Anda di halaman 1dari 8

URBANISASI DAN MIGRASI DESA-KOTA: TEORI DAN KEBIJAKAN

Di susun oleh:
Kristanto Aditya (125180123/DY)
Jeremy Harimauwan (125180140/DY)
Elcent Winata Halim (125180129/DY)
Matthew Hadryan (125180132/DY)

Universitas Tarumanagara
Jalan Letjen S. Parman No.1, RT.11/RW.1, Tanjung Duren Utara,
Grogol Petamburan
Jakarta
2020
Urbanisasi dan Migrasi Desa-Kota: Teori dan Kebijakan

Dilema Migrasi dan Urbanisasi

Dalam bab ini kita mengkaji potensi peran kota baik dari sector modern maupun di sector informal
perkotaan dalam mendorong pembangunan ekonomi. Kemudian kita akan merujuk ke model teoritis
terkenal mengenai transfer tenaga kerja dari desa ke kota, dalam konteks pertumbuhan yang cepat dan
tingginya pengganguran di Kawasan perkotaan. Terakhir kita akan mempertimbangkan sejumlah pilihan
kebijakan yang dapat diterapkan pemerintah negara berkembang, dalam upaya mereka mengurangi
arus migrasi dari desa ke kota dan menanggulangi masalah-masalah pengganguran serius yang terus
menghantui kota-kota padat.

Urbanisasi: Tren dan Proyeksi

urbanisasi versus GNI per kapita; negara negara berpendapatan paling tinggi, seperti Denmark, adalah
negara paling urban (penduduknya paling banyak menghuni kawsan perkotaan); sedangkan negara
negara paling miskin, seperti Rwanda, adalah negara yang penduduknya tidak banyak berdiam di
Kawasan perkotaan. Pada saat yang sama, meskipun suatu negara menjadi lebih urban ketika
berkembang, negara negara termiskin sekarang lebih urban daripada negara negara maju sekarang.
ketika dahulu berada pada tingkat pembangunan yang setara sebagaimana diukur dengan pendapatan
per kapita; dan rata rata negara berkembang sekarang mengalami urbanisasi lebih cepat.

Urbanisasi antarwaktu tertentu dan antartingkat pendapatan

Setiap segmen garis mewakili lintasan perjalanan sebuah negara; dimulai dari titik titik solid yang
mewakili tingkat pendapatan dan urbanisasi pada tahun 1970 bagi negara tertentu, dan berakhir pada
ujung bagian garis (yang berbentuk wajik) yang menunjukan tingkat pendapatan dan urbanisasi negara
bersangkutan pada tahun 1995. Singkatnya, urbanisasi sedang terjadi di semua negara di dunia,
sekalipun dengan tingkat yang berbeda beda.

Proporsi penduduk perkotaan menurut wilayah

PBB memperkirakan bahwa penduduk dunia akan tumbuh dalam periode tahun 2005 sampai tahun
2030 sebesar rata rata 1,78% setiap tahun, dan pada tahun 2030 akan terdapat hampir 5 miliar
penduduk di Kawasan perkotaan, nyaris lima per delapan dari perkiraan jumlah penduduk pada tahun
itu sebesar 8,1 miliar. Jumlah orang yang tinggal di daerah perdesaan di dunia diproyeksikan mulai benar
benar menurun, sekitar 155 juta orang mulai dari tahun 2015 sampai tahun 2030 atau sebesar -0,32%
per tahun.

Megapolitan: Kota Berpenduduk 10 Juta atau Lebih

Megapolitan adalah kumpulan pemerintah kota besar dan kota-kota sekitar dalam satu kesatuan
geografis yang merupakan satu kesatuan perencanaan pembangunan dan dikelola dalam satu
koordinasi, tanpa menghilangkan kewenangan setiap pemerintah kota. Pada tahun 1975 hanya ada 3
megapolitan, tetapi pada tahun 2009 telah muncul sebanyak 21 megapolitan. Dari 21 megapolitan ini,
dua per tiganya berada di negara berkembang.

Proyeksi penduduk pedesaan dan perkotaan di wilayah maju dan wilayah yang kurang berkembang
hampir semua tambahan penduduk dunia akan menyebabkan pembengkakan jumlah penduduk di
Kawasan perkotaan karena para migran terus membanjiri kota dari Kawasan pedesaan, dan pada saat
yang sama tingkat urbanisasi di negara berkembang semakin mendekati tingkat urbanisasi di negara
maju.

Peranan kota

Secara umum, kota terbentuk karena memberikan keunggulan dan keuntungan effisiensi biaya bagi para
produsen dan konsumen melalui apa yang disebut sebagai ekonomi aglomerasi (agglomeration
economy). Sebagaimana yang telah dikemukakan Walter Isard, ekonomi aglomerasi ini memiliki 2 wujud
yaitu ekonomi urbanisasi ( urbanization economy) dan ekonomi lokalisasi ( localization economy).
Ekonomi urbanisasi adalah munculnya sejumlah akibat yang berkaitan dengan pertumbuhan umum
wilayah geografi yang terkonsentrasi. Ekonomi lokalisasi adalah sejumlah akibat yang diperoleh sector
sector tertentu perekonomian, seperti pembiayaan dan kendaraan bermotor, ketika tumbuh dan
berkembang di dalam Kawasan itu.

Distrik industry

Perusahaan perusahaan umumnya lebih suka berada di lokasi yang memungkinkan mereka belajar dari
perusahaan lain yang melakukan pekerjaan serupa. Semua perusahaan yang berlokasi di lokasi tersebut
juga memperoleh manfaat dari peluang untuk bisa mensubkontrakkan pekerjaan dengan mudah apabila
ada pesanan pekerjaan berskala besar.

Sebagian manfaat yang didapatkan hanyalah lokasi-Khalid Nadvi telah menyebutnya sebagai “effisiensi
kolektif pasif”- tetapi berbagai manfaat lainnya dapat diperoleh melalui tindakan kolektif seperti
pengembangan fasilitas pelatihan atau melobi pemerintah untuk mendapatkan infrastruktur yang
dibutuhkan sebagai sebuah industry alih alih sebagai sebuah perusahaan tunggal (efisiensi kolektif
pasif).

Skala Perkotaan yang Efisien

Ekonomi lokalisasi tidak bermaksud mengatakan bahwa efisiensi akan tercapai ketika semua industri di
sebuah negara dipusatkan ke sebuah kota. Efisiensi ini hanya dapat tercapai bagi sejumlah industri yang
terkait erat, seperti industri yang memiliki keterkaitan yang kuat ke hulu dan ke hilir, tetapi tidak banyak
manfaatnya bagi industri yang tidak berkaitan untuk menempatkan diri di lokasi yang sama. Salah satu
pengecualiannya adalah kemungkinan terjadinya imbas dari kemajuan teknologi di industri yang
penggunaanya diadaptasikan dalam industri lainnya.

Dua teori terkenal mengenai ukuran kota adalah

 Model hierarki urban yang diajukan oleh August Losch dan Walter Christaller
Pabrik diberbagai industri memiliki karakteristik radius pasar yang timbul dari saling
berkaitannya tiga faktor yaitu skala ekonomi produksi, biaya transportasi, dan bagaimana
permintaan lahan yang tersebar terhadap tempat yang tersedia. Semakin besar skala ekonomi
produksi dan semakin rendah biaya transportasi, maka semakin besar pula radius wilayah yang
harus dilayani industri untuk meminimalkan biaya. Sebaliknya jika harga lahan dan bangunan
yang ditawarkan terlalu tinggi di kota yang dituju, maka radius yang tercipta akan lebih kecil.
 Model bidang datar terdiferensiasi yang diajukan pertama kali oleh Alfred Weber Walter
Isand, dan Leon Moses
Terbatasnya jumlah rute transportasi yang menghubungkan berbagai industri dalam suatu
negara akan memainkan peran penting. Model ini memperkirakan konsentrasi perkotaan pada
titik- titik persilangan rute transportasi yang langka, yang disebut "nodus internal" (internal
mode).

Masalah yang Ditimbulkan Kota Raksasa

Sistem "Hub-and-spoke" adalah sistem yang akan meletakkan ibukota di dekat pintu keluar yaitu di
pantai tepi laut. Banyak negara yang mewarisi sistem jaringan transportasi terpusat era kolonial,
contohnya di negara Afrika dan Amerika Latin.Tetapi, tdak semua negara mewarisi sistem hub-and-
spoke, contohnya Jerman, Amerika Serikat dan juga 13 negara bekas jajahan Inggris, yang masing-
masing mempertahankan sebagian aspek otonomi lokal.

Bias Kota Utama

Bentuk bias kota yang sering menyebabkan gangguan cukup besar adalah apa yang disebut bias kota
utama (first-city bias). Kota terbesar pertama di suatu negara akan menerima bagian investasi publik
dan insentif bagi investasi swasta lebih besar daripada kota terbesar kedua. Akibatnya jumlah penduduk
dan aktivitas ekonomi disatu wilayah/kota menjadi lebih besar dan tidak efisien dibandingkan dengan
wilayah/kota yang lain.

Penyebab Timbulnya Kota Raksasa

Semakin besarnya suatu kota di negara berkembang, maka semakin banyak penduduknya. Hal ini
merupakan akibat dari kombinasi sistem transportasi Hub-and-spoke dan lokasi modal politik di kota
terbesar. Terpusatnya perusahaan-perusahaan serta industri di kota terbesar menyebabkan kurangnya
pemerataan di wilayah-wilayah lain. Hal ini menyebabkan masyarakat berpindah ke kota tersebut untuk
mencari pekerjaan serta mendapatkan tempat yang lebih modern daripada kota lain. Penjelasan lain
mengenai kota-kota raksasa berfokus pada konsekuensi dari upaya pemimpin negara diktator untuk
tetap berkuasa.

Sektor Informal Perkotaan

Keberadaan sektor informal (informal sector) yang tidak terorganisir, tidak diregulasi, dan semuanya
legal meskipun tidak terdaftar telah diakui berdasarkan pengamatan dibeberapa negara berkembang,
yang menunjukkan bahwa bertambah banyaknya tenaga kerja perkotaan ternyata tidak tampak dalam
statistik pengangguran sektor modern formal. Banyaknya pendatang baru ke perkotaan menyebabkan
terjadinya dorongan terhadap orang-orang untuk menciptakan lapangan kerja sendiri atau bekerja di
perusahaan-perusahaan kecil milik keluarga.

Kebijakan bagi Sektor Informal Perkotaan

Sektor informal terkait dengan sektor pedesaan dalam arti bahwa sektor ini memungkinkan
tenaga kerja yang belebih untuk keluar dari kemiskinan ekstrem dan kondisi setengah
menganggur di desa. Pendapatan para pekerja sektor informal masih tetap lebih tinggi daripada
pekerja di wilayah pedesaan paling miskin. Akan tetapi, jika upah yang diperoleh masih tetap
lebih tinggi dengan melakukan aktivitas yang sangat kompetitif dalam pekerjaan di sektor
informal perkotaan daripada pekerjaan di pedesaan, hal ini juga menunjukkan produktivitas
yang lebih tinggi.

Sektor informal telah menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan lapangan kerja dan
pendapat bagi tenaga kerja perkotaan. Beberapa argument yang dikemukakan untuk
mendukung upaya meningkatkan sektor informal.
1. bukti yang tersebar menunjukkan bahwa sektor informal menghasilkan surplus bahkan
dalam lingkungan kebijakan tidak bersahabat yang menghambat sektor ini untuk
memperoleh manfaat yang diberikan kepada sektor formal seperti kredit, pertukaran
valuta asing dan kelonggaran pajak.
2. karena intensitas modalnya rendah dan hanya merupakan bagian kecil dari modal yang
diperlukan sektor formal untuk memperkerjakan seorang pekerja di sektor informal

Perempuan di Sektor Informal

Perempuan sering kali mewakili bagian terbesar dari tenaga kerja sektor informal, yang bekerja
dengan upah rendah dan pekerjaan tidak stabil tanpa tunjangan pegawai atau jaminan sosial.
Meningkatnya jumlah migran perempuan yang belum menikah juga menyebabkan
meningkatnya proporsi rumah tangga yang dikepalai perempuan dikawasan perkotaan, yang
cenderung lebih miskin menghadapi kendala sumber daya yang sangat terbatas dan memiliki
tingkat fertilitas yang relative tinggi. Perubahan komposisi arus migrasi ini menimbulkan
implikasi ekonomi dan demografi yang penting terhadap Kawasan perkotaan di negara
berkembang. Legalisasi dan dorongan ekonomi untuk aktivitas aktivitas dalam sektor informal
perkotaan yang sebagian besar tenaga kerjanya adalah perempuan, akan dapat meningkatkan
fleksibilitas keuangan dan produktivitas usaha mereka.

Migrasi dan Pembangunan

Migrasi memperburuk ketidak seimbangan structural antara desa dan kota melalui dua cara
langsung. Dari sisi penawaran, migrasi internal meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan
relative terhadap pertumbuhan penduduk perkotaan secara tidak proposional. Dampak migrasi
terhadap proses pembangunan sebenarnya jauh lebih luas daripada dampaknya atas semakin
parahnya pengangguran terbuka dan terselubung di perkotaan. Maka upaya mendalami
penyebab determinan dan konsekuensi migrasi internal tenaga kerja dari desa ke kota sangat
penting artinya untuk lebih memahami sifat dan karakter proses pembangunan, dan untuk
merumuskan kebijakan dalam rangka memengaruhi proses ini dengan cara yang bisa diterima
secara sosial.

Menuju Teori Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota


Deskripsi Verbal Model Todaro
Model Todaro membuat dalil bahwa migrasi terjai sebagai respon terhadap perbedaan antara
kota dan desa dalam hal pendapatan dan diharapkan alih alih pendapatan yang sebenarnya.
Pada dasarnya, teori ini berasumsi bahwa para tenaga kerja actual ataupun potensial akan
membandingkan pendapatan yang mereka harapkan selama waktu tertentu di sektor
perkotaan dengan rata rata pendapatan yang umumnya bisa diperoleh di pedesaan.

Penyajian melalui diagram

Dalam model, keseimbangan tercapai ketika upah yang diharapkan di daerah perkotaan (upah
aktual disesuaikan dengan tingkat pengangguran ), sama dengan produk marjinal seorang
pekerja pertanian. Model ini mengasumsikan bahwa pengangguran tidak ada di sektor
pertanian pedesaan. Juga diasumsikan bahwa produksi pertanian pedesaan dan pasar tenaga
kerja berikutnya sangat bersaing . Akibatnya, upah pedesaan pertanian sama dengan
produktivitas marjinal pertanian. Dalam kesetimbangan, laju migrasi desa ke kota akan menjadi
nol karena pendapatan pedesaan yang diharapkan sama dengan pendapatan kota yang
diharapkan. Namun, dalam ekuilibrium ini akan ada pengangguran positif di sektor perkotaan.

migrasi dari daerah pedesaan ke perkotaan akan meningkat jika:

 Upah perkotaan (wu) meningkat di sektor perkotaan (l e ), meningkatkan pendapatan


perkotaan yang diharapkan.
 Produktivitas pertanian menurun, menurunkan produktivitas marjinal, dan upah di
sektor pertanian (turun), mengurangi pendapatan pedesaan yang diharapkan.

4 Karakteristik dari Model Migrasi Todaro


1. Migrasi terutama didorong oleh pertimbangan ekonomi rasional mengenai manfaat dan
biaya, yang meski hampir semua bersifat keuangan tetapi juga mencangkup
pertimbangan psikologis
2. Keputusan bermigrasi bergantung pada pertimbangan mengenai selisih atau perbedaan
antara upah pedesaan dan upah perkotaan yang diharapkan, bukan pada selisih actual,
selisih yang diharapkan itu ditentukan oleh interaksi antara dua variable, selisih actual
upah kota-desa dan profibilitas keberhasilan mendapatkan pekerjaan di sektor perkotaan
3. Profitabilitas mendapatkan pekerjaan di perkotaan secara langsung berkaitan dengan
tingkat lapangan kerja perkotaan, sehingga berbanding terbalik dengan tingkat
pengangguran di perkotaan
4. Tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan kesempatan kerja di perkotaan tidak
hanya mungkin terjadi, tetapi juga rasional dan bahkan cenderung terjadi jika terdapat
selisih yang besar antara pendapatan yang diharapkan di perkotaan dan di pedesaan.

Lima Implikasi Kebijakan


 Pertama, ketidakseimbangan kesempatan kerja desa-kota yang disebabkan oleh strategi
pembangunan yang memilik bias perkotaan, terutama bias kota utama, harus dikurangi.

 Kedua, pengadaan lapangan kerja perkotaan bukanlah solusi yang memadai untuk
mengatasi masalah pengangguran di perkotaan.

 Ketiga, perluasan pendidikan yang dilakukan secara serampangan akan mendorong lebih
banyak orang yang berimigrasi dan membengkaknya pengangguran.

 Keempat, subsidi upah dana penetapan harga tradisional atas faktor yang langk boleh jadi
akan kontraproduktif.

 Kelima,program-program pembangunan pedesaan terpadu harus didorong.

Strategi komprehensif mengenai Migrasi dan Lapangan Kerja


A. Menciptakan keseimbangan yang sesuai antar ekonomi pedesaan dan ekonomi perkotaan.
B. Memperluas industry skala kecil padat karya.

C. Menghilangkan distorsi harga faktor.

D. Memilih teknologi produksi padat karya yang sesuai.

E. Memodifikasi keterkaitan antara pendidikan dan lapangan kerja.

F. Menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk.


G. Mendesentralisai wewenang ke kota-kota dan wilayah sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai