Anda di halaman 1dari 71

Nama : Ascie Nafisha L.

NIM : 160810101165

Ekonomi Pengangkutan dan Perkotaan/B

1. Jelaskan tentang konsep-konsep dasar ekonomi perkotaan dan pengangkutan, dan


perspektif historisnya !
a. Konsep dasar ekonomi perkotaan
Ilmu Ekonomi Perkotaan sebagai sebuah cabang ilmu baru mulai dikembangkan
sekitar tahun 1950. Ilmu ekonomi perkotaan ini pada awalnya muncul disebabkan tingkat
kemacetan yang terjadi secara luar biasa di Amerika, oleh karena itu, di negara inilah
ekonomi perkotaan mulai berkembang. Kemacetan (segregation) muncul sebagai
konsekuensi dari tata guna lahan di perkotaan. Oleh karena itu, pada dasarnya ilmu
ekonomi perkotaan di dalam analisisnya tidak akan terlepas dari tata penggunaan lahan
(land use) dan melibatkan faktor ruang (spatial) di dalam analisisnya. Selain kemacetan
yang menjadi stimulus lahirnya ekonomi perkotaan, masih banyak masalah-masalah lain
yang muncul di perkotaan seiring dengan semakin berkembangnya sebuah kota. Tetapi
upaya para ahli ekonomi untuk memperdalam masalah-masalah perkotaan sudah lama
dilakukan. Masalah-masalah perkotaan yang ada seperti, ketidaklayakan pemukiman,
kemiskinan, kemacetan yang kian hari kian parah, tingkat kriminalitas yang tinggi, polusi
dan lainnya, menuntut para ahli dari berbagai ilmu untuk memikirkan dan mencari solusi
pemecahannya, tidak ketinggalan dengan para ahli ekonomi. Faktor-faktor seperti, nilai
sewa lahan, pengangguran, kesenjangan pendapatan, harga perumahan, transportasi, lalu
lintas transportasi, rangkaian kebijakan pemerintah, perpajakan dan keuangan pemerintah
daerah menimbulkan dampak pada lingkungan di antaranya seperti kemacetan,
perumahan kumuh, dan eksternalitas yang menimbulkan polusi alam. Lebih jauh lagi
faktor-faktor tersebut akan menimbulkan masalah kemiskinan, kriminalitas, kesehatan,
pendidikan di perkotaan.
Perkembangan kota tidak selalu menimbulkan masalah-masalah yang kita kenali
saat ini. Karena kegiatan yang berada di kotalah standar kehidupan penduduk meningkat.
Di kota kegiatan produksi dan perdagangan tumbuh dengan pesat dan dari kegiatan
produksi ini kota dapat menyediakan beragam barang dan jasa yang menjadi kebutuhan
pokok masyarakat. Ada banyak penyebab berkembangnya suatu kota, yang pada awalnya
dipicu oleh tingginya arus migrasi penduduk yang menyebabkan tingginya angka
urbanisasi. Bagi para migran, ketertarikan mereka untuk pindah ke kota disebabkan
adanya kemungkinan untuk mendapatkan kesempatan kerja dengan upah yang lebih baik
di bandingkan di daerah pedesaan yang mana kesempatan kerja semakin terbatas dengan
tingkat upah yang lebih rendah.
Studi yang dilakukan di dalam ekonomi perkotaan meliputi makro dan mikro.
Ekonomi mikro digunakan untuk mengkaji aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga
dan perusahaan dan interaksi keduanya yang memberikan konsekuensi pada pemilihan
lokasi kegiatan. Salah satu contohnya adalah nilai sewa lahan, yang merupakan sebuah
komoditi tidak bergerak (immoble) dan nilainya sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang
terjadi di atasnya. Aktivitas di atas lahan tersebut dipengaruhi oleh interaksi antara rumah
tangga dan perusahaan. Contoh lainnya adalah besaran kompensasi yang harus
dibayarkan oleh industri atas eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Eksternalitas
yang biasanya ditimbulkan oleh kegiatan industri ini yaitu ketika industri menggunakan
fasilitas pelayanan (seperti jalan, udara, air) ketika melakukan produksi dan membayar
kompensasi yang tidak sesuai sehingga menimbulkan polusi yang merugikan masyarakat
umum. Untuk merumuskan berapa besar kompensasi yang selayaknya ditanggung oleh
industri, digunakanlah pendekatan mikro. Contoh-contoh lain yang menggunakan kajian
mikro ekonomi adalah perumahan di dalam struktur tata ruang kota, besarnya biaya
transportasi dan lain-lain. Sedangkan studi makro ekonomi banyak digunakan untuk
mengukur variabel agregat dari kota. Beberapa contoh variabel kota yang membutuhkan
studi makro ekonomi sebagai pendekatannya antara lain adalah tingkat pendapatan kota
(PDRB), pendapatan per kapita, nilai pertumbuhan dari kota, kesenjangan pendapat
masyarakat, besarnya impor dan ekspor, barang dan jasa, dan sebagainya. Baik studi
mikro dan makro digunakan sebagai landasan teoritis dalam ekonomi perkotaan.

b. Konsep dasar ekonomi pengangkutan


Menurut Lyod (2002), ekonomi pengankutan atau transportasi adalah salah satu
cabang ilmu ekonomi tentang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan transportasi
untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu
Pemerintah perlu mengedepankan pentingnya transportasi sebagai salah satu penggerak
perekonomian. Ekonomi transportasi meliputi prinsip-prinsip analisis dan penerapan
konsep ekonomi teknik dalam penggunaaan/pengoperasian transportasi, optimalisasi lalu
lintas serta investasi pada infrastruktur transportasi termasuk mengidentifikasi dan
mengkuantifikasi parameter-parameter biaya dan manfaat, seperti biaya investasi, operasi
dan pemeliharaan, nilai waktu, biaya operasi kendaraan, dan besaran ekonomi lainnya,
memperhatikan aspek akuntansi yang perlu dilakukan dalam kajian infrastruktur
transportasi, serta menerapkan beberapa metoda kajian kelayakan investasi.
Pada awalnya infrastrukur seperti transportasi berperan dalam memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Berbagai aktifitas terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar
memerlukan ketersediaan infrastruktur yang baik, sekarang transportasi berperan penting
dalam mengakomodasi aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat. Peran lain pada tahap
ini adalah sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi sehingga memberikan
dampak positif pada kondisi ekonomi baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat membuka aksesibilitas sehingga
meningkatkan produksi masyarakat yang berujung pada peningkatan daya beli
masyarakat.
Transportasi sendiri memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi masyarakat dan merupakan urat nadi dalam pembangunan
ekonomi suatu negara. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi
harus ditunjang dengan pengembangan sistim transportasi yang baik, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman. Manfaat transportasi secara ekonomi meliputi;
Transportasi menjadikan orang lebih mudah dan cepat berpindah tempat dari satu tujuan
ke tujuan lainnya, Pemindahan barang atau transportasi menjadikan barang-barang dapat
dikirim dari tempat produksi ke tempat- tempat lainnya yang membutuhkan barang-
barang tesebut, Menjaga stabilitas harga Barang atau transportasi menjadikan supply
barang lebih mudah dan terjamin sehingga harga barang akan tetap stabil, transportasi
meningkatkan produktivitas dan nilai jual suatu kawasan, misal hasil industri, hasil
pertanian, tanah, dll dan transportasi dapat mempercepat perkembangan suatu wilayah,
keterbatasan transportasi menghambat perkembangan wilayah.
c. Aspek historis dari perkembangan perkotaan.
Pertumbuhan dan perkembangan kota pada prisipnya menggambarkan proses
berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas,
yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh
sistem ekonomi kota tersebut. Semakin besar produksi berarti ada peningkatan
permintaan yang meningkat. Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas,
yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat
pada struktur kegiatan perekonomian dari primer kesekunder atau tersier. Secara umum
kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas
sumber daya manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam
kota yang bersangkutan.
Kawasan perkotaan memiliki problem yang lebih kompleks dibandingkan
dengan kawasan pedesaan. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi ruang lingkup
pembahasan mengenai sejarah kota. Aspek historis perkotaan dapat dilakukan secara
kronologis dengan melakukan pembagian atas perkembangan kota. Kota-kota yang
terletak di negara yang pernah dijajah, pembabakannya dapat dikaitkan dengan era
kolonial. Secara umum pembabakannya adalah sebagai berikut :
a. Era Kota Tradisional (Prakolonial)
Kota tradisional adalah perkembangan kota ketika berada di bawah kekuasaan
penguasa-penguasa lokal, seperti bupati dan raja, sebelum kedatangan bangsa
penjajah. Pada tataran budaya ditandai dengan penggunaan teknologi yang masih
sederhana, ilmu pengetahuan yang terbatas, serta sistem produksi yang masih
didominasi oleh tenaga manusia dan hewan.
b. Era Kota Kolonial
Kota kolonial adalah kota yang tumbuh dan berkembang dengan munculnya
kolonialisme Eropa di negara-negara dunia ketiga, terutama Asia dan Afrika. Pada
masa ini kota-kota berada di bawah kendali pemerintah kolonial atau pemerintah
jajahan. Bentuk fisiknya juga disesuaikan dengan kepentingan dan selera bangsa
penjajah.
c. Era Kota Pascakolonial
Pada periode ini adalah kota yang telah ditinggalkan oleh bangsa penjajah. Kota-
kota kemudian dibangun sebisa mungkin meninggalkan ciri-ciri kota kolonial.
Perkembangan kota selalu dikaitkan dengan pedesaan. Hal tersebut membawa
kita untuk berpikir atau bahkan yakin bahwa: pertama, setiap desa akan berkembang
menjadi kota, kota pun akan berkembang lewat tahapan-tahapan perkembangan tertentu.
Kedua, setiap kota merupakan hasil perkembangan dari suatu desa. Ketiga, tahap-tahap
perkembangan itu bersifat linear atau uniersal. E.E. Bergel mengemukakan beberapa
istilah berkaitan dengan perkembangan suatu wilayah menjadi sebuah kota sebagai
berikut :
a. Village (desa), diartikan sebagai tempat pemukiman para petani. Ciri utamanya
adalah tidak dominasi antara desa satu dengan yang lain.
b. Town (kota kecil), merupakan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi
lingkungan pedesaan.
c. City (kota besar), merupakan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi sebuah
kawasan baik pedesaan maupun perkotaan.
d. Metropolis (metro=hidup, polis=kota). Batasan metropolis semula didasarkan pada
jumlah penduduk, yaitu lebih dari 1.000.000. Kemudian batasan ini tidak digunakan
karena banyak kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000.
Suatu tempat harus memenuhi persyaratan untuk menjadi sebuah kota. Menurut
Horton dan Hunt, ada tiga persyaratan agar suatu tempat dapat disebut kota. Pertama,
tersedianya air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Sebab tanpa air manusia akan
sulit untuk hidup. Kedua, terjadinya surplus pangan. Hal ini sangat penting untuk
memenuhi kebutuhan pangan warga kota. Ketiga, tersedianya infrastruktur transportasi.
Hidup manusia sangat tergantung satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu diperlukan
transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping persyaratan tersebut,
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suatu daerah berkembang menjadi sebuah
kota. Dengan kata lain tidak semua tempat atau desa bisa begitu saja berubah menjadi
kota. Beberapa faktor yang mendorong suatu tempat berkembang menjadi sebuah kota
antara lain: daerah pusat kegiatan agama, daerah pusat pemerintahan, serta daerah pusat
perdagangan dan industri.

2. Jelaskan tentang pertumbuhan ekonomi perkotaan dan aglomerasi industri !


a. Pertumbuhan ekonomi regional
Perkembangan Ilmu ekonomi regional merupakan kritik serta inovasi baru dalam
hal menganalisa ekonomi dengan tujuan melengkapi serta membenahi pemikiran
ekonomi tradisional, sebagai jawaban terhadap penyelesaian masalah ekonomi regional,
peningkatan daya saing dan nilai tambah yang bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat setempat. Pertumbuhan ekonomi regional menjadi faktor
determinan dalam Ilmu ekonomi regional yang juga bisa diartikan sebagai ilmu ekonomi
wilayah, karena berkaitan dengan suatu wilayah, dan menitikberatkan pada pembahasan
tata ruang, space dan spatial serta infrastruktur yang dibutuhkan dalam mengakselerasi
bergeraknya ekonomi regional dan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru. Bagi Indonesia
pembangunan infrastruktur yang masif dan tersebar merata pada berbagai wilayah
regional sangat diperlukan guna memastikan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi, baik di jangka menengah maupun jangka panjang. Urgensi percepatan
pembangunan infrastruktur ini sangat diperlukan mengingat kondisi infrastruktur
Indonesia masih jauh dari kondisi ideal.
b. Aglomerasi industry
Aglomerasi adalah sebuah pengelompokkan beberapa perusahaan dalam suatu
daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus industri. Dimana aglomerasi
dibagi menjadi dua macam, yaitu aglomerasi primer di mana perusahaan yang baru
muncul tidak ada hubungannya dengan perusahaan lama, dan aglomerasi sekunder jika
perusahaan yang baru beroperasi adalah perusahaan yang memiliki tujuan untuk memberi
pelayanan pada perusahaan yang lama. Semua teori tersebut semata-mata timbul
dikarenakan perkembangan suatu perusahaan tetapi ada beberapa sebab yang memicu
terjadinya aglomerasi
1. Tenaga kerja tersedia banyak ,memiliki kemampuan dan keahlian yang lebih baik
dibanding dari luar daerah.
2. Suatu perusahaan menjadi daya tarik bagi perusahaan lain.
3. Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil menjadi besar, sehingga menimbulkan
perusahaan lain untuk menunjang perusahaan yang membesar tersebut.
4. Perpindahan suatu kegiatan produksi dari satu tempat ke beberapa tempat lain.
5. Perusahaan lain mendekati sumber bahan untuk aktifitas produksi yang dihasilkan
oleh perusahaan yang sudah ada untuk saling menunjang satu sama lain.
Dari sedikit pengertian tentang aglomerasi timbul beberapa dampak baik dan
buruk . Dimana dari segi positifnya dapat terlihat meningkatnya lapangan pekerjaan bagi
penduduk di sekitar kawasan tersebut. Ini beberapa dampak baik dari aglomerasi bagi
sektoral industri, yaitu :
1. Mengurangi pencemaran atau kerusakan lingkungan, karena terjadi pemusatan
kegiatan sehingga memudahkan dalam penanganannya.
2. Mengurangi kemacetan di perkotaan, karena lokasinya dapat disiapkan di sekitar
pinggiran kota.
3. Memudahkan pemantauan dan pengawasan, terutama industri yang tidak mengikuti
ketentuan yang telah disepakati.
4. Tidak mengganggu rencana tata ruang.
5. Dapat menekan biaya transportasi dan biaya produksi serendah mungkin.
Namun dilihat dari dampak buruknya muncul masalah baru di masyarakat sekitar
yaitu permasalahan ekonomi yang tinggal di sekitar aglomerasi kawsan industri.
Menimbulkan kesenjangan ekonomi dimana dari segi penunjang fasilitas masyarakat
yang tinggal di sekitar kawasan industrui akan sangat minim dikarenakan kawasan
tersebut di prioritaskan sebagai pembangunan dari segi sektoral perindustrian.
c. Pertumbuhan fisik kota
Sama dengan perkembangan penduduk perkotaan yang mengalami peningkatan,
maka tuntutan akan kebutuhan kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik
dan teknologi juga terus mengalami peningkatan, yang mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan akan ruang perkotaan yang lebih besar. Oleh karena ketersediaan ruang di
dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal
dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota
(fringe area). Gejala penjalaran areal kota ini disebut sebagai invasion dan proses
perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar disebut sebagai urban sprawl (Northam
dalam Yunus, 1994).

Secara garis besar menurut Northam dalam Yunus (1994) penjalaran fisik kota
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :

1. Penjalaran fisik kota yang mempunyai sifat rata pada bagian luar, cenderung lambat
dan menunjukkan morfologi kota yang kompak disebut sebagai perkembangan
konsentris (concentric development).

2. Penjalaran fisik kota yang mengikuti pola jaringan jalan dan menunjukkan
penjalaran yang tidak sama pada setiap bagian perkembangan kota disebut dengan
perkembangan fisik memanjang/linier (ribbon/linear/axial development).

3. Penjalaran fisik kota yang tidak mengikuti pola tertentu disebut sebagai
perkembangan yang meloncat (leap frog/checher board development).
Pola pemekaran atau ekspansi kota mengikuti jalur transportasi juga
dikemukakan oleh Hoyt dalam Daldjoeni (1998), secara lengkap pola pemekaran atau
ekspansi kota menurut Hoyt, antara lain, sebagai berikut :
1. Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu atau dengan kata lain perluasannya akan
mengikuti jalur jalan transportasi ke daerah-daerah perbatasan kota. Dengan
demikian polanya akan berbentuk bintang atau star shape.
2. Daerah-daerah hinterland di luar kota semakin lama semakin berkembang dan
akhirnya menggabung pada kota yang lebih besar.
3. Menggabungkan kota inti dengan kota-kota kecil yang berada di luar kota inti atau
disebut dengan konurbasi.
Sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Northam dalam Yunus (1994),
mengenai perkembangan fisik kota secara konsentris, Branch (1995) mengemukakan
enam pola perkembangan fisik kota, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

berdasarkan pada kenampakan morfologi kota serta jenis penjalaran areal kota
yang ada, menurut Hudson dalam Yunus (1994) mengemukakan beberapa model bentuk
kota, yaitu sebagai berikut :
a. Bentuk satelit dan pusat-pusat baru. Bentuk ini menggambarkan kota utama yang
ada dengan kota-kota kecil di sekitarnya terjalin sedemikian rupa, sehingga
pertalian fungsional lebih efektif dan lebih efisien.
b. Bentuk stellar atau radial. Bentuk kota ini untuk kota yang perkembangan
kotanya didominasi oleh ribbon development.
c. Bentuk cincin, terdiri dari beberapa kota yang berkembang di sepanjang jalan
utama yang melingkar.
d. Bentuk linier bermanik, pertumbuhan areal-areal kota hanya terbatas di
sepanjang jalan utama dan pola umumnya linier. Pada pola ini ada kesempatan
untuk berkembang ke arah samping tanpa kendala fisikal.
e. Bentuk inti/kompak, merupakan bentuk perkembangan areal kota yang biasanya
didominasi oleh perkembangan vertikal.
f. Bentuk memencar, merupakan bentuk dengan kesatuan morfologi yang besar dan
kompak dengan beberapa ”urban centers”, namun masing-masing pusat
mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain.
Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di atas, tentang pola-pola
perkembangan fisik kota, pada dasarnya memiliki banyak persamaan. Namun secara
umum pola perkembangan fisik kota dapat dibedakan menjadi perkembangan memusat,
perkembangan memanjang mengikuti pola jaringan jalan dan perkembangan meloncat
membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru.

d. Skala kota dan hierarkhi perkotaan


Pembangunan perkotaan di Indonesia yang cenderung sangat urban bias
mengakibatkan akumulasi modal, aglomerasi ekonomi, tenaga kerja professional dan
lainnya terkonsentrasi di kota besar. Hal ini mengakibatkan urbanisasi semakin
meningkat, terutama di kota-kota besar. Saat ini penduduk yang tinggal perkotaan sudah
mencapai angka 50% dari seluruh penduduk di Indonesia dan diperkirakan akan terus
meningkat. Terkonsentrasinya beragam aktivitas pada kota-kota besar mengakibatkan
konsentrasi fasilitas-fasilitas pelayanan sosial masyarakat juga terkonsentrasi pada kota-
kota besar, seperti rumah sakit, fasilitas pendidikan terutama pendidikan tinggi, serta
fasilitas-fasilitas pelayanan lainnya, sehingga bagi masyarakat yang tidak tinggal di
kawasan perkotaan besar kesulitan dalam memenfaatkan fasilitas tersebut. Untuk itu
perlu dibangun pusat-pusat pelayanan lain yang mampu melayani seluruh masyarakat
luas. Luasnya wilayah Indonesia menyebabkan pembangunan tidak bisa dilakukan pada
semua tempat sama rata, namun tentunya tidak mengurangi pemenuhan kebutuhan dasar
seluruh masyarakat. Untuk itu, ditentukan pusat-pusat pelayanan dimana di dalamnya
terdapat kebutuhan dasar masyarakat, terutama dalam hal ini fasilitas sosial. Sehingga
dalam kondisi biasa, masyarakat dapat ke fasilitas terdekat untuk mendapatkan pelayanan,
tidak perlu ke kota besar. Kota kecil memiliki peranan yang strategis dalam konteks
pengembangan wilayah. Teori mengenai pusat-pusat pelayanan mendasari peran yang
diemban oleh kota-kota kecil di Indonesia. Peranan kota kecil sangat erat kaitannya
dengan konsep growth pole dan teori tempat pusat Christaller. Selain sebagai pusat
administrasi, kota kecil merupakan pusat koleksi dan distribusi produk kawasan pedesaan
khususnya komoditas pertanian untuk kemudian disalurkan ke daerah lain.
Secara umum peranan kota kecil dalam pengembangan daerah perdesaan pada
tiga peranan pokok yaitu sebagai pusat perdagangan, pusat penyerapan tenaga kerja dan
sebagai pusat pelayanan(Bajracharya: 2000, Mathur: 1982). Sedangkan dalam konteks
sistem perkotaan, peranan kota lebih dilihat dari segi skala pelayanan masing-masing kota.
Kota kecil dapat berkembang sebagai pusat pelayanan regional sedangkan lainnya
merupakan pusat pelayanan lokal. Pada prakteknya, teori pusat-pusat pelayanan tersebut
diejawantahkan ke dalam rencana struktur tata ruang wilayah berupa hirarki kora. Kota-
kota pada suatu wilayah tertentu disusun dalam suatu system kota yang berhirarki. Hirarki
system kota tentunya juga diikuti dengan hirarki fasilitas, khususnya fasilitas sosial.
Kriteria pemilihan wilayah yang dijadikan pusat-pusat pelayanan sesuai dengan kesiapan
dari wilayah tersebut. Hirarki kota teratas adalah PKN (Pusat Kegiatan Nasional) yang
berperan untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa propinsi.
Selanjutnya, turun ke kota yang lebih kecil sebagai pusat pelayanan yang lebih sempit,
yaitu PKW (Pusat Kegiatan Wilayah). PKW berfungsi melayani kegiatan skala provinsi
atau beberapa kabupaten; serta terakhir PKL (Pusat Kegiatan Lokal) yang berfungsi
melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Melalui pengembangan
konsep hirarki kota ini diharapkan pusat-pusat kegiatan local mampu memainkan
perannya, terutama di dalam penyediaan fasilitas pelayanan bagi masyrakat desa,
sehingga tidak perlu ke kota yang lebih besar lagi. Perwujudan fungsi dari kota kecil
tersebut secara tidak langsung diharapkan mampu mengurangi laju migrasi dari kota kecil
atau daerah pedesaan ke kota besar, serta mengurangi ketimpangan wilayah. Namun pada
kenyataannya, pusat-pusat kegiatan lokal atau dalam hal ini berupa kota kecil, tidak
pernah mampu dalam menyediakan fasilitas-fasilitas pelayanan yang memadai, sehingga
arus perpindahan penduduk untuk meninggalkan desa atau kota kecil yang telah
direncanakan tidak dapat ditahan. Kota besar semakin membesar melewati skala
ekonominya sehingga memberikan eksternalitas negative bagi wilayah sekitarnya, seperti
polusi, kemacetan, perubahan fungsi daerah reklamasi, dan lain-lain. Belum terwujudnya
pembangunan kota yang hirarkis, mengakibatkan ketrekaitan antar kota-kota dan antar
kota-desa yang berlangsung saat ini tidak semuanya saling mendukung dan sinergis.
e. Analisis kuantitatif: model pertumbuhan dan aglomerasi
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka
penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil atau
Ordinary Least Squere (OLS). Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang dapat
diunggulkan. Bedasarkan Neo-Klasik, dalam penelitian ini variable yang digunakan
diambil dari pendekatan model pertumbuhan agregat yang merupakan model
pertumbuhan ekonomi jangka panjang, maka model yang dikembangkan adalah total
output regional Kabupaten Kendal tidak lain adalah PDRB riil atas harga konstan 2000
dengan variable :
a. Aglomerasi (Penelitian Suahasil Nazara, 1994;ESA Suryaningrum A, 2000; Hari
Winarto, 2004).
b. Jumlah penduduk, rasio jumlah penduduk dan luas wilayah (Penelitian Ira Setiati,
1996).
c. Tenaga kerja (Penelitian Arief Hadiono, 2000).
d. Modal (Penelitian Neni Pancawati, 2000).
Hubungan antar variable secara fungsional dinyatakan sebagai berikut :
Y = f(aglo, tk, jp, kap)
Regresi linier berganda adalah regresi linier dimana sebuah variable terikat (variabel Y)
dihitung dengan dua atau lebih variable bebas (variabel X), secara umum bentuk
regresinya adalah sebagai berikut :
Yt = β0AGLOβ1 TK β2 JP β3 KAP β4
Fungsi di atas menjelaskan pengertian bahwa pertumbuhan ekonomi yang diukur dari
PDRB dipengaruhi oleh aglomerasi, modal, tenaga kerja, dan kepadatan penduduk, beta
nol merupakan konstanta jadi tidak menggunakan log. Regresi linier berganda adalah
regresi yang menghubungkan dua atau lebih variabel bebas (X) dengan variabel terikat
(Y). Secara umum bentuk regresinya adalah sebagai berikut :
Y = β0 + β1AGLOt + β2 logLABt + β3 logJPt + β4 logKAP+Et
Fungsi di atas menjelaskan pengertian bahwa pertumbuhan ekonomi yang di ukur dari
PDRB dipengaruhi oleh aglomerasi, tenaga kerja, dan kepadatan penduduk, diasumsikan
bahwa variabel lain diluar variable penelitian tidak berubah.
Keterangan :
Y = Pertumbuhan Ekonomi
β0 = Intercep atau konstan
β1 = Parameter AGL
β2 = Parameter LAB
β3 = Parameter JP
β4 = Parameter KAP
AGLO = Aglomerasi
TK = Tenaga Kerja
JP = Jumlah Penduduk
KAP = Modal
L = Logaritma natural
Et = Ganguan stokhastik
3. Jelaskan tentang nilai lahan (land-rent) dan pola spasial (land-use) perkotaan !
a. Teori ekonomi lokasi
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang
potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai
macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial
Prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di
tempat-tempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah atau minimal (least cost
location) yaitu tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana
penjumlahan keduanya minimum, tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja
yang minimum yang cenderung identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.
Prinsip tersebut didasarkan pada enam asumsi bersifat prakondisi, yaitu :
1. Wilayah bersifat homogen dalam hal topografi, iklim dan penduduknya (keadaan
penduduk yang dimaksud menyangkut jumlah dan kualitas SDM).
2. Ketersediaan sumber daya bahan mentah.
3. Upah tenaga kerja.
4. Biaya pengangkutan bahan mentah ke lokasi pabrik (biaya sangat ditentukan oleh
bobot bahan mentah dan lokasi bahan mentah).
5. Persaingan antar kegiatan industri.
6. Manusia berpikir secara rasional.
Weber juga menyusun sebuah model yang dikenal dengan istilah segitiga
lokasional (locational triangle), yang didasarkan pada asumsi :
1. Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi.
Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat
memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna.
2. Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3. Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia
secara terbatas pada sejumlah tempat.
4. Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang
mobilitasnya tinggi.
Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya
transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya
transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang,
sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan
bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi akan bertambah secara
proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi adalah titik yang
menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi hasil
produksi.
b. Land rent dan Bid rent
 Land rent
Salah satu cara untuk menentukan nilai faktor produksi yang berasal dari alam
seperti lahan adalah dengan menggunakan konsep land rent. Land rent merupakan
konsep yang penting dalam mempelajari penerimaan ekonomi dari penggunaan
sumberdaya lahan untuk produksi. Land rent dapat didefinisikan sebagai surplus
ekonomi yaitu merupakan kelebihan nilai produksi total di atas biaya total
(Suparmoko, 1989). Sementara menurut Nasution dalam Rahim (2007), land rent
merupakan pendapatan bersih yang diperoleh suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan
yang dilakukan pada suatu unit ruang dengan teknologi dan efisiensi manajemen
tertentu dan dalam suatu kurun waktu tertentu secara formal (biasanya satu tahun).
Oleh karena itu, suatu bidang lahan tidak mempunyai nilai ekonomi lahan selama
tidak melakukan usaha atau kegiatan pada lahan tersebut.
Lahan yang lokasinya dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat
kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan kapasitas sewa yang tinggi
untuk berbagai alternatif penggunaan, seperti untuk industri-industri atau kegiatan
lain yang lebih menguntungkan. Bila mekanisme pasar terus berlangsung, maka
penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih besar relatif mudah
menduduki lokasi utama dan menekan serta menggantikan posisi penggunaan lahan
yang mempunyai land rent yang lebih kecil. Secara umum besaran land rent dari
berbagai kegiatan dapat diurutkan sebagai berikut : Industri > Perdagangan >
Permukiman > Pertanian Intensif > Pertanian Ekstensif (Barlowe, 1978). Hal ini
dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor yang komersial dan strategis mempunyai
land rent yang tinggi. Sehingga sektor-sektor tersebut berada di kawasan strategis.
Menurut Mubyarto (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi land rent adalah :
1. Perbedaan kesuburan tanah
2. Perbedaan jarak dari pasar
3. Perbedaan biaya produksi
4. Perbedaan lahan yang terbatas (scarsity of land) sehubungan dengan kondisi
lingkungan lahan tersebut
 Bid rent
Bid rent adalah model geografi ekonomi yang menjelaskan mengenai biaya sewa
dan permintaan akan tanah yang berubah sesuai dengan jarak dari CBD. Teori ini
menyatakan bahwa pengguna tanah akan berkompetisi satu dengan yang lain untuk
mendapatkan lokasi yang paling optimal untuk menunjang usaha mereka. Semakin
dekat dengan pusat kota, semakin tinggi penawaran sewa tanah mereka (bid rent ).
Pada model ini, diasumsikan bahwa semakin dekat dengan CBD maka akan ada
semakin banyak pelanggan, dan semakin banyak pelanggan akan membuat suatu
usaha semakin untung. Hasil dari model ini yang paling sempurna dijelaskan oleh
model kota konsentrik milik Burgess. Pada model bid-rent umumnya diasumsikan
terdapat 3 agen utama yaitu retail, industri, dan perumahan.
a. Model Bid rent Perusahaan

Diketahui bahwa harga tanah semakin tinggi semakin dekat dengan pusat
kota, namun tidak semua perusahaan mengalami kenaikan profit yang signifikan
jika berlokasi lebih dekat dengan pusat kota. Industri jasa dan retail kelas atas
(boutique) akan mengalami kenaikan profit yang lebih tinggi semakin dekat
dengan pusat pasar. Hal ini disebabkan oleh exposurenya yang lebih tinggi
terhadap pelanggan dan central business district yang tergolong lebih aktif dan
affluent, sehingga potensi adanya pembeli semakin tinggi. Dapat dilihat pada
gambar bahwa garis bid-rent retail cukup terjal, hal ini terjadi karena distance
decay yang dialaminya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor utama yang
mempengaruhi usaha retail adalah aksesibilitas terhadap konsumen, biaya
transportasi yang harus dikeluarkan konsumen, serta brand-image yang baik jika
berlokasi di pusat kota. Semakin jauh dari pusat kota, unsur-unsur ini menurun
dengan drastis sehingga garis bid rent yang ada cukup terjal.
Industri manufaktur cenderung tidak perlu berlokasi terlalu dekat dengan
pusat pasar karena yang dibutuhkan adalah pekerja yang murah dan lahan yang
cukup luas, namun industri juga perlu lokasi yang relative dekat dengan pasar
untuk mengurangi biaya transportasi. Oleh karena itu, dalam model bid-rent,
industri umumnya berlokasi pada bagian tengah kota, setelah retail dan sebelum
residensial atau agrikultur. Agrikultur cenderung memiliki bid-rent yang rendah
karena profit yang dihasilkan berbanding dengan jumlah lahan yang digunakan
tidak seberapa jika dibandingkan dengan industri ataupun retail. Oleh karena itu,
lebih menguntungkan bagi agrikultur untuk berlokasi di pinggiran perkotaan
yang mana harga tanahnya masih sangat murah dan masih tersisa banyak tanah
kosong. Distance decay yang dialami oleh agrikultur hanya dipengaruhi oleh
transportasi, sehingga dapat dilihat bahwa grafiknya cukup landai.
b. Model bid rent Perumahan

Model bid rent perumahan dipisahkan berdasarkan kelas penghasilan


dari pemilik rumah, secara umum terdapat tiga golongan yaitu penghasilan
rendah, sedang, dan tinggi. Jika kepemilikan tanah hanya berdasarkan harga sewa,
maka dapat dipastikan golongan berpenghasilan tinggi akan memiliki monopoli
atas lahan. Agar semua orang dapat tinggal dalam kota tersebut, terbentuklah
secara alami skala prioritas lokasi seperti yang ada pada grafik disamping.
Penduduk dengan penghasilan rendah memilih untuk tinggal dekat dengan CBD
atau tempat kerja mereka karena mereka tidak mampu mengeluarkan biaya
tambahan untuk transportasi. Merekapun memilih untuk tinggal di apartemen
housing yang sempit di daerah pusat kota. Hal ini disinyalir oleh garis bid rent
nya yang sangat terjal. Golongan berpenghasilan tinggi cenderung memilih
tinggal di luar kota karena harga tanah yang relatif lebih murah memungkinkan
mereka untuk membuat rumah yang besar. Mereka pun dapat menanggung biaya
transportasi yang lebih mahal untuk pergi ke tempat kerja yang berada di pusat
kota. Hal ini dibuktikan dengan garis bid-rent nya yang sangat landai,
menunjukkan bahwa mereka cukup indifferent terhadap lokasi yang ada.
c. Faktor Transportasi

Terdapat pula model bid rent yang mana aksesibilitas ke dalam pusat
kota menjadi sangat penting, lebih penting daripada luas dan harga tanah yang
lebih murah dari daerah suburban. Pada kota seperti ini, penduduk yang memiliki
pendapatan tinggi akan cenderung langsung menempati area disekitar CBD,
diikuti oleh kelas menengah, dan kelas bawah. Pada pinggiran kota, terdapat pula
golongan kelas atas yang sudah tidak bekerja, mereka tidak lagi butuh
transportasi yang cepat ke lokasi kerja, sehingga dapat menikmati hidup dan
rumah yang besar di pinggir kota. Kota yang direpresentasikan model seperti ini
umumnya adalah kota yang memiliki kemacetan sangat tinggi seperti Bangkok
dan Manila.
d. Faktor Lingkungan

Terdapat pula faktor lingkungan dalam menentukan willingness to pay tiap-tiap


kelas. Umumnya, daerah yang dekat dengan CBD memiliki kualitas lingkungan
yang lebih buruk dikarenakan intensnya aktivitas manusia dan kurangnya ruang
terbuka hijau. Meskipun begitu, penduduk dengan pendapatan rendah tetap harus
berada pada area sekitar pusat kota meskipun kondisi lingkungannya sangat
buruk. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya transportasi, sedangkan penduduk
yang memiliki pendapatan sedang dan tinggi dapat dengan lebih bebas memilih
lokasi yang akan mereka tempati, karena mereka tidak terlalu terikat dengan
biaya transportasi. Pada grafik diatas, daerah yang memiliki kualitas lingkungan
buruk disimbolkan dengan istilah brownfields. Pada lokasi tersebut, tidak ada
yang ingin membangun perumahan terkecuali kelas bawah yang mencari lokasi
dekat dengan pusat kota, tidak peduli apakah lokasi tersebut berkualitas tinggi
atau rendah.
c. Tata ruang/pola spasial (land-use)
Tata guna lahan (land use) merupakan elemen penting dalam perancangan kota
mulai era primitif sampai dengan saat ini. Hal ini disebabkan meskipun keberadaannya
berupa perencanaan dua dimensional, namun pada tahap selanjutnya bertindak sebagai
penentu fungsi dan perwujudan kota secara tiga dimensional. Dalam perwujudan tersebut
penetapan tata guna lahan akan berangkai dengan sirkulasi, kepadatan, sistem transportasi
serta fungsi suatu area dalam lingkup kota maupun kaveling individual. Bahkan
berkembangnya rencana tata guna lahan muncul dengan adanya dorongan untuk
mencapai kesinambungan antara kebijakan dan rencana penggunaan lahan melalui
penetapan fungsi yang paling tepat pada area tertentu (Shirvani, 1985: 8).
Konsep lahan haruslah tidak disamakan dengan konsep tanah. Dalam pengertian
lahan, sudah termasuk lahan dengan segala sifat-sifatnya serta keadaan lingkungan
sekitarnya (Nasution, 2005: 4). Sedangkan, tata guna lahan didefinisikan sebagai fungsi
lahan yang ditentukan oleh kondisi alam maupun oleh campur tangan manusia, dan secara
khusus sering merujuk pada pengelolaan lahan terhadap kebutuhan manusia (FAO, 1999:
6). Tata guna lahan berguna untuk mengelompokkan lahan berdasarkan status dan
penggunaan lahan, sebagai misal lahan pangan, lahan untuk kehutanan, cagar alam dan
sebagainya
Kebijakan peruntukan lahan atau penataan ruang di Indonesia diatur dalam Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP Nomor 8 Tahun 2013
sebagai Acuan Peta Rencana Tata Ruang. Penataan ruang dilakukan secara terpadu,
menyeluruh, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan,
dengan transparansi, akuntabilitas, demokratis, dan perlindungan hukum sebagai dasar
utamanya.
Peruntukan lahan yang tertata diharapkan mampu mewadahi seluruh kepentingan secara
optimal dalam ruang itu sendiri, maupun dalam ruang daerah sebagai wadah kegiatan
sosial dan ekonomi masyarakat. Peruntukan lahan yang ada juga harus mampu
mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat
secara adil, berkesinambungan, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang, sejalan
dengan peningkatan dan perkembangan dinamika kebutuhan. Menurut undang-undang
yang berlaku tata guna lahan bermanfaat untuk:
a. Terselenggaranya pemanfaatan ruang terpadu, menyeluruh, dan berwawasan
lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaaan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Penataan Ruang dan Peruntukan lahan bertujuan untuk menciptakan hubungan yang
serasi dan harmonis antara berbagai kegiatan di berbagai sub wilayah, untuk
mempercepat proses tercapainya kemakmuran dan menjamin kelestarian lingkungan
hidup. Jadi, setiap tindakan dalam pembangunan dapat diarahkan agar potensi sumber
daya alam dan manusia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Jenis peruntukan lahan
yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ditentukan oleh wilayah
masing-masing. RTRW di DKI Jakarta, misalnya: WKT (Wisma Kantor), WDG (Wisma
Dagang), KIN (Karya Industri), KPG (Karya Pergudangan), SPD (Suka Sarana
Pendidikan), SSK (Suka Sarana Kesehatan), SRO (Suka Rekreasi dan Olah Raga), PHT
(Penyempurna Hijau Taman), dsb.
d. Kota monosentris dan duosentris
 Kota Monosentris
Kota dengan struktur ruang monosentris pertama kali dikemukakan oleh Alonso
(1964), Muth (1969), dan Mills (1972). Mereka mengemukakan bahwa banyak kota
berkembang dari struktur ruang monosentris dan banyak aktivitas bangkitan
perjalanan tersebar dalam klaster-klaster di beberapa area di luar CBD. Kota dengan
struktur ruang monosentris adalah suatu kota dimana hanya terdapat satu pusat utama
kota (CBD), dimana pada pusat utama tersebut terdapat pemusatan fungsi
perkantoran serta perdagangan dan jasa (Bertaud, 2002). Adapun beberapa ciri-ciri
kota monosentris antara lain (Bertaud, 2002):
a. Seluruh aktivitas bekerja terkonsentrasi di pusat kota.
b. Struktur ruang kota monosentris adalah struktur ruang kota yang
mempertahankan rasio transportasi publik yang tinggi pada semua perjalanan.
c. Struktur ruang kota monosentris cenderung memiliki rata-rata perjalanan yang
lebih pendek/singkat dibandingkan polisentris.
d. Struktur ruang kota monosentris memberikan tekanan lebih rendah terhadap
kelestarian lingkungan (lebih ramah lingkungan).
e. Adanya single transportation node dengan beberapa lokasi transit point.
Untuk lebih memperjelas bentuk pergerakan yang mungkin terjadi pada kota
monosentris, dapat dilihat pada gambar berikut dimana pada gambar kiri adalah
monosentris organized dan gambar kanan adalah monosentris disorganized.

 Kota Duosentris
Kota dengan struktur ruang polisentris/duosentris merupakan suatu kota dimana
terdapat tidak hanya satu atau dua pusat tetapi ada banyak sub pusat (pusat-pusat
kecil) pelayanan kota. Pusat-pusat tersebut tidak dapat berfungsi sebagai CBD bagi
daerah di sekitarnya. Pada suatu kota yang benarbenar menerapkan konsep
polisentris, fungsi perkantoran dan komersial tersebar secara luas pada sub-sub
pusat dan pergerakan masyarakat juga terdistribusikan atau tersebar di seluruh area
perkotaan. Dengan demikian, pergerakan masyarakat tidak dilakukan dalam jarak
dekat.
Adapun beberapa ciri kota dengan struktur ruang polisentris antara lain (Bertaud,
2002):
a. Kota polisentris cenderung memiliki nilai lahan yang lebih murah sehingga
cenderung meningkatkan konsumsi akan lahan (pembangunan secara
horisontal).
b. Untuk alasan yang sama dengan poin di atas, pengelola bisnis kecil akan
menemukan lahan di mana saja dengan mudah sehingga akan membentuk suatu
guna lahan yang tersebar.
c. Karena pergerakan dilakukan dengan jarak yang jauh dalam suatu kota, maka
tingkat polusi udara yang dihasilkan juga semakin tinggi dan semakin merusak
lingkungan.
Untuk lebih memperjelas bentuk pergerakan yang mungkin terjadi pada kota
polisentris, dapat dilihat pada gambar berikut dimana pada gambar kiri adalah
polisentris yang organized dan gambar kanan adalah polisentris yang disorganized.

e. Struktur spasial dan formasi kota-kota


 Struktur spasial
Struktur spasial adalah hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungannya
mengakibatkan adanya pola penggunahan lahan yang beraneka ragam. Hal ini
disebabkan karena situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga menuntut
manusia yang mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang berbeda
pula. Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang
meliputi keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi.
Nah, sehubungan dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti teori konsentris,
sektoral, inti ganda, konsektoral, poros dan historis.
a. Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris
yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, seorang sosiolog asal
Amerika Serikat yang meneliti kota Chicago pada tahun 1920. Ia berpendapat
bahwa kota Chicago telah mengalami perkembangan dan pemekaran wilayah
seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan
itu semakin meluas menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona
yang terbentuk akibat pemekaran wilayah ini mirip sebuah gelang yang
melingkar. Teori ini memungkinkan terjadi pada daerah eropa dan amerika
seperti london, kalkuta, chicago dan Adelaide (Australia) dimana lingkungannya
yang sangat mudah untuk dibangunnya jalur transportasi. Di Indonesia, teori

seperti ini sangat sulit terwujud (hanya di kota-kota besar) karena lingkungan di
Indonesia banyak yang merupakan daerah pegunungan, berlembah, memiliki
sungai besar dan daerah yang terpisah laut.

b. Teori Sektoral (Sector Theory)


Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni
teori yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang
dilakukannya pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat
bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak menganut teori konsentris melainkan
membentuk unit-unit yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan
harga tanah yang mahal pada umumnya terletak di luar kota sedangkan harga
tanah yang lebih murah biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya
memanjang dari pusat kota (pusat kegiatan) menuju daerah perbatasan.
c. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda
yakni teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris
dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori konsentris
dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam
lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks. Kenyataan yang
kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang akan
tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan kegunaan sebuah lahan,
misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya.
Nah, inti-inti kota tersebut akan menciptakan suatu pola yang berbeda-beda
karena kita tentunya akan tahu bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya

pabrik), maka disekitarnya akan tumbuh pemukiman kos-kosan, perdagangan


kecil dan sebagainya yang tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur
ruang kota. Biasanya faktor keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar
belakangi munculnya inti-inti kota ini.
d. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral
(tipe Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris pada tahun
1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan sektoral,
akan tetapi disini teori konsentris lebih ditonjolkan.

e. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)


Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe
Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford
saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980.

f. Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni
teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini menekankan
bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
struktur ruang kota.
g. Teori Historis

Teori historis yang dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas


nilai sejarah yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota
tersebut. Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal
ini akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat
kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya
pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (garis yang menunjuk ke dalam).
 Formasi kota-kota

f. Perencanaan dan desain perkotaan


Perencanaan kota (urban planning) menangani lingkungan binaan (built
environment) dalam lingkup kota (makro). Untuk melaksanakan hasil perencanaan kota
diperlukan program-program penanganan kawasan (mezo), maka dapat diartikan bahwa
perancangan kota (urban design) sebagai penanganan lingkungan binaan berskala mezzo
yang merupakan salah satu langkah implementasi (pelaksanaan) rencana kota.
Sebagai implementasi rencana kota, perancangan kota mempunyai implikasi
sebagai
berikut:
a. Mengacu pada program atau isi rencana kota
Rencana kota yang berimplikasi ke kawasan dapat berupa: pelestarian kawasan
bersejarah, penataan kembali atau revitalisasi pusat kota, pengembangan kota baru,
pengembangan kawasan perumahan dan sebagainya. Perancangan kota dapat
mengimplementasikan program-program tersebut, sehingga dapat dikembangkan
proyek perancangan kota berkaitan dengan pelestarian Kawasan bersejarah, dan
sebagainya.
b. Memanfaatkan perangkat implementasi rencana kota
Sebagai salah satu kegiatan implementasi rencana kota, maka perancangan kota dapat
dilaksanakan dengan memanfaatkan perangkat implementasi rencana kota, yaitu
antara lain perangkat pengendali pembangunan ruang kota, seperti: perijinan lokasi
atau guna lahan, peraturan bangunan, pemberian IMB, dan pada kasus kota-kota di
Amerika terdapat perangkat seperti: zoning, subdivison regulation, dan sebagainya.

