Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH


Sistem Keuangan Islam Dan Konsep Operasional Bank Dan Lembaga
Keuangan Syariah

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:


 MUHAIMIN (22204027)

 SUKMA AYU (22204003)

 M.SYIHABUDDIN (22204018)

 BINTANG FRADITYA (22204011)

DOSEN PENGAMPU :

OCTAMI ACHNI,MM.AK

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH


INSTITUT DARUL ULUM SAROLANGUN
TAHUN AJARAN 2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu Wa Ta’’ala, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sistem
Keuangan Islam Dan Konsep Operasional Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah”
yang dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Syariah. Tak lupa
shalawat dan salam semoga selalu tercurahka kepada Nabi akhir zaman, Muhammad
Shallahu’Alaihi Wa Sallam, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.

Semoga makakah ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat
khususnya mahasiswa serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis
yakin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk penulis dan
para pembaca. Untuk kedepannya, penulis berharap agar memperbaiki bentuk dan isi
makalah menjadi lebih baik lagi.

Sarolangun, Januari 2024

Kelompok 3

2
3
BAB I
PENDAHULUAN
a) Latar belakang

Islam memandang harta sebagai amanah yang dititipkan Allah SWT kepada manusia
untuk dapat digunakan bagi kebaikan dan manfaat yang seoptimal mungkin. Sebab itu, harta
juga merupakan ujian keimanan bagi manusia. Kepemilikan harta kekayaan pada manusia
terbatas pada kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara
mutlak. Saat manusia meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan
kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah Islam juga menganjurkan manusia untuk
bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan meminta-meminta dalam mencari harta
kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi sebagian perintah Allah seperti infaq, zakat,
pergi haji, wakaf, dan sebagainya. Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar,
tujuannya benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-
rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.

Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk
mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi, lembaga
tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya, keberadaannya
harus dipandang dalam konteks keseluruhan keberadaan masyarakat (manusia), serta nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Islam menolak pandangan yang
menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan ilmu yang netral-nilai.

Bank adalah badan usaha yang mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan, pinjaman dan bentuk lainya yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Menurut ensiklopedia Islam, bank islam adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam sistem pembayaran serta penyebaran
pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syaria'ah Islam.

b) Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini, yaitu :

1. Bagaimana konsep memelihara harta kekayaan?

2. Bagaimana memperoleh dan menggunakan harta dalam Islam?

4
3. Apa saja jenis dan akad/kontrak/transaksi?

4. Apa saja transaksi yang dilarang?

5. Apa itu riba dan jenis riba?

6. Apa saja prinsip sistem keuangan Syariah?

7. Apa saja jenis instrumen keuangan Syariah?

c) Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui konsep dalam memelihara harta kekayaan

2. untuk dapat mengetahui cara memperoleh dan menggunakan harta dalam Islam

3. Dapat mengetahui apa saja jenis dan akad/kontrak/transaksi

4. Dapat mengetahui apa saja transaksi yang dilarang

5. Dapat mengetahui Apa itu riba dan jenis riba

6. Dapat mengetahui prinsip sistem keuangan syariah

7. Dapat menyebutkan jenis-jenis instrument keuangan Syariah

5
BAB II
PEBAHASAN

A. SISTEM KEUANGAN SYARIAH

a) Konsep memelihara harta kekayaan

Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan di mana manusia tidak akan bisa
terpisah darinya. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan
menambah kenikmatan materi maupun non materi. Namun demikian, semua motivasi ini
dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkan dengan cara yang halal, dipergunakan
untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat di
tempat dia hidup (Jauhar, 2009). Oleh sebab itu, harta yang telah dimiliki oleh setiap individu
selain didapatkan dan digunakan juga harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan
menjaga jiwa, karena harta akan menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan
kesempurnaan kehormatan jiwa tersebut. Konsep harta dalam ekonomi Islam saat ini adalah
perihal yang sangat penting. harta dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang penting.

Memelihara harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan
digunakan sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan
keinginan pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah SWT. Islam menganjurkan
manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan meminta-minta dalam
mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari termasuk memenuhi sebagian perintah Allah seperti infak, zakat,
pergi haji, perang jihad, dan sebagainya. “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung”. QS 62:101

“Sesungguhnya zakatzakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,


penguruspengurus zakat, Para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”.

Harta yang paling baik menurut Rasulullah, adalah yang diperoleh dari hasil kerja
atau perniagaan, sebagaimana diriwayatkan oleh hadis-hadis berikut: “Harta yang paling baik

6
adalah harta yang diperoleh oleh tangannya sendiri...” HR. Bazzar At Thabrani “Barang siapa
membuka bagi dirinya satu pintu memintaminta yakni membiasakan diri memintaminta
meski belum benar-benar terpaksa niscaya Allah akan membukakan baginya tujuh puluh
pintu kemiskinan”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Harta yang baik harus
memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar legal and fair, serta
dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah SWT. Menurut Islam,
kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama
masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak.

b) Memperoleh dan menggunakan harta dalam Islam

Memperoleh harta adalah aktivitas ekonomi yang masuk dalam kategori ibadah
muamalah (mengatur hubungan manusia dengan manusia). Kaidah fikih dari muamalah
adalah semua halal dan boleh dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam AlQur’an
dan As-Sunah.

Kaidah fikih ini berlandaskan pada firman Allah dan Hadis berikut. “Dialah (Allah) yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu…” (QS Al-Baqarah: 29), “Dan Dia
menundukkan untukmu apayang ada di langit dan apa uang ada di bumi untukmu
semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh dalam hal yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi orangorang yang berfikir.” (QS Jasiyah:13)

Jadi hukum dasar muamalah adalah boleh, karena tidak mungkin Allah menciptakan
segala sesuatu dan menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu diharamkan atau
dilarang. Secara pasti, hal yang dilarang pada hakikatnya adalah untuk kebaikan umat
manusia itu sendiri.

Harta dikatakan halal dan baik apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau
sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan
dalam AlQur’an dan As-Sunah.

Misalnya, uang untuk mendirikan rumah yatim piatu yang diperoleh dari mencuri adalah
harta haram, walaupun tujuannya benar. Namun cara memperolehnya salah (haram), sehingga
tidak dibolehkan syariah.

7
“Barang siapa mengumpulkan harta dari jalan haram, lalu dia menyedahkannya, maka dia
tidak mendapatkan pahala, bahkan mendapatkan dosa.” (HR Huzaimah dan Ibnu Hiban
disahkan oleh

c) Jenis dan akad/kontrak/transaksi

Akad dalam bahasa arab ‘al-‘aqd, jamaknya al-‘uqud berarti ikatan atau mengikat (al-
rabth). Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya (Ghufron Mas’adi, 2002). Menurut abdul Razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatul
‘aqdi, akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban
hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait
langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut. (Ghufron Mas’adi, 2002).
Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. “Hai orang-
orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS Al-Maidah: 1) Akad dari segi ada atau tidak adanya
kompensasi, fikih muamalat membagi lagi akad menjadi 2 bagian yakni:

1. Akad Tabarru’ (Gratuitous Contract) adalah perjanjian yang merupakan transaksi


yang tidak ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi
ini tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’ pihak yang
berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak
lainnya karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT.

2. Akad Tijarah (Compensational Contract) merupakan akad yang ditujukan untuk


memperoleh keuntungan. Dari sisi kepastian yang di peroleh, akad ini dibagi 2,
yaitu:

a. Natural Uncertainty Contract, merupakan kontrak yang diturunkan dari teori


pencampuran, dimana pihak bertransaksi saling mencampurkan aset yang mereka
miliki menjadi satu, kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu, kontrak jenis ini tidak memberikan imbal
hasil yang pasti. Contoh yang termasuk dalam kontrak ini adalah musyarakah
termasuk di dalamnya mudharabah. b. Natural Certainly Contract, merupakan

8
kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana kedua bela pihak saling
mempertukarkan aset yang dimilikinya, sehingga objek pertukarannya (baik barang
maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah
(quantity), mutu (quality), harga (price), dan waktu penyerahan (time delivery).
Dalam kondisi ini secara tidak langsung kontrak jenis ini akan memberi imbal hasil
yang tetap dan pasti karena sudah diketahui ketika akad. Contoh akad ini adalah
akad jual beli (baik penjualan tunai, penjualan tangguh, salam, dan itishna’) maupun
akad sewa (ijarah).

d) Transaksi yang dilarang

Hukum asal dalam muamalah adalah semuanya diperbolehkan kecuali ada ketentuan
syariah yang melarangnya. Larangan ini dikarenakan beberapa sebab antara lain dapat
membantu berbuat maksiat/melakukan hal yang dilarang Allah, adanya unsur penipuan,
adanya unsur menzalimi pihak yang bertransaksi dan sebagainya. Dasar hukum yang dipakai
dalam melakukan transaksi bisnis yaitu: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah membunuh
dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.” Jadi, setiap transaksi bisnis harus
ndidasarkan kepada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (an taradhim minkum) dan
tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan didzalimi (la tazhlimuna wa la
tuzlamun), sehingga jika ingin memperoleh hasil mau mengeluarkan biaya dan jika ingin
untung harus mau menanggung risiko.

e) riba dan jenis riba

Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang
(annumuw), meningkat (al-irtifa), dan membesar (al-uluw). Imam Sarakhzsi, mendefinisikan
riba sebagai tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwadh
(padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Menurut ijmak konsesus para
ahli fikih tanpa terkecuali, bunga tergolong riba, karena riba memiliki persamaan makna dan
kepentingan dengan bunga. Lebih jauh lagi,

lembaga Islam Internasional maupun nasional telah memutuskan sejak tahun 1965
bahwa bunga bank atau sejenisnya adalah sama dengan riba dan haram secara syariah.
Bahkan MUI telah mengeluarkan fatwa (Nomor 1 Tahun 2004) bahwa bunga yang dikenakan
dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh
9
lembaga keuangan, individu maupun lainnya hukumnya adalah haram. Larangan riba
sebenarnya tidak hanya berlaku untuk agama Islam, melainkan juga diharamkan oleh seluruh
agama samawi selain Islam (Yahudi dan Nasrani). Larangan riba dalam kitabYahudi,
perjanjian lama dan perjanjian baru : “Janganlah engkau membungakan kepada Saudaramu,
baik maupun bahan makanan, atauapa pun yang dapat dibungakan.” (Kitab Deuteronomy,
pasal 23 ayat 19)

f) prinsip sistem keuangan syariah

Filosofi sistem keuangan syariah “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat
interaksi antara faktor produksi dan perilaku ekonomi seperi yang dikenal pada sistem
keuangan konvensional, melainkan juga harus menyeimbangkan berbagai unsur etika, moral,
sosial dan dimensi keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju
masyarakat yang sejahtera secara menyuluruh.u akibat penjualan ataupun pinjaman. Berikut
ini adalah prinsip sistem keuangan islam sebagaimana yang diatur melalui Al-quran dan As-
sunah.

B. Lembaga Keuangan Syariah


Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah bukan hanya bank, secara
garis besar dapat digambarkan di bawah ini lembaga-lembaga keuangan syariah yang ada,
yaitu:
1. Bank Syariah
a. Pengertian
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utamanya adalah
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang, pada awalnya
istilah bank memang tidak di dikenal di dunia islam, yang lebih dikenal adalah jihbiz yang
mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu jihbiz dikenal dengan penagih dan
penghitung pajak pada benda yang kena pajak yaitu barang dan tanah.
Pada zaman Bani Abbasiyyah, jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukaran uang yang pada
waktu itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus yang terbuat dari tembaga,
dengan adanya fulus para gubernur pemerintahan cenderung mencetak fulusnya masing-
masing sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus tersebut, kemudian ada sistem penukaran
uang. Selain melakukan penukaran uang jihbiz juga menerima titipan dana, meminjamkan
uang, dan jasa pengiriman uang.
b. Sejarah Bank Syariah

10
Ide untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama dan ditandai
dengan munculnya para pemikir islam yang menulis mengenai bank syariah, mereka
diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952) dan
ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi (1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad
Hamidullah pada tahun 1944-1962 bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan
syariah.
Perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940,
yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji secara non-konvensional.
Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal Saving Bank oleh Ahmad El-Najar
yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr
berkembang dengan membuka sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang.
Gagasan lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada
tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Di Indonesia sendiri sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan 1970
yang dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan Seminar
Internasional pada tahun 1976. Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat
yang merupakan hasil kerja tim Perbankan MUI yang ditandatangani pada tanggal 1
Nopember 1991.
c. Produk-produk Bank Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga yaitu Produk
penyaluran dana, produk penghimpunan dana, dan produk jasa yang diberikan bank kepada
nasabahnya.
 Penyaluran Dana
Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Jual beli dilaksanakan karena adanya pemindahan kepemilikan barang. Keuntungan
bank disebutkan di depan dan termasuk harga dari harga yang dijual. Terdapat tiga
jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam bank syariah, yaitu:
 Ba’i Al Murabahah: Jual beli dengan harga asalditambah keuntugan yang disepakati
antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang
kepada nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai
dengan kesepakatan.
 Ba’i Assalam: Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan
uangnya di tempat akad sesuai dengan harga barang yang dipesan dan sifat barang

11
telah disebutkan sebelumnya. Uang yang tadi diserahkan menjadi tanggungan bank
sebagai penerima pesanan dan pembayaran dilakukan dengan segera.
 Ba’i Al Istishna: Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa
digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna mengikuti
Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali pembayaran.
d. Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa. Dalam hal ini bank
meyewakan peralatan kepada nasabah dengan biaya yang telah ditetapkan secara pasti
sebelumnya.
e. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam prinsip bagi hasil terdapat dua macam produk, yaitu:
 Musyarakah: Adalah salah satu produk bank syariah yang mana terdapat dua pihak
atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana
seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud. Dalam hal ini seluruh pihak yang bekerjasama
memberikan kontribusi yang dimiliki baik itu dana, barang, skill, ataupun aset-aset
lainnya. Yang menjadi ketentuan dalam musyarakah adalah pemilik modal berhak
dalam menetukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek.
 Mudharabah: Mudharabah adalah kerjasama dua orang atau lebih dimana pemilik
modal memberikan memepercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan
perjanjian pembagian keuntungan. Perbedaan yang mendasar antara musyarakah
dengan mudharabah adalah kontribusi atas manajemen dan keuangan pada
musyarakah diberikan dan dimiliki dua orang atau lebih, sedangkan pada
mudharabah modal hanya dimiliki satu pihak saja.
 Penghimpun Dana
Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito.
Prinsip yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
o Prinsip Wadiah
Penerapan prinsip wadiah yang dilakukan adalah wadiah yad dhamanah yang
diterapkan pada rekaning produk giro. Berbeda dengan wadiah amanah, dimana
pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga

12
ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Sedangkan pada wadiah amanah
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
o Prisip Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik
modal sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang tersimpan
kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini
apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank
bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan, maka prinsip
mudharabah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
 Mudharabah mutlaqah: prinsipnya dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga
ada dua jenis yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Tidak ada
pemabatasan bagi bank untuk menggunakan dana yang telah terhimpun.
 Mudharabah muqayyadah on balance sheet: jenis ini adalah simpanan khusus dan
pemilik dapat menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipatuhi oleh bank, sebagai
contoh disyaratkan untuk bisnis tertentu, atau untuk akad tertentu.
 Mudharabah muqayyadah off balance sheet:Yaitu penyaluran dana langsung
kepada pelaksana usaha dan bank sebagai perantara pemilik dana dengan pelaksana
usaha. Pelaksana usaha juga dapat mengajukan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi bank untuk menentukan jenis usaha dan pelaksana usahanya.
 Jasa Perbankan
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat
memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa sewa atau
keuntungan, jasa tersebut antara lain:
o Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Adalah jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu
yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
o Ijarah (Sewa)
Kegiatan ijarah ini adalah menyewakan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-
laksana administrasi dokumen (custodian), dalam hal ini bank mendapatkan
imbalan sewa dari jasa tersebut.
C. Sistem Operasional Kelembagaan Bank Syariah
a. Lembaga bank syariah

13
Lembaga keuangan (financial institution) adalah perusahaan yang usahanya bergerak
dalam bidang jasa keuangan. Yang juga diartikan sebagai segala kegiatan lembaga keuangan
ini akan selalu berkaitan dengan bidang keuangannya, perhimpunan dananya, menyalurkan
dana dan juga jasa-jasa keuangan lainnya. Dalam dunia bisnis,lembaga keuangan ini
mempunyai fungsi sangat penting yang terutamanya lembaga keuangan ini sebagai lembaga
intermediasi (financial intermediary) antara pihak pemilik modal dengan pihak lainnya yang
membutuhkan jasa lembaga keuangan. Hubungan antara pihak pihak yang berkaitan dengan
lembaga keuangan ini harus selalu dibentuk atas dasar kontrak perjanjian atau perikatan.
Di dalam aspek hukum lembaga keuangan syariah, pada waktu akan melakukan
penyusunan kontrak perjanjian atau perikatan, masing-masing pihak diwajibkan untuk
mengacu pada hukum dan ketentuan syariah. Keterikatan ini perwujudan dari fitrah perbuatan
manusia yang selalu terikat dalam hkum syara’. Lembaga-lembaga keuangan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah maka dapat disebut
Lembaga Keuangan Syariah.
Lembaga keuangan syariah berfungsi menyediakan jasa dan perantara bagi pemilik
modalnya dengan perusahan-perusahaan yang membutuhkannya dana. Dapat dikatakan
kehadiran lembaga keuangan yang memfasilitasi arus peredaran uang didalam dunia bisnis,
sehingga uang-uang yang berasal dari masyarakat dapat dikumpulkan melalui berbagai
bentuk bentuk produk penghimpunan dana , sebelum disalurkannya kembali kepada orang-
orang yang membutuhkan didalam bentuk biaya.
b. Ciri-ciri dan Landasan Opersional Bank Syariah
Perbankan syariah merupakan bank yang beroperasi berdasarkan hukum islam dan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah menurut kententuan al-qur'an dan hadist perbankan
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian di wujudkan dalam
bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku (tidak rigit) dan dapat dilakukan
dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas wajar.
2. Penggunaan presentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran harus
dihindari, karena presentase sangat berhubungan pada sisa hutang meskipun batas
waktu perjanjiannya telah berakhir.
3. Dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek bank Islam tidak boleh menerapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan dimuka.
4. Pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposit/tabungan oleh penyimpan
dianggap sebagai titipan, sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang
14
diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayaai bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip syariah islam sehingga kepada nasabah tidak
dijanjikan imbalan yang pasti.
5. Bank islam tidak menerapkan jual-beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang
yang sama.
6. Adanya pos pendapatan "rekening pendapatan non halal" sebagai hasil dari transaksi
dengan bank konvesionalyang menerapkan sistem bunga.
7. Ciri lain bank Islam adalah adanya dewan pengawas syariah yang bertugas untuk
mengawasi sistem operasional bank dari sudut syariah.
8. Produk-produk dalam Bank Syariah menggunakan sebutan-sebutan dari istilah arab.
9. Adanya produk yang tidak terdapat di dalam bank konvesional, yaitu kredit tanpa
beban yang murni bersifat sosial, dimana nasabah tidak ada kewajiban untuk
mengembalikannya.
Fungsi kelembagaan bank islam selain menjabatani antara pihak pemilik modal dengan
pihak yang membutuhakan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sistem keuangan Islam dilakukan untuk memenuhi maqashidus syariah bagian


memelihara harta. Dalam menjalankan sistem keuangan Islam, faktor yang paling utama
adalah adanya akad/kontrak/transaksi yang sesuai dengan syariat Islam. Agar akad tersebut
sesuai syariah maka akad tersebut harus memenuhi prinsip keuangan syariah, yang berarti
tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syariah. Prinsip keuangan syariah sendiri secara
ringkas harus mengacu pada prinsip rela sama rela, tidak ada pihak yang menzalimi dan
dizalimi, hasil usaha muncul bersama biaya, dan untung muncul bersama risiko.

Sistem keuangan Islam diperlukan untuk menjadi alternatif sistem keuangan baru
yang tahan terhadap krisis keuangan global. Sistem keuangan Islam melarang adanya praktik
bunga (riba), larangan mengenai time value of money, dan larangan perilaku spekulatif
(ketidakpastian) dalam transaksi yang merupakan penyebab terjadinya krisis keuangan.
Prinsip dasar dalam sistem keuangan Islam adalah bagi hasil (profit-loss sharing) yang
dilakukan melalui pola pembiayaan mudharabah danmusyarakah.

Kegiatan operasional perbankan syariah harus dilakukan oleh suatu bank yang seluruh
kegiatan operasionalnya berdasarkan syariah Islam, maka dari itu diperlukan suatu lembaga
yang bertugas untuk memberikan nasehat kepada bank tersebut mengenai produk-produk
pelayanan perbankan yang menyimpang dari ketentuan syariah islam. Dalam melaksanakan
tugasnya, lembaga tersebut diharapkan dapat memberikan saran-saran kepada Bank Indonesia
didalam pengawasan dan pembinaan bank syariah.
Agar terdapat kemurnian dalam pelaksanaan operasinya, bank yang beroperasi secara
Syariah Islam tidak boleh dilakukan oleh Bank konvensional, melainkan oleh lembaga bank
yang terpisah. Agar masyarakat dapat membedakan mana yang Syariah dan mana yang
Konvensional.
B. Saran

Makalah ini masih banyak kekurangan dan menimbulkan banyak pertanyaan. Oleh karena itu
saran dan masukan kami perlukan untuk perbaikan ke depannya. Semoga mendapat ridho

16
dari Allah swt. setelah membaca makalah yang penulis buat dengan dapat memahaminya
dengan mudah. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Nurhayati dan Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia Edisi 2. (Jakarta: Salemba
Empat) hal. 66

http://efa-mbem.blogspot.com/2013/04/makalah-sistem-keuangan-syariah.html (Diakses pada


1 Oktober 2018 pukul 20.25)

https://idslide.net/view-doc.html?utm_source=jawaban-kasus-aksyar (Diakses pada 2


Oktober 2018 pukul 17.14)
Basyaib,Hamid.,dkk, Bank Tanpa Bunga, Yogyakarta: PT.MITRA GAMA WIDYA,1992.
Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: GRAHA
ILMU,2010.
Mardani, Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia, Jakarta: PT Refika Aditama,2011.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah,Yogyakarta:Unit Pernebitan dan Percetakan
(UUP)AMPYKPN,2002.

17

Anda mungkin juga menyukai