Anda di halaman 1dari 28

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA


PROVINSI JAWA BARAT
Jalan Jenderal Sudirman No. 644 Bandung 40183
Telepon (022) 6032008; Faksimili (022) 6037850
Website: www.jabar.kemenag.go.id

MATERI PERSIAPAN USBN SMP

 Arti Mengampuni

Mengampuni artinya memaafkan seseorang dengan tulus hati, membebaskan seseorang dari beban
rasa bersalah serta tidak mengungkit-ungkit lagi kesalahannya. Akan tetapi pengampunan itu tidak
dengan sendirinya menghilangkan kewaspadaan diri, sehingga tidak menjadi korban untuk hal yang
sama lagi.

Sebagaimana yang dilakukan oleh Yusuf terhadap saudara-saudaranya. Setelah menjadi raja di Mesir
Yusuf tidak balas dendam, ia mengampuni mereka, menolong mereka dari kesulitan. Inisiatif untuk
memaafkan datang dari dalam diri Yusuf. Ia ingin memperbaiki hubungan dengan saudara-
saudaranya. Dengan demikian, merekatkan kembali serta merekonsiliasi atau mendamaikan kembali
hubungan yang pada mulanya sudah rusak karena mereka melakukan perbuatan yang jahat padanya.
Pengampunan Yusuf menyebabkan saudara-saudaranya terbebas dari hutang atas kejahatan mereka

Pengampunan yang tulus dan lahir dari kebaikan hati adalah pengampunan yang bersifat
“memperbaiki” dan “merekatkan” kembali hubungan-hubungan yang pernah rusak.

 Ayat-ayat Alkitab tentang pengampunan


1. Matius 6:14-15
Yesus menekankan di sini bahwa para pengikut-Nya harus bersedia untuk mengampuni
kesalahan orang lain. Manusia telah menikmati pengampunan dari Allah dengan Cuma-cuma karena
itu, manusia wajib mengampuni sesama.
Yesus mengatakan hal ini sebagai bagian dari tanggapan-Nya atas pertanyaan Petrus, berapa
kali kita harus mengampuni? Yesus menjawab tujuh puluh kali tujuh kali itu hanyalah simbol bahwa
pengampunan itu tak terbatas, semakin banyak pengasihan yang kita berikan bagi orang lain, semakin
diberkati hidup kita.
2. Kejadian 45:1-14
Bagian Alkitab ini bercerita tentang pertemuan antarsaudara yang amat mengharukan. Yusuf
memperkenalkan diri pada saudara-saudaranya. Ia memaafkan mereka dan menerima mereka. Tidak
hanya itu, ia juga menolong mereka dari kesulitan dan pada akhirnya membawa mereka tinggal di
dekatnya. Ketika Yusuf tidak dapat lagi menahan hatinya, dia berseru nyaring sambil menangis
(terjemahan harfiah). Sesaat kemudian dia memperkenalkan diri kepada saudara-saudaranya dan
membuka hatinya yang baik untuk mereka. Di dalam ketakutan dan kebingungan mereka menjadi
tidak dapat berbicara. Tetapi Yusuf menenangkan hati mereka. Dia menyatakan, “Allah menyuruh
aku mendahului kamu” (ayat 5). Dengan cepat dia mengangkat seluruh beban kesalahan mereka
karena perbuatan buruk mereka dulu ketika ia berusaha menafsirkan kejadian tersebut menurut
maksud dan rencana Allah. Bahwa Allah yang mengatur supaya Yusuf berada di Mesir mendahului
saudara-saudaranya.
Yusuf mendesak saudara-saudaranya untuk membawa ayah mereka ke Mesir dan tinggal di sana. Dia
menjelaskan bahwa kelaparan tersebut akan berlangsung lima tahun lagi, tetapi di Mesir dia dapat
membantu Yakub dan keluarganya dengan menyediakan tempat tinggal dan kebutuhan mereka.
Mereka dapat tinggal di tanah Gosyen yang terletak sekitar empat puluh mil dari letak Kairo saat ini.
Terletak di delta sungai Nil, wilayah ini merupakan tempat terbaik untuk beternak. Letaknya dekat On
dan juga Memfis di mana Yusuf tinggal. Ketika saudara-saudara Yusuf itu berangkat pulang, Yusuf
mengirimkan beberapa kereta untuk mengangkut barang-barang mereka bila mereka kembali ke
Mesir, dan dia memenuhi kereta-kereta tersebut dengan gandum, hadiah dan kebutuhan lainnya.
3. Matius 18:22-35
Dalam perumpamaan ini, Yesus mengajarkan bahwa pengampunan Allah, diberikan dengan cuma-
cuma kepada semua orang berdosa yang bertobat. Mengacu pada pengampunan itu, maka kita
wajib mengampuni sesama. Dengan kata lain, kita telah menerima kasih Allah melalui
pengampunan-Nya secara gratis, maka kita wajib mengampuni sesama tanpa syarat.

