Anda di halaman 1dari 16

Kata pengantar

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnya lah maka kami boleh menyelesaikan sebuah makalah dengan
tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Karakteristik


Syari’at Islam”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari Agama Islam.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat
kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Penulis

1
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................. 2
Latar Belakang......................................................................................................... 3
1. Definisi Syariah........................................................................................... 3
2. Tujuan Syariah............................................................................................. 4
Pembahasan............................................................................................................. 5
1. Rabbaniyah.................................................................................................. 5
2. Al-wasathiiyah............................................................................................. 6
3. Al Waqi’i..................................................................................................... 6
4. Insaniyah...................................................................................................... 10
5. Syumulliyah................................................................................................. 11
6. At-Atanaasuq wa al-Muruunah.................................................................... 13
Kesimpulan.............................................................................................................. 14
Kata Penutup............................................................................................................ 15
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 16

2
Latar Belakang
Dalam kehidupan keseharian banyak hal yang luput dari perhatian kita, lantaran
masing-masing kita telah dininabobokan oleh 'ritualitas' yang jauh banyak menyita waktu
kehidupan kita. Satu diantara hal yang patut direnungkan adalah berkenaan dengan krisis
kemanusiaan. Krisis kemanusiaan dalam zaman apapun, terutama di era modern diakibatkan
pandangan hidup yang tidak lagi mengimani adanya yang metafisik (Yang Ghaib). Anehnya
ada orang-orang yang kuat berpegang teguh pada ajaran agama -dalam perspektif agama-
agama umumnya- masih juga banyak yang mengalami krisis yang sama: dimana mereka
terjebak rutinitas ritus ibadah, namun pada saat yang sama kehilangan maknawiyah atau
nilai-nilai ruhaniah ibadah itu sendiri.
Dalam konteks ad-Dienul Islam tentu bukan agamanya yang salah atau ajaran-ajaran
agamanya, namun boleh jadi ada dua kemungkinan manusianya yang tidak paham (al-Fahmu
baina an-Nas min al-Islam asy-Syumuliyah) atau manhaj dakwah para pemuka dan da'i yang
menyampaikan ajaran itu. 'Ala kulli hal, sesungguhnya manusia sedang mehadapi krisis
makna dan tujuan hidupnya. Ini bisa dipahami lantaran dalam kehidupan manusia yang
otentil (asholiyah) adalah penting untuk tetap dan terus menjaga 'tali' yang menghubungkan
kemanusiaannya dengan nilai-nilai Illahiyah, pada saat yang sama nilai-nilai kemanusiaan
universal yang dimiliki oleh setiap orang juga harus menjadi sasaran 'sentuh' ajaran-ajaran
agama. Solusi untuk menjawab persoalan ini tidak lain adalah kita harus kembali pada
pemahaman Syari'ah Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagai upaya ikhtiariyah atas pemahaman Syari'ah Islam menjadi penting untuk
memahami Khashoisul amal Syari'ah, yaitu karakteristik 'amal Syari'ah Islam. Berikut
beberapa hal pembahasan berkenaan dengan tema tersebut di atas.

Definisi Syari’ah
Syari'ah berasal dari kata Syari'ah yang berarti "jalan-raya," dalam konteks hukum
bermakna "jalannya hukum" dengan kata lain "perundang-undangan". Istilah Syari'ah Islam
berarti hidup yang harus dilalui atau pandangan-pandangan yang harus dipatuhi oleh orang
Islam. Arti Syari'ah dijelaskan dalam firman Allah SWT :
"Kemudian kami jadikan kamu di atas suatu Syari'ah (peraturan) dari urusan agama itu, maka
ikutilah syari'ah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui" (Qs.45 : 18)

3
Tujuan Syari'ah Islam
Dalam buku Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam, Yusuf Qrdhawi dengan sangat
jelas menggambarkan bahwa ad-Dienul Islam tidak lain untuk mengatur kehidupan manusia
dan segenap alam semesta beserta isinya menuju pada kehidupan yang lebih abadi.
Derap langkah zaman telah membuktikan bahwa ar-Risalah al-Anbiya, atau tepatnya
Risalah Islam, telah di bawa oleh para rasul Allah untuk ummatnya sesuai dengan situasi dan
kondisi umatnya, yang pada titik akhirnya disempurnakan dengan turunnya Nabi dan Rasul
terakhir Muhammad SAW. Syari'ah Islam dengan demikian merupakan syari'ah yang
sempurna dan menyempurnakan (Syumuliyah), syari'ah-syari'ah yang di bawa para Nabi dan
rasul sebelum Muhammad.
Syari'ah Islam mempunyai tujuan yang luhur dan maksud yang mulia yang sangat
diinginkan Allah untuk diamalkan dalam kehidupan manusia. Pada saat yang sama
sesungguhnya syari'ah Islam diturunkan dalam kaitan 'illat hukum yang disyari'ahkannya
yang harus dicari dan dipelihara. Di antara tujuan syari'ah Islam antara lain:
Pertama, Menjaga kemashlahatan umat manusia, yang menyangkut tiga peringkatnya:
Dharuriyyat (yang mana manusia tidak dapat hidup tanpanya), Hajiyat (yang mana manusia
tanpanya akan mengalami kesulitan dan kesempitan), dan Tashiniyat (yang dengannya
kehidupan manusia menjadi sempurna, sejahtera, dapat berlangsung dalam cara hidup yang
paling utama serta dalam kebiasaan dan kondisi yang kokoh). Kedua, memelihara
kemashlahatan yang luas dan ke-syamil-an dalam pandangan syari'ah Islam.
Ketiga, menolak kemafsadatan dalam rangka memelihara kemashlahatan. Menolak
kemafsadatan adalah wajib dalam rangka tegaknya kemashlahatan itu sendiri, bahkan
termasuk ke dalam pemeliharaan mashlahat. Dan di atas pondasi yang luas dan besar inilah
segala perintah dan larangan syari'ah Islam ditegakkan.
Keempat, agar interaksi manusia berlangsung berdasarkan prinsip keadilan. Dalam
hal ini syari'ah Islam berfungsi menunjukkan, membimbing, dan memberikan pedoman
prinsip-prinsip keadilan dalam Islam serta pelaksanaannya.
Kelima, agar tercipta ukhuwah di antara umat manusia, seperti terbentang rasa saling
percaya, saling tafahum dan menghilangkan penyebab pertikaian dan perselisihan.
Keenam, supaya manusia dapat berkonsentrasi -setelah merasa tentram dalam bisnis
dan kegiatan jual beli lainnya serta dalam keseluruhan interaksi dengan lainnya- untuk
melaksanakan rislah mereka di muka bumi yakni beibadah kepada Allah dan memakmurkan
bumi untuk menunaikan kekhalifahannya.

4
Pembahasan
Karakteristik Syari’ah
1. Rabbaniyah
Aspek ini sejalan dengan karakteristik utama dan pertama Islam itu sendiri.
Berkenaan dengan hal ini yang menjadi pembeda dan keistimewaan syari'ah Islam dari
syari'ah-syari'ah lainnya, qanun wadh'iy (undang-undang buatan manusia), adalah ia bersifat
Rabbaniyah dan bercelupkan diniyah yang terlindungi dan bersifat suci serta menjadikan
pengikutnya memiliki rasa cinta dan hormat yang bersumber dari keimanan, keluhuran dan
keabadian. Rabbaniyah -bentuk mashdar dari "Rabb" yang ditambah "alif" dan "nun"- yang
berarti berhubungan kepada Rabb dan manusia yang berpredikat Rabbani bila ia berhubungan
dengan Allah sebagai satu-satunya Rabb.
Qardhawi dalam Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam, membagi maksud
Rabbaniyah menjadi dua bagian:
1) Rabbaniyah al-Ghayah wa al-Wijhah, (Rabbaniyah dalam tujuan dan
orientasi).
Maksudnya adalah Syari'at Islam menjadikan tujuan akhirnya dan sasaran jauhnya
ialah hubungan yang baik dengan Allah SWT dan memperoleh ridlo-Nya (mardhatillah).
"Hai manusia sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju
Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuiNya"(Qs.84 : 6)
Sejalan dengan hal tersebut sesungguhnya Islam tidaklah memisahkan dimensi
sasaran kemanusiaan dan sosial (society and humanity) yang terangkum dalam kerangka
tujuan akbar yakni Ridlo Allah SWT, meskipun misalnya dalam syari'ah Islam terdapat
doktrin Jihad dan memerangi musuh yang tujuannya adalah menjaga martabat dan Izzah
Islam itu sendiri, mempertahankan diri dan bukan menyerang.
2) Rabbaniyah mashdar dan manhaj (sumber acuan dan konsep).
Maksudnya bahwa manhaj yang digambarkan Islam guna mencapai tujuan dan
sasarannya merupakan manhaj Rabbani yang murni, semua sumbernya adalah wahyu
Allah. Islam sebagai manhaj bukanlah hasil dari pemikiran manusia, sebagaimana yang
dituduhkan para orientalis dengan istilah Muhammadanism. Islam datang dari Allah
yang menginginkannya untuk menjadi petunjuk dan cahaya, keterangan dan kabar
gembira, obat dan rahmat, untuk mewujudkan cita dan keinginan manusia.