g. Analisis kuantitatif : model ekonomi spasial kota


Model Gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya
daya tarik dari sautu potensi yang berada pada suatu lokasi. Rumus:
𝑃𝑖 . 𝑃𝑗
𝐼𝑖𝑗 = 𝑘
𝑑𝑖𝑗𝑏
Keterangan:
Iij = Jumlah trip Antara kota i dengan kota j.
Pi = Penduduk kota i.
Pj = Penduduk kota j.
dij = Jarak antara kota I dengan kota j.
b = Pangkat dari dij, menggambarkan cepatnya jumlah trip menurun seiring
dengan pertambahan jarak. Nilai b dapat dihitung tetapi apabilatidak maka
yang sering digunakan b=2.
k = Sebuah bilangan konstanta berdasarkan pengalaman, juga dapatdihitung
seperti b.
Manfaat Model Granvitasi, Antara lain:
a. Dapat digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnyawilayah
pengaruh dari potensi tersebut.
b. Dalam perencanaan wilayah, model ini digunakan sebagai alat untukmelihat apakah
lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah beradapada tempat yang benar.
c. Dalam membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini dapatdigunakan untuk
menentukan lokasi yang optimal. Artinya, fasilitas ituakan digunakan sesuai dengan
kapasitasnya.
4. Jelaskan tentang pilihan lokasi lingkungan dan kualitas hidup perkotaan !
a. Pilihan lokasi lingkungan (neighborhood choice)
Lokasi suatu tempat kedudukan perusahaan berada, selain memperlihatkan
karakteristik dari kegiatan usahanya juga mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan suatu tempat kedudukan perusahaan tersebut. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberadaan lokasi suatu tempat kedudukan perusahaan. Karena itu,
pengambilan keputusan dalam merencanakan lokasi suatu tempat kedudukan perusahaan
harus di dasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang matang dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Pemilihan lokasi yang strategis merupakan kerangka kerja yang
perspektif bagi pengembangan suatu kegiatan yang bersifat komersil. Artinya, lokasi
tersebut harus memiliki atau memberikan pilihan-pilihan yang menguntungkan dari
sejumlah akses yang ada. Semakin strategis suatu lokasi suatu tempat kedudukan
perusahaan, berarti akan semakin besar peluang keuntungan yang akan diperoleh. Dengan
demikian, tujuan penentuan lokasi suatu tempat kedudukan perusahaan yaitu untuk
memperbesar keuntungan dengan menekan biaya produksi dan meraih pangsa pasar yang
lebih luas. Pemilihan letak suatu tempat kedudukan perusahaan pada umumnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. Bahan mentah
Bahan mentah merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam kegiatan
industry sehingga keberadaannya harus selalu tersedia dalam jumlah yang besar demi
kelancaran dan keberlanjutan proses produksi. Apabila bahan mentah yang
dibutuhkan industry cadangannya cukup besar dan banyak ditemukan maka akan
mempermudah dan memperbanyak pilihan atau alternative penempatan lokasi
industry. Apabila bahan mentah yang dibutuhkan industry cadangannya terbatas dan
hanya ditemukan ditempat tertentu saja maka akan menyebabkan biaya operasional
semakin tinggi dan pilihan untuk penempatan lokasi industry semakin terbatas
b. Modal
Modal yang digunakan dalam proses produksi merupakan hal yang sangat
penting. Hal ini kaitannya dengan jumlah produk yang dihasilkan, pengadaan bahan
mentah, tenaga kerja yang dibutuhkan, teknologi yang akan digunakan dan luasnya
sistim pemasaran. Dengan demikian, suatu industry yang memiliki modal besar
memilik alternative yang banyak dalam menentukan lokasi industrinya. Sebaiknya,
bagi industry yang modalnya sedikit kurang memiliki banyak pilihan dalam
menetukan lokasinya
c. Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan tulang punggung dalam menjaga kelancaran proses
produksi, baik jumlah maupun keahliannya, adakalanya suatu industry membutuhkan
tenaga kerja yang banyak walaupun kurang pendidikan. Tetapi ada pula industry yang
hanya membuthkan tenaga-tenaga tenaga kerja yang berpendidikan dan terampil.
Dengan demikian penempatan lokasi berdasarkan tenaga kerja sangat tergantung
pada jenis dan karakteristik kegiatan industrynya
d. Transportasi.
Kegiatan industry harus ditunjang oleh kemudahan sarana transportasi dan
perhubungan. Hal ini untuk melancarkan pasokan bahan baku dan menjamin
distribusi pemasaran produk yang dihasilkan. Sarana transporttasi yang dapat
digunakan untuk kegiatan industry diantaranya transportasi darat, laut dan udara.
e. Teknologi yang digunakan
Penggunaan teknologi yang kurang tepat dapat menghambat jalannya suatu
kegiatan industry. Penggunaan teknologi yang disarankan untuk pengembangan
industry pada masa mendatang adalah industry yang memiliki tingkat pencemaran
yang rendah, hemat air, hemat bahan baku dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
f. Perangkat hukum
Perangkat hukum dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan sangat
penting demi menjamin kepastian berusaha dan kelangsungan industry antara lain
tata ruang, fungsi wilayah, UMR, perizinan, system perpajakan dan keamanan.
Termasuk jaminan keamanan dan hukum penggunaan bahan baku, proses produksi
dan pemasaran. Peraturan dan perundangan-undangan harus menjadi pegangan
dalam melaksanakan kegiatan industry karena menyangkut modal yang digunakan,
kesejahteraan tenaga kerja dan dampak negative (limbah) yang ditimbulkan
g. Kondisi lingkungan
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya
yang dapat menunjang kelancaran produksi. Suatu lokasi industry yang kurang
mendukung seperti keamanan dan ketertiban, jarak ke pemukiman, struktur batuan
yang tidak stabil, iklim yang kurang cocok, terbatasnya sumber air dan lain-lain. Hal
ini dapat menghambat keberlangsungan kegiatan industri.
b. Kualitas hidup masyarakat
Kualitas hidup berkaitan dengan pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau
sesuai dengan yang diinginkan (Diener dan Suh, dalam Nofitri, 2009). Goodinson dan
Singleton (O’Connor, 1993) mengemukakan defenisi kualitas hidup sebagai derajat
kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat ini.
World Health Organization (WHO) (dalam Kwan, 2000) mendefenisikan kualitas hidup
sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks
budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan,
harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu tersebut. Berdasarkan
definisi Calman dan WHO mengimplikasikan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh
persepsi individual mengenai kondisi kehidupannya saat ini.
Menurut WHOQOL Group (Power dalam Lopers dan Snyder, 2004), kualitas hidup
memiliki enam aspek yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan, dan keadaan spiritual. WHOQoL ini
kemudian dibuat lagi menjadi instrument WHOQoL –BREF dimana enam aspek tersebut
dipersempit menjadi empat aspek yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis,
hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan Power, dalam Lopez dan Snyder,
2004).
a. Aspek Kesehatan fisik
Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan
aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-
pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya.
Kesehatan fisik mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan dan
bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak), sakit dan
ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental
mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai
tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri
maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana
individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat
secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup bodily image dan appearance,
perasaan positif, perasaan negatif, self-esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi,
berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.
c. Aspek hubungan sosial
Aspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana
tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk
sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan
serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Hubungan sosial mencakup
hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual.
d. Aspek lingkungan
Aspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan,
ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk
di dalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan
dengan lingkungan mencakup sumber financial, kebebasan, keamanan dan
keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan social care termasuk aksesbilitas dan
kualitas; lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru
maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan
rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk
polusi/kebisingan/keadaan air/iklim, serta transportasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
 Jenis kelamin
 Usia
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Status pekerjaan
 Finansial
 Standar referensi
c. Kesehatan dan Pendidikan
a. Kualitas Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Menurut tingkat pendidikannya, penduduk dapat dikelompokkan menjadi
penduduk yang buta huruf dan yang melek huruf. Penduduk yang melek huruf dapat
dikelompokkan lagi menurut tingkat pendidikannya, seperti kelompok tidak sekolah,
tidak tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Menengah Pertama,
tamat Sekolah Menengah Atas, tamat Akademi/Perguruan Tinggi, dll.Data tingkat
pendidikan akan akan membantu pemerintah untuk menganalisis kemajuan
penyelenggaraan Pendidikan.
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tingkat pendidikan yang tinggi memungkinkan penduduk untuk mengolah
sumber daya alam dengan baik. Disamping itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi memudahkan penduduk dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup,
sehingga taraf kehidupan selalu meningkat. Sebaliknya, tingkat pendidikan yang
rendah dapat menyebabkan melambatnya kenaikan taraf hidup dan akibatnya
kemajuan menjadi terhambat.
Tingkat pendidikan penduduk Indonesia memang mengalami kemajuan.
Meskipun demikian, tingkat pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara di dunia lainnya. Bahkan dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN pun Indonesia tergolong paling rendah. Beberapa hal yang
menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
 Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.
Sebagian penduduk masih menganggap bahwa sekolah itu tidak penting.
Untuk bekal hidup seorang anak cukup melanjutkan pekerjaan orangtuanya
secara turun-temurun
 Pendapatan penduduk yang rendah menyebabkan anak tidak dapat
melanjutkan sekolah karena tidak mempunyai biaya.
 Belum meratanya sarana pendidikan (gedung sekolah, ruang kelas, buku-
buku pelajaran, alat-alat praktikum, guru yang berkualitas, dll)
Untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk, pemerintah Indonesia
mengambil langkah-langkah, antara lain sebagai berikut:
 Membangun sekolah-sekolah baru terutama SD Inpres di daerah-daerah yang
kurang jumlah sekolahnya.
 Mengadakan perbaikan dan penambahan alat-alat praktikum, laboratorium,
perputakaan dan buku-buku pelajaran.
 Menambah dan meningkatkan kualitas guru
 Mencanangkan program wajib belajar dan orang tua asuh
 Memberikan beasiswa kepada murid-murid yang berprestasi atau yang
memerlukan bantuan
 Menjalankan Undang-Undang Dasar (khususnya pasal 31)
b. Kualitas Penduduk Menurut Tingkat Kesehatan
Penduduk suatu negara dikatakan berkualitas tinggi apabila tingkat kesehatannya
juga tinggi. Sebaliknya, apabila tingkat kesehatannya rendah, kualitas penduduknya
juga dinilai rendah. Indonesia tergolong negara dengan tingkat kesehatan rendah, hal
itu diakibatkan ole faktor makanan, lingkungan, fasilitas kesehatan,dan ketersediaan
tenaga medis (perawatan dan dokter).
Tingkat kesehatan suatu negara dapat dinilai dari tinggi rendahnya angka
kematian kasar, angk kematian bayi, dan umur harapan hidup. Tingkat kesehatan
penduduk dikatakan tinggi apabila angka kematian kasar dan angka kematian
bayinya rendah, tetapi umur harapan hidunya tinggi. Sebaliknya, suatu negara
dikatakan tingkat kesehatannya rendah apabila negara tersebut mempunyai angka
kematian kasar dan angka kematian bayi tinggi serta umur harapan hidupnya rendah.
Dalam rangka meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat, langkah-langkah
yang diambil oleh pemerintah, antara lain sebagai berikut:
a. Memperbanyak dan meningkatkan fungsi rumah sakit, puskesmas, ddl.
b. Menambah jumlah serta menaikkan kualitas tenaga medis.
c. Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan, gizi, dan lingkungan.
d. Mengadakan imunisasi massal secara murah dan gratis
e. Membangun posyandu.
d. Analisis perilaku dan pilihan lokasional
Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya
transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya
transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang,
sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan
bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi akan bertambah secara
proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi adalah titik yang
menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi hasil
produksi (output). Biaya transportasi dipengaruhi oleh berat lokasional, yaitu berat total
semua barang berupa input yang harus diangkut ketempat produksi untuk menghasilkan
satu satuan output ditambah berat output yang akan dibawa ke pasar. Berat total itu terdiri
dari satu satuan produk akhir ditambah semua berat input yang harus diangkut ke lokasi
pabrik seperti bahan mentah yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan output.
Dalam model ini, tujuannya adalah meminimumkan biaya transportasi sebagai fungsi dari
jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output).
e. Analisis kuantitatif : model ekonomi kesejahteraan perkotaan
Statistic Deskriptif, alat ini digunakan untuk menggambarkan fenomena perekonomian
wilayah perkotaan Sumatera Utara dan tingkat kesejahteraan (pertumbuhan) ekonomi
Sumatera Utara.
Ordinary Least Squares (OLS), alat analisis ini digunakan untuk mengetahui besar
pengaruh sector ekonomi yang memiliki nilai LQ lebih besar dari satu terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat kota di Sumatra Utara, model yang digunakan sbb:
Yi = α0 + α1X1+ α2X2+ α3X3+…αnXn + ϵ ,
Dimana:
Yi : Tingkat kesejahteraanmasyarakat kota i di Sumatra Utara.
𝑋1,2,3..i : Sektor ekonomi yang memiliki nilai LQ lebih besar dari satu.
α0 : konstanta
α1,2,3..i : Koefisien Estimasi.
ϵ : Error term.
f. Analisis kualitatif : kajian kesejahteraan masyarakat kota
Faktor kesejahteraan masyarakat dapat ditululiskan dalam model persamaan sebagai
berikut:
𝑍1 = 1 𝐾𝑀 + 𝑒1
𝑍2 = 2 𝐾𝑀 + 𝑒2
𝑍3 = 3 𝐾𝑀 + 𝑒3
𝑍4 = 4 𝐾𝑀 + 𝑒4
Keterangan :
𝑍1 : Kualitas hidup dari segi materi;
𝑍2 : Kualitas hidup dari segi fisik;
𝑍3 : Kualitas hidup dari segi mental;
𝑍4 : Kualitas hidup dari segi spiritual;
KM : Kesejahteraan Masyarakat
5. Jelaskan tentang pemukiman perkotaan (urban housing) !
a. Populasi kota dan proyeksi permintaan pemukiman
Proyeksi penduduk dikerjakan dengan metode matematik, yaitu dengan metode
Geometrik yaitu mengasumsikan bahwa jumlah penduduk akan tumbuh secara geometrik
menggunakan dasar perhitungan bunga berbunga (bunga majemuk), dalam hal ini angka
pertumbuhan penduduk dianggap sama untuk setiap tahun. Dalam melakukan proyeksi
diasumsikan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tetap sehingga
angka pertumbuhan sama untuk setiap tahun.
Proyeksi kebutuhan permukiman dihitung setelah mencari formula hubungan
jumlah penduduk dengan jumlah bangunan yang dikerjakan dengan regresi linier.
Standart rasio luas permukiman per jiwa menurut pemerintah yaitu 12 mper jiwa.
Penelitian dapat dilakukan dengan kecenderungan rasio luas permukiman per jiwa
dihitung dengan memperhatikan antara daerah padat dengan yang tidak padat. Asumsi
dihitung berdasarkan data jumlah penduduk dan luas lahan permukiman Tahun 2010
dicari dengan membagi antara luas lahan permukiman per jumlah penduduk, sementara
penghitungan proyeksi kebutuhan permukiman dihitung dengan mengalikan antara luas
Permukiman per jiwa dengan proyeksi jumlah penduduk tahun n yang sudah dicari
sebelumnya.
b. Perilaku, pilihan lokasi, mobilitas, dan lingkungan pemukiman
a. Perilaku
Perilaku individualis masyarakat perkotaan yang tinggal di perumahan elite tidak
mudah untuk dihilangkan. Meskipun demikian, diperlukan adanya pengendalian
terhadap perilaku individualis tersebut supaya tidak timbul konflikantara individu.
Berikut adalah pemecahan masalah yang bisa dilakukan untukmengendalikan
perilaku individualism penduduk perkotaan yang tinggak di perumahan elite.
Memberikan pendidikan sosial ( social education). Pendidikan sosial ini bertujuan
untuk memberikan wawasan kepada penduduk perkotaan mengenai penyesuaian diri.
Implikasi dari pendidikan sosialini adalah hubungan saling membutuhkan dan
menghargai. Penduduk perkotaan di perumahan elite tentu memiliki pekerjaan yang
bermacam-macam, dengan melakukan spesifikasi pekerjaan mereka, maka akan
timbul perasaan saling membutuhkan di antara penduduk di perumahan elite dan
mereka akan menghargai dan tidak menganggap rendah.
b. Pilihan lokasi
Persepsi perumahan lebih banyak dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan
lokasi perumahan menurut masyarakat. Menurut teori struktur internal perkotaan dari
Burgess, dijelaskan bahwa faktor lokasi sangat penting bagi tingkat penghasilan.
Pilihan lokasi akan hunian umumnya akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya,
namun dalam perkembangan penggunaan lahan di perkotan lebih dititik beratkan
pada segi ekonomis lahan. Karena semakin dekat dengan pusat aktivitas maka
semakin tinggi tingkat aksesibilitas lokasi, guna lahan yang berkembang diatasnya
juga akan semakin intensif, yang akibatnya sangat mempengaruhi peruntukan lahan
bagi perumahan. Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang tertentu, seseorang
yang ingin memiliki lahan yang baik dan kondisi lingkungan yang baik serta dekat
dengan tempat yang lain untuk kepentingan tertentu, sangat bergantung kepada harga
lahan, harga lahan menentukan permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas
persaingan untuk mendapatkan lahan.
c. Mobilitas
Mobilitas sosial di kota-kota besar di Indonesia merupakan akibat dari sistem
sosial yang berlaku di masyarakat perkotaan. Mudahnya terjadi mobilitas sosial kota-
kota di Indonesia disebabkan karena kebanyakan masyarakat menganggap status
pekerjaan lebih ditekankan pada gengsi pekerjaan tersebut. Misalnya, orang lebih
menghargai menjadi pegawai negeri daripada wiraswastawan walaupun pendapatan
dalam bidang wiraswasta lebih tinggi daripada pegawai negeri. Tetapi karena
pekerjaan menjadi pegawai negeri sudah terlanjur memberikan gengsi yang tinggi
dan dianggap pekerjaan “white collar”, maka kedudukannya dianggap lebih tinggi
dibanding bidang pekerjaan lainnya, yang sering dicap sebagai pekerjaan “blue
collar”. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial adalah struktur kasta dan
kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya perubahan dari dalam dan dari
luar masyarakat. Misalnya, kemajuan teknologi membuka kemungkinan timbulnya
mobilitas ke atas. Perubahan ideologi dapat menimbulkan stratifikasi baru; Ekspansi
teritorial dan gerak populasimisalnya perkembangan kota, transmigrasi, bertambah
dan berkurangnya penduduk; dan Komunikasi yang bebas dimana situasi-situasi yang
membatasi komunikasi antar strata yang beraneka ragam memperkokoh garis
pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran pengetahuan dan pengalaman di
antara mereka dan akan mengahalangi mobilitas sosial. Sebaliknya, pendidikan dan
komunikasi yang bebas sertea efektif akan memudarkan semua batas garis dari strata
sosial uang ada dan merangsang mobilitas sekaligus menerobos rintangan yang
menghadang.
d. Lingkungan pemukiman
Lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan lengkap dengan
sarana dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta merupakan bagian dari suatu
kota (Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997). Ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan berkaitan dengan upaya peremajaan pada suatu lingkungan (Danisworo,
1988) yaitu :
1. Redevelopment atau pembangunan kembali, adalah upaya penataan kembali
suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan
prasarana pada sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan
tidak dapat dipertahankan lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi
perubahan secara struktural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi,
serta ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas
pembangunan baru.
2. Gentrifikasi adalah upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui
upaya peningkatan kualitas bangunan atau lingkungannya tanpa menimbulkan
perubahan berarti terhadap struktur fisik kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan
memperbaiki nilai ekonomi suatu kawasan kota dengan cara memanfaatkan
berbagai sarana dan prasarana yang ada, meningkatkan kualitas serta
kemampuannya tanpa harus melakukan pembongkaran berarti.
3. Rehabilitasi pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi
suatu bangunan atau unsur-unsur kawasan kota yang telah mengalami kerusakan,
kemunduran, atau degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana
mestinya.
4. Preservasi merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan lingkungan
pada kondisinya yang ada, dan mencegah terjadinya proses kerusakannya.
Metode ini biasanya diterapkan untuk obyek memiliki arti sejarah atau arti
arsitektur tertentu.
5. Konservasi merupakan upaya untuk melestarikan, melindungi serta
memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti kawasan dengan kehidupan
budaya dan tradisi yang mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk
yang ideal, cagar budaya, hutan lindung, dan sebagainya. Konservasi dengan
demikian, sebenarnya merupakan pula upaya preservasi, namun dengan tetap
memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat untuk menampung dan memberi
wadah bagi kegiatan yang sama seperti kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang
sama sekalibaru melalui usaha penyesuaian, sehingga dapat membiayai sendiri
kelansungan eksistensinya.
6. Resettlement adalah proses pemindahan penduduk dari lokasi permukiman yang
sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya ke lokasi baru yang sudah disiapkan
sesuai dengan rencana permukiman kota.
c. Pemukiman horizontal dan vertical
 Pemukiman vertical
Hunian vertikal akan lebih banyak membentuk ruang-ruang terbuka yang dapat
dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau. Namun realisasi dari konsep hunian
vertikal saat ini mengalami benturan terhadap aspek sosial, terutama bagi warga
permukiman. Peralihan menuju hunian vertikal bagi warga kampung merupakan
perubahan besar bagi mereka. Tidak hanya manusianya yang berpindah, namun juga
kehidupannya dalam berkeluarga ataupun bermasyarakat. Ada banyak hal yang
warga perlu untuk dipertahankan seperti budaya lokal (lokalitas), nilai-nilai sosial,
dan persepsi yang berbeda-beda yang seharusnya dapat diakomodasi hunian vertikal
sebagai ruang hidup baru bagi mereka. Disinilah sebenarnya pentingnya pemerintah
ataupun pihak perencana dalam membentuk konsep hunian vertikal yang humanis
bahwa bangunan tinggi bukan hanya sekedar pembangunan fisik semata, namun
juga setidaknya dapat mempertahankan pola sosial warga yang telah terbangun lama
sebelumnya. Oleh karena itu, pembangunan hunian vertkal tersebut harus
melibatkan warga mulai dari tahap konsep atau ide awal, hingga proses konstruksi,
dan hunian vertikal ini juga berbeda-beda konsep dan bentuknya di setiap tempat
untuk menyesuaikan lokalitas masyarakat yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu
mungkin tidak hanya sekedar huniannya saja yang dibentuk vertikal, namun
“kampung”nya juga yang dibentuk vertikal sehingga terdapat istilah kampung
vertikal, yang memiliki makna lebih luas daripada sekedar hunian.
 Pemukiman horizontal
Pengertian pemukiman atau hunian horizontal adalah hunian merupakan tempat
tinggal kediaman (yang dihuni), horizontal adalah terletak pada garis atau bidang
yang sejajar dengan horizon atau garis datar mendatar. Jadi kesimpulannya adalah
merupakan sebuah tempat tinggal atau kediaman yang dihuni, yang arah
pertumbuhannya terletak pada garis atau bidang yang sejajar dengan horizon atau
garis datar mendatar.
Berikut merupakan kekurangan dan kelebihan yang di temukan pada hunian
vertikal dan horizontal:
a. Pemakaian dinding statis, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan
perubahan volume ruang dan perubahan hubungan antar ruang. Tidak hanya itu,
unsur lingkungan seperti sinar matahari yang masuk, angin yang berhembus menjadi
sebuah sesuatu yang langka pada hunian vertikal, karena setiap jendela apartemen
di batasi, bahkan menjadi sebuah nilai jual yang tinggi, berbeda dengan rumah
landed dimana sinar matahari dan angin yang berhembus merupakan hal yang
lumrah sehingga di masukkan pada rumah sebanyak mungkin.
b. Dalam desain tipologi unit apartemen selalu pintu akan bertemu dengan pintu,
sehingga tidak ada unsur sosialisasi sebagaimana seperti ruang komunal / teras
seperti perumahan landed pada umumnya. Menjadikan setiap penghuninya menjadi
tertutup dan menjadi kesan dingin.
c. Pada bangunan hunian vertikal, minimnya ruang terbuka hijau pada setiap unitnya
sehingga menjadi sebuah kelangkaan pada ruang terbuka pada hunian vertikal untuk
mendapatkan sebuah taman seperti di rumah landed.
d. Slump area, rehabilitasi, dan pengembangan pemukiman
a. Slump area
Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian
mengalami perkembangan akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial
ekonomi serta interaksi dengan kota – kota lain dan daerah hinterland. Kota – kota di
indonesia pertumbuhan penduduk tidak di imbangi dengan pembangunan sarana dan
prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan, bahkan yang terjadi justru
sebagian kawasan perkotaan mengalami penurunan lingkungan yang berpotensi
menciptakan slum area (kumuh). Akibatnya, muncul slum area (kumuh) di beberapa
wilayah kota merupakan hal yang tidak dapat dihindari yaitu tidak di rencanakan oleh
pemerintah tetapi slum area (kumuh) ini tumbuh secara alami.
Menurut Undang–Undang No. 1 pasal 1 ayat 13 tahun 2011 tentang perumahan
dan kawasan permukiman, dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah
permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana
yang tidak memenuhi syarat. Dan, perumahan kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Dari definisi – definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa slums area adalah wilayah permukiman yang
berkepadatan tinggi, miskin, kurang terpenuhinya akses pada infrastruktur dan sewa
lahan yang tidak aman. Adapun beberapa masalah yang sering ditemui dalam wilayah
slums ini seperti kekumuhan, sarana dan prasarana yang terbatas, dan kriminalitas
yang tinggi sehingga mempengaruhi perkembangan daerah sekitarnya.
Menurut Rindrojono (2013), Adapun faktor – faktor yang menyebabkan
tumbuhnya di permukiman kumuh di daerah perkotaan, yakni:
1. Faktor urbanisasi
2. Faktor lahan perkotaan
3. Faktor sarana dan prasarana
4. Faktor sosial dan ekonomi
5. Faktor tata ruang
b. Rehabilitasi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur di dalam
struktur organisasi memiliki 1 (satu) sekretariat dan 3 (tiga) bidang, dimana di salah
satu bidang memiliki tugas pada fase pasca bencana yaitu bidang Rehabilitasi dan
Rekonstruksi. Bidang Rehabilitasi & Rekonstruksi BPBD Provinsi Jawa Timur
dipimpin oleh 1 (satu) Kepala Bidang dan 2 (dua) Kepala Seksi. Bidang Rehabilitasi
& Rekonstruksi memiliki tujuan “mendorong kawasan pemulihan terdampak
bencana” dengan sasaran “meningkatnya pemulihan pasca bencana di Jawa Timur”
yang merupakan agenda Bidang RR dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi BPBD
Provinsi Jawa Timur yang tercantum dalam Rencana Strategis 2014 – 2019 dan
RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Tugas utama Bidang RR adalah
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum bidang penanggulangan
bencana pada pasca bencana.
Rehabilitasi adalah Perbaikan dan Pemulihan semua aspek layanan publik/
masyarakat sampai tingkat memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama Normalisasi/ berjalannya secara wajar berbagai aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat seperti pada kondisi sebelum terjadinya bencana.
Rekonstruksi adalah Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana serta
kelembagaan pada wilayah pasca bencana pemerintahan/ masyarakat dengan sasaran
utama Tumbuh kembangnya kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban serta bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan.
Pada Bidang Rehabilitasi & Rekonstruksi (RR), terdapat 5 (lima) sektor yang
menjadi fokus dalam penanganan Pasca Bencana yaitu :
a. Sektor Perumahan & Permukiman
b. Sektor Infrastruktur Publik
c. Sektor Ekonomi Produktif
d. Sektor Sosial, dan
e. Lintas Sektor
Untuk melaksanakan program Rehabilitasi & Rekonstruksi dengan 5 (lima)
sektor yang menjadi kewenangan, bidang RR menggunakan metode Pengkajian
Kebutuhan Pasca Bencana/ Jitupasna yang tercantum pada Perka BNPB Nomor 15
Tahun 2011. Jitupasna merupakan suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian
akibat, analisis dampak dan perkiraan kebutuhan yang menjadi dasar bagi
penyusunan Renaksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Pengkajian dan penilaian
meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan kerugian fisik dan non fisik yang
menyangkut aspek pembangunan manusia, perumahan atau pemukiman,
infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor. Analisis dampak melibatkan tinjauan
keterkaitan dan nilai agregat dari akibat bencana dan impilkasi umumnya terhadap
aspek – aspek fisik dan lingkungan, perekonomian, psikososial, budaya, politik dan
tata pemerintahan. Guna mendukung program/ kegiatan yang dilaksanakan Bidang
Rehabilitasi & Rekonstruksi diperlukan sumber dana yang cukup. Merujuk pada PP
nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana,
Pelaksanakan Program Rehabilitasi & Rekonstruksi bersumber pada:
1. APBD Kabupaten/ Kota (Melekat Pada SKPD terkait)
2. APBD Provinsi (Bantuan Sosial, Hibah)
3. APBN (Hibah Murni)
4. Masyarakat
5. Bantuan Luar Negeri
c. Pengembangan pemukiman
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah
wajibmemberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman
yang layak huni,sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan
permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan,
pengembangan permukiman yangterjangkau, khususnya bagi masyarakat
berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota,
serta penciptaan sosial budaya di perkotaan. isu-isu perkembangan permukiman yang
ada pada saat ini adalah :
1. Perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh
ketimpangan pada pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, perumahan dan
ruang untukkesempatan berusaha;
2. Konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada
suatukelompok dalam pembangunan perumahan dan permukiman;
3. Alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan
yangcenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi
tanah danruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan
kondisi ekologisdaerah yang bersangkutan;
4. Terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat
urbanisasidan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam;
5. Komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus pada
pengejarantarget melalui proyek pembangunan baru, berorientasi ke pasar
terbuka dan terhadapkelompok masyarakat yang mampu dan menguntungkan.
6. Urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah untuk
secara positif berupaya agar pertumbuhan lebih merata;
7. Perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh
denganmengabaikan sektor lainnya seperti sektor pertanian, hal ini berakibat
pada semakintingginya alih fungsi lahan sawah. Ironisnya alih fungsi terjadi pada
sawah lestari,dengan lokasi yang relatif datar/landai cocok untuk pengembangan
permukiman atauindustri/perdagangan; dan
8. Marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global.
e. Kebijakan ekonomi dan perencanaan pembangunan perumahan
Berbagai kebijakan publik telah dilaksanakan untuk memecahkan masalah utama
kemiskinan. Kebijakan publik tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung,
memiliki berbagai dampak terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin.
Dampak pelaksanaan kebijakan dapat berupa perbaikan taraf hidup masyarakat miskin
ataupun munculnya masyarakat miskin baru. Oleh sebab itu, analisis perlu dilakukan
untuk menilai dampak pelaksanaan kebijakan publik terhadap penghargaan, pemenuhan,
dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat miskin. Analisis kebijakan juga berguna
untuk memahami seberapa jauh komitmen dan kemitraan berbagai pihak dalam
penanggulangan kemiskinan.
Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat lepas dari penciptaan stabilitas ekonomi
sebagai landasan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja,
dan peningkatan pendapatan masyarakat. Kebijakan dan program yang ditempuh antara
lain adalah kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi dan menjaga nilai tukar
rupiah dan kebijakan keuangan negara untuk menjaga kesinambungan fiskal.
a. Kebijakan Moneter
Dalam mendukung pelaksanaan Inpres No. 23 Tahun 2003 tentang Paket
Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama
dengan IMF, kebijakan moneter diarahkan untuk mengendalikan laju inflasi dan
fluktuasi nilai tukar rupiah. Laju inflasi dapat dikendalikan menjadi 11,5% pada
tahun 2001 dan 5,1% pada tahun 2003 dengan rata-rata kurang dari 10% selama 4
tahun terakhir. Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengendalikan laju
inflasi dan nilai tukar rupiah adalah suku bunga perbankan. Rata-rata tertimbang suku
bunga SBI 1 bulan selama tiga tahun terakhir mencapai lebih dari 7%. Walaupun
suku bunga SBI telah mengalami penurunan secara bertahap, namun hal tersebut
masih menyebabkan suku bunga pinjaman perbankan relatif tinggi, sehingga kurang
mendukung pengembangan usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat dan
pengusaha. Tanpa adanya insentif yang memadai bagi pengembangan usaha, maka
upaya perluasan kesempatan kerja yang bermanfaat bagi peningkatan pendapatan
masyarakat miskin tidak akan berhasil.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui
peningkatan pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara. Keberlanjutan fiskal
antara lain diarahkan pada penurunan defisit anggaran belanja negara secara bertahap,
pengurangan utang pemerintah hingga mencapai posisi aman, reformasi perpajakan,
dan peningkatan efisiensi belanja negara.
Dari sisi penerimaan, upaya peningkatan penerimaan negara dilakukan melalui
privatisasi BUMN dan peningkatan penerimaan pajak. Penerimaan pajak selama dua
dekade mengalami penurunan dari 20% terhadap PDB pada tahun 1980 menjadi 13%
pada tahun 2002. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam pengelolaan
penerimaan pajak yang berdampak pada berkurangnya anggaran negara. Penerimaan
negara dari hasil privatisasi, penjualan aset dan surat utang negara meningkat dari 1%
terhadap PDB pada tahun 2003 menjadi 2% pada tahun 2004. Kenyataan
menunjukkan bahwa langkah privatisasi yang telah dilakukan kurang memberikan
dampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Dari sisi pengeluaran, anggaran
negara sebagian besar dialokasikan untuk pembayaran utang dibanding pembiayaan
pembangunan. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kemampuan negara untuk
memenuhi hak-hak dasar masyarakat. Di sisi lain, pengurangan dan penghapusan
berbagai subsidi seperti pupuk, BBM dan listrik berdampak langsung pada
meningkatnya beban pengeluaran masyarakat miskin.
Pengambilan suatu keputusan erat kaitannya dengan kemampuan masyarakat,
tidak terkecuali masyarakat miskin, untuk berpartisipasi dalam proses tersebut. Apabila
masyarakat miskin mampu berpartisipasi dan mengartikulasikan kepentingannya,
peluang hasil keputusan mengakomodasi kepentingan masyarakat miskin semakin besar.
Salah satu kebijakan yang mengatur partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan
adalah Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri No. 1354/M.PPN/03/2004.
050/774/SJ tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan
Partisipatif Daerah. Secara eksplisit surat edaran bersama menyatakan penyelenggaraan
forum musyawarah perencanan pembangunan dilakukan secara partisipatif dan
melibatkan pelaku pembangunan. Dalam pelaksanaan, musyawarah perencanaan
pembangunan hanya terbatas dari kalangan eksekutif dan kurang melibatkan masyarakat.
Selain itu, pengambilan keputusan menyangkut penganggaran seringkali tidak sesuai
dengan hasil usulan masyarakat.
Masyarakat tidak terkecuali masyarakat miskin juga berpeluang untuk
berpartisipasi dalam proses penganggaran. Sebagaimana diatur dalam Kepmendagri No.
29 Tahun 2002, partisipasi masyarakat dalam proses penganggaran adalah melalui proses
penjaringan aspirasi masyarakat ketika penyusunan arah kebijakan umum. Namun,
partisipasi masyarakat dalam proses penganggarapun masih rendah yang tercermin pada
rendahnya alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan di 132 kabupaten/kota.
Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam proses perencanaan dan
penganggaran disebabkan karena kurangnya informasi mengenai sifat partisipatif dan
tahapan kedua kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan sosialisasinya yang menggunakan
mekanisme perwakilan, sementara masyarakat miskin tidak mempunyai perwakilan
dalam forum tersebut. Penetapan pelaku pembangunan yang terlibat dalam setiap tahapan
kegiatan juga perlu diperhatikan agar mampu menjamin optimasi peran dan kontribusi
para pelaku tersebut. Selain itu, pengawalan dan jaminan akan pentingnya
penanggulangan kemiskinan akan lebih baik jika masuk secara eksplisit dalam dokumen
yang mengatur kegiatan perencanaan partisipatif tersebut.
f. Analisis kuantitatif : model ekonomi perumahan
Dalam penelitian ANALISIS DAMPAK DARI PEMBANGUNAN PERUMAHAN
CITRA PESONA INDAH TERHADAP POTENSI KONDISI EKONOMI
MASYARAKAT model kualitatif yang mengabstraksi perilaku ekonomi RTPM
menunjang pekerjaan untuk menyusun proposisi yang menjelaskan perilaku konsumsi,
produksi, dan potensi partisipasi RTPM pada pasar komoditas pertanian. Proposisi
dimunculkan dengan memanfaatkan dan mengeksplorasi pendekatan matematik yang
dipandang memiliki kemampuan untuk menampilkan logika dasar di balik proposisi
tersebut. Dalam literatur ekonomi, cara tersebut dikenal sebagai teknik analisis statika
komparatif. Secara teknis, belajar dari Henderson dan Quandt (1980) serta Sadoulet dan
de Janvry (1995), fungsi utilitas Stone-Geary dapat digunakan untuk menerangkan ciri
RTPM. Model umum ekonomi rumah tangga dapat dimodifikasi untuk mereplika atau
mengabstraksi ekonomi rumah tangga pertanian miskin. Modifikasinya dilakukan dengan
menginkorporasikan fungsi utilitas tersebut ke dalam fungsi utilitas yang dijelaskan pada
model dasar. Fungsi utilitas RTPM dalam bentuk nonlinear disajikan pada persamaan (1).
Simbol dalam persamaan tersebut disajikan pada catatan kaki (cara ini digunakan untuk
menjelaskan persamaan lainnya).
g. Analisis kualitatif : perilaku (behavior) pilihan pemukiman
Perilaku masyarakat dalam pilihan pemukiman pastinya mereka akan
menentukan pilihan lokasi pemukiman yang terbaik untuk dirinya. Dimana pemukiman
yang ia dapat nantinya harus lebih baik dari pemukiman sebelumnya. Dari segi
kebersihan, menjaga kebersihan pemukimannya juga akan menjadikan kualitas
lingkungan yang baik dan memperkecil resiko terjadinya penurunan kesehatan. Sarana
dan prasarana juga menjadi dasar dalam pengendalian kualitas lingkungan pemukiman.
6. Jelaskan tentang aktivitas sosial perkotaan dan eksternalitas !
a. Pengangguran dan lapangan kerja
 Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau sedang
mencari kerja. Jumlah penduduk yang besar pada dasarnya merupakan memiliki
potensi yang sangat berharga di tinjau dari segi tenaga kerja, jika dapat di
dayagunakan dengan baik, penduduk yang sangat banyak dan memiliki
ketrampilan ini merupakan potensi yang berharga. Jumlah penduduk yang besar
dan tidak memiliki ketrampilan ini adalah kerugiannya yang dapat menyebabkan
pengangguran di mana–mana. Pengangguran dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar, yaitu:
1. Pengangguran menurut lama waktu kerja
a. Pengangguran terbuka (open unemployment).
Tenaga kerja yang sungguh–sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
Pengangguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat
pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
b. Setengah pengangguran (under unemployment).
Tenaga kerja yang tidak kerja secara optimal karena tidak ada lapangan
pekerjaan, biasanya pengangguran jenis ini yang bekerja kurang dari 35
jam selama seminggu.
c. Pengangguran terselubung (disguised unemployment).
Tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alas an
tertentu.
2. Pengangguran menurut penyebab
d. Pengangguran Struktural (Stuctural Unemployment).
Pengangguran yang di akibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan
corak ekonomi dalam jangka panjang.
e. Pengangguran Siklus.
Pengguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian.
Yang di sebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat.
f. Pengangguran Musiman.
Pengangguran yang muncul akibat pergantian musim. Misalnya
pergantian kusim tanam ke musim panen.
g. Pengangguran Friksional, disebut juga Pengangguran Sukarela
(Voluntary unemployment).
Pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara
pembeli kerja dan pencari kerja.
h. Pengangguran Teknologi.
Pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau pergantian tenaga
manusia menjadi tenaga mesin.
i. Pengangguran Konjungtural (Cycle Unemployment).
Pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang kehidupan
perekonomian / siklus ekonomi. Pengangguran ini merugikan bagi orang
yang bersangkutan dan bagi masyarakat, akibatnya banyak motif-motif
kejahatan merajalela dan makin banyak aktivitas kriminal di setiap tempat.
Seperti perampokan / maling, penipuan bahkan banyak gadis atau para
wanita menjadi PSK dan juga banyak orang melakukan pekerjaan apapun
hanya untuk mendapatkan seperak uang, yang haram pun diubah menjadi
seolah itu pekerjaan yang halal. Sedangkan dampak pengangguran
terhadap kegiatan ekonomi dalah turunnya produktifitas, standar
kehidupan, penerimaan pajak penghasilan nagara, aktivitas ekonomi
keseluruhan, dan meningkatkan biaya sosial.
Cara untuk mengatasi pengangguran, yaitu :
1. Peningkatan mobilitas tenaga kerja dan modal.
2. Pengelolaan permintaan masyarakat.
3. Penyediaan informasi tentang kebutuhan tenaga kerja.
4. Pertumbuhan ekonomi.
5. Program pendidikan dan pelatihan kerja.
6. Wiraswastan
7. Peningkatan mutu tenaga kerja.
8. Latihan Kerja
9. Pemagangan.
10. Perbaikan gizi dan kesehatan.
Sebab – sebab terjadinya pengangguran
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja.
Maksudnya adalah kondisi dimana jumlah angkatan kerja lebih besar
daripada kesempatan kerja yang tersedia, karena kondisi sebaliknya
sangat jarang terjadi.
2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang.
Upah tenaga kerja tidak terdidik di sekitar pertanian cenderung lebih
rendah daripada upah tenaga kerja yang sama diluar sektor pertanian.
Dengan demikian, terjadi perbedaan mutu tenaga kerja antara sektor
pertanian dan sektor yang lain.
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga
terdidik tidak seimbang.
Besarnya kesempatan kerja belum tentu menjamin tidak terjadi
pengangguran, karena belum tentu terjadi kesesuaian tingkat pendidikan
yang dibutuhkan dengan yang tersedia. Hal ini dapat mengakibatkan
sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan yang
tersedia.
4. Adanya kecenderungan semakin meningkatnya peranan dan aspirasi
angkatan kerja wanita dalam seluruh struktur angkatan kerja Indonesia.
Dalam Repelita V, diperkirakan 47.5%-nya adalah tenaga kerja wanita.
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja Antar Daerah Tidak
Seimbang.
Jumlah angkatan kerja di suatu daerah mungkin saja lebih besar dari
kesempatan kerja, sedang di daerah lain dapat terjadi sebaliknya. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja ke daerah lain,
bahkan ke negara lain.
 Lapangan pekerjaan
Kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan
ketersediaan pekerjaan untuk diisi oleh para pencari kerja. Namun bisa
diartikan juga sebagai permintaan atas tenaga kerja.
Tenaga kerja memegang peranan yang sangat penting dalam roda
perekonomian suatu negara, karena:
1. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi.
2. Sumber Daya Alam.
3. Kewiraswastaan.
Tenaga kerja juga penting dilihat dari segi kesejahteraan masyarakat.
Ada pula masalah yang ditimbulkan dari banyaknya tenaga kerja:
1. Masalah-masalah perluasan kesempatan kerja.
2. Pendidikan yang dimiliki angkatan kerja.
3. Pengangguran.
Kesempatan kerja atau demand for labor adalah suatu keadaan yang
menggambarkan tersedianya pekerjaan untuk diisi oleh pencari kerja, tapi
masalah kesempatan kerja pada umumnya berkaitan dengan lapangan kerja
(lowongan kerja) dan tenaga kerja. Kesempatan kerja merupakan hubungan
antara angkatan kerja di satu pihak dengan kemampuan penyerapan tenaga
kerja di pihak lain. Sedangkan pasar kerja adalah keseluruhan aktivitas yang
mempertemukan pencari kerja dan lowongan pekerjaan. Perluasan
kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara pengembangan industry padat
karya, membuka proyek pekerjaan umum juga dengan meningkatkan kegiatan
ekonomi yang sudah ada maupun dengan menambah kegiatan ekonomi yang
baru. Perluasan kesempatan kerja pun merupakan salah satu tolak ukur
keberhasilan pembangunan.
b. Sektor informal dan kemiskinan perkotaan
 Sector informal
Sektor informal adalah sektor ekonomi yang terdiri atas unit usaha berskala kecil,
yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan utama
menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan memperoleh pendapatan bagi para
pelakunya. Kendala yang sering dihadapi oleh sektor ini adalah keterbatasan
modal, fisik atau tenaga kerja, serta keterampilan. Sektor informal di negara-
negara sedang berkembang, tumbuh dan berkembang sebagai akibat laju
pertambahan angkatan kerja yang tinggi, serta ketidakmampuan sektor formal
menyerapnya.
Sektor informal memegang peranan penting di Indonesia dan secara nyata
menggambarkan taraf ekonomi dan taraf kehidupan sosial sebagian besar rakyat
Indonesia. Data yang dikumpulkan oleh Hidayat, seorang peneliti masalah sosial
dari Universitas Padjadjaran, menunjukkan bahwa dari penduduk yang bekerja
sejumlah 57,80 juta orang pada tahun 1982, hampir 44 juta orang atau 75,93%
bekerja dalam sektor informal. Mengingat laju pertambahan penduduk dan
angkatan kerja yang demikian tinggi dibanding dengan penciptaan lapangan kerja
dalam sektor formal, diduga bahwa persentase tersebut meningkat pada tahun-
tahun terakhir ini. Sumbangan sektor informal terhadap produk Domestik Bruto
Indonesia diperkirakan mencapai 37%. Ada kesepakatan tidak resmi antara para
ilmuwan yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk menerima
"definisi kerja" sektor informal di Indonesia sebagai berikut:
a. Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah;
b. Sektor yang belum dapat digunakan (karena tidak punya akses) bantuan,
meskipun pemerintah telah menyediakannya;
c. Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi bantuan tersebut
belum sanggup membuat sektor itu mandiri.
Berdasarkan hal tersebut, kriteria yang dipakai untuk merumuskan definisi ini
bukan ada tidaknya bantuan, melainkan hal mudah dicapai (accessability) dan
kuatitas bantuan. Bantuan dan proteksi yang dimaksud antara lain perlindungan
tarif terhadap barang dan jasa yang dihasuilkan, pemberian kredit dengan bunga
relatif rendah, bimbingan teknis dan tata ketatalaksanaan, perlindungan dan
perawatan kerja, serta penyediaan teknologi maju.
 Kemiskinan perkotaan
Dalam perkembangan suatu wilayah, proses pembangunannya umunya
mengalami perubahan. Yang awalnya didominasi pada sektor pertanian sekarang
telah berubah menjadi perdagangan dan jasa. Kecenderungan ini bersamaan
dengan perubahan jumlah penduduk yang ada. Proses perubahan ini juga disebut
dengan urbanisasi. Dimana banyak penduduk desa yang pindah ke kota maupun
kawasan di desa yang mulai mencirikan kota.
Di Negara berkembang, termasuk Indonesia urbanisasi ini merupakan sebuah
proses demografi dan tidak seperti yang terjadi di negara-negara maju dimana
urbanisasi merupakan suatu proses perkembangan ekonomi. Akibatnya, terjadi
ledakan penduduk yang cukup besar yang terjadi di kota. Ledakan penduduk ini
mengakibatkan beban hidup perkotaan menajdi semakin berat sehingga
menimbulkan permasalahan di perkotaan, mulai dari masalah ekonomi, sosial,
budaya, pemerintahan, dll. Salah satu dari sekian banyak permasalahan di
perkotaan adalah terkait dengan ekonomi. Yaitu permasalahan kemiskinan di
perkotaan. Kemiskinan perkotaan di Indonesia ini memprihatinkan dan mendesak
untuk segera ditangani karena terkait dengan tren pembangunan perkotaan di
Indonesia. Misalnya saja, pada tahun 1980 hingga 2010, pertumbuhan populasi
perkotaan di Indonesia mencapai 3,85% proporsi penduduk miskin yang tinggal
di perkotaan meningkat dari 22,10% pada tahun 1980 menjadi 44,28% pada tahun
2010. Data ini menunjukkan bahwa penduduk miskin yang tinggal di perkotaan
meningkat pesat dari 18,45% pada tahun 1976 menajdi 36,61% pada 2009. Dari
data tersbut dapat terlihat bahwa kecenderungan urbanisasi kependudukan di
indoensia juga diikuti dengan urbanisasi kemiskinan yang berdampak pada
timbulnya aspek persoaalan kemiskinan perkotaan seperti aspek fisik dan aspek
non fisik ataupun aspek ekologis. Faktor-faktor yag menyebabkan kemiskinan
perkotaan di Indonesia antara lain:
a. Kepemilikan dan akses terhadap tanah yang sulit dan terbatas
Penataan tanah perkotaan dan harga tanah yang tinggi sangat menekan
penduduk miskin perkotaan, serta biaya sertifikasi tanah yang relative tinggi.
Hal ini mengakibatkan masyarakat miskin pada umumnya tinggal di temapt-
temapt yang illegal atau pada tanah milik negara. Ditambah lagi dengan
derasnya arus urbanisasi, ketiadaan pekerjaan dan tekanan penghidupan
menimbulkan terjadinya pemakaian tanah untuk membangun rumah spontan
dan gubuk secara liar, dan memunculkan daerah kumuh untuk kehidupan dari
keluarga miskin. Kesemuanya itu merupakan gambaran umum yang terjadi di
pekotaan, terutama pada kota-kota besar.
b. Tingkat pendidikan rendah
Tingkat pendidikan yan rendah ini disebabkan karena adanya hambatan ases
untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Keterbatasan ini terjadi karena
penduduk miskin perkotaan tidak mampu menempuh pendidikan layak karena
keterbatasan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga tidak mampu menanggung
seluruh penduduk miskin di perkotaan untuk menyediakan pendidikan layak.
Rendahnya pendidikan ini akhirnya berdampak pada sulitnya penduduk
miskin untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mereka terus-menerus berada
pada lingkarang garis kemiskinan.
c. Sulitnya mendapat pekerjaan yang layak
Penduduk miskin perkotaan cenderung sulit mendapatkan lapangan pekerjaan
karena memang tidak mendapatkan jaminan kesempatan kerja di kawasan
perkotaan. Oleh karena itu penduduk dengan kualitas kerja yang rendah tidak
dapat mendapat pekerjaan dengan upah yang tinggi. Selain itu, hal ini juga
berhubungan dengan peluang pengembangan usaha, lemahya perlindungan
terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahanya perlindungan kerja
bagi pekerja. Keterbatasan modal, kurangnya keterampilan, dan pengetauan
menyebabkan penduduk miskin hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan
yang layak untuk mengembangkan usaha.Permasalahan yang dihadapi
penduduk miskin dalam menciptakan lapangan kerja sendiri antara lain karena
sulitnya mengakses modal dengan suku bunga rendah, hambatan untuk
memperoleh ijin usaha, kurangnya perlindungan dari kegiatan usaha,
rendahnya kapasitas kewirausahaan dan terbatasnya akses terhadap informasi,
pasar, bahan baku, serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi.
Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar masih sulit diakses oleh
pengusaha kecil dan mikro yang sebagaian besar masih lemah dalam kapasitas
SDM. Selain kesulitan mengakses modal tersebut, tidak adanya lembaga
resmi yang dapat memberi modal dengan persyaratan yang dapat dipenuhi
kapasitas masyarakat miskin. Kenyataan ini tidak memberi pilihan lain untuk
memperoleh modal dengan cara meminjam dari rentenir dengan tingkat bunga
yang sangat tinggi.
d. Terbatasnya akses ke fasilitas perkotaan
Kebutuhan dan pelayanan kebutuhan dasar penduduk miskin perkotaan beum
tercukupi. Kebutuhan ini seperti air bersih, sanitasi, saluran air, dll. Akhirnya,
banyak penduduk miskin perkotaan yang terpaksa membeli air bersih, dan
bahkan mereka tergantung pada fasilitas air minum yang lebih mahal.
Demikian pula dalam hal fasilitas toilet dan sanitasi yang kruang.
Dalam hal pembuangan sampah, kebanyakan penduduk miskin menggunakan
lahan terbuka, lubang-lubang atau saluran air. Ini menyebabkan risiko
kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah di daerah perkotaan yang
penduduknya padat. Selain menimbulkan polusi terhadap lingkungan hidup, hal
ini juga merusak keindahan kota dan menimbulkan bahaya banjir yang selalu
melanda pemukiman mereka sewaktu musim penghujan.
c. Segregasi sosial
Segregasi adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk memisahkan suatu
kelompok, suku bangsa, ras atau satu etnik secara paksa hingga menggunakan segala
cara bahkan menggunakan kekerasan. Segregasi merupakan bentuk dari diskriminasi
di lingkungan sosial. Segregasi dapat ditentukan sebagai suatu tindakan untuk
memisahkan atau menghapus suatu item dari item lain. Menurut bayer (2001)
segregasi merupakan ekspresi dari kesenjangan sosial di dalam wilayah kota yang
ditujukan dengan adanya pemisahan masyarakat di daerah pemukiman tertentu karena
kebijakan, perbedaan kondisi sosial ekonomi, etnis maupun ras
d. Kriminalitas
Kriminalitas merupakan asalnya dari kata “crimen” yang artinya kejahatan,
tindak kriminal, atau juga diartikan suatu tindakan kejahatan, sehingga merupakan
tindakan yang bersifat negatif. Seringkali, tindakan ini akan merugikan banyak pihak
dan pelaku tindakannya disebut sebagai seorang kriminal. Pengertian kriminalitas
sederhananya merupakan segala tindakan atau sesuatu yang dilakukan individu,
kelompok, ataupun komunitas yang melanggar hukum atau suatu tindakan kejahatan,
sehingga mengganggu keseimbangan atau stabilitas sosial dalam masyarakat. Adapun
ciri-ciri awal akan kemunculan kriminalitas antara lain sebagai berikut:
a. Sistem Yang Tidak Adil
Secara naluriah, manusia adalah pencemburu, terutama dalam hal kekayaan dan
kekuasaaan. Oleh sebab itu, kesenjangan yang lahur diikuti oleh aksi-aksi
kriminal untuk menyetarakan atau mengimbanginya.
b. Suasana Atau Lingkungan Yang Individualis
Seringkali, individu yang dari lingkungan individualis akan terjun bebas menjadi
seorang kriminal. Oleh karena, lingkungan tadi mengarahkannya untuk egois dan
menomersatukan dirinya dengan lingkungan sekitar.
c. Kemiskinan Yang Di Derita
Problem klasik dalam kehidupan dari ciri-ciri kriminal adalah alasan kemiskinan.
Seringkali dilontarkan sebagai tameng dan pembenaran dari setiap pelaku
kriminal yang tertangkap dan berharap mendapat keringanan dari jeratan hukum.
Selengkapnya, baca; Pengertian Kemiskinan, Jenis, dan Cirinya
d. Nafsu Yang Tidak Terkendali
Ketika individu menggebu-gebu untuk mendapatkan sesuatu, beragam cara rela
ditempuh untuk memenuhi nafsu tadi, bahkan dengan menghalalkan segala cara.
Misalnya saja, individu tadi melakukan mencuri atau pencurian untuk memenuhi
atau karena nafsunya.
e. Rasa Benci
Tindakan kriminal atau menyimpang yang dilakukan terpancing karena rasa
benci di dalam hati seseorang atau kelompok pada seseorang, kelompok atau
komunitas yang lain. Hal ini, secara nyata telah banyak terjadi di dalam
kehidupan masyarakat.
Berikut inilah beberapa penyebab kriminalitas , diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Urbanisasi Serta Industrialisasi
Keadaan yang diakibatkan dari urbanisasi dan industrialisasi di suatu Negara,
misal Negara berkembang, pasti berada dalam posisi dilema perpindahan. Hal ini
karena akan mengakibatkan ledakan penduduk yang nantinya menjadi penyebab
naiknya tingkat kriminalitas.
b. Kondisi-Kondisi Sosial
Beragam kondisi sosial sebagai penyebab kriminalitas yang merugikan
kehidupan manusia. Misalnya, beragam jenis pengangguran, kemiskinan yang
makin menjamur, kondisi lingkungan yang mendukung individu melakukan
kejahatan, kepincangan sosial, tekanan mental serta kebencian.
c. Moral
Kunci dari individu atau kelompok melakukan atau tindakan melakukan
kriminalitas adalah karena moralitas. Oleh karena, moral atau moralitas tentang
opini seseorang mengenai sesuatu. Dalam hal ini, kriminalitas terjadi bukan
karena ada celah, namun dari penilaian baik atau buruk dari seseorang.
d. Degradasi Mental
Penyebab ini lahir dari tingkat stres, depresi, serta tidak menemukan tempat
untuk melampiaskan atau sebagai pelampiasan rasa kesal. Oleh sebab itu,
membuat seseorang melakukan kriminalitas supaya meredam degradasi
mentalnya. Dengan kata lain, tindakan itu adalah wujud katarsisnya.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang masih mahal, sampai saat ini, juga belum bisa sepenuhnya
mereta disebagian daerah menyebabkan terjadinya kriminalitas. Hal ini karena,
mereka tidak memiliki pendidikan sehingga sulit untuk mendapat pekerjaan.
f. Gengsi Yang Tinggi
Kemajuan berjalan sangat cepat, setiap detiknya ada terjadi kemajuan, termasuk
di bidang teknologi. Hal ini membuat sebagian sulit mengikutinya, namun ada
yang dengan berlomba-lomba terus mengikuti perkembangan padahal secara
nyata individu itu tidak mampu. Tindakan ini sebagai pemantik dari penyebab
kriminalitas, karena demi gengsi sampai nekat merampok.
e. Transportasi dan kemacetan (congestion)
 Transportasi
Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau
mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Menurut Bowersox (1981), definisi
transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu lokasi ke
lokasi lain, dengan produk yang digerakkan atau dipindahkan ke lokasi yang
dibutuhkan atau diinginkan. Steenbrink mendefinisikan sebagai perpindahan
orang atau barang menggunakan kendaraan atau lainnya, tempat-tempat yang
dipisahkan secara geografis. Pengertian transportasi menurut Papacostas (1987),
transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu
beserta arus dan sistem kontrol yang memungkinkan orang atau barang dapat
berpindah dari suatu tempat ketempat lain secara efisien dalam setiap waktu untuk
mendukung aktifitas manusia. Transportasi dikatakan baik, apabila perjalanan
cukup cepat, tidak mengalami kemacetan, frekuensi pelayanan cukup, aman,
bebas dari kemungkinan kecelakaan dan kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk
mencapai kondisi yang ideal seperti ini, sangat ditentukan oleh berbagai faktor
yang menjadi komponen transportasi ini, yaitu kondisi prasarana (jalan), sistem
jaringan jalan, kondisi sarana (kendaraan) dan sikap mental pemakai fasilitas
transportasi tersebut (Budi D. Sinulingga, 1999). Proses transportasi merupakan
gerakan dari tempat asal, yaitu darimana kegiatan pengangkutan dimulai dan ke
tempat tujuan, yaitu dimana kegiatan pengangkutan diakhiri. Transportasi
bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mencapai tujuan sementara kegiatan
masyarakat sehari-hari, bersangkut paut dengan produksi 8 barang dan jasa untuk
mencukupi kebutuhan yang beraneka ragam. Kegiatan transportasi terwujud
menjadi pergerakan lalu lintas antara dua guna lahan, karena proses pemenuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi ditempat asal (Nasution,1996).
 Kemacetan
Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan
yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan
kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau melebihi 0 km/jam sehingga
menyebabkan terjadinya antrian. Pada saat terjadinya kemacetan, nilai derajat
kejenuhan pada ruas jalan akan ditinjau dimana kemacetan akan terjadi bila nilai
derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997). Jika arus lalu lintas
mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat
apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain.
Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak sangat
lambat (Ofyar Z Tamin, 2000).
Menurut Santoso (1997), kerugian yang diderita akibat dari masalah kemacetan
ini apabila dikuantifikasikan dalam satuan moneter sangatlah besar, yaitu kerugian
karena waktu perjalanan menjadi panjang dan makin lama, biaya operasi
kendaraan menjadi lebih besar dan polusi kendaraan yang dihasilkan makin
bertambah. Pada kondisi macet kendaraan merangkak dengan kecepatan yang
sangat rendah, pemakaian bbm menjadi sangat boros, mesin kendaraan menjadi
lebih cepat aus dan buangan kendaraan yang dihasilkan lebih tinggi kandungan
konsentrasinya. Pada kondisi kemacetan pengendara cenderung menjadi tidak
sabar yang menjurus ke tindakan tidak disiplin yang pada akhirnya memperburuk
kondisi kemacetan lebih lanjut lagi. Menurut Etty Soesilowati (2008), secara
ekonomis, masalah kemacetan lalu lintas akan menciptakan biaya sosial, biaya
operasional yang tinggi, hilangnya waktu, polusi udara, tingginya angka
kecelakaan, bising, dan juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki.
Menurut Tamin (2000:493), masalah lalu lintas atau kemacetan menimbulkan
kerugian yang sangat besar bagi pemakai jalan, terutama dalam hal pemborosan
waktu (tundaan), pemborosan bahan bakar, pemborosan tenaga dan rendahnya
kenyamanan berlalulintas serta meningkatnya polusi baik suara maupun polusi
udara.
f. Sampah, polusi dan lingkungan
Pencemaran lingkungan umumnya terjadi saat lingkungan hidup manusia, baik
yang bersifat fisik, biologis, maupun sosial memiliki unsur yang merugikan
keberadaan manusia. Nah, masalah pencemaran ini biasanya dibedakan dalam
beberapa kelompok, yaitu pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, serta
pencemaran kebudayaan. Perairan bisa tercemar karena ulah manusia dengan tindakan
manusia seperti membuang sampah ke sungai, menangkap ikan dengan menggunakan
pestisida, dan ulah pabrik-pabrik yang membuang limbah industri ke sungai atau laut.
Pencemaran ini mengakibatkan ikan dan makhluk lainnya yang hidup di air mati atau
beracun, sehingga tidak aman dikonsumsi manusia.
Pencemaran udara sendiri disebabkan oleh asap kendaraan bermotor dan asap
pabrik. Tingginya tingkat polusi udara terutama di kota membuat pemerintah
melakukan berbagai untuk mengatasi pencemaran udara. Hal ini bisa dilihat dari
banyaknya taman kota serta program menanam pohon yang sering dilakukan dengan
bekerjasama dengan pihak swasta. Salah satu masalah sosial lain terkait lingkungan
adalah sampah. Masalah sampah ini sangat mengganggu terutama jika tidak dikelola
dengan baik. Bagi masyarakat pedesaan, sampah mungkin belum menjadi masalah
serius. Namun, tidak demikian dengan masyarakat yang tinggal di kota atau di daerah
padat penduduk. Masyarakat kota dan daerah padat penduduk menghasilkan banyak
sekali sampah akibat banyaknya proses produksi dan konsumsi di kota. Pemerintah,
yang diwakili oleh Dinas Kebersihan, bertanggung-jawab dalam mengelola sampah.
Sampah yang menumpuk dapat menjadi sumber berbagai penyakit menular seperti
muntaber, penyakit kulit, dan gangguan pernapasan. Masalah lain yang berkaitan
dengan sampah adalah kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Di banyak
tempat banyak warga yang biasa membuang sampah ke sungai dan saluran air yang
menyebabkan mampet. Akibatnya, sering terjadi banjir jika terjadi hujan lebat. Banjir,
jika terjadi dalam skala besar, sangat mengganggu kehidupan di kota karena aktivitas
jadi terhenti. Banyak orang yang rumahnya terendam banjir juga terpaksa mengungsi
atau kehilangan harta benda.
g. Ekonomi energi
Ekonomi energi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimanaindividu atau kelompok individu dalam masyarakat memilih, memutuskan
memanfaatkanatau mengalokasikan sumber daya yang langka secara efisien dan
efektif sesuai dengan berbagai alternatif pemakaian dalam produksi komoditas dan
distribusi untuk konsumsi masasekarang dan atau masa akan datang. Energi berperan
penting dalam pembangunan suatu negara. Pembangunan akanterlaksana dengan baik
sesuai rencana bila pembangunan di bidang energi berjalan seiringdan mendukung
pembangunan nasional. Energi menjadi peran sangat penting dalam kehidupan
manusia sejak zaman dahulu, penggunaan hewan ntuk membajak sawah, pemakaian
tenaga budak untuk mengangkut air ke permukaan atau mengayuh kapal, kayu bakar
untuk kebutuhan rumah tangga serta tenagaangin untuk kapal berlayar membuktikan
betapa pentingnya energi dalam menunjangkehidupan manusia. Kayu bakar batubara
dan minyak bumi adalah jenis-jenis energi yangsangat populer.
Sumber daya alam dapat dibagi menjadi umber daya yang dapat diperbarui
(renewable resource) dan sumber daya yang tidak dapat diperbarui (non-renewable
resource atau depletable resource). Sumber daya alam yang dapat diperbarui
merupakan sumber daya yang dapat terus menerus tersedia sebagai input produksi
dengan batas waktu tak terhingga. Air, hutan, panas matahari dan sebagainya.
Sedangkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah sumber daya yang
persediaanya sebagai input produksi sangat terbatas dalam jangka waktu tertentu.
Yang termasuk di sini adalah minyak bumi, gas bumi, batubara dan sebagainya.
Keterkaitan antara energi dengan perekonomian suatu negara secara umum dapat
dilihat dalam beberapa komponen ekonomi makro seperti penerimaan pemerintah,
penerimaan ekspor, dan neraca pembayaran. Yang menjadi masalah disini adalah
seberapa besar peranan energi dalam ekonomi makro suatu negara. Signifikan
tidaknya menjadi penting karena hal ini mempengaruhi tingkat output nasional (PDB)
suatu negara. Jadi, jelas terlihat pembahasan energi dan ekonomi makro berkaitan
langsung dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara bersangkutan.
Krisis energi dunia pada tahun 1970-an setidaknya menunjukan adanya
keterkaitan antara ekonomi energi dengan ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi.
Amerika serikat ketika itu mengalami berbagai peristiwa yang ternyata signifikan
dengan krisis energi dunia. Pada dasawarsa 1970-an merupakan masa dimana terjadi
penurunan pendapatan per kapita riil Amerika Serikat yang pertama sejak dasawarsa
1930-an. Tingkat pengangguran pun terlihat sangat tinggi. Fenomena tersebut tidak
hanya terjadi di amerika serikat, tetapi menyebar di hampir semua negeri industri maju
dan berkembang.
h. Sosiologi perkotaan dan ekonomi kelembagaan
 Sosiologi perkotaan merupakan bagian dari studi sosiologi tentang kehidupan
sosial dan interaksi manusia di wilayah metropolitan. Sosiologi perkotaan
mempelajari masyarakat perkotaan dan segala pola interaksi yang dilakukannya
sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Materi yang dipelajari antara lain
mata pencaharian hidup, pola hubungan dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya, dan pola pikir dalam menyikapi suatu permasalahan. Studi ini adalah
disiplin sosiologi norma yang mempelajari struktur, proses, perubahan dan
masalah di sebuah wilayah urban dan memberi masukan untuk perencanaan dan
pembuatan kebijakan. Seperti bidang sosiologi yang lainnya, sosiologi perkotaan
juga menggunakan analisis statistik, pengamatan, teori sosial, wawancara, dan
metode lain untuk mempelajari berbagai topik, seperti migrasi dan demografi,
ekonomi, kemiskinan, hubungan ras, dan lainnya
 Ekonomi Kelembagaan, atau yang dalam bahasa Inggris disebut Institutional
Economics atau Institutionalism (Institusionalisme) merupakan sebuah
paham/pemahaman ekonomi yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 1920
dan 1930’an. Pemahaman ini memandang Ekonomi Kelembagaan sebagai
perluasan sekaligus upaya perlawanan dari dan terhadap ilmu ekonomi neo-
klasik. Mazhab Ekonomi Kelembagaan juga mempercayai bahwa
institusi/organisasi ekonomi menjadi salah satu bagian dari proses perluasan
dari pengembangan kebudayaan. Dalam pemahaman Ekonomi Kelembagaan,
pasar digambarkan sebagai tempat dimana terjadinya interaksi kompleks yang
melibatkan berbagai institusi atau lembaga (baik formal maupun non-formal)
seperti individu, perusahaan/swasta, pemerintah pusat, norma sosial, adat-
istiadat, dan lain-lain), jadi transaksi yang terjadi dalam pasar bukan hanya
dilihat sebagai kegiatan tukar menukar barang dan jasa dengan uang yang
dilakukan oleh penjual dan pembeli, namun ada hal lain yang lebih kompleks,
bahkan dalam diri si ‘penjual’ maupun ‘pembeli sendiri. Ilmu Ekonomi
Kelembagaan sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, hingga
muncul istilah ‘Ekonomi Kelembagaan Lama’ dan ‘Ekonomi Kelembagaan
Baru’. Ekonomi Kelembagaan Lama lahir dari pemikiran seseorang yang
bernama Thorstein Veblen. Beliau merupakan Ekonom sekaligus sosiolog
yang tidak setuju dengan teori ekonomi klasik/neoklasik yang cenderung
statis. Beliau berpikir bahwa manusia sebagai pembuat keputusan dalam
ekonomi, juga motif ekonomi yang melatarbelakangi setiap kegiatan adalah
tidak sepenuhnya benar;sebagai sosiolog ia justru berpikir bahwa manusia-lah
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti adat-istiadat dan lembaga-
lembaga tertentu.
Adapun mazhab Ekonomi Kelembagaan Baru yang dipelopori oleh
Oliver Williamson. Pemahaman ini sebenarnya berakar dari dua artikel yang
ditulis oleh Ronal Coase yang berjudul ‘The Nature of Firms’ (1937) dan ‘The
Problem of Social Cost’(1960). Dalam ilmu Ekonomi Kelembagaan Baru,
sudut pandang ekonomi diarahkan menjadi terfokus pada norma dan hukum
sosial dan legal (yang merupakan institusi) yang mendasari aktivitas ekonomi
dan dengan analisa yang telah jauh-jauh dilakukan sebelumnya tentang
Ekonomi Kelembagaan dan Ekonomi Neoklasik, dapat kita lihat bahwa
Ekonomi Kelembagaan sebenarnya mencoba untuk memperluas langkahnya
dalam menambahkan aspek-aspek yang sekiranya belum dijelaskan dalam
ekonomi neoklasik.
Mazhab Ekonomi Kelembagaan Baru menjelaskan kelemahan yang ada
dalam pemahaman ekonomi neoklasik, seperti: 1.) pasar dapat berjalan
dengan sempurna tanpa biaya karena informasi telah tersebar secara luas dan
merata, sehingga pembeli tahu benar barang atau jasa apa yang akan dibelinya;
2.) Persaingan berjalan dengan sempurna sehingga produsen barang/jasa
dapat menekan harga barang/jasa yang diperjual-belikan sehingga dapat
menjadi murah; 3.) Transaksi tanpa adanya biaya; 4.) Penegakan hak
kepemilikan properti tidak memerlukan biaya, dan; 5.) Mekanisme pasar
mampu menyelesaikan masalah-masalah seperti kasus eksternalitas,
commons pool resources dan barang publik.
Tidak hanya mengkritisi kelemahan mazhab ekonomi neoklasik, para
ekonom pendukung/pengikut mazhab ekonomi kelembagaan baru juga
memberikan prespektif baru yang berhubungan dengan masalah-masalah di
atas, seperti: 1.) Pasar membutuhkan biaya agar dapat berjalan, karena pada
dasarnya informasi sifatnya asimetris; 2.) Persaingan tidak dapat berjalan
sempurna karena bergantung pada ketersediaan informasi dan penguasaan
sumber daya; 3.) Tidak ada transaksi yang tidak memerlukan biaya (bersifat
costless/zero cost); 4.) Penegakan hak kepemilikan properti membutuhkan
biaya, dan; 5.) Mekanisme pasar tidak mampu menyelesaikan kasus
eksternalitas, commons pool resources, dan barang publik.
i. Teknologi dan pengembangan sosial budaya
Perkembangan tidak dapat dihindari dalam kehidupan. Setiap inovasi diciptakan
untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Teknologi juga
memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktivitas
manusia. Manusia juga sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa inovasi-inovasi
teknologi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.
Terobosan teknologi di bidang mikro elektronika, bio teknologi, telekomunikasi,
komputer, internet dan robotik telah mengubah secara mendasar cara-cara manusia
mengembangkan dan mentransformasikan teknologi ke dalam sektor produksi yang
menghasilkan barang dan jasa dengan teknologi tinggi. Perkembangan dunia teknologi
yang demikian cepat dewasa ini memang telah membawa perubahan yang luar biasa
bagi budaya manusia terutama budaya Indonesia. Jenis-jenis pekerjaan yang
sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa
digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis.
Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru kapasitas komputer,
seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai
bidang ilmu serta jarak yang jauh menjadi dekat dalam segala aktivitas manusia.
Kemajuan teknologi saat ini benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan
banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.
Perkembangan teknologi yang cepat juga akan seiring dengan kemajuan budaya
dan peradaban manusia. Begitupun sebaliknya semakin maju kebudayaan maka
semakin berkembang teknologi, karena teknologi merupakan perkembangan dari
kebudayaan yang maju. Teknologi yang berkembang dengan pesat, meliputi berbagai
bidang kehidupan manusia. Teknologi merupakan hasil olah pikir manusia yang pada
akhirnya digunakan manusia untuk mewujudkan berbagai tujuan hidupnya dan
teknologi menjadi sebuah instrumen untuk mencapai tujuan. Manusia menggunakan
konsep teknologi baru untuk menunjuk pada timbulnya suatu teknologi yang
membawa dampak penting pada kehidupan sosial.
Bagi orang- orang dahulu, teknologi baru dimulai dengan kehadiran pencetakan,
sedangkan pada masa sekarang, teknologi menunjuk pada komputer, satelit, pesawat
atau teknologi komunikasi yang lain. Suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus
adalah bahwa setiap perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan,
efisiensi, serta peningkatan produktifitas. Walaupun pada sisi lain, teknologi juga
dimaknai sebagai alat yang memperlebar perbedaan kelas dalam masyarakat.
Budaya yang memiliki beberapa unsur, seperti sistem bahasa, sistem peralatan
hidup dan teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian, sistem kemasyarakatan
dan organisasi sosial, sistem ilmi pengetahuan, sistem kesenian, dan sistem
kepercayaan. Dengan teknologi tentunya bisa menyebabkan terjadi proses perubahan
sosial dan kebudayaan seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru,
pertentangan masyarakat, pemberontakan dan reformasi dalam proses moderenisasi
teknologi. Modernisasi mencakup proses sosial budaya yang ruang lingkupnya sangat
luas sehingga batas-batasnya tidak bisa ditetapkan secara mutlak.
Fenomena ini memang sudah banyak dikaji, namun demikian tetap menarik
untuk terus menjadi kajian tersendiri dalam kaitannya dengan perubahan budaya
dalam masyarakat seiring berkembangnya teknologi, khususnya teknologi informasi
dan komunikasi. Karena dengan menggunakan media ini banyak hal yang dapat kita
lakukan dan lebih banyak sumber ilmu pengetahuan yang dapat kita akses. Selanjutnya
memunculkan permasalahan bagaimana dampak dan pengaruh teknologi terhadap
pergeseran nilai-nilai budaya dalam batasan dalam lingkupan teknologi informasi dan
komunikasi.
Beberapa dampak nyata dari keberadaan serta perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi antara lain:
1. Menciptakan kolonialisme. Kesenjangan akan selalu ada di muka bumi dan
begitupun kesenjangan arus informasi yang ada. Munculnya teknologi
komunikasi menyebabkan arus informasi dari negara maju ke negara berkembang
adalah tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini menyebabkan masyarakat negara
tertentu lebih banyak mengonsumsi informasi dari negara yang maju. Sehingga
memungkinkan munculnya kolonialisasi. Bukan taktik imperialisme dalam
penaklukan negara lain melalui akuisisi tanah dan wilayah, melainkan berupa
penjajahan melalui arus informasi dan komunikasi.
2. Menciptakan ketergantungan. Dengan segala kemudahan yang diberikan oleh
teknologi informasi dan komunikasi, maka masyarakat seolah dimanjakan oleh
ketersediaan segala kebutuhanya. Sebagian besar masyarakat pengguna teknologi
informasi dan komunikasi saat ini kian enggan untuk menggunakan alat-alat
manual dan mulai meninggalkan pola-pola komunikasi interpersonal untuk alasan
efektivitas dan efisiensi. Masyarakat semakin sulit melepaskan diri dari serba
kecanggihan teknologi dan hal ini akan terus berlangsung dalam waktu lama dan
kian membawa masyarakat ketergantungan pada pemanfaatan teknologi. Sesuatu
yang berlangsung lama inilah yang menyebabkan perubahan kebudayaan pada
suatu masyarakat. Misalnya adalah penggunaan jejaring sosial ataupun situs
pertemanan melalui media internet yang sering dijadikan tolak ukur eksistensi
seseorang.
3. Perubahan sistem nilai dan norma. Perubahan tidak dapat luput dari dua sifatnya,
konstruktif dan destruktif. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi serta pemanfaatannya, perubahan sistem dan norma pun tidak
dapat dihindari. Perubahan konstruktif terjadi ketika pemanfaatan teknologi
digunakan untuk hal baik, bersifat profesional dan berintegritas.
j. Eksternalitas perkotaan
Eksternalitas adalah biaya atau manfaat yang didapatkan oleh pihak ketiga yang
tidak dapat memilih untuk mendapatkan atau tidak dampak tersebut. Contoh nyata dari
eksternalitas adalah pada perusahaan listrik yang membangun pembangkit listriknya
dekat dengan pemukiman penduduk. Biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan
tersebut hanya meliputi biaya operasional dan pembelian bahan bakar pembangkit.
Namun, penduduk yang tinggal di sekitar pembangkit mengalami penyakit pernafasan
karena polusi yang disebabkan oleh pembangkit tersebut. Perusahaan listrik tidak
peduli dan tidak mengurusi mereka karena mereka bukan bagian dari perusahaan
tersebut, walaupun mereka terkena dampak dari aktivitas perusahaan. Fenomena ini
disebut dengan eksternalitas.
Eksternalitas merupakan dampak yang tidak dapat dipilih atau ditolak oleh pihak
ketiga karena kejadiannya diluar kontrol pihak tersebut, oleh karena itu, banyak
anggapan bahwa eksternalitas bersifat merugikan. Merugikan disini bukan hanya
merugikan pihak ketiga yang dipengaruhi oleh eksternalitas, namun ternyata juga
dapat merugikan perusahaan yang menyebabkan eksternalitas tersebut.
Eksternalitas negatif sudah jelas-jelas merugikan pihak ketiga, contohnya adalah
perokok yang menyebabkan orang-orang disekitarnya terpapar asap rokok dan pabrik
pembangkit yang mencemari udara sekitar.
Eksternalitas negatif menguntungkan pihak pelaku karena mereka tidak harus
membayar atau memperhitungkan dampak aktivitas mereka yang berdampak kepada
wilayah sekitar. Meskipun begitu, sekarang sudah mulai ada kebijakan seperti carbon
tax dan kebijakan lainnya yang mencoba menginternalisasi dampak eksternalitas.
Eksternalitas positif juga secara tidak langsung merugikan, namun yang
dirugikan adalah pihak pelaku. Karena pelaku tersebut menyebabkan manfaaat yang
berguna bagi semua pihak, seharusnya ada balas jasa atau insentif yang diberikan oleh
pihak lain agar lebih banyak produk yang dihasilkan. Ketika pelaku usaha yang
menyebabkan eksternalitas positif tidak diberikan insentif, maka akan terjadi
inefisiensi produksi. Inefisiensi ini terjadi ketika barang yang diproduksi tidak
memenuhi jumlah optimal bagi kemaslahatan masyarakat. Contoh utama bagi
eksternalitas positif adalah sektor keamanan, sektor kesehatan publik, dan sektor
pendidikan. Semua sektor ekonomi tersebut menyumbang manfaat yang sangat besar
bagi masyarakat sehingga seharusnya diberikan insentif. Masalah utama yang
disebabkan oleh eksternalitas positif adalah free rider problem dimana orang-orang
yang tidak berkontribusi terhadap penyediaan jasa ikut memanfaatkan jasa tersebut.
Contoh paling mudah adalah orang-orang yang menolak membayar pajak ikut
menikmati pembangunan jalan dan jaringan lampu jalanan, atau ketika orang-orang
yang tidak mau melakukan vaksinasi tetap aman dari penyakit karena adanya herd
immunity yang melindunginya.

k. Analisis kuantitatif: eksternalitas dan ekonomi lingkungan


Untuk melakukan perhitungan kuantitatif fungsi hutan mangrove sebagai
penahan abrasi digunakan metode proyek bayangan. Ketika suatu proyek memiliki
dampak negatif, maka perlu dipikirkan adanya proyek-proyek bayang-an beserta
pembiayaannya yang dapat memberi-kan jasa pengganti guna mengimbangi hilangnya
kekayaan lingkungan sebagai akibat proyek yang berjalan. Metode evaluasi ini
digunakan untuk menduga nilai ekonomi dari suatu proyek atau pola pemanfaatan
sumberdaya pesisir. Katakan-lah jika tidak ada ekosistem mangrove, maka berapa
besar biaya yang harus dikeluarkan untuk tanggul penahan gelombang (Harahab,
2010).Acuan yang dipakai untuk menghitung sebe-rapa besar biaya yang harus
dikeluarkan untuk membuat tanggul guna mencegah abrasi meng-ikuti perhitungan
Harahab (2010), adalah dari proyek Pemerintah Kota Pekalongan dalam membuat
tanggul sebagai pencegah abrasi yang dikerjakan oleh PT. Saputra Adi Ajinugraha
yang menghabiskan biaya Rp 900.000.000 dengan panjang 381 m dan tinggi 125 cm
untuk daya tahan berjangka waktu 10 tahun, yang kemudian nilai ini dikonversikan
untuk panjang garis pantai di Delta Mahakam yang terkena dampak abrasi.
l. Analisis kualitatif: sosiologi pembangunan perkotaan.
Penentuan informan penelitian menggunakan teknik purposive sampling.Pada
teknik penentuan informan ini, peneliti menentukan sampel berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan atau klasifikasi tertentuyang dimiliki oleh sampel.Oleh
karena itu, sebelum pengumpulan data dilakukan,peneliti telah menentukan
kriteriainformanpenelitian yang sekiranya dianggap mengetahui pokok
permasalahan yang terjadi, dengan itudiharapkan dapat mewakili keseluruhan
populasi sebagai upaya untuk memeprtahankan keobjektifan data. Kriteria pertama,
adalahinforman merupakan warga Dusun 3,RW.14 dan RW.15,Desa
Kertajaya,Kecamatan Padalarang,Kabupaten Bandung Barat yang tinggal di daerah
tersebut sebelum dan pasca pembangunan perumahan Kota Baru Parahyangan.
Kriteria kedua, adalahinforman merupakan orang yang memiliki kedudukan atau
pengaruh terhadap Desa Kertajaya, baik Kepala Dusun, Ketua Rukun Warga
(RW), Ketua Rukun Tetangga (RT), Tokoh Masyarakat, dan pihak-pihak yang
perpengaruh lainnya. Berdsarkan kriteria tersebut, maka bakal calon informan
penelitian harus memiliki salah satu dari kedua karakteristik tersebut.Pengumpulan
data dalam penelitian ini berupa teknik wawancara terstruktur, observasi non
partisipan dan studi dokumen. Sedangkan, pengolahan dan analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model Miles & Huberman. Analisis data tersebut terdiri
dari tiga alur atau siklus kegiatan yang dilakukan secara bersamaan diantaranya
adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Uji keabsahan data
yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah triangulasi sumber,
triangulasi teknik dan bahan referensi.
7. Jelaskan tentang kebijakan pemerintah kota, perencanaan pembangunan, dan
keuangan publik (fiskal kota) !
a. Kelembagaan pemerintahan daerah
Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah
untuk menyusun organisasi perangkat daerahnya. Dasar utama penyusunan perangkat
daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun
tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam
organisasi tersendiri. Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah
yang bersifat kongruen berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka
dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan
tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Pembentukan kelembagaan
daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2003 pasal 120 yang
mengungkapkan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan
kelurahan.
Dengan membentuk kelembagaan, maka pemerintah daerah dapat
menyelenggarakan pemerintahan secara efisien untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat. Pembentukan kelembagaan pemerintah daerah dilakukan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Dalam kebijakan tersebut tergambar bahwa perangkat
daerah terbagi atas lima unsur yaitu :
a. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi
dalam Sekretariat.
b. Unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat.
c. Unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan.
d. Unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan edaerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah.
e. Unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.
Dinamika tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan menuntut pemerintah
daerah untuk melakukan pemerintahan daerah kelembagaan sehingga bentuk
kelembagaan daerah yang dibuat akan lebih efisien. Karakter ini ditunjukkan dengan
struktur kelembagaan yang ramping. Kelembagaan yang besar, akan memungkinkan
terjadinya overlap implementasi tugas pokok dan fungsi antar organisasi yang ada.
Banyaknya keragaman organisasi kelembagaan yang dibangun oleh pemerintah
daerah menciptakan potensi terjadinya duplikasi pelaksanaan tugas. Kondisi ini selain
menciptakan sulitnya koordinasi pada tatanan implementasi kebijakan publik juga
berakibat pada pemborosan penggunaan sumber daya. Banyaknya keragaman
organisasi yang dibangun juga menciptakan semakin banyak kemungkinan
terciptanya garis konflik diantara organisasi kelembagaan itu sendiri. Organisasi
pemerintah yang ramping akan menghasilkan kualitas pelayanan masyarakat yang
lebih berkualitas serta memudahkan bagi penerima layanan. Kondisi ini menjadikan
kelembagaan yang tidak berbelit-belit serta prosedur pelayanan yang mudah dipahami
oleh masyarakat serta memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam
pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh
kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung oleh kapasitas organisasi
pemerintahan yang memadai, maka penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik
(Good Goverment) akan terwujud, sebaliknya kelemahan kepemimpinan merupakan
salah satu sebab keruntuhan kinerja kelembagaan di Indonesia.(Istianto, 2009: 2)
b. Keuangan publik dan kebijakan fiskal kota
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara
didefinisikan sebagai; semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut (Pasal 1 butir 1). Pengertian tersebut secara historis konseptual
sebenarnya mengikuti rumusan pengertian keuangan negara yang pernah
dihasilkan dalam seminar Indonesische Comptabiliteit Wet (ICW) tanggal 30
Agustus – 5 September 1970 di Jakarta yang sebelumnya dalam teori hukum
keuangan negara pernah pula dikemukakan oleh van der Kemp. Mengacu pada
penjelasan dalam Undang-undang ini tentang pengertian dan ruang lingkup
keuangan negara yang menyatakan:
“Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari
sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan
Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa
uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud
dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas
yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
daerah, Perusahaan Negara/Daerah, san badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkain
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas
mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan
dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara
yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal,
sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara
yang dipisahkan.”
 Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pihak
pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah
yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah atau
memperbarui penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Salah satu hal yang
ditonjolkan dari kebijakan fiskal ini adalah pengendalian pengeluaran dan
penerimaan pemerintah atau negara. Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan
fiskal adalah untuk menentukan arah, tujuan, sasaran, dan prioritas
pembangunan nasional serta pertumbuhan perekonomian bangsa. Adapun
tujuan-tujuan dikeluarkannya kebijakan fiskal secara rinci adalah sebagai
berikut.
a. Mencapai kestabilan perekonomian nasional.
b. Memacu pertumbuhan ekonomi.
c. Mendorong laju investasi.
d. Membuka kesempatan kerja yang luas.
e. Mewujudkan keadilan sosial.
f. Sebagai wujud pemerataan dan pendistribusian pendapatan.
g. Mengurangi pengangguran.
h. Menjaga stabilitas harga barang dan jasa agar terhindar dari inflasi.
c. Perencanaan desain pembangunan kota
Persyaratan perancangan kota (urban design) dapat diterapkan pada berbagai
proyek, penetapan daerah-daerah yang dikenai kewajiban membuat laporan dampak
lingkungan, perubahan mintakat, atau penetapan daerah-daerah sebagai satuan
pembangunan terencana. Kata perancangan digunakan dengan berbagai cara dan
berbagai makna dinebagai bidang. Pada skala kwasan, perancangan kota
meliputisituasi dan perkembangan lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan
gedung, suatu taman, jalur pejalan kaki, atau elemen fisik lingkungan lain yang saling
berhubungan dengan penghuninya. Sementara pada skala kota, perancangan kota
berkaita dengan elemen visual utama yang meliputi: pemusatan, tengaran, kawasan,
jejalur, dan juga tepian. pada dasarnya Urban Design berkaitan erat dengan kebijakan
dalam perancangan fisik kota, yang melibatkan sekelompok orang dalam suatu kurun
waktu tertentu, disamping juga berkaitan erat dengan rnanajemen pembangunan fisik
kota, baik dalam lingkungan alarni, maupun linakungan binaan.
Pengertian perancangan kota(Urban Design) menurut para pakar adalah sebagai
berikut:
 Robert M. Beckley, (1979) Urban Design adalah suatu jembatan antara profesi
perencanaan kota dan arsitektur. Perhatian utama Urban Design adalah pada
bentuk fisik kota.
 Melville Branch (1995) Di dalam perencanaan kota komprehensif, perancangan
kota memiliki suatu makna yang khusus, yang membedakannya dari berbagai
aspek proses perencanaan kota. Perancangan kota berkaitan dengan tanggapan
inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota: penampilan visual, kualitas
estetika, dan karakter spasial”
 Harry Anthony (dalam buku Antoniades, 1986) memberi pengertian bahwa
perancangan kota merupakan pengaturan unsur-unsur fisik lingkungan kota
sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi baik, ekonomis untuk dibangun, dan
memberi kenyamanan untuk dilihat dan untuk hidup di dalamnya.
 Catanese dan Snyder, pada hakekatnya Urban Design adalah suatu jembatan
antara profesi perencanaan kota dan arsitektur, yang perhatian utamanya adalah
pada bentuk fisik wilayah perkotaan. Dalam hai in; Catanese dan Snyder
menjelaskan posisi urban design dalam proses perencanaan dan perancangan
dalam skala makro
 Pierre Merlin dan Francoise Choay (1988: 677 & 851) perancangan kota adalah
proses dari konsep dan realisasi arsitektur yang memungkinkan penguasaan
pengaturan formal dari perkembangan kota, yang menyatukan perubahan dan
kemapanan.
 Andy Siswanto, perancangan kota merupakan sebuah disiplin perancangan yang
merupakan pertemuan dari arsitektur, perencanaan dan pembangunan kota.
Dari beberapa defenisi perancangan kota menurut para ahli diatas, kita bisa
mengambil beberapa kata kunci yaitu sebagai berikut:
a. Jembatan antara profesi perencanaan kota dan arsitektur
b. Tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota.
c. Pengeturan unsur-unsur fisik kota sedemikian rupa sehingga dapat berfunsi baik
d. Proses dari konsep dan realisasi arsitektur
e. Suatu kedisiplinan perancangan yang merupakan pertemuan dari arsitektur,
perencanaan dan pembangunan kota.
Namun, terkadang definisi Urban Design banyak disalahartikan, dimana arsitek
sendiri sering terkonsentrasi pada perancangan bangunan sebagai sosok tunggal yang
terisolasi dari kawasan, tidak merespon dan, terintegrasi dengan tipologi morfologi
arsitektur, serta struktur fisik kawasan.
d. Kebijakan publik dan support systems
 Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-
kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan
agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (Leo
Agustino, 2008:7). Kebijakan publik dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kebijakan Publik Makro
Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan
sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: (a). Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945; (b). Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;©. Peraturan Pemerintah;(d). Peraturan
Presiden;(e) Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasian, kebijakan publik
makro dapat langsung diimplementasikan.
b. Kebijakan Publik Meso
Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih
dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan
Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan
Wali kota, Keputusan Bersama atau SKB antar- Menteri, Gubernur dan Bupati
atau Wali kota.
c. Kebijakan Publik Mikro
Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi
dari kebijakan publik yang di atasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan
yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada di bawah
Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali kota.
d. Tahapan Kebijakan Publik
Tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan Kebijakan Publik yaitu penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi/ legitimasi kebijakan, implementasi
kebijakan, evaluasi kebijakan. Tahap-tahap ini dilakukan agar kebijakan yang
dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan (Budi Winarno, 2007: 32–34):
e. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam
realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai
apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik
dipertarungkan. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah
kebijakan (policy problem). Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan
berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.
f. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada.
g. Adopsi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.
h. Implementasi Kebijakan
Dalam tahap implementasi kebijakan akan menemukan dampak dan kinerja dari
kebijakan tersebut. Disini akan ditemukan apakah kebijakan yang dibuat
mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak.
i. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi
atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.
Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya,
evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan
dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan
bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program
yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun
tahap dampak kebijakan.
 Dalam usaha memecahkan suatu masalah, pemecah masalah mungkin membuat
banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti
dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak
negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan. Kondisi ini menjadi tidak mudah
dengan semakin rumitnya aktivitas dan keterbatasan sumber daya yang tersedia.
Apalagi informasi yang dibutuhkan tidak berasal langsung dari sumbernya.
Untuk itu manajemen sebagai pengguna informasi membutuhkan suatu sistem
pendukung (support systems) yang mampu meningkatkan pengambilan
keputusannya, terutama untuk kondisi yang tidak terstruktur atau pun sistem
pendukung untuk tingkatan tertentu saja. Ada dua alasan penting mengapa
manajemen membutuhkan sistem pendukung yang mampu untuk meningkatkan
pengambilan keputusannya yaitu :
a. Keputusan untuk membangun sistem informasi yang dapat memenuhi
kebutuhan manajemen tingkat atas. Dengan hanya mengandalkan sistem
informasi manajemen tanpa bantuan sistem pendukungnya, sulit bagi
manajemen terutama di tingkat atas untuk mengambil keputusan yang
strategis. Hal ini disebabkan karena umumnya pengambilan keputusan
yang strategis tersebut lebih bersifat kebijakan dengan dampak luas
dan/atau pada situasi yang tidak terstruktur. Sebagai contoh mengenai
kelangkaan BBM dibeberapa wilayah di Indonesia telah mendorong
upaya beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan
penimbunan. Untuk itu manajemen di Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) sebagai lembaga pengatur yang
bertanggungjawab untuk memerintahkan Pertamina yang mengelola
BBM harus dengan cepat mengambil keputusan yang strategis atas
gejala penimbunan sehingga dapat mengatur strategi distribusi dan
pemasaran dalam upaya mengatasi kelangkaan dan penimbunan.
b. Kebutuhan untuk menciptakan pelaporan dan proses pengambilan
keputusan yang memiliki arti (makna). Manajemen di sini di dorong
untuk bagaimana mengembangkan pelaporan yang lebih baik lagi untuk
pengukuran kinerja aktivitas yang dilaksanakannya dan
menginformasikan berbagai tipe pengambilan keputusan yang baru.
Dengan bantuan sistem pendukung yang disiapkan, maka hal ini akan
lebih memungkinkan manajemen untuk mendapatkan pelaporan dan
proses pengambilan keputusan yang lebih baik lagi.
Pengambilan keputusan memegang peranan yang sangat penting dalam
manajemen. Kesalahan dalam mengambil keputusan dapat merugikan organisasi.
Cara pengambilan keputusan akan mempengaruhi perancangan sistem informasi
berdasarkan komputer yang dimaksudkan untuk mendukung proses pengambilan
keputusan. Pengumpulan data untuk mendapatkan informasi secara efisien dan
tepat dapa dilakukan dengan menggunakan berbagai aplikasi komputer dalam
pengambilan kepuusan. Sistem Informasi Manajemen yang sangat kompleks,
yang membutuhkan ketelitian dalam pengambilan keputusan yang harus diambil
oleh setiap lini manajemen. Baik itu level lini bawah yang melakukan
pengambilan keputusan secara terstruktur/terprogram, level lini menengah yang
mengambil keputusan secara semi terstruktur/semi terprogram, maupun lini level
top manajemen yang mengambil keputusan secara tidak tersruktur/tidak
terprogram. Oleh sebab itu, organisasi harus dapat memastikan bahwa organisasi
telah memilih data, informasi dan karyawan yang tepat untuk mengontrol sistem
informasi. Perusahaan ataupun organisasi menunjuk beberapa
orang/karyawanyang mampu mencermati informasi. Karyawan tersebut harus
profesional. Orang yang dapat menjamin kegiatan manajemen dalam SIM yang
berkaitan dengan pengambilan keputusan dapat berjalan dengan baik.
e. Analisis kuantitatif : model ekonomi publik dan kebijakan fiscal
Penelitian ini bertujuan menganalisa keberlanjutan fiscal di Indonesia yang dilakukan
selama periode 1998 sampai dengan 2017. Pengujian yang dilakukan selama 20 tahun.
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa variable eksogen yang dianggap oleh
beberapa penelitian terdahulu mampu menggambarkan kondisi makro ekonomi
Indonesia didalam penyusunan APBN, antara lain Pertumbuhan Ekonomi
(EGROWTH), Inflasi (INFLASI), Pertumbuhan Nilai Tukar (EXCHANGE), Harga
Minyak Dunia (OIL) dan Tingkat Kemiskinan (POOR). Sedangkan variable Rasio
Hutang terhadap PDB dijadikan sebagai variable endogen. Persamaan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
𝑅𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 = ∝0 + 𝛽1 𝐸𝑔𝑟𝑜𝑤𝑡ℎ𝑡 + 𝛽2 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖𝑡 + 𝛽3 𝐸𝑥𝑐ℎ𝑎𝑚𝑔𝑒𝑡 + 𝛽4 𝑂𝑖𝑙𝑡 + 𝛽5 𝑃𝑜𝑜𝑟𝑡
+ ⋯ 𝑒𝑡
Alat analisisVector Autoregression (VAR) merupakan suatu pemodelan yang
digunakan jika pada saat uji kointegrasi menunjukkan hasil variable error persamaan
tidak berkointegrasi. Alat analisis VAR akan menunjukkan besarnya pengaruh setiap
variable terhadap variable lainnya pada nilai di masa yang lalu. Estimasi dalam kajian
VAR ini menggunakan program Eviews 9.0, untuk masing-masing variabel yang ada,
yaitu: Rasio Utang Pemerintah Terhadap PDB, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Nilai
Tukar, Harga Minyak dan Tingkat Kemiskinan. Selanjutnya, dalam implementasinya
analisis dalam model VAR akan ditekankan pada Forecasting (peramalan), Impulse
Response Function (IRF), dan Forecast Error Decomposition Variance (FEDV)
Menurut Juanda dan Junaidi (2012), model VAR dapat digunakan untuk melihat
dampak perubahan satu variable terhadap variable lainnya secara dinamis.
f. Analisis kualitatif : sosiologi kebijakan, dan pembangunan partisipatif
Penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman
(2007, h. 19-20), yaitu, pertama, reduksi data, yang merupakan proses pemilihan, pemusatan,
penyederhanaan, dan klasifikasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan, yang
berlangsung secara terus-menerus selama penelitian. Kedua, penyajian data, adalah kumpulan
informasi yang tersusun, dilakukan penarikan kesimpulan, dan pengambilan tindakan, kemudian
didukung analisis SWOT untuk melakukan proses identifikasi masalah, potensi, dampak, dan
hasil, meliputi (1) Faktor internal yang terdiri dari Strength (kekuatan) dan Weakness (kelemahan),
(2) Faktor eksternal terdiri dari Opportunity (peluang) dan Threat (ancaman) (Adisasminta, 2006,
h. 89-90). Ketiga, penarikan kesimpulan atau verifikasi, yaitu setelah data dikumpulkan,
selanjutnya dianalisis secara kualitatif mulai dari mencari, mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi yang utuh, lalu kesimpulan diverifikasi selama penelitian.

Anda mungkin juga menyukai