Harga yang lebih tinggi dari kenaikan tanah kepadatan , menghasilkan sebuah kota perdagangan
The price of shirts at the factory is the unit cost of 1/3 loaf =
The net price of a factory shirt is the factory price (4/12 loaf) plus transport cost (1/12 loaf pr mile)
Contoh Soal :
4 HHS per acre = 2560 HH per mile2 q=0,0004 mil 2/ = 1/2560)
-
Sumber : http://econochemist.blogspot.co.id
Salah satu cabang dari ilmu ekonomi yang menarik untuk digeluti adalah ekonomi
perkotaan. Subjek ini menjadi menarik karena mampu menjelaskan berbagai
permasalahan yang dihadapi daerah perkotaan (urban) sambil menilik geliat aktivitas
ekonomi yang ada di dalamnya. Indonesia sendiri memiliki banyak kota, mulai dari yang
besar sampai yang kecil, dengan berbagai problematikanya yang unik dan akan
menjadi bahan observasi menarik bagi studi ekonomi perkotaan. Ada banyak hal yang
dipelajari ekonomi perkotaan, mulai dari kekuatan pasar terhadap pembentukan kota,
tata guna lahan, angkutan perkotaan, kriminalitas, kebijakan publik, dan
penerimaan/pemasukan pemerintah setempat.
Yang unik, ekonomi perkotaan mampu menganalisis apakah sebuah kota maju atau
tidak hanya melalui observasi sederhana. Saata berkunjung ke sebuah kota, anda
dapat menanyai profesi penduduk yang anda temui di kota tersebut secara acak.
Apabila mayoritas penduduk yang anda temui itu berprofesi sebagai PNS, maka bisa
disimpulkan bahwa kota tersebut tidak maju. Anda juga bisa mengetahui kemajuan
sebuah kota dari tampilan fisik uang kembalian yang anda peroleh dari kota tersebut.
Jika uang kembalian tersebut dalam kondisi yang jelek atau lecek, maka sirkulasi uang
di kota tersebut jelek (uang yang sama hanya berpindah tangan antarpenduduk
kota/tidak ada pertambahan uang di kota tersebut). Bisa dikatakan, kota dengan uang
kembalian jelek juga merupakan kota yang tidak maju. Selain itu, ekonomi perkotaan
juga mampu memprediksi apakah sebuah kota akan menjadi kota maju atau tidak.
Sebagai contoh, kota Padang diyakini tidak akan pernah maju karena letak geografis
kota yang berada di Pantai Barat Sumatra membuat ia hanya memiliki aktivitas
perdagangan yang sedikit dengan wilayah lain di Indonesia (akan lebih menguntungkan
bagi kota yang berada di Pantai Timur Sumatra). Selain itu, kota ini juga rawan
bencana, seperti gempa bumi dan tsunami baru-baru ini.
menghasilkan zero economic profit, yaitu kondisi saat profit sama dengan opportunity
cost. Aksioma ini seringkali terdengar di kuliah mikroekonomi. Kelima aksioma ini tentu
amat berguna dalam menilik geliat ekonomi sebuah kota.
ada lima aksioma penting:
1. Pertama, harga akan menyesuaikan untuk mencapai keseimbangan lokasi
atau locational equilibrium. Semakin jauh dari pusat kota semakin murah
harga suatu barang dan jasa.
2. Kedua, sebuah kota bersifat selfly enforcing. Hal ini dapat menjelaskan
dengan fenomena back to the city. Pada mulanya orang-orang yang bekerja di
kota memilih untuk bermukim di pinggiran kota. Hal ini dikarenakan akses
menuju kota yang mudah dengan tersedianya akses jalan tol. Namun, lamakelamaan masalah kemacetan muncul karena semakin banyak orang yang
bermukim di pinggiran kota dan bekerja di kota (jalan tol hanya solusi sementara
atasi kemacetan). Hal ini kemudian mendorong orang-orang untuk kembali
bermukim di kota atau back to the city.
3. Ketiga, eksternalitas menimbulkan inefisiensi. Eksternalitas dihasilkan saat
tindakan seorang pelaku ekonomi berdampak pada pelaku ekonomi lainnya
tanpa adanya kompensasi.
4. Keempat, produksi bergantung pada skala ekonomi. Hal ini penting karena
adanya indivisible input (input yang tidak bisa dibagi lagi) sehingga akan lebih
menguntungkan jika memproduksi dalam jumlah besar agar indivisible input
tersebut tidak terbuang percuma. Jasa truk pengangkut merupakan salah satu
indivisible input, akan lebih menguntungkan jika mengangkut dalam jumlah
besar daripada sedikit karena biaya yang ditanggung akan sama saja.
5. Kelima, kompetisi akan menghasilkan zero economic profit, yaitu kondisi
saat profit sama dengan opportunity cost. Aksioma ini seringkali terdengar di
kuliah mikroekonomi.
Urban Economics: Terbentuknya Kota dan Aglomerasi Ekonomi
Awal Terbentuknya Kota
Kota adalah suatu wilayah Geografis yang terdiri dari jumlah penduduk yang banyak dalam
suatu kawasan yang sempit.
1. Daerah perkotaan (Urban Area) : minimal populasi 2500 org dg tingkat kepadatan 500
org per mil persegi
2. Daerah Metropolis (Metropolitan area) : minimal populasi 50.000 org
3. Daerah Micropolis (Micropolitan area) : populasi 10.000 sd 50.000 org
4. Principal city : Minimal populasi 250.000 dan 100.000 pekerja
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi terbentuknya sebuah kota:
1. Pertama, sebuah kota dapat terbentuk di suatu wilayah yang memiliki sumber
daya alam yang kaya. Sebagai contoh, kita dapat melihat kegemilangan Kuala Lumpur
di negeri jiran yang dahulu merupakan kawasan pertambangan.
2. Kedua, wilayah yang menjadi median location atau tempat transit juga bisa
berkembang menjadi sebuah kota. Kota-kota seperti ini biasanya dibangun di
kawasan pelabuhan di mana terjadi pergantian moda transportasi dalam pengangkutan
barang (dari kapal ke truk) atau yang bisa disebut sebagai transitment point.
3. Ketiga, sebuah kota bisa pula dibuat atau didesain langsung oleh pemangku
kebijakan. Misalnya saja, Bandung, Bogor, dan Malang yang sengaja dibuat oleh
pemerintah kolonial Belanda sebagai kota peristirahatan karena memiliki udara yang
dingin. Ada pula kota Palangkaraya yang menjadi satu-satunya kota yang dibangun
setelah Indonesia merdeka di tengah-tengah belantara Kalimantan.
bidang pertelevisian sehingga biaya pencarian tenaga kerja menjadi murah, sedangkan
di Palangkaraya akan susah untuk mencari tenaga kerja di bidang pertelevisian
sehingga biaya pencarian tenaga kerja menjadi lebih mahal.
3. Labor matching, adanya kecocokan antara kebutuhan skill tenaga kerja yang
dibutuhkan perusahaan dengan skill yang dimiliki tenaga kerja yang tersedia sehingga
perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk training tenaga kerja. Apabila tingkat
labor matching rendah (dengan kata lain skill yang dibutuhkan tidak cocok dengan skill
tenaga kerja yang tersedia) maka perusahaan harus mengadakan training dengan biaya
yang tidak sedikit. Perusahaan bisa mengalami kerugian berarti jika tenaga kerja yang
telah selesai menjalani training memilih untuk keluar atau pindah kerja (pembajakan
tenaga kerja).
4. Knowledge spillover, adanya efek limpahan pengetahuan yang akan menguntungkan
perusahaan. Fenomena ini juga muncul ketika adanya foreign direct investment (FDI),
contohnya: masuknya waralaba siap saji asing di Indonesia menimbulkan knowledge
spillover yang menyebabkan menjamurnya penjual fried chicken dan hamburger.
Selain manfaat, kluster juga menimbulkan biaya bagi perusahaan, yaitu:
1. Biaya oportunitas karena perusahaan harus membagi pasar dengan pesaing (tidak
memiliki pasar eksklusif) sehingga dapat menurunkan penjualan.
2. Perusahaan tidak bisa memperoleh profit margin yang besar.
3. Biaya perusahaan untuk pindah ke kluster mahal.
Akan tetapi, benefit dari kluster hampir selalu lebih besar daripada biaya yang harus
dikeluarkan.
Ada dua jenis aglomerasi ekonomi, yaitu:
1. Localization economies, berkumpulnya industri karena alasan-alasan produksi yang
akan menurunkan biaya produksi dan memudahkan proses produksi.
2. Urbanization economies, berkumpulnya industri mendekati pasar yang besar di daerah
perkotaan.
Kegiatan aglomerasi ini pada akhirnya akan berpengaruh pada urban size. Besarnya ukuran
urban size akan memberikan manfaat-manfaat, antara lain: join labor supply, learning
opportunity, dan social opportunity.
Jika ada dua kota yang hampir sama dan salah satu kota memiliki utilitas yang lebih
tinggi (tingkat pendapatan yang berbeda), maka dapat diasumsikan kota tersebut lebih
inovatif. Orang-orang cenderung akan pindah ke kota yang lebih inovatif. Perpindahan
ini baru berhenti saat utilitas kedua kota sama, sebagai konsekuensinya jumlah
penduduk kota yang lebih inovatif akan bertambah.
Pertumbuhan tenaga kerja di suatu kota tergantung pada sektor apa yang berkembang.
Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. city forming, aktivitas yang membentuk kota
2. city filling, aktivitas pengisian kota (multiplier city employment)
Lalu, adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja. Faktorfaktor tersebut menentukan pilihan seorang individu untuk masuk ke dalam angkatan
kerja atau tidak, antara lain:
Di suatu kota, permintaan tanah terus meningkat, sedangkan suplai tanah tidak
bertambah, sehingga harga tanah terus mengalami peningkatan. Ini pula yang
menyebabkan maraknya investasi di sektor properti. Namun, pertumbuhan ekonomi
yang ditopang sektor properti dapat menyebabkan distorsi perekonomian karena hal ini
membuat kredit-kredit perbankan tidak disalurkan ke sektor riil. Hal ini membahayakan
karena investasi di sektor properti (tanah) tidak mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi harga tanah, yaitu:
1. Fertilitas tanah, semakin subur tanah, biaya pengolahan yang dibutuhkan semakin
kecil, profit margin yang diperoleh pun semakin tinggi, sehingga harga tanah menjadi
lebih mahal.
2. Aksesibilitas, tanah yang memilki fertilitas sama seharusnya memiliki harga yang
sama, tetapi tanah dengan akses yang lebih bagus akan memiliki harga yang lebih
tinggi.
Suatu daerah akan dipenuhi sektor-sektor yang memberikan penawaran sewa tanah
paling tinggi. Harga tanah yang mahal mendorong pembangunan bangunan bertingkat
(vertikal). Ini merupakan implikasi dari subsititusi faktor produksi, dari land (tanah) ke
capital (bangunan bertingkat). Menarik pula untuk dicermati, bahwa salah satu ciri tanah
yang murah adalah tanah tidak memiliki bangunan bertingkat. Substitusi tanah dengan
bangunan bertingkat ini berdampak pada semakin tingginya penawaran sewa yang
berani ditawarkan karena biaya membangun ke atas lebih rendah daripada
membangun ke samping. Industri cenderung memberikan penawaran sewa yang lebih
rendah ketimbang perkantoran karena industri memerlukan banyak lahan.
Perumahan
Kebanyakan orang cenderung ingin tinggal di dekat tempat kerja mereka sehingga
mereka harus bersaing untuk mendapatkannya dengan harga yang lebih tinggi.
Sebaliknya, lokasi tempat tinggal yang semakin jauh menyebabkan semakin tingginya
commuting cost yang harus ditanggung.
Akan tetapi, harga bahan bakar kendaraan bermotor yang relatif murah dan tersedianya
sarana transportasi komuter menurunkan commuting cost sehingga orang-orang rela
untuk tinggal di daerah pinggiran yang jauh dari tempat kerja. Hal ini juga dikarenakan
semakin tingginya harga perumahan di pusat kota yang berdekatan dengan tempat
kerja. Harga tinggi ini disebabkan perumahan harus bersaing dengan perkantoran dan
industri yang memiliki penawaran sewa lebih tinggi.
Konsekuensi positif dari urban sprawl yang tinggi, antara lain: mengurangi kepadatan di
pusat kota, meningkatkan kualitas udara di pusat kota. Sedangkan, konsekuensi
negatifnya adalah lahan pertanian habis sehingga berimbas pada melemahnya
ketahanan pangan nasional.
Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengatasi urban sprawl yang
terlalu cepat, antara lain:
1. mengubah mindset masyarakat,
2. menaikkan biaya pengangkutan riil,
3. menerapkan anti-sprawl policies (urban-growth
memberlakukan tarif IMB yang mahal.
boundaries),
misalnya
dengan