Konsekuensi logis dari Islam -yang Allah ciptakan ini- menjadi keharusan untuk
dijadikan rujukkan dalam kehidupan manusia. Implikasi dari adanya sifat Rabbaniyah
(transendentalitas) yakni keterjagaannya manusia dari hal-hal yang akan merusak dan
merugikannya, pada saat yang sama akan membimbing (taujih) dan mengarahkan (irsyad)

5
manusia pada tujuan hidupnya. Hilangnya aspek Rabbaniyah dalam sejarah telah dibuktikan
oleh peradaban Barat yang akibatnya destruktif (mafsadat) terhadap manusia itu sendiri.
Waqi'iyatul-ummat (kenyataan ummat) menunjukkan bahwa heterogenitas dan kompleksitas
manusia secara individual dan kelompok muncul akibat perbedaan terbesar dan paling
menyolokdalam menentukan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Karenannya untuk
menentukan tujuan dan sasaran tersebut diperlukan manhaj dan mashdar yang jelas, dan
hanya syari'ah Islamlah yang memilikinya. Manhaj selain Islam yang kita lihat di dunia
sekarang ini sangat kental dengan rekayasa manusianya, padahal manusia banyak
kelemahannya.

2. Al-wasathiiyah (Moderat atau Adil)


Syariah islam bersifat menengah dan adil. Tidak ghuluw (keterlaluan), tafrith
(berlebihan), dan ifrath (serba kekurangan). Umat Islam yang komitmen melaksanakan ajaran
Islam yang moderat ini juga bersifat menengah. Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan
demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. (QS.Al-Baqarah: 143)

3. Waqi'iy (Kontekstual atau Realistis).


Waqi'iy tidak diartikan sebagaimana dalam konteks filsafat Barat yang mengingkari
dunia metafisika (ghaibiyah), yakni segala sesuatu yang dapat dirasa sekaligus materi yang
berbentuk. Ini jelas kontrakdiksi dengan al-Qur'an sebagai center syari'ah Islam itu sendiri.
dan bukan pula dalam arti Waqi'iyyah adalah menerima realitas sesuai apa adanya, tunduk
pada kenyataan dengan segala kekuatan, kekotoran dan keruntuhan di dalamnya tanpa
disertai usaha untuk membersihkan dan memperbaikinya. Namun yang dimaksud Waqi'iyyah
adalah mengalami realitas alam ini sebagai suatu hakikat yang faktual dan memiliki
eksistensi yang terlihat. Dengan pengertian bahwa hakikat di sini menunjukkan Wujud yang
jauh lebih abadi dari pada wujud alam ini, yakni Allah SWT.
Waqi'iyyah dalam Islam adalah Waqi'iyyah mitsaliyah (kontekstual namun tidak
mengesampingkan idealisme). Konsep Islam dalam masalah ini dapat terselamatkan dari
berlebih-lebihannya para kaum idealisme tanpa memandang realitas, maupun kaum realisme
oriented. Yang jelas Islam menolak kecenderungan yang ektrim salah satu dari keduanya.
Islam itu mencakup sesuatu yang idealis sekaligus juga realis, yang keduanya dianggit secara
bersama-sama membentuk keutuhan kehidupan yang tawazuniyah. Oleh karena itu
Waqi'iyyah menjadi penting adanya.
Bukti-bukti Waqi'iyyah Islam syari'ah Islam dengan segala realitas yang ditangkap
dan dijawab atas realitas dan problematika yang ada. Bahkan sampai-sampai syari'ah Islam

6
mengesahkan adanya peperangan, misalnya, jika dianggap sebagai salah satu jalan yang
harus ditempuh untuk mempertahankan diri, yang aturan-aturannya dibahas secara luas oleh
fiqh Islam.
Syari'ah Islam juga memperhatikan ketidakberdayaan manusia di hadapan hal-hal
yang diharamkan. Karenanya syari'ah Islam menutup rapat-rapat hal-hal yang
menjerumuskan manusia dalam dunia yang baik sedikit maupun banyak akan meimbulkan
kemudharatan dan mafsadat bagi manusia. Demikian halnya dalam masalah talak dan
poligami misalnya, dengan memeberikan beberapa syarat dan aturan yang harus dipatuhi. Ini
ditempuh dengan asumsi bahwa dalam realitas masyarakat banyak orang yang tidak harmonis
dalam perkawinannya serta problematika pernik-pernik keluarga yang sulit dicari jalan
keluarnya. Talak dan poligami dalam hal ini lebih diposisikan sebagai solusi dari pada aksi
sepihak, itupun masih bersyarat dan diatur oleh fiqih Islam.
Persoalannya adalah apa yang mau kita Waqi'iyyah -kan? Tentu seluruh aspek syari'ah
Islam, lebih jelasnya berikut kami bahas secara singkat beberapa hal berkaitan dengan
pertanyaan tersebut.
a. Waqi'iyyah dalam hal aqidah
Islam datang dengan sistem aqidah Waqi'iyyah. Karena aqidah Islamiyah
mengungkapkan serangkaian hakikat yang terbukti dalam alam realitas ini, dan bukan
seperangkat khayalan yang terbesit dalam benak hati dan pikiran. Aqidah Islamiyah
menyuguhkan hakikat-hakikat yang dapat diterima akal dan membawa ketenangan
jiwa serta tidak bertentangan dengan fitrah salimah (bersih).
Aqidah Islamiyah mengajak beriman kepada Allah yang telah memaparkan dirinya
dengan ayat-ayat qauliyah dan kauniyah dalam jiwa manusia dan alam semesta ini.
Inilah yang memungkinkan kita untuk mengembangkan kehidupan ini melalui
pengembangn ilmu dan teknologi, peradaban dan kebudayaan yang tinggi sebagai
hasil cerapan manusia terhadap iman atas kedua ayat tersebut. Jelasnya sistem aqidah
Waqi'iyyah akan mendorong manusia pada kemajuan dan pemenuhan kebutuhannya.
Aqidah Islamiyah mengajak beriman pada kehidupan lain setelah kehidupan dunia ini.
Bahwa setiap orang akan dibalas amalnya yang baik maupun yang buruk. Keimanan
terhadap kehidupan abadi dalam aqidah Islam bahkan akan memberikan kepuasan
bagi manusia dalam alam kekekalan dan memberikan kesesuaian perasaan perihal
keabadian di alam baqa. Dalam hal ini sesungguhnya ingin mengatakan bahwa apa
yang diyakini sebagai 'aqidah Islamiyah dalam Islam tidaklah bertentangan dengan
syari'ah Islam dan realitas kemanusiaan, dus sekaligus apa yang diyakini tersebut
dapat dikontekstualisaiskan sesuai dengan perkembangan yang ada.
b. Waqi'iyah dalam ibadah Islamiyah
Islam datang dengan sistem ibaah yang Waqi'iyah. Karena Islam paham betul akan
kondisi spiritualitas manusia yang memerlukan ittshal (melakukan kontak) dengan

7
Allah. Sehingga Islam pun mewajibkan amal-amal ibadah yang melegakan kehausan
ruhani, memberikan kepuasan fitrah dan mengisi kekosongan jiwa. Akan tetapi Islam
juga menjaga kemampuan yang terbatas yang dimiliki manusia. Sehingga Islam pun
tidak membebaninya dengan sesuatu yang justru akan memberatkan dan menyakitkan.

"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesulitan"
(Qs.22: 78)
Islam tidak menghendaki seseorang untuk terjebak hanya pada dan semata-mata
hanya mengerjakan ritualistik ibadah saja. Islam memperhatikan dan sangat menjaga
realitas manusia dan kondisi keluarga, sosial, dan ekonomi yang melingkupinya
sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Isalm paham betul akan tabi'at manusia
yang sering bosan terhadap sesuatu hal. Untuk itulah kemudian Islam memberikan
variasi dalam hal ibadah. Ada ibadah badaniah, ibadah maaliyah, ada ibadah ruhiah
dan ada ibadah yang berdimensi keduanya. Islam juga memperhatikan kondisi-kondisi
yang tak terduga, sebagai bukti kelemahan manusia dan minimnya pengetahuannya.
Sehingga dalam syari'ah Islam dikenal ada rukhshoh yang juga dicintai Allah.
c. Waqi'iyah dalam Akhlaq Islamiyah
Islam juga datang dengan akhlaq waqi'iyah, memperhatikan kemampuan pertengahan
yang memiliki mayoritas manusia. Akhlaq Islam mengakui kelemaham manusia,
mengakui dorongan-dorongan kemanusiaan, kebutuhan-kebutuhannya baik fisik
maupun nonfisik. Berkaitan dengan hal ini Islam tidak mewajibkan seseorang yang
hendak memeluk agama ini agar meninggalkan semua masalah ma'isyah dan
kekayaannya. Islam bahkan sangat memperhatikan kebutuhan individu dan
masyarakat terhadap harta, bahkan harta -dalam pandangan Islam juga termasuk-
tiang kehidupan dan memerintahkan untuk menginvestasikan serta menjaganya
dengan baik.
Islam juga menjunjung keadilan dan tidak membiarkan kedhaliman, meskipun
membenarkan adanya qishash sebagai pembelaan diri atas serangan dari luar.
Diantara Waqi'iyah Islam dalam akhlaq adalah bahwa akhlaq Islam menetapkan
sekaligus mengakui adanya perbedaan kemampuan nurani operasional antar manusia.
Maka dalam hal kekuatan iman seluruh manusia tidak berada dalam kadar yang sama.
Demikian halnya dalam hal iltizam dengan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Sehingga ada derajat di dalam Islam, yaitu iman dan ihsan.
Guna menyempurnakan waqi'iyah Islam dapat ditegaskan bahwa akhlaq Islam tidak
mengharuskan ahli taqwa itu dapat suci dari segala noda, terpelihara dari segala dosa
seperti malaikat.
Karena ini juga islam memperhatikan situasi dan kondisi tertentu tanpa meninggalkan
moralitas imperativ yang Allah perintahkan dan dilarang-Nya. Syari'ah Islam

8
mengakui adanya perubahan yang terjadi pada manusia. Dari sifat ini pula
memungkinkannya beradaptasi dan survive dalam masyarakat yang lebih luas,
heterogen, dan kompleks multy-face. Di sinilah keluwesan Islam sangat terasa. Hal
yang menarik dan membedakan dengan syari'ah lainnya adalah keluwesan dan
kelestasian disamping praktis dan mudahnya Syari'ah Islam. Dalam penerapannya
Syari'ah Islam memperhatikan sunnatullah yang berjalan secara perlahan-lahan. Cara
seperti ini menjadikan Islam, di lain pihak, menyisahkan sistem perbudakan. Proses
ini tentu ada maksud Illahiayah yang pada akhirnya juga untuk kepentingan manusia
juga.
d. Waqi'iyah dalam Tarbiyah Islamiyah
Tarbiyah Islamiyah adalah tarbiyah yang waqi'iyah. Ia berinteraksi secara integratif
dengan manusia sesuai dengan posisinya, sebagai daging, darah, pikiran, perasaan,
emosi, kecenderungan, spiritual, dan unsur-unsur lainnya. Islam mentarbiyah kaum
muslimin untuk mencapai kehidupan yang waqi'iyah yang seimbang. Islam tidak
membiarkan kaum muslimin tenggelam dalam arus kecenderungan insaniyah, apalagi
insaniyah yang rendah, hingga tidak ada yang tersisa sedikitpun untuk Rabbnya. Hal
tersebut juga sama nilainya ketika kita hanya terjebak ghuluw (keterlaluan hanya)
dalam ibadah saja, hingga tidak ada sama sekali yang tersisa bagi jiwanya. Guna
mencapai keseimbangan tersebut tarbiyah mempunyai porsi utama dalam
membentuknya.
Proses tarbiyah ini tentu berlangsung sepanjang hayat, bahkan tarbiayh dalam makna
yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari aktivitas sehari-hari kita: sebagaimana
hidupnya Rasulullah merupakan tarbiyah dan sebaik-baik Qudwah-tauladan bagi
seluruh manusia. Di sinilah kita akan menemukan relevansinya tarbiyah waqi'iyah
dalam syari'ah Islam: dimana syari'ah Islam membimbing, mengarahkan, membentuk,
dan menjadi pedoman dalam aktivitas keseharian baik aktivitas lahir maupun bathin.
e. Waqi'iyah dalam Syariah/ Hukum Islamiyah
Demikian pula syari'ah Islam datang dengan waqi'iyah, tidak mengabaikan konteks
yang ada pada setiap perkara yang dihalalkan dan yang diharamkan, yang
mutasyabihat maupun yang muhkamat, yang qath'i maupun yang dzani. Ia tidak
melalaikan konteks disetiap aturan dan perundang-undangan yang diperuntukan bagi
individu, keluarga, masyarakat, daulah dan kemanusiaan, al-'alamiyah (internasional)
Diantara waqi'iyahnya syari'ah Islam adalah bahwa syari'ah Islam sangat
memperhitungkan keadaan darurat (daruriyyah) yang sewaktu-waktu menimpa dan
menekan keberadaan manusia. Jalan ke luar dari persoalan daruriyyah adalah syari'ah
Islam memberikan rukhshoh. Dalam keadaan daruriyyah itu dapat membolehkan
seseorang untuk mengerjakan yang terlarang sekalipun. Berkaitan dengan hal ini
syari'ah Islam juga sangat memahami betul ketidakberdayaan manusia di hadapan hal-

9
hal yang diharamkan. Karenanya syari'ah Islam menggariskan untuk menjaga jarak,
melakukan proses-proses preventif terhadap wilayah-wilayah yang akan dapat
menjerumuskan seseorang pada kenistaan, dosa, dan mafsadat bagi manusia itu
sendiri. Sebagai contoh bertolak dari pendangan yang kontekstual dalam kehidupan
dan kemanusiaan, maka disyari'ahkan poligami oleh dienul Islam dengan aturan
tertentu.
Bukti-bukti waqi'iyahnya syari'ah Islam amatlah banyak, diantaranya kita dapat
melihatnya dari sisi ushul, kaidah dan pola-pola berpikirnya yang asasi.

4. Insaniyah (Manusiawi)
Adalah salah jikaada asumsi bahwa ciri khas Rabbaniyah dan insaniyah dalam
syari'ah Islam itu saling bertentangan. Bagi mereka ada aksiomatikk bahwa penetapan salah
satu ciri khas syari'ah Islam itu berarti menafikan ciri lainnya, seperti dua hal yang
bertentangan. Namun seseungguhnya tidaklah demikian antara kedua ciri tersebut, juga
terhadap ciri yang lainnya. Karakteristik syari'ah Islam merupakan satu kesatuan yang salng
mengisi dan menyempurnakan, memisahkan salah satunya berarti menempatkan syari'ah
Islam dalam ketidak sempurnaan. Akibatnya juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak
sempurna dan boleh jadi menjadi suatu kesalahan.
Lebih dari itu dalam sifat Rabbaniyah manusia dijadikan tujuan dan sasarannya: ini
mengandung arti juga adanya jalinan hubungan baik dengan Allah yang sekaligus ridloNya
merupakan tujuan manusia dan sasaran Islam. Perlu ditegaskan bahwa manusia bukanlah
tandingan Allah: karena keduanya telah jelas, Allah itu khaliq sedang manusia itu makhluq.
Dalam fitrah Islam membuktikan manusia tidak mungkin dapat Rabbaniyah yang
seseungguhnya tanpa menjadi insaniyah: sebagaimana pula tidak akan mampu mencapai
insaniyah yang hakiki tanpa melalui Rabbaniyah tersebut.
Sifat insaniyah ini sejalan dengan sifat Islam yang bermakna ia diturunkan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia, membimbing, memelihara sifat-sifat humanistik,
menjaganya dari proses-proses dehumanisasi dan dari sifat-sifat kehewanan. Syari'ah Islam
adalah syari'ah insaniyah, diturunkan untuk kepentingan manusia dari segi dirinya sebagai
manusia yang lintas ras, suku, bangsa, maupun kasta. Berarti pula syariah Islam bersifat
insaniyah dan 'alamiyah (mendunia).
Dua sifat tersebut menjadi ciri khas dan keistimewaan syari'ah Islam yang tidak
dimiliki oleh syari'ah atau nidzam lainnya. Syari'ah Islam menyatukan manusia secara
keseluruhann dalam satu kesatuan yang diikat dlam ikatan-ikatan insaniyah, dan kemestian
sifat 'alamiyahnya. Boleh jadi ada nidzam yang bersifat 'alamiyah tetapi tidak bersifat
insaniyah, atau sebaliknya. Bahkan sifat insaniyah ini menjadi dasar bagi sifat ke'alamiyahan
(international) syari'ah Islam. Bersifat internasional lantaran bersifat insani. Sebagai

10
contohnya tentang "persaudaraan sesama manusia" dimana Islam membuang jauh-jauh faktor
ras, etnis, suku, bangsa kasta dsb.
Dalam rangka fungsi-fungsi tersebut semua bentuk ibadah disyari'ahkan bagi manusia
untuk memenuhi kebutuhan ruhaninya. Manusia berproses menuju kemuliaan dan dalam
tahap tertentu sehingga ia pantas dimuliakan, sampai-sampai Allah berfirman:
"Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. "
(Qs.17: 70)
Tidak hanya sampai di sini tercukupinya kebutuhan bathin atau ruhani manusia, harus
diimbang dengan tercukupinya kebutuhan badaniyah, material ataupun duniawi: karena dunia
adalah mazra'ah (ladang) bagi akhirat. Jadi tanpa memiliki dunia kita tidak akan sampai ke
akhirat. Syari'ah Islam memotivasinya dengan memerintahkan untuk bertebaran di muka
bumi mencari karunia Allah guna memakmurkan bumi. Dengan demikian syari'ah Islam
memperhatikan dan mewadahi serta memberikan jalan keluar kebutuhan manusia dengan
segenap aspek-aspeknya secara asholah (otentik). Bahkan lebih jauh dalam syari'ah Islam
terdapat lima tujuan pokok (Dharuriyyat al-khamsu) yakni memelihara dien, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.

5. Syumuliyah (Universal)
Inilah aspek karakteristik syari'ah Islam yang membedakan agama Islam dengan
agama, ideologi maupun segala pemikiran kefilsafatan dan madzab yang dikenal manusia
dengan segenap jangkauan dan makna kata "syumul". Ke-syumuliyahan-nya meliputi segala
zaman, semua kehidupan dan eksistensi (al-Wujudiyah lil Insan) manusia. Asy-Syahid Hasan
al-Banna pernah mengatakan bahwa: "….adalah suatu risalah yang panjang terbentang
hingga meliputi (mencakup) semua abad sepanjang zaman, terhampar luas hingga meliputi
semua cakrawala umat, dan begitu mendalam (mendetail) hingga memuat urusan-urusan
dunia dan akhirat."
Untuk lebih jelasnya berikut kami bahas secara singkat syumuliyah syari'ah Islam dari
dua aspek yakni:
Pertama, dari sisi fungsinya. Dari sisi fungsinya syari'ah Islam dapat kita lihat dalam
beberapa bagian berikut :
1) Risalah untuk semua zaman
Ia bukan risalah untuk marhalah (periode) tertentu saja, ia telah -secara subtansial,
dalam prinsip-prinsip akidah dan moralnya- di bawa oleh para Nabi dan Rasul
terdahulu hingga nabi dan rasul terakhir Muhammad saw. dan dari Nabi dan rasul

11
terakhir inilah yang memiliki risalah yang abadi yang telah ditakdirkan oleh Allah
untuk tetap bertahan hingga akhir dunia ini.
2) Risalah untuk seluruh dunia dan alam semesta
Ia tidak dibatasi oleh generasi tertentu tempat maupun umat, tidak terikat oleh
suku bangsa maupun kelas sosial. Ia sesungguhnya merupakan hidayah dari Rabb
manusia untuk seluruh manusia di muka bumi ini.
"Dan tidakah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam" (Qs.21: 107)
Ayat tersebut sekaligus membantah tuduhan para kaum orientalis bahwa Nabi
Muhammad itu pada mulanya tidak menyatakan bahwa dirinya diutus untuk seluruh
manusia, namun hal itu dia ungkapkan ketika bangsa Arab (dalam terminologi mereka
untuk menyebut umat Islam) mengalami kemenangan.
3) Risalah untuk semua fase kehidupan manusia
Semua fase kehidupan dalam keutuhan manusia juga terkandung dalam risalah
syari'ah Islam. Dalam keutuhan manusia seluruh aspeknya menjadi perhatian Syari'ah
Islam: ruhani, jiwa, akal, badan, dll.
4) Risalah untuk semua aspek kehidupan
Bahwa tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan ini yang luput dari pandangan
syari'ah Islam. Ini bisa berupa persetujuan, penolakan, dukungan, perubahan, koreksi,
penyempurnakan, bimbingan dan pengarahan. Jelasnya syari'ah Islam tidak
membiarkan manusia merana dalam hidupnya. Maka tidaklah pantas seseorang
menjadi muslim manakala ia meninggalkan dunia, demikian pula tidaklah pantas
seseorang menjadi muslim manakala ia meninggalkan akhiratnya.
Dari sisi isi (ajaran) syari'ah Islam dapat kita lihat dalam beberapa bagian berikut:
1) Bidang Aqidah
Sebagaimana kita ketahui bahwa aqidah Islam merupakan aqidah yang sempurna dari
mana saja kita memandangnya
2) Bidang Syari'ah
Demikian halnya dalam bidang Syari'ah akan tampak dalam kemampuannya
menyelesaikan segenap persoalan kehidupan dan memberikan penjelasan serta
kejelasan hukum, termasuk menunjukan manfaat dan kemudharatannya, baik di dunia
maupun di akhirat, baik fisik maupun ruhani, materi maupun immateri, baik individu
maupun kolektif-sosial, dst. Kesemuanya ini mendapatkan perhatian dari syari'ah
Islam tanpa menafikan salah satunya.
3) Bidang Ibadah
Konsekuensi dari aqidah yang syumul adalah Ibadah dalam Islam juga menyangkut
seluruh aspek kehidupan ini. Ia tidak hanya meliputi ibadah yang ritual, tetapi juga
setiap gerakan dan setiap amal perbuatan yang meningkatkan taraf kehidupan dan

12
membahagiaan manusia dengan segenap kaidah-kaidah syari'ah Islam yang telah
dikerjakan.
4) Bidang Akhlaq
Dalam bidang akhlaq, sesungguhnya ia mencakup kehidupan dengan segala aspeknya
dan semua bidangnya. Sebagaimana dengan apa yang didikotomikan oleh manusia
dengan mengatasnamakan agama, filsafat, tradisi, ataupun masyarakat: maka etika
moral dalam Islam telah menggabungkannya dalam keharmonisan, saling melengkapi
bahkan Islam menambahkannya dengan nilai lebih. Di sini moralitas akhlaq
Rabbaniyah yang menjadi inspirasi dalam pelaksanannya. Karenanya sesungguhnya
jika akhlaq ini diterapkan tidak akan merugikan manusia, baik muslim maupun non-
muslim, bahkan bagi semesta alam ini.

6. At-Atanaasuq wa al-Muruunah (Teratur dan Luwes)


Karakteristik syari'ah Islam lainnya adalah tanaasuq, maksudnya semua bagian-
bagiannya masing-masing bekerja secara teratur, kompak dan seimbang dalam rangka
mencapai satu hadaf bersama. Antara yang satu dengan yang lainnya tidak berbenturan atau
overlapping tetapi sejalan dan seirama, teratur dan rapih. Karenanya karakter ini juga disebut
takaamul (konprehensif). Keteraturan ini sangat erat kaitannya dengan muruunah (luwes dan
fleksibel), lantaran jika tidak demikian bisa dipastikan adanya benturan dalam aspek-
aspeknya.
Keteraturan dan keserasian adalah fenomena alam dan syari'ah sebagai suatu tawazun:
ia akan kita temui sebagai suatu fenomena yang nampak pada setiap apa-apa yang
disyari'atkan Allah sebagaimana hal itu nampak pad makhluq-Nya.Seperti sebegitu serasinya
organ-organ yang ada dalam alam semesta dan manusia itu sendiri.
Kesalahan yang terjadi pada kebanyakan orang di sini adalah memandang hukum (syari'ah)
secara sebagian-sebagian, misalnya hanya dari sifat juz'i-nya saja atau dari sifat kulli-nya
saja, mereka tidak melihat secara keseluruhan. Sehingga mereka berbuat dzalim terhadap
syari'ah yang sempurna ini lantaran tergesa-gesa dalam menilai, atau karena kepentingan
tertentu yang melatarbelakanginya. Kesempurnaan syari'ah Islam dan mudahnya diterapkan
-yang di dalamnya menerapkan prinsip tanaasuq dan muruunah yang diterapkan secara
seimbang- membuktikan kesempurnaan sang Pemiliknya, dan merupakan petunjuk serta
rahmat bagi alam semesta.

13
Kesimpulan
Sedemikian lengkap dan sempurnanya Syari'ah Islam menjadikan seorang muslim
sangat memungkinkan untuk dengan mudah ta'abud ila Allah. Pemahaman yang parsial
(mufaraqah) atau hanya cenderung 'memegang' salah satunya saja -sebagaimana yang terjadi
dalam aliran-aliran di kalangan kaum muslimin- hanya akan mereduksi pemahaman kita
tentang Islam, yang pada akhirnya merugikan kita sendiri: dan barangkali inilah faktor utama
kegagalan umat Islam dalam membangun kejayaan Islam di muka bumi ini. Mungkinkah hal
tersebut akan terulang? Jawabannya sangat tergantung dari individu-individu dan jama'ah
kaum muslimin, sejauhmana membangun kembali pemahaman dan mengamalan syari'ah
Islam dengan baik dan benar.
Dalam upaya ke arah pembangunan kembali pemahaman dan pengamalan syari'ah
Islam secara benar dan baik, minimal ada tiga prasyarat yang harus dilakukan oleh seorang
muslim: pertama, setidak-tidaknya mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang 'ulumul
Qur'an beserta tafsirnya, lantaran ia menjadi sumber utama dan pertama penegakkan syari'ah
Islam. Kedua, setidak-tidaknya mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang 'Ulumul
Hadits dan sirah Nabawiyah sebagai sumber keduanya. Ketiga, setidak-tidaknya mempunyai
pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu Ushul al-Fiqh dan Fiqh itu sendiri. Boleh jadi
syari'ah Islam yang syumuliyah beserta al-Khashoisul-nya tidak akan tertangap secara
syumul jika tiga hal ini diabaikan.
Nampaknya dengan memperhatikan perkembangan dan perubahan zaman yang sangat pesat
dengan segala problematika dan pertarungan kepentingan serta ideologi yang ada di
dalamnya, syari'ah Islam akan menjadi solusi yang terbaik. Namun hal ini jika tidak
diimbangi dengan kekuatan yang ada dalam tubuh umat Islam sendiri, maka akan menjadi
sangat lamban cita-cita syari'ah Islam akan terwujud, bahkan boleh jadi hanya angan-angan.
Hal ini lagi-lagi akan terpulang pada kita (umat Islam) masing-masing. Wallahu 'alam
bishawab.

14
Kata Penutup
Demikian makalah yang dapat kami buat, kurang atau lebihnya kami mohon maaf
yang sebesar besarnya. Kami membuat makalah ini sesuai dengan materi yang kami terima.
Jadi apabila ada kata – kata yang kurang berkenan atau isi dari materi itu sendiri yang kurang
lengkap, kami mohon maaf sekali lagi. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.

15
Daftar Pustaka
'Abdul Bani, Muhammad Nu'ad, al-Mu'jam al-Mufarasy al-Fazhil al-qur'an al-Karim: Juz 2,
Kairo: Majma' Lughah Arabiyah, 1401H/ 1981 M

Ghazaly, Imam al-, Ihya Ulumudin, peny. Misbah Zainul Musthafa, (t.t.: Bintang Pelajar) Juz
III

Qardhawi,Yusuf, Madkhal Li Diraasat asy-Syari'ah al-Islamiyah, Kairo Mesir: Maktabah


Wahbah, Ramadhan 1416/1991
……………….., Bagaimana Memahami Syari'ah Islam, terj. Nabhani Idris, Jakarta: Islamuna
Press, 1996

………………., Madkhal Li Diraasat Li Ma'rifatil Islam Muqawwimatuhu, Khashaishuhu,


Mashadiruhu, penterj. Setiawan Budi Utomo, Kairo: Maktabah Wahbah

www.google.com

16

Anda mungkin juga menyukai