Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

STUDI IBADAH DAN SYARIAH

Disusun Oleh :
Ali Akbar Saukani (2133.0040)

Mata Kuliah : Studi Keislaman


Dosen Pengampu : Zainal Azman, MPd.I

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ( HTN )


STAI BUMI SILAMPARI
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam, semoga sholawat dan salam
dilimpahkan kepada Hamba dan Rosull-Nya Muhammad SAW juga kepada keluarga dan
segenap sahabatnya.
Atas berkat rahmat, hidayah dan pertolongan Allah, makalah ini bisa kami selesaikan,
dan makalah ini hanyalah sebagai pengantar bagi mahasiswa yang ingin mempelajari
"Syariah, ibadah, dan muamalah" sehingga karena baru sebagai pengantar maka diharapkan
mahasiswa membaca buku-buku lain untuk melengkapi pengalamannya.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari banyak kesalahan dan kekurangan-kekurangan
yang telah kami sampaikan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu kami mohon maaf yang
seikhlas-ikhlasnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
1. Apa yang dimaksud dengan syariah, ibadah dan muamalah?..........................................................1
2. Apa saja madzhab dalam hukum islam dan penjelasannya?...........................................................1
3. Bagaimana HAM dalam presfektif islam?......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
A. SYARIAH, IBADAH, DAN MUAMALAH...................................................................................2
B. MENGENAL MADZHAB DALAM HUKUM ISLAM.................................................................8
C. HAK ASASI MANUSIA...............................................................................................................10
1. Hak Asasi Manusia Menurut Uud..................................................................................................10
2. Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam........................................................................10
3. Definisi Hak Asasi Manusia Dan Konsepnya Dalam Islam...................................................13
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................15
A. Kesimpulan........................................................................................................................................15
B. Saran..................................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala
pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh
dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT
yang telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu
bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah
SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang
sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum
Allah yang Normatif dan Deskriptif. Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah,
baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-
Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut
digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah
tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat
dunia dan akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan syariah, ibadah dan muamalah?
2. Apa saja madzhab dalam hukum islam dan penjelasannya?
3. Bagaimana HAM dalam presfektif islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SYARIAH, IBADAH, DAN MUAMALAH


a. Syariah
Pengertian syariah secara etimologi berarti sumber air atau jalan yang lurus.
Sedangkan secara terminologi, syariah adalah kumpulan norma Illahi yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia,
juga hubungan manusia dengan alam, dan norma-norma ini sudah pasti benar dan lurus.
Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian syariah Islam adalah
tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhaan Allah
SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al Jatsiyah ayat 18:
Artinya : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat untuk
urusan (agama yang benar). Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”  
Syariah secara umum terbagi menjadi dua hal yaitu ibadah khusus atau ibadah
mahdlah, dan ibadah dalam arti umum atau muamalah. Ibadah khusus atau ibadah
mahdlah adalah ibadah yang telah dicontohkan secara langsung oleh Nabi Muhammad
SAW, seperti shalat, puasa, dan haji. Maka dari itu umat muslim harus mengikuti
ketentuan-ketentuan yang telah diperintahkan Allah dan diajarkan oleh Nabi Muhammad
tanpa boleh melakukan perubahan-perubahan terhadap ketentuan tersebut. Hal-hal di luar
ketentuan tersebut tidak sah atau batal dan lebih dikenal dengan istilah bid’ah.
Sedangkan Ibadah umum atau muamalah adalah ibadah yang pelaksanaannya
tidak seluruhnya dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW namun hanya berupa prinsip-
prinsip dasar dan pengembangannya diserahkan pada kemampuan dan daya jangkau
pikiran umat Islam sendiri. Contoh dari muamalah misalnya, aturan-aturan keperdataan
seperti hal-hal yang menyangkut perdagangan, ekonomi, perbankan, pernikahan, hutang
piutang, atau pun juga aturan-aturan dalam bidang pidana dan tata negara.

2
Tujuan Syari’ah (muqhoshidus syar’i)
Tujuan syariah erat kaitannya dengan tujuan agama Islam itu sendiri yang ingin
mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi manusia, baik di dunia maupun
di akhirat. Secara khusus, setidaknya ada lima tujuan dari syariah, yaitu:
1. Memelihara agama (hifzhud din)
Dalam konteks memelihara agama, para Rasul diutus oleh Allah swt  dan kita sekarang
berkewajiban melanjutkan tugas Rasul itu dengan cara mengamalkan syariah Islam,
apapun kendala dan tantangan yang akan kita hadapi
2. Memelihara jiwa (hifzhun nafsi)
Memperoleh kesempatan hidup merupakan karunia yang besar bagi kita, karenanya
kesempatan yang amat berharga ini harus kita gunakan untuk selalu mengabdi kepada
Allah swt. Dalam  konteks inilah, hak hidup seseorang menjadi hak yang paling asasi
sehinga harus dijaga dan dipelihara. Disinilah sebabnya mengapa Islam amat melarang
kita untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan sehingga
biloa ini dilakukan dosanya amat besar seperti dosa membunuh semua manusia.
a. Memelihara akal (hifzhul aqli)
Memiliki akal yang sehat dan cerdas merupakan sesuatu yang amat penting,
karena dari akal yang sehat itulah akan lahir pemikiran yang cemerlang dan manusia bisa
bersikap dan berprilaku yang baik, karena itu akal harus dipelihara.
b. Memelihara kehormatan (hifzhud ardh)
Manusia dicipta oleh Allah swt sebagai makhluk yang mulia dan terhormat,
karenanya syariat Islam amat menekankan kepada manusia untuk menjaga
kehormatannya agar tidak jatuh dan amat rendah melebihi rendahnya martabat binatang.
c. Memelihara harta (hifzhul mal)  
Kebutuhan terhadap harta ada pada setiap orang sehingga mencarinya dengan cara
yang halal menjadi suatu keharusan. Sesudah harta diperoleh, maka menjadi hak
seseorang untuk memilikinya sehingga syariat Islam menekankan pemeliharaan terhadap
harta dan amat tidak dibenarkan bagi orang lain untuk mencurinya. Pemeliharaan
terhadap harta juga harus ditunjukkan dalam bentuk membelanjakan atau
menggunakannya untuk segala kebaikan, sebab bila tidak hal itu termasuk dalam kategori
tabzir atau boros, yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar menurut

3
Allah SWT dan Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang
sangat merugikan manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan
menjadi sangat sulit untuk ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang cukup,
karenanya sikap ini harus dijauhi.

Dasar-Dasar Penetapan Syari’ah Islam


Terdapat empat hal yang menjadi dasar penetapan hukum syariah, yaitu :
1. Tidak Memberatkan dan Tidak Banyaknya Beban
Dalam menetapkan syariah, selalu diusahakan aturan-aturan tersebut tidak memberatkan
manusia dalam menjalankannya dan mudah untuk dilaksanakan. Contohnya adalah
perintah wajib berpuasa. Allah hanya mewajibkan kita berpuasa tiga puluh hari dalam
setahun karena apabila lebih dari itu pasti akan memberatkan. Selain itu bagi mereka yang
tidak sanggup berpuasa karena suatu hal seperti sakit atau bepergian jauh dapat
membatalkan puasanya dan menggantinya di hari lain. Contoh lainnya adalah bagi orang
yang tidak sanggup shalat dengan berdiri diperbolehkan shalat dengan duduk. Ini
merupakan bukti bahwa syariah tidak semakin memberatkan umat Muslim.
2. Berangsur-angsur dalam Penentuan Hukum
Tiap masyarakat pasti memiliki adat istiadat yang berlaku di daerahnya, baik yang
bersifat positif maupun negatif. Pada awal mula turunnya Islam masyarakat Arab juga
memiliki berbagai kebiasaan yang sukar dihilangkan, apabila dihilangkan sekaligus tentu
akan mengalami banyak kendala.
Karena faktor kebiasaan yang sudah berlangsung lama dan sulit diubah tersebut
Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, melainkan ayat demi ayat dan surat demi surat,
terkadang ayat turun sesuai peristiwa yang terjadi saat itu. Cara seperti ini dilakukan agar
mereka dapat bersiap-siap meninggalkan ketentuan lama dan menerima hukum baru.
3. Sejalan dengan Kebaikan Orang Banyak
Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam diusahakan agar sesuai dengan
kepentingan-kepentingan yang baik bagi pemeluknya. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika pada suatu waktu aturan-aturan hukum yang ada dibatalkan apabila
keadaan menghendaki. Selama kepentingan orang banyak menjadi pedoman dalam
pembatalan hukum tersebut maka boleh jadi hukum yang baru menjadi lebih berat atau

4
lebih ringan dari sebelumnya. Namun pembatalan hukum ini hanya dilakukan pada masa
Rasul. Sesudah Rasul wafat dan ketentuan hukum Islam sudah lengkap tidak ada lagi
pembatalan hukum.
Contoh untuk kasus ini adalah ketika ketika qiblat shalat masih mengarah pada
Baitul Maqdis di Palestina kemudian dibatalkan dengan mengarah pada Ka’bah di
Mekkah, seperti dalam firman Allah QS. Al Baqarah ayat 144 :
Artinya: “Kami kadang-kadang melihat pulang baliknya muka engkau ke arah
langit. Maka benar-benar kami akan memberikan kepadamu suatu qiblat yang engkau
sukai. Maka arahkan muka engkau ke arah Masjidil Haram.”

4. Dasar Persamaan dan Keadilan


Bagi syariah Islam semua orang dipandang sama dengan tidak ada kelebihan di antara
mereka satu sama lain. Semua berkedudukan sama di mata Allah SWT. Kedudukan yang
sama tersebut diperintahkan Al-Quran dalam QS Al-Maidah ayat 8.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
a. Ibadah
Ibadah berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba, budak, atau pelayan. Jadi
ibadah berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau merendahkan
diri. Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah
dapat juga diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung
(ritual) antara manusia dengan Allah Swt. Selain itu juga terdapat berbagai definisi
ibadah lainnya, yaitu:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui tutunan
atau contoh dari para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Swt, yaitu rasa tunduk dan patuh yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

5
b. Pembagian Ibadah
Ada begitu banyak buku, artikel, dan karya yang membahas tentang pembagian
ibadah. Yaitu:
1. Ibadah Hati
Ibadah ini ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati) berupa rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut).
2. Ibadah Lisan dan Hati
Ibadah ini adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati) berupa tasbih, tahlil, takbir,
tahmid dan syukur.
3. Ibadah Badan (Fisik) dan Hati
Ibadah ini adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati) berupa shalat, zakat, haji,
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati).

Ada juga yang membagi ibadah menjadi:


1. Ibadah Mahdlah
Semua perbuatan ibadah yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Al-Quran dan sunnah. Contoh, shalat harus mengikuti petunjuk
Rasulullah saw dan tidak dibenarkan untuk menambah atau menguranginya, begitu juga
puasa, haji dan yang lainnya. Ibadah mahdlah ini dilakukan hanya berhubungan dengan
Allah  saja (hubungan ke atas/ Hablum Minallah), dan bertujuan untuk mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah Swt. Ibadah ini hanya dilaksanakan dengan jasmani dan rohani
saja, karenanya disebut ‘ibadah badaniyah ruhiyah.
2. Ibadah Ghairu Mahdlah, yaitu ibadah yang tidak hanya sekedar menyangkut hubungan
dengan Allah, tetapi juga menyangkut hubungan sesama makhluk (Hablum Minallah Wa
Hablum Minannas), atau di samping hubungan ke atas, juga ada hubungan sesama
makhluk. Hubungan sesama makhluk ini tidak hanya sebatas pada hubungan sesama
manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan lingkungan alamnya (hewan dan
tumbuhan).
3. Ibadah Dzil-Wajhain, yaitu ibadah yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu ibadah
mahdlah dan ibadah ghairu mahdlah, seperti nikah.

6
Syarat Ibadah Dalam Islam
Dalam melakukan ibadah tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali
berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar.
Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
1. Ikhlas karena Allah semata
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah,
karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Melakukan ibadah dengan ikhlas dan menjalankannya dengan sepenuh hati,
bukan karena / untuk dilihat orang atau dipuji orang
2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
Syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia
menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah
atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Rasulullah merupakan utusan-Nya yang
menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya
serta mentaati perintahnya.

Sifat dan Ciri Ibadah dalam Islam


Mustafa Ahmad al-Zarqa, seorang ahli ilmu fikih menyebutkan beberapa sifat yang
menjadi ciri-ciri ‘ibadah yang benar adalah:
1. Bebas dari perantara. Dalam beribadah kepada Allah Swt, seorang muslim tidak
memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah.
2. Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus. Secara umum ajaran Islam tidak
mengharuskan penganutnya untuk melakukan ‘ibadah pada tempat-tempat khusus, kecuali
‘ibadah haji. Islam memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat ‘ibadah.
3. Tidak memberatkan dan tidak menyulitkan, sebab Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa
menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan.

7
B. MENGENAL MADZHAB DALAM HUKUM ISLAM
Menurut bahasa Arab, “madzhab”  (‫)مذهب‬berasal dari shighah masdar mimy (kata sifat)
dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar kata fiil
madhy  “dzahaba” (‫ )ذهب‬yang bermakna pergi. Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya,
“tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq).Sedangkan menurut istilah ada beberapa rumusan:

Menurut M. Husain Abdullah, madzhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa
hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil syariat yang rinci serta berbagai kaidah
(qawa’id) dan landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu
sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

1. Menurut A. Hasan, mazhab adalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum
suatu masalah atau tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah
istinbathnya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid dalam
memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam. Disini bisa disimpulkan pula
bahwa mazhab mencakup;(1) sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam
mujtahid; (2) ushul fiqh yang menjadi jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid itu untuk
menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalilnya yang rinci.

Macam- Macam Mazhab dalam Ilmu fiqih :


1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi didirikan oleh An Nu’man bin Tsabit atau Al-Imam Abu Hanifah (80-
150 H). Beliau berasal dari Kufah dan hidup di masa Daulah Bani Umaiyah dan Daulah
Bani Abbasiyah. Imam Abu Hanifah adalah ulama yang terkenal karena lebih
mengedepankan logika sebagai dalil. Adapun yang menjadi dasar Madzhab Imam Abu
Hanifah adalah beberapa dasar hukum Islam yang meliputi Al Qur’an, As-Sunnah, Ijma’,
Qiyas, dan Istihsan.
2. Madzhab Maliki
Madzhab Maliki didirikan oleh Malik bin Anas bin Abi Amir Al Ashbahi atau Al-Imam
Malik (93-179 H). Beliau merupakan Imam penduduk Madinah dan hidup di masa Daulah

8
Bani Umaiyah dan Daulah Bani Abbasiyah. Dasar madzhab Imam Malik adalah Al
Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Qiyas, Amal ahlul madinah, perkataan sahabat, Istihsan,
Saddudzarai’, muraatul khilaf, Istishab, maslahah mursalah, dan syaru man qablana
(syariat nabi terdahulu). Imam Malik adalah seorang ahli hadis dan fiqih. Kitabnya yang
terkenal adalah Al Muwattha yang memuat tentang hadits dan fiqih.
2. Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i atau Al-Imam Asy-
Syafi’i (150-204 H). Beliau berasal dari Gaza, Palestina. Imam Syafi’i dikenal sebagai
seorang mujtahid mutlak, imam fiqih, hadits, dan ushul. Dasar madzhab Imam Asy-Syafi’i
adalah sumber syariat Islam yaitu Al Qur’an dan As-Sunnah, Ijma’, serta Qiyas.

Beberapa dasar yang tidak dijadikan rujukan oleh Imam Asy-Syafi’i adalah sebagai berikut.

 perkataan sahabat karena dipandang sebagai ijtihad yang bisa saja salah.
 istihsan karena dianggap menciptakan syari’at
 maslahah mursalah
 perbuatan penduduk Madinah.
Kitab yang pernah disusun oleh Imam Syafi’i adalah kitab Al-Hujjah yang merupakan
madzhab lama dan kitab Al Umm yang merupakan madzhab yang baru.

3. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali didirikan oleh Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani atau Al-Imam Ahmad
(164-241 H). Beliau lahir dan menghabiskan hidupnya di Baghdad, Irak. Hingga kini,
Imam Ahmad dikenal sebagai seorang ahli hadits dan fiqih. Dasar madzhab Imam Ahmad
adalah Al Qur’an, As-Sunnah, fatwah sahabat, Ijma’, Qiyas, Istishab, maslahah mursalah,
dan saddudzarai’. Beliau menyusun kitab hadis Al Musnad yang berisi kurang lebih
40.000 hadis. Karena keahliannya dalam hadits, Beliau menaikkan derajat hadits mursal
dan hadits dhaif menjadi hadits hasan.

9
C. HAK ASASI MANUSIA

1. Hak Asasi Manusia Menurut Uud


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. 

2. Hak Asasi Manusia Menurut Perspektif Islam


Jauh sebelum dunia Barat memperkenalkan Hak Asasi Manusia alias HAM pada sekitar
abad XVI-XIX, Islam sudah terlebih dahulu memperkenalkan konsep HAM pada 1.300
tahun sebelumnya.
Bahkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, merupakan salah satu
sosok revolusioner sekaligus pejuang penegak HAM yang paling gigih se antero jagad. Ia
tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan HAM yang tertuang dalam kitab
suci (Al-Qur’an), namun juga memperjuangkan dengan penuh pengorbanan dan
kesungguhan. Salah satu kegigihan Nabi dalam memperjuangkan HAM, yakni
memurnikan ajaran maupun kebiasaan yang ada pada zamannya, yakni tradisi masyarakat
Arab Jahiliyah di Makkah yang sangat bertentangan dengan konsep HAM.
Dalam catatan sejarah, Islam juga sudah mengenal apa yang disebut dengan
HAM. Salah satunya dibuktikan dengan adanya bentuk perjanjian konkrit yang disebut
sebagai Piagam Madinah pada tahun 622 Masehi.
Bukti lainnya berupa pidato Muhammad bin Abdullah pada tahun 632 Masehi,
yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Arafah. Bahkan deklarasi tersebut disebut-sebut
sebagai dokumen tertulis pertama yang berisi tentang HAM. Secara sederhana dapat
disimpulkan, jika dunia internasional baru mengenal HAM ribuan tahun pasca adanya
konsep HAM mempuni yang diprakarsai Islam pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Dalam perkembangannya, HAM (Human Rights, bahasa Inggris)

10
diartikan sebagai sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia
memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. HAM berlaku
kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada
prinsipnya tidak dapat dicabut, juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan, dan
saling bergantung. HAM biasanya dialamatkan kepada negara dengan kata lain negaralah
yang mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM,
termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh
swasta. Dalam terminologi modern, HAM dapat digolongkan menjadi hak sipil dan
politik yang berkenaan dengan kebebasan sipil. Seperti gak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa dan kebebasan berpendapat. Termasuk juga hak ekonomi, sosial dan budaya yang
berkaitan dengan akses ke barang publik. Seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang
layak, hak atas kesehatan, dan lainnya. Secara konseptual, HAM dapat dilandaskan pada
keyakinan bahwa hak tersebut ‘dianugerahkan secara alamiah’ oleh alam semesta, nalar
atau bahkan Tuhan. Mereka yang menolak penggunaan unsur alamiah meyakini bahwa
hak asasi merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat.
Selain itu ada pula yang menganggap HAM sebagai perwakilan dari klaim-klaim
kaum yang tertindas, dan pada saat yang sama juga terdapat kelompok yang meragukan
keberadaan HAM sama sekali dan menyatakan bahwa HAM hanya ada karena manusia
mencetuskan dan membicarakan konsep tersebut. Ditinjau dari sudut pandang hukum
internasional, HAM sendiri dapat dibatasi atau dikurangi dengan syarat-syarat tertentu.
Biasanya harus ditentukan oleh hukum, memiliki tujuan yang sah dan diperlukan dalam
suatu masyarakat demokratis. Sementara pengurangan hanya dapat dilakukan dalam
keadaan darurat yang mengancam ‘kehidupan bangsa’. Memang masyarakat kuno tidak
mengenal konsep HAM universal, seperti halnya masyarakat modern. Pelopor dari
wacana HAM adalah konsep hak kodrati yang dikembangkan pada abad pertengahan,
dipengaruhi wacana politik selama Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Konsep
HAM modern akhirnya muncul pada paruh kedua abad 20, terutama pasca
dirumuskannya Pernyataan Umum tentang HAM di Paris (Prancis) pada 1948 silam.
Sejak saat itu, HAM mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi semacam kode
etik yang diterima dan ditegakkan secara global. Pelaksanaan HAM dalam skala
internasional diawasi oleh Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sepeti Dewan

11
HAM dan Badan Troktat hingga Komite HAM dan Komite Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya. Sementara di tingkat regional, HAM ditegakkan oleh Pengadilan HAM Eropa,
Pengadilan HAM Antar-Amerika, serta Pengadilan HAM dan Hak Penduduk Afrika.
Bahkan kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik hingga hak ekonomi,
sosial dan budaya sendiri sudah diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia, termasuk
Indonesia.
Bahkan empat negara di kawasan Asia Tenggara, yakni Brunai Darussalam,
Indonesia, Malaysia dan Singapura. Diwakili menteri agama masing-masing, sepakat
mewujudkan resolusi yang berisi tujuh poin tentang HAM dalam perspektif Islam.
a. Pertama, umat Islam diharapkan melengkapi diri dengan ilmu dan keterampilan yang
tepat melalui sumber terpercaya untuk menghadapi berbagai doktrin dan tantangan baru.
Hal itu demi memastikan hak-hak yang diperjuangkan sesuai prinsip dan bebas dari unsur
yang bertentangan dengan Islam.
b. Kedua, perlunya memberdayakan komitmen kehidupan beragama sebagai satu cara
hidup, demi memastikan setiap individu muslim mampu menyikapi realitas kehidupan
saat ini yang berporos kepada prinsip dan panduan ajaran Islam.
c. Ketiga, mencari titik persamaan atas nilai-nilai kemanusiaan seperti martabat dan
kehormatan, kemerdekaan dan kebebasan, kesetaraan dan kesamaan, serta persaudaraan
sebagai dasar kesempatan untuk bekerjasama menangani isu-isu hak asasi manusia yang
sejalan dengan Islam.
d. Keempat, menyebarluaskan pemahaman tentang Islam sebagai satu sistem nilai dan etika,
yang berkontribusi kepada kebaikan bersama.
e. Kelima, Memperkuat perjuangan hak asasi manusia yang sejalan dengan tuntutan Islam,
berdasarkan strategi menekankan prinsip-prinsip Islam sebagai sistem etika tentang
HAM, meningkatkan pemahaman masyarakat terkait prinsip HAM sesuai etika Islam,
serta meningkatkan efektivitas jaringan kerjasama antarotoritas agama di setiap negara,
organisasi dan individu, demi memperkuat perjuangan isu-isu hak asasi dari perspektif
Islam.
f. Keenam, siap menjalin kolaborasi program penjelasan HAM dari sudut pandang Islam
melalui kerja sama strategis di antara negara anggota.

12
g. Ketujuh, forum menyepakati penulisan konsep HAM dari sudut pandang Islam yang
dibentangkan dalam konferensi ini dapat diterbitkan atas nama MABIMS (Forum
Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura) sebagai sumber informasi
bagi para peneliti yang bisa dijadikan referensi di tingkat negara anggota, serta
masyarakat antarbangsa.

3. Definisi Hak Asasi Manusia Dan Konsepnya Dalam Islam


Definisi HAM sampai saat ini belum ada yang baku, pengertian dan perkembangan
tentang hak tersebut selalu berubah sesuai dengan dinamika dari manusia itu sendiri. Bila
di lihat dari definisi yang ada, pada hakikatnya membicarakan hak-hak yang ada pada
manusia sebagai makhluk hidup. dapat dipahami bahwa HAM adalah berbagai fasilitas
dasar yang diberikan oleh Tuhan kepada umat manusia, yang diantara sesama manusia
tersebut memiliki fasilitas yang sama. Hanya pada level praktisnya, antara yang satu
dengan yang lainnya akan ditemukan banyak perbedaan. Hal ini tergantung pada sejauh
mana manusia itu sendiri mampu mengusahakan hak tersebut secara optimal. Misalnya
manusia sama-sama mempunyai hak hidup pada kenyatannya kehidupan manusia itu ada
yang hidupnya dapat memberi manfaat kepada orang lain, ada juga yang hidupnya justru
membahayakan (merugikan) bagi orang lain. fiqih abad pertengahan. Dalam fiqih kategori
haaq Al-Abd., hak individu muslim, kasus yang tindakan hukumnya terdapat pelanggaran
diserahkan kepada kebijaksanaan pihak yang dirugikan, berbeda dengan kategori hak
Tuhan, haaq Allah yang tindakan hukumnya harus dilakukan dengan perintah. Satu
prinsip fiqih yang dapat disamakan dengan hak dalam penger-tian moderen adalah hak
pemilik harta untuk mendapatkan bantuan hukum terhadap gangguan atas hartanya.
Menurut Dr. Syekh Syaurat Hussain, terdapat dua macam HAM jika dilhat dari ketegori
huquuqul' ibad yaitu Pertama : HAM yang keberadaanya dapat diselenggarakan oleh suatu
negara (Islam). Kedua : HAM yang keberadaannya tidak secara langsung dapat dilaksana-
kan oleh suatu Negara. Adapun Islam telah memberikan jaminan pada kebebasan
manusia. Dalam Al Qur'an Allah menegaskan bahwa memeluk agama tidak dipaksakan,
sebab telah jelas yang baik dan buruk itu. Demikian juga kebebasan berpendapat, Islam
meletakkan kedudukannya pada posisi tinggi, bila berangkat dari niat suci semata karena
Allah. Oleh karena itu banyak ayat- ayat Al Qur'an yang mendo-rong umat Islam agar

13
menggunakan logika (ya'qiluun), berfikir (yatafakkaruun) dan berkontemplasi
(yatadabbaruun). Sampai abad ke-1 8 bangsa-bangsa di dunia masih meletakkan
sekatsekat yang kokoh dalam kelas dan kasta. Namun kehadiran Islam sejak lebih empat
belas abad lampau telah menghilangkan dinding pemisah itu dengan semangat persamaan
(egalitarianisme) sebelum bast melakukannya.
Dalam hal ini mnegenai persamaan tersebut, termaktub dalam QS. Al Hujarat (49) : 13,
Yaitu Artinya
"Hai sekalian manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Menge- tahui lagi Maha Mengenal”.

Kemudian semasa kerasulan nabi Muhammad SAW yang bersamaan pula dengan para
sahabat, membebaskan system perbudakan yang marak saat itu. Tanpa membedakan
warna kulit, suku, ras maupun agama. Ajaran persamaan itu telah berhasil membentuk
watak para sahabat nabi yang umumnya semula sangat feodal dan aristrokat, begitu tinggi
men-junjung hak asasi manusia. Dengan mengacu kepada landasan Yuridis diatas,
dipahami bahwa pada dasarnya Islam, sejak awal telah mengedepankan konsep hak asasi
manusia. Dan konsep HAM bukanlah hasil evaluasi apapun dari pemikiran manusia,
namun merupakan hasil wahyu Ilahi yang telah diturunkan melalui RasulNya.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat  kami simpulkan bahwa muamalah  mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup hidup sesama umat manusia untuk
memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Sedangkan, yang termasuk dalam kegiatan
muamalah di antaranya ialah jual beli, sewa menyewa, utang piutang, dan lain sebagainya.
Kemudian dalam muamalah ini manusia tidak terlepas dengan ibadah, seperti puasa, zakat,
haji,  dan shalat baik sholat wajib lima waktu maupun sholat sunnah yang dikerjakan
sesudah dan sebelum sholat wajib.

Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesama manusia dan


lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan
ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip selama tidak ada larangan yang
tegas dari Allah swt dan Rasul-Nya.

Lalu mazhab yang merupakan hasil ijtihad seorang imam yang berisi pokok pikiran
atau dasar tentang hukum suatu masalah untuk menyelesaikan masalah tersebut. HAM dan
konsepnya dalam islam merupakan hak-hak yang ada pada manusia sebagai makhluk hidup.
dapat dipahami bahwa HAM adalah berbagai fasilitas dasar yang diberikan oleh Tuhan
kepada umat manusia, yang diantara sesama manusia tersebut memiliki fasilitas yang sama.

B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan adalah setelah mempelajari pengertian dari Ibadah
Dan Syariah ini diharapkan dapat menjadikan pedoman bagi seluruh umat manusia
mengenai pentingnya akidah dalam kehidupan kita.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1240/sdgs_10/1

https://alkhairat.ac.id/blog/ham-dalam-perspektif-islam/

https://media.neliti.com/media/publications/240340-hak-asasi-manusia-ham-dalam-islam-
c8066bfe.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai