupakan pengeluaran atas barang-barang yang
dioergunakan dalam membantu keperluan bagi perjuangan agama Allah (fi sabilillah), membantu
fakir miskin dan berbagai kegiatan social laiinya yang didasarkan pada niat yang ikhlas.

Artinya
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (dijalan Allah)
sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah). Maka
orang-orang yang briman di antara kamu dan meninfakkan (hartanya di jalan Allah) memprolh
pahala yang besar
(Q.S Al-Hadid (57):7)

Harta yang dimiliki tidak haya di pergunakanuntuk memperoleh keuntungan di


dunia,tetapi juga diprgunakan untuk meraih kuntuntungan bagi kehidupan kelak.hal ini sesuai
dengan firman allah swt.

Artinya
Perumpamaan orang yang menginfakkan hartaya di jalan allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai,pada setiap tangkai ada seratus biji.allah melipatgandakan bagi
siapayang dia khndaki,dan allah maha luas maha mengetahui.
[Q.S.AL-Baqorah:[2]261}

Artinya:
Dan carilah (pahala) negri akhirat dengan apa yang telah di anugerahkan Allah
kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan brbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu brbuat
kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.
(Q.S Al-Qasas; [28];77)

B. Konsepsi Kepmilikan dalam islam


Kepemilikan harta adalah hubungan antara manusia dan harta yang ditentukan oleh syara
dalam bentuk prlakuan khusus terhadap harta tersebut, yang memungkinkan untuk
mmprgunakannya secara umum hingga ada larangan untuk mnggunakannya. Secara bahasa,
kepemilikan brarti penguasaan manusia atas harta dan penggunaannya secara pribadi. Adapun
secara istilah, kepemilikan adalah pengkhususan hak atas sesuatu tanpa orang lain, dan ia berhak
untuk menggunakannya sejak awal, kecuali ada larangan syari. larangan syarI, misalnya
keadaan gila, ketrbelakangan akal (idiot), belum cukup umur ataupun cacat mental, dan
sebagainnya.
Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang berarti penguasaan
terhadap sesuatu. Secara terminologi, definisi al-milk sebagaimana dikemukakan ulama fiqh
adalah pengkhususan seseorang terhadap sesuatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak
hokum terhadap benda itu selama tidak adanya halangan syara yang melarangnnya.
Pembagian harta menurut boleh-tidaknya dimiiki adalah sebagai berikut.
1. Harta yang tidak dapat dimiliki dan dihakmilikkan orang lain. Contoh harta jenis ini
adalah barang public, seperti jalan umum, jembatan, dan taman kota. Harta ini tidak
boleh dimiliki secara individu sebab bermanfaat bagi kepentingan masyarakat secara luas
dan biasanya barang public ini disediakan oleh pemerintah.
2. Harta yang tidak bisa dimiliki kecuali dengan ketentuan
syariah. Yang termasuk
dalam harta ini adalah warisan, wasiat, harta wakaf, harta baitulmal, harta zakat dan
sebagainya. Harta ini dapat di peroleh jika suatu individu termaksut dalam kelompok
yang berhak untuk menerima nya.
2. Harta yang dapat dimiliki dan di hak milikan kepada orang lain harta inilah yang milik
hak pribadi setiap orang. Harta ini boleh di perjual beli kan sebab telah dimiliki seutuh
nya oleh sang pemilik harta.
Para ulama piqih menyatakan 4 cara pemilikan harta yang di syaratkan islam yaitu
1. Melalui pengeuasaan terhadap harta yang belom dimiliki seseorang atau badan hukum.
Harta ini masih bersifat bebas untuk dimiliki oleh semua orang. Misalnya, bebatuan di
sungai yang belum dimiliki seseorang atau badan hukum, pasir di sungai/gunung merapi,
tambang, dan sebagainya.
2. Melalukan transaksi dengan pihak lain seperti jual beli, hibah dan wakaf.
3. Melalu peningalan seseorang, seperti menerima harta dan wasiat.
4. Di peroleh dari hasil yang telah dimiliki selama ini, misalkan buah yang di tanam di
kebun atau anak ternak yang lahir.

10

Pemilikan secara umum dpat di bagi menjadi dua yaitu:


1. Al-milk an-tamm(milik sempurna) memberi dan manfaat harta itu dimiliki seseorang,
seperti orang memilikin rumah maka ia berkuasa penuh terhadap rumah itu dan ia boleh
memanfaatkannya secara bebas;
2. Al-milk an-naqish( milik yang tidak sempurna) yaitu seseorang hanya menguasai materi
harta, tetapi manfaat di kuasai orang lain seperti, Rumah yang di serah kan kepada orang
lain, seperti rumah yang diserahkan kepada orang lain untuk di sewa.
Kekhasan konsep islam mengenai hak milik pribadi terletak pada kenyataaan bahwa
dalam islam, legitimasi hak memiliki bergantung pada moral yang dikaitkan pada nya. Islam
dibedakan dari kapitalisme dan sosialisme dalam menetapkan hak milik karena tidak satu pun
dari kedua nya yang berhasil menetapkan individu selaras dengan mosaik sosial. Hak milik
pribadi merupakan dasar kapasitalis, sedangkan penghapusan nya merupakan suatu pokok
ajaran sosial. Kekayaaan yang tidak teebatas dalam kapasitas pasti tidak lumput dari
kencaman bahwa ia turut bertangung jawab terhadap kesenjagan pembagian kekayaan dan
pendapatan secara mencolok karena dalam perkembngan ekonomi.
Perusahaan yang monopoli harga dan produksi serta peeusahaan yang memiliki hak
mpnopoli. Hak yang tidak memiliki tidak ada batas nya ini telah membuat si kaya menjadi
kaya dan si miskin menjadi miskin. Islam memelihara keseimbangan antara hal gal yanf
berlawanan yang terlalu berlebih lebihan. Hal ini akan menjadinlebih jelas jika kita
menerapkan ketentuan ketemtuan pokok serta delapan ketentuan khusus syarat mengenai hak
milik kekayaan pribadi dan metode pengunaan nya.
Penjelasan secara teeperinci tentanf delapan ketenruan syariat yang mendukung
kekayaan pribadi adalah sbb:
1.

Pemanfaatan kekayaan yang ada di dunia ini merupakan anugrah dari Allah SWT.
Bagi kemakmuran dan kemaslatan umat. Oleh karna itu kekayaan yang dimiliki harus
dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan hidup manusia . Islam menentang sikap hidup
masyarakat yang hanya menumpuk harta, menelantarkan sumber ekonomi dan
kekayaan alam tanpa berusaha untuk dimanfaatkan didiriwayatkan bahwa nabi SAW
mengatakan bahwa orang yang menguasai tanah yang tidak bertuan tidak lagi
berhak atas tanah itu jika setelah tiga tahun menguasinya, ia tidak melangar nya
dengan baik.
Ajaran mengenai hak milik telah dijalan kan pada masa pemerintahan khalifah
umar, yang mengabulkan kembali beberapa bidang tanah yang telah di berikan oleh
nabi.
Makna pemanfaatan produktif dari kekayaan yang dimiliki adalah agar
perekonomian dapat bergerak. Apabila suatu kekayaan hanya di timpuk dan tidak
berusaha untuk di manfaatkan suatu perekonomian tidak akan bergerak. Islam
menyadari hal ini sehinga menyusun ketentuan syarat bahwa seluruh kekayaan harus
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

11

2.

Pembayaran zakat.ketentuan kedua syariat mengenal prilaku pemilik kekayaan


pribadi adalah membayar zakat sebanding dengan kekayaan yang di milikinya. Emas,
perak, uang jenis apa pun, hasil pertanian, hasil ternak, usaha perdagangan dan apa
saja yanf dimiliki oleh seseorang selama hidup nya mwrupakan harta benda wajid di
zakatkan.
3.
Pengunaan harta benda secara berfaedah, cara terbaik dimanfaatkan harta benda
di jalan allah adalah dengan merumuskan kebijaksanaan pemungutan pajak dari orang
orang kaya yang merupakan sumbangan mereka yang adil untuk meningkatkan
kesejahteraan umum. Oleh karna itu, pemanfaatan kekayaanndijalan allah sangat
penting karena merupakan salah satu syarat pokok bagi masyarkat untuk menjadi
makmur.
4.
Pengunaan harta tanpa merugikan orang lain. Apabila islam memberikan tekanan
pada pemakaian harta benda yang berfaedah, brarti membebankan kewajiban pada
pemilik harta benda untuk mengunakanya sedemikian rupa sehinga tidak
mendatangkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat. Pemilik mutlak segala
galanya ada pada Allah SWT, dan setiap individu, kaya atau miskin, mempunyai hak
untuk mengunakanya. Islam meningalkan dasar moral ini dengan menanamkan rasa
takut terhadap tuhan, yang dalam praktiknya brarti menghindari prilaku anti-sosial
dengan segala bentuk dan rupanya.
5.
Memiliki harta benda secara sah. Ketentuan kelima mengatur prilaku pemilik
harta benda , tercantum pada Al-Quran surat An-nisa;29,

Artinya:
Wahai orang orang yang beriman jangan lah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil(tidak benar). Kecuali dengan perdangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan jangan lah kamu membunuh
dirimu sunguh allah maha penyayang kepadamu.
(Q.S. AN-Nisa [4],29)
Semua tindakan untuk memperoleh harta benda dengan cara cara melangar hukum
dilarang. Mendapatkan harta benda atau barang dengang dengan curang termaksut
perbuatan yang dilarang. Demikian pula, apa bila mendapatkan hak milik melalui
keputusan pengadilan dengan cara yang tercela seperti penyuapan dan kesakaian
palsu merupakan perbuatan melangar hukum.
12

Artinya:
Dan orang orang tidak mengetahui berkata , mengapa allah tidak berbicara
denfan kita atau datang tanda tanda (kekuasanya) kepada kita?. Demikian pula
orang orang yang sebelum mereka telah berkata seperti ucapan mereka itu. Hati
mereka serupa sesunguhnya telah kami jelaskan tanda tanda( kekuasan kami) kepada
orang orang yang yakin.
(Q.S. AL-Baqarah [2],118)
Karna masyarakat cenderung bergerak ke arah materialisme. Banyak yang berpaling pada cara
cara penipuan, monopoli, dan riba untuk menambah kekayaan. Syariat memberikan kekuasan
penuh pada negara untuk menghukum kegiatan kegiatan yang tidak jujur.
Penimbunan atau monopoli harta karena tindakan ini menyebabkan keluarnya kekayaan
dari peredaran dan menjadikan pemilik dan orang lain dalam masyarakat tidak dapat
memanfaatkan kekayaan itu.

6. Penggunaan Berimbang.
Setiap orang harus menggunakan harta yang dimiliki secara berimbang, yaitu
jangan boros ataupun kikir.

13

Artinya: dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu
apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
sombong dan membanggakan diri, (yaitu) orang yang kikir, dan menyuruh orang lain
berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah Allah kepadanya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan (Q.S.An-Nisa(4);3637)

Dengan cara ini Islam mempertahankan keseimbangan dalam menggunakan


harta benda. Harta benda yang diperoleh secara sah menurut hukum merupakan
kemurahan hati Allah SWT. Yang disediakan oleh-Nya untuk keperluan hidup.
Semua ini harus dipelihara dengan baik dan jangan diboroskan.
7. Pemanfaatan sesuai dengan hak.
Islam menekankan pengguna harta benda dengan menjamin manfaatnya bagi
pemilik. Dalam praktiknya, orang memanfaatkan hartanya untuk kepentingan diri
sendiri, baik dibidang politik maupun dibidang ekonomi dengan mengabaikan
kepentingan yang luas bagi masyarakat. Hal ini sangat bertentangan dengan jiwa
Islam. Dalam Islam, Negara harus menjamin bahwa harta akan tidak digunakan
untuk mencapai tujuan bagi kepentingan diri sendiri.

8. Kepentingan kehidupan.
14

Karena pesoalan pengawasan dan pembagian harta tidak timbul setelah kematian
pemiliknya, kepentingan merekan yang masih hidup haus terjamin dengan mempraktikan hokum
waris Islam. Ciri khas konsep harta Islami terletak pada perintah etika dan moral mengenai hal
itu, dengan perintah memberikan kesempatan bagi Negara Muslim untuk mengatur konsep hak
milik pribadi. Dalam agama Islam terkandung asas-asas yang jika dipahami dan diterapkan
dengan baik dapat menjadi pemecah terbaik bagi keburukan kapitalisme ataupun pemecahan
terbaik bagi keburukan komunisme serta menjamin kebahagiaan dan harta, ketertiban, dan
keadilan.

Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani (Rivai dan Buchari, 2009), ada tiga macam
kepemilikan, yaitu sebagai berikut :
a. Kepemilikan Individu (milkiyah fardhiah)
Kepemilikan individu yaitu izin syariat kepada individu untuk memanfaatkan suatu
1)
2)
3)
4)
5)

barang melalui lima sebab kepemilikan individu, yaitu :


Bekerja.
Warisan.
Keperluan harta untuk mempertahankan hidup.
pemberian hartanya untuk kesejahteraan rakyat
harta yang diperoleh individu tanpa berusaha, seperti hibah, hadiah, warisan,
barang temuan, santunan untuk khilafah atau pemegang kekuasaan pemerintah.

b. Kepemilikan Umum (milkiyahammah)


Kepemilikan umum yaitu izin syriat kepada masyarakat secara bersama-sama
memanfaatkan kekayaan berupa :
1) barang-barang yang mutlak diperluakan manusia dalam kehidupan seharihari, seperti air, sumber energi, dan hasil hutan.
2) barang yang mungkin tidak dimiliki individu, seperti sungai, pelabuhan,
danau, lautan, jalan raya, jembatan, bandara, sarana ibadah, dan sebagainya.
3) barang yang menguasai hajad hidup orang banyak.

c. Kepemilikan Negara (milkiyah daulah)


Kepemilikan Negara yaitu izin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya
berada ditangan khalifah sebagai kepala Negara. Termasuk dalam kategori ini adalah
ghanimah, fai, dan sebagainya.
15

Pemanfaatan kepemilikan adalah cara seseorang memperlakukan harta kekayaannya


sesuai dengan ketentuan syariat. Menurut rifai dan buchari,(2009), ada dua bentuk pemanfaatan
harta, yaitu sebagai berikut :
1. Pengembangan Harta (Tanmiyat Al-Mal)
Pengembangan harta yang berkaitan dengan cara dan sarana yang
menghasilkan pertambahan harta, yaitu produksi, pertanian, perdagangan, industry,
dan investasi uang pada sektor jasa. Hukum pengembangan harta berkaitan dengan
mengenai cara dan sarana untuk menghasilkan harta. Pada sisi lain, Islam melarang
beberapa untuk mengembangkan harta yang berkaitan dengan riba dan perolehan
harta yang tidak sesuai dengan syariat.
2. Pengguanaan Harta (Infaq Al-Mal)
Pemanfaatan harta dengan atau tanpa manfaat material yang didiperoleh. Islam
mendorong umatnya untuk menggunakan hartanya tidak untuk kepentingan pribadi,
tetapi juga untuk kepentingan social dan fi sabilillah. Kebutuhan yang harus dipenuhi
tidak hanya kebutuhan material duniawi, tetapi juga harus kebutuhan ukhrawi yang
diperuntungkan bagi keperluan social dan fi sabilillah. Islam mel;arang beberapa
praktik penggunaan harta, seperti risywah(suap), israf, tabdsir, dan taraf(membeli
barang atau jasa haram), dan mencela perilaku bakhil. Implikasi dari penggunaan
harta dengan selalu melihat aturan syariat akan menghidarkan masyarakat dari
kemudharatan

Kedua bentuk pemanfaatan harta tersebut, baik dengan cara dikembangkan maupun
didayagunakan bertujuan untuk mencapai falah dan keberkahan yang maksimal serta dapat
memberikan kemaslahatan bagi pihak lain. Rukun Islam, yaitu kewajiban berzakat dan berhaji
menuntut manusia beriman untuk memiliki harta yang mencukupi agar dapat melaksanakan dua
kewajiban tersebut. Hal ini menandakan manusia beriman dituntut untuk menjadi manusia yang
16

berkecukupan. Solusi yang dilakukan adalah mengan mengembangkan dan mendayagunakan


harta tersebut secara produktif demi kemaslahatan umat dengan cara-cara yang sesuai dengan
aturan syariat. Dengan demikian, harta yang berkembang dang berdaya guna menjadi sumber
daya utama dalam membangun umat.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

1.

Teori Harta

17

Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak bisa
ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi kebutuhannya, baik yang
bersifat materi ataupun immateri.
2.

Teori Kepemilikan

Hak milik (kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan harta yang ditetapkan syara',
dimana manusia memiliki kewenangan khusus untuk melakukan transaksi terhadap harta
tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal yang melarangnya. Kepemilikan adalah sesuatu yang
dimiliki oleh manusia, baik berupa harta benda (dzat) atau nilai manfaat.
3.

Harta Dalam Sudut Pandang Islam

Harta dinamakan al-mal mengingat semua o.rang, siapa, kapan dan dimanapun pada dasarnya
adalah condong, senang, mau dan cinta pada harta khususnya uang. Menurut istilah syari harta
diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum
syara (hukum Islam) seperti jual-beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian.
4.

Kepemilikan Harta Dalam Islam

Kepemilikan harta dalam Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : kepemilikan individu,
kepemilikan umum dan kepemilikan Negara.
5.

Maqashid Syariah Dalam Kepemilikan

Maqashid syariah atau memelihara harta dalam kepemilikan harta adalah sebagai berikut :
Hak milik individu, dalam mendapatkannya harus sesuai dengan syariat Islam yaitu dengan
cara bekerja ataupun warisan dan tidak boleh memakan harta orang lain dengan cara yang bathil
atau memakan hasil riba. Menggunakannya pun harus sesuai dengan syariat Islam, tidak
digunakan untuk hal-hal yang dilarang oleh agama dan tidak digunakan untuk hal-hal yang
bersifat mubazir atau pemborosan. Selain itu, harus mengeluarkan zakat dan infaq guna
membersihkan harta sesuai dengan harta yang dimiliki.
Hak milik sosial ataupun umum, karena kepemilikan benda-benda ini secara umum (air,
rumput dan api) yang merupakan sumber daya alam manusia yang tidak dapat dimiliki
perorangan kecuali dalam keadaan tertentu, maka cara menjaganya harus dilestarikan dan tidak
digunakan dengan semena-mena. Misalnya, air sungai dijaga kejernihanya dengan cara tidak
membuang sampah atau limbah ke sungai. Hutan dijaga kelestarian tumbuhannya, tidak boleh
ada penebangan liar.
Hak milik Negara, pada dasarnya kekayaan Negara merupakan kekayaan umum, namun
pemerintah diamanahkan untuk mengelolanya dengan baik. Dengan begitu suatu Negara dituntut
mengelola kekayaan Negara dengan cara menjaga dan mengelola sumber daya alam dan sumber
pendapatan Negara jangan sampai diambil alih oleh Negara lain dan tidak boleh digunakan untuk
18

kepentingan pribadi (korupsi). Dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umum juga, seperti
penyelenggaraan pendidikan, regenerasi moral, membangun sarana dan prasarana umum, dan
menyejahterakan masyarakat.
6.

Pembagian Harta Dalam Islam

1)

Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim

Menurut Wahbah Zuhaili(1989,IV,hal.44), al-maal al mutaqawwim adalah harta yang dicapai


atau diperoleh manusia dengan sebuah upaya, dan diperbolehkan oleh syara' untuk
memanfaatkannya, sedangkan al-maal gairu al mutaqawwim adalah harta yang belum diraih atau
dicapai dengan suatu usaha, maksudnya harta tersebut belum sepenuhnya berada dalam
genggaman kepemilikan manusia
2)

'Iqar dan Manqul

manqul adalah harta yang memungkinkan untuk dipindah, ditransfer dari suatu tempat ke tempat
lainnya, baik bentu fisiknya (dzat atau 'ain) berubah atau tidak, dengan adanya perpindahan
tersebut, sedangkan 'iqar adalah sebaliknya, harta yang tidak bisa dipindah dari satu tempat ke
tempat lainnya, seperti tanah dan bangunan.

3)

Mitsli dan Qilmi

Al maal al mitsli adalah harta yang terdapat padanannya dipasaran, tanpa adaya perbedaan atas
bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya, sedangkan Al maal al qimi adalah harta
yang tidak terdapat padanannya di pasaran, atau terdapat padanannya, akan tetapi nilai tiap
satuannya berbeda, seperti domba, tanah, kayu, dan lainnya.
4)

Istikhlaki dan Isti'mali

Al maal al istikhlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak
bentuk fisik harta tersebut, seperti aneka warna makanan dan minuman, kayu bakar, BBM, uang,
dan lainnya. Sedangkan Al maal al isti'mali adalah harta yang mungkin untuk bisa dimanfaatkan
tanpa harus merusak bentuk fisiknya.

B.

Kritik Dan Saran

Saran dan masukan melalui diskusi mengenai makalah ini sangat membantu penulis untuk
melengkapi kekurangan-kekurangan dalam materi ini, karena penulis akui dalam penulisan
makalah ini adanya keterbatasan literatur yang ditemui.

19

20

Anda mungkin juga menyukai