 KARYA PENYELAMATAN ALLAH DIDALAM YESUS KRISTUS

1. Allah Mengampuni Manusia


Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil dan mengampuni segala dosa kita
dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1Yohanes 1:9).
Untuk memperkuat kenyataan ini, Roma 5:8 mengatakan: ketika kita masih berdosa, Kristus
telah mati untuk kita. Allah mengambil inisiatif untuk mengampuni dan menyelamatkan manusia,
tetapi manusia harus dengan rendah hati mengaku dosa-dosanya. Pengampunan Allah itu berlaku
untuk selama-lamanya.

2. Bagaimana Allah Mengampuni Manusia


Dari cerita-cerita yang ada dalam Perjanjian Lama, nampak hubungan manusia dengan Allah
selalu diwarnai oleh dosa dan pemberontakan tetapi Allah mencari, mengampuni serta
menyelamatkan manusia berdosa. Allah tidak pernah lelah mengampuni manusia. Berapa banyak
nabi yang telah diutus untuk menyelamatkan umat-Nya tetapi setiap kali setelah diampuni, manusia
kembali jatuh ke dalam dosa.
Akhirnya, Allah mengutus Yesus Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia.
Yesus harus menanggung kutuk dosa manusia, Ia berkorban bagi manusia. Mengampuni mengandung
arti melepaskan dan membebaskan dari “utang” dosa dan Kristus datang untuk menebus utang dosa
kita, Ia membayar lunas melalui pengorbanan-Nya di kayu Salib.
Melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib, hubungan manusia dengan Allah yang
rusak oleh dosa dipulihkan kembali. Pada peristiwa Golgota, Allah menyediakan korban bagi
penebusan manusia, namun korban itu bukan korban domba melainkan anak-Nya sendiri. Dengan
demikian, manusia dimerdekakan dari dosa. Menurut Rasul Paulus, justru dalam kemerdekaannya,
manusia harus mempertanggungjawabkan melalui hidup yang benar. Menurut Paulus, janganlah
mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup dalam dosa (Galatia 5:13).
Yesus digantung di kayu salib, Ia juga menderita penghinaan yang hebat dan puncak
penderitaan di kayu salib merupakan gambaran tentang apa arti “berkorban”. Manusia yang dihukum
di kayu salib adalah manusia yang “terkutuk” dan Yesus menjalani jalan yang seharusnya menjadi
jalan manusia berdosa. Penderitaannya amat luar biasa, seluruh kutuk hukuman dosa ditanggung di
atas bahu-Nya. Di kayu salib, menjelang ajal-Nya, ia mengatakan : “sudah selesai”.
Perkataan itu berarti, misi Yesus sudah selesai untuk mengambil alih tanggung jawab
manusia, Ia memperdamaikan hubungan antara Allah dan manusia.

3. Mengapa Allah Mengampuni Manusia?


a. Karena Allah mengasihi manusia, sebesar apapun kekecewaan-Nya terhadap manusia tidak
mengurangi rasa cinta-Nya yang begitu dalam pada manusia. Allah mengasihi semua ciptaan-
Nya dan Ia selalu memberi kesempatan untuk bertobat dan kembali pada-Nya. Karena cinta-
Nya itu, maka Allah adalah Allah yang Maha Pengampun. Ia bersedia mengampuni manusia
yang bertobat dan berbalik pada-Nya.
b. Karena Allah adalah Allah penyelamat, Ia sudah berulangkali menyelamatkan manusia melalui
para nabi yang diutus-Nya, namun tidak berhasil, akhirnya Ia rela “hadir” ke dunia dalam diri
Yesus Kristus putra-Nya. Allah turun ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia.
Manusia yang berdosa tidak akan mampu menyelamatkan sesamanya, karena itu Allah
bertindak mendatangi manusia secara langsung untuk menyelamatkan manusia. Yesus Kristus
adalah Tuhan dan Manusia. Bagaimana mungkin? Ia lahir sebagai manusia, merasakan semua
yang dapat dirasakan oleh manusia: Ia menjadi lapar, haus, sedih dan juga dapat marah, Ia juga
merasakan penderitaan seperti manusia lainnya, Ia juga mati seperti manusia lainnya. Namun, Ia
tidak berdosa karena dikandung dari Roh Kudus, Ia adalah Tuhan yang bangkit dari antara
orang mati dan naik ke Surga, Ia mati menebus dosa manusia. Tidak ada seorang manusia pun
yang dapat melakukan tindakan seperti yang telah dilakukan oleh Yesus. Ia tidak berdosa, tapi
harus menderita dan mati sama seperti orang berdosa, menurut Rasul Paulus, ia menanggung
segala dosa kita.
Tuhan Allah mengampuni kita di dalam Kristus dengan membatalkan utang kita
kepadanya. Artinya, kita tidak lagi bertanggung jawab atas dosa-dosa kita karena tanggung
jawab itu telah diambil oleh Yesus Kristus.

4. Allah Menyelamatkan Manusia melalui Yesus Kristus


Dalam tradisi Perjanjian Lama, umat Isreal harus mempersembahkan korban persembahan
sebagai korban penghapus dosa dan itu diambil dari domba jantan yang tidak bercela atau tidak ada
cacatnya sama sekali. Utang dosa mereka dibayar melalui korban domba jantan. Allah menuntut
persembahan binatang supaya umat manusia dapat memperoleh pengampunan bagi dosa-dosanya
(Imamat 4:35; 5:10).
Persembahan menjadi tema penting dalam Perjanjian Lama. Misalnya, Allah memerintahkan
Abraham untuk mempersembahkan Ishak anaknya. Abraham taat kepada Allah, namun ketika
Abraham siap mempersembahkan Ishak, Allah campur tangan dan menyediakan seekor domba jantan
untuk menggantikan Ishak (Kejadian 22:10-13).
Hutang dosa manusia dalam Perjanjian Lama dibayar melalui korban penghapus dosa berupa
domba dan dalam Perjanjian Baru, Yesus disebut sebagai anak domba Allah yang menghapus dosa
dunia karena Ia menjadi korban yang hidup menggantikan manusia.
Untuk menjadi penyelamat yang menyelamatkan manusia dari hukuman dosa, Juru selamat
harus dapat menanggung penderitaan dan hukuman akibat dosa. Untuk memikul tugas itu,
Juruselamat haruslah manusia sejati dan korban yang tak bercacat. Karena semua manusia telah cacat
oleh dosa, maka Allah sendiri yang berperan, menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus.
Pengorbanan Yesus di kayu salib membebaskan manusia dari hutang dosa sekaligus
memerdekakan manusia dari kutuk dan maut. Kematian Yesus di kayu salib membuktikan kasih Allah
yang sejati pada manusia.

5. Makna Keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus


Perjanjian Baru memberikan pengertian yang cukup beragam mengenai keselamatan,
misalnya keselamatan dalam pengertian hidup kekal, masuk dalam kerajaan Allah atau kerajaan
Surga.
Roma 6:23 mengatakan hukuman dosa adalah maut. Bicara tentang maut, pengalaman yang
paling mengerikan adalah ketika Yesus merasakan di kayu Salib bagaimana Ia ditinggalkan oleh
Allah dan Dia pun berseru, ”Ya Allah Ku, Ya Allah Ku, mengapa Engkau tinggalkan daku?”
Mengacu pada pengalaman ini, maka keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus bukan
sekadar pembebasan rohani maupun jasmani tetapi pembebasan manusia secara utuh dari kutuk dosa
dan dari maut. Maut tidak hanya berarti “kematian” namun rusaknya hubungan manusia dengan
Allah.
Karena itu, keselamatan di dalam Yesus Kristus dengan sendirinya membarui hubungan antara
manusia dengan Allah. Melalui Yesus, kita disebut anak-anak Allah dan dapat memanggil Allah
sebagai “Bapa” sebagaimana Yesus memanggil-Nya. Suatu karunia yang luar biasa.
Apa dampaknya bagi orang beriman? Tiap orang beriman mengaku percaya kepada
keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus. Dengan kepercayaan itu, maka kita selalu
menjaga hubungan kita dengan Allah melalui doa dan membaca Alkitab secara teratur. Bukan hanya
dengan Allah, tetapi manusia beriman juga memperbaiki hubungan-hubungan yang rusak antar
sesama manusia.
 AYAT-AYAT TENTANG KARYA PENYELAMATAN ALLAH MELALUI YESUS
KRISTUS
1. Kolose 3:9-10
“3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta
kelakuannya, 3:10 dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk
memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya”

Dalam bacaan ini Paulus memaparkan kehidupan lama dan kehidupan baru yang sungguh-
sungguh kontras, tidak ada sifat dan perilaku yang dapat berjalan seiring, maka yang lama harus
ditinggalkan dan yang baru menggantikannya.
Kehidupan lama berpusat pada diri sendiri dan bersifat duniawi, sedangkan kehidupan baru
berpusat pada Kristus dan bersifat kasih, dalam kasih itulah jemaat diminta untuk saling
mengampuni dan memiliki hati penuh pengampunan.
2. Efesus 4:32
“Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling
mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. “

Satu-satunya cara yang membuat kita dapat mengampuni ialah melalui pengampunan yang
kita sudah terima karena Kristus. Sebagaimana kasih Allah menghasilkan kasih kita, demikian pula
kesadaran kita tentang pengampunan Allah menghasilkan pengampunan kepada orang lain (bdg. 1
Yoh. 4:19).
3. Yohanes 3:16
Ayat ini mengungkapkan isi hati dan tujuan Allah dalam menyelamatkan manusia. Kasih Allah
cukup luas untuk menjangkau semua orang, yaitu “dunia ini.” Allah “mengaruniakan” Anak-Nya
sebagai korban penghapus dosa di atas kayu salib. Pendamaian mengalir dari hati Allah sendiri yang
penuh kasih. Korban Kristus bukan sesuatu tindakan yang terpaksa dilakukan oleh Allah. Percaya
dalam bahasa Yunani: pisteuo mengandung tiga unsur utama berikut ini:
1. Keyakinan yang kokoh bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah. Ia adalah juru selamat umat
manusia.
2. Persekutuan yang menyangkal diri dan ketaatan kepada Kristus.
3. Kepercayaan penuh di dalam Kristus bahwa Ia mampu dan bersedia menuntun saudara
hingga keselamatan kekal dan persekutuan dengan Allah di sorga.
Kata “binasa” merupakan kata yang sering dilupakan dalam Yohanes 3:16 ini. Kata ini tidak
menunjuk kepada kematian jasmani, tetapi kepada hukuman kekal yang begitu mengerikan.
“Hidup kekal” adalah karunia yang dianugerahkan Allah kepada kita pada saat kita dilahirkan
kembali. “Kekal” bukan saja mengacu kepada keabadian, tetapi juga kepada kualitas kehidupan ini;
suatu jenis kehidupan yang ilahi. Kehidupan yang membebaskan kita dari kuasa dosa dan Iblis serta
meniadakan yang duniawi di dalam diri kita supaya kita dapat mengenal Allah.

 BAPTISAN
Dalam Perjanjian Baru baptisan berasal dari bahasa Yunani “Baptizo” berarti menyelamkan
atau mencelupkan, tetapi itu bukan satu-satunya arti sebab dapat juga berarti membasuh atau
membersihkan dengan air (Markus 7:4; Lukas 11:38).
Dalam kitab Perjanjian Lama baptisan dikenal dengan istilah “TEVILÂH” yang artinya adalah
pembersihan atau pencucian. Upacara “baptis” dalam agama Yahudi yang mereka namakan –
Tevilah juga wajib dijalani para calon yang dibaptis dari non-Yahudi yang akan masuk menjadi
pengikut agama Yahudi. Baptisan di zaman Perjanjan Lama adalah tindakan membenamkan diri
seseorang ke dalam air. Di masa purba, orang Yahudi menggunakan sungai, namun di era berikutnya,
mereka menggunakan kolam khusus yang disebut Miqveh. Dalam Perjanjian Lama seorang tokoh
pemimpin Aram yang dibaptis adalah Naaman. Pada mulanya ia masih keberatan untuk
membenamkan dirinya di sungai Yordan, tapi akhirnya ia mengikuti permintaan Nabi Elisa untuk
mandi di sungai Yordan, maka seketika itu juga penyakitnya sembuh.
Pada zaman setelah Yesus lahir, Yohanes Pembaptis membaptis orang-orang, Ia berseru:
“Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis.” Baptisan pertobatan yang dilakukan Yohanes pembaptis
ini merupakan simbol dari pembersihan secara rohani. Kemudian Baptisan Kristen adalah kesaksian
dari apa yang terjadi di dalam kehidupan orang percaya. Baptisan Kristen melukiskan identifikasi
orang percaya dengan kematian Kristus, penguburan-Nya dan kebangkitan-Nya. Dalam baptisan
Kristen, dimasukkan ke dalam air menggambarkan dikuburkan bersama dengan Kristus. Keluar dari
air menggambarkan kebangkitan Kristus.
Berabad-abad sebelum zaman Kristus, umat dalam Perjanjian Lama percaya bahwa segala
bentuk kontak dengan dunia luar mencemarkan mereka. Sebelum mereka boleh makan atau berdoa,
terlebih dahulu mereka harus membersihkan diri. Hal ini tampak nyata ketika mereka berdoa pada
hari Sabat. Orang-orang Yahudi wajib membersihkan diri mereka dalam suatu kolam ritual yang
disebut Miqveh. Kolam tersebut harus diisi dengan air yang mengalir (kadang-kadang disebut “air
hidup”) dan mereka harus menenggelamkan diri sepenuhnya ke dalam air. Mereka juga