Anda di halaman 1dari 8

Political Economy of International Trade

MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


Bisnis Internasional
yang dibina oleh Bapak Dr. Drs.Agung Yuniarinto, MS.CMA

Disusun oleh :

1. Tasya Marta (195020200111016)


2. Tania Arum Nugrahani (195020201111019)
3. Venty Anjela Naibaho (195020207111022)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
Ketika melihat realitas politik perdagangan internasional, pada
tahun 2008 terjadi krisis keunagan global yang mengakibatkan
perlambatan ekonomi global. Banyak negara telah meningkatkan
hambatan tarif dan non tarif pada perdagangan internasional dalam upaya
untuk melindungi produsen dalam negeri dan mempertahankan pekerjaan.
Memang benar bahwa tindakan tersebut dapat dipahami dari perspektif
politik dan bahkan dibenarkan dari pendekatan kesejahteraan. Namun,
dalam teori perdagangan seperti yang akan dibahas dalam makalah ini
dapat dikatakan bahwa mereka merugikan diri sendiri. Karena pada
akhirnya, melindungi produsen yang tidak efisien dapat meningkatkan
harga barang dan jasa serta menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah.
Meskipun banyak negara yang berkomitmen untuk perdagangan
bebas, mereka cenderung ikut campur tangan dalam perdagangan
internasional demi melindungi kepentingan politik kelompok tertentu atau
kepentingan produsen utama dalam negeri. Maka dari itu dalam makalah
ini akan dibahas mengenai “Ekonomi Politik Perdagangan Internasional”
dengan harapan dapat membuka mata dengan memberikan wawasan lebih
luas terkait hal - hal yang berkaitan dengan judul pembahasan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Instrumen Kebijakan Perdagangan
Kebijakan perdagangan menggunakan tujuh instrumen utama yaitu : tarif,
subsidi, kuota impor, pembatasan ekspor sukarela, persyaratan konten
utama, kebijakan administratif dan antidumping.

1. Tarif (tariff) adalah pajak yang dikenakan atas impor atau ekspor.
Tarif terbagi dalam dua kategori yaitu tarif spesifik (specific tariff)
dibebankan sebagain biaya tetap untuk setiap unit dari barang yang
diimpor (misal, $5 per barel minyak) dan tarif Ad valorem (ad
valorem tariff) dipungut berdasarkan pada proporsi dari nilai barang
yang diimpor. Hal terpenting untuk memahami tentang tarif impor
adalah siapa yang menderita dan siapa yang diuntungkan. Pemerintah
diuntungkan karena tarif meningkatkan pendapatan pemerintah.
Produsen dalam negeri untung karena tarif memberikan mereka
proteksi terhadap pesaing asing dengan meningkatkan biaya impor
barang asing. Konsumen dirugikan karena mereka harus membayar
lebih besar untuk impor tertentu. Dua kesimpulan dari analisis
ekonomi pengaruh tarif impor yaitu :
- Tarif jelas proprodusen dan antikonsumen.
Ketika mereka melindungi produsen dari pesaing asing,
pembatasan pasokan juga meningkatkan harga domestik.
- Tarif impor mengurangi efisiensi keseluruhan perekonomian
dunia.
Dikarenakan proteksi tarif mendorong perusahaan dalam negeri
untuk memproduksi barang di rumah yang dalam teori bisa
diproduksi lebih efisien di luar negeri.
Tarif terkadang dikenakan pada ekspor produk dari negara. Tarif
ekspor kurang umum daripada tarif impor. Tarif ekspor memiliki
tujuan untuk meningkatkan pendapatan bagi pemerintah dan untuk
mengurangi ekspor dari sektor, sering karena alasan politik.

2. Subsidi (subsidy) adalah pembayaran pemerintah untuk produsen


dalam negeri. Subsidi memiliki banyak bentuk yaitu hibah tunai,
pinjaman berbunga rendah, keringanan paja dan penyertaan modal
pemerintah di perusahaan dalam negeri. Dengan menurunkan biaya
produksi, subsidi membantu produsen dalam negeri dalam dua acara :
(1) Bersaing terhadap impor asing
(2) Memperoleh pasar ekspor.
Tujuan dari subsidi adalah untuk membantu perusahaan-perusahaan
bertahan dalam iklim ekonomi yang sulit. Konsekuensi dari subsidi
adalah untuk memberikan para produsen mobil keuntungan kompetitif
yang tidak adil di industry mobil global.

3. Kuota impor (import quota) adalah pembatasan langsung pada jumlah


beberapa barang yang dapat diimpor ke suatu negara. Pembatasan ini
biasanya diberlakukan dengan menerbitkan izin impor kepada
sekelompok individu atau perusahaan. Kombinasi umum kuota dan
tarif dikenal sebagai kuota tingkat tarif. Kuota tingkat tarif (tariff
rate quota) adalah tingkat tarif yang lebih rendah diterapkan untuk
impor dalam kuota dibandingkan melebihi kuota. Jenis kuota impor
adalah pembatasan ekspor sukarela.

4. Pembatasan ekspor sukarela (voluntary export restraint—VER)


adalah kuota perdagangan yang diberlakukan oleh negara pengekspor,
biasanya atas permintaan pemerintah negara pengimpor. Seperi tarif
dan subsidi, baik kuota impor maupun VER menguntungkan produsen
dalam negeri dengan membatasi persaingan impor. Kuota impor atau
VER tidak menguntungkan konsumen karena selalu menaikkan harga
domestik pada barang impor. Keuntungan tambahan yang produsen
buat ketika pasokan secara artifisial dibatasi oleh kuota impor disebut
sebagai sewa kuota (quota rent).

5. Persyaratan konten lokal (local content requirement) adalah


persyaratan bahwa beberapa bagian tertentu dari sebuah produk dapat
diproduksi di dalam negeri. Negara-negara berkembang telah banyak
menggunakan peraturan konten lokal untuk memindahkan basis
manufacturing mereka dari perakitan sederhana produk yang
bagiannya diproduksi di tempat lain ke dalam produksi lokal dari
bagian komponen. Aturan konten lokal ini juga telah digunakan di
negara maju untuk mencoba melindungi pekerjaan lokal dan industry
dari kompetisi asing.

6. Kebijakan perdagangan administratif (administrative trade


policies) adalah aturan birokrasi yang dirancang untuk membuat impor
menjadi sulit untuk masuk ke suatu negara. Seperti pada semua
instrument kebijakan perdagangan, instrument administrasi
memberikan manfaat bagi produsen dan merugikan konsumen yang
ditolak untuk mengakses produk asing yang mungkin lebih unggul.
7. Kebijakan antidumping. Dumping didefinisikan beragam sebagai
menjual barang di pasar luar negeri di bawah biaya produksi atau
menjual barang di pasar luar negeri di bawah nilai pasar yang “wajar”.
Dumping dipandang sebagai metode di mana perusahaan mengirimkan
kelebihan produksi di pasar luar negeri. Kebijakan antidumping
(antidumping policies) dirancang untuk menghukum perusahaan asing
yang terlibat dalam praktik dumping. Tujuan utamanya adalah untuk
melindungi produsen dalam negeri dari persaingan asing yang tidak
adil.

B. Kasus Intervensi Pemerintah


Alasan untuk intervensi pemerintah ada dua yaitu politik dan ekonomi.
Alasan politik untuk intervensi difokuskan untuk melindungi kepentingan
kelompok tertentu di suatu negara (biasanya produsen) dan dengan
mengorbankan kelompok lain (biasanya konsumen). Lalu, alasan ekonomi
untuk intervensi biasanya berkaitan dengan meningkatkan kekayaan
seluruh komponen dalam satu negara (untuk kepentingan semua baik
produsen maupun konsumen).

Argumen politis untuk intervensi mencakup berbagai isu yaitu :


1. Melindungi lapangan pekerjaan dan industri.
2. Keamanan nasional
Negara-negara berpendapat bahwa perlu untuk melindungi industry
tertentu karena mereka berperan penting untuk keamanan nasional.
3. Pembalasan
Beberapa perpendapat bahwa pemerintah seharusnya menggunakan
ancaman untuk mengintervensi kebijakan perdagangan sebagai daya
tawar untuk membantu membuka pasar luar negeri dan memaksa mitra
dagang untuk “bermain dengan aturan permainan”.
4. Melindungi konsumen
Banyak pemerintah telah lama memiliki peraturan untuk melindungi
konsumen dari produk yang tidak aman. Efek tidak langsung peraturan
tersebut adalah membatasi atau melarang impor produk tersebut.
5. Mendukung tujuan kebijakan luar negeri
Pemerintah kadang-kadang menggunakan kebijakan perdagangan
untuk mendukung kebijakan luar negeri mereka. Suatu pemerintah
dapat memberikan syarat perdagangan preferensial ke negara yang
ingin membangun hubungan perdagangan yang kuat. Kebijakan
perdagangan juga telah digunakan beberapa kali untuk menekan atau
menghukum “negara nakal” yang tidak mematuhi hukum atau norma
internasional.
6. Melindungi hak asasi manusia
Melindungi dan memajukan hak asasi manusia di negara-negara lain
merupakan elemen penting dari kebijakan luar negeri bagi banyak
negara demokrasi. Pemerintah kadang-kadang menggunakan kebijakan
perdagangan untuk mencoba memperbaiki kebijakan hak asasi
manusia dari mitra dagang.

Argumen ekonomi untuk intervensi mencakup berbagai isu yaitu :


1. Argumen industri yang baru tumbuh (infant industry argument) adalah
argumen ekonomi untuk intervensi pemerintah.
2. Kebijakan perdagangan strategis
Argument kebijakan perdagangan strategis (strategic trade policy)
memiliki dua komponen. Pertama, argumen ini berpendapat bahwa
dengan Tindakan yang tepat, pemerintah dapat membantu
meningkatkan pendapatan nasional jika dapat memastikan bahwa
perusahaan mendapatkan keuntungan penggerak pertama dalam suatu
industry adalah perusahaan domestik bukan perusahaan asing. Kedua,
bahwa hal itu mungkin membuat pemerintah untuk campur tangan
dalam suatu industry dengan membantu perusahaan-perusahaan dalam
negeri mengatasi hambatan masuk yang dibuat oleh perusahaan-
perusahaan asing yang telah memperoleh keunggulan penggerak
pertama.

C. Revisi Kasus Perdagangan Bebas


Argumen kebijakan perdagangan strategis dari teori perdagangan baru
menunjukkan pembenaran ekonomi bagi intervensi pemerintah dalam
perdagangan internasional. Tanggapan terhadap argumen kebijakan
perdagangan strategis ini merupakan kasus yang direvisi untuk
perdagangan bebas.
1. Pembalasan dan perang perdagangan
Krugman berpendapat bahwa kebijakan perdagangan strategis yang
bertujuan untuk mendudukkan perusahaan domestik dalam posisi
dominan dalam industri global adalah kebijakan “mengemis pada
tetangga” yang meningkatkan pendapatan negara dengan
mengorbankan negara lain. Sebuah negara yang mencoba untuk
menggunakan kebijakan tersebut mungkin akan menimbulkan
pembalasan.
2. Kebijakan dalam negeri
Pemerintah tidak selalu bertindak demi kepentingan negara ketika
mereka melakukan campur tangan dalam perekonomian, kelompok
kepentingan politik utama sering memengaruhi mereka.
D. Pembangunan Sistem Perdagangan Dunia
Argumen ekonomi yang kuat mendukung perdagangan bebas tanpa
pembatasan. Sementara banyak pemerintah telah mengenali nilai argumen
ini, mereka telah bersedia untuk secara sepihak menurunkan hambatan
perdagangan mereka karena takut bahwa negara-negara lain mungkin
tidak mengikutinya.
Sejak Perang Dunia II, kerangka perdagangan internasional telah
berkembang. Selama 50 tahun pertama, kerangka ini dikenal sebagai
General Agreement on Tariff and Trade atau GATT. Sejak tahun 1995,
telah dikenal sebagai World Trade Organization atau WTO. Berikut
adalah evolusi dari kinerja GATT dan WTO :
1. Dari Smith – Depresi Besar
2. Periode 1947-1979: GATT, LIBERASI PERDAGANGAN,
DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
3. Periode 1980-1993: TREN PROTEKSIONIS
4. Putaran Uruguay dan Organisasi Perdagangan Dunia
5. Jasa dan kekayaan intelektual
6. Periode WTO : Pengalaman Saat Ini
7. WTO sebagai Polisi Global
8. Memperluas Kesepakatan Perdagangan
9. WTO di Seattle : Sebuah Aliran Air?

E. Masa Depan dari WTO


Banyak yang masih harus dilakukan dalam menghadapi perdagangan
internasional. Ada empat agenda utama WTO saat ini yaitu :
1. Peningkatan kebijakan antidumping
2. Tingginya tingkat produksi dalam bidang pertanian
3. Kurangnya perlindungan yang kuat untuk hak kekayaan intelektual di
banyak negara
4. Berlanjutnya tingkat tarif tinggi pada barang dan jasa nonpertanian di
banyak negara.

F. Studi Kasus
Berikut merupakan potongan artikel ilmiah yang membahas studi kasus
berkaitan dengan politik perdagangan internasional. (Lestari, I. 2015)
Penyelesaian :
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement
Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel.
Setelah melalui proses-proses pemeriksaan, DSB WTO mengabulkan dan
menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan
agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan
antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea
telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek
dumping produk kertas dari Indonesia dan Korea telah melakukan
kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami
kerugian akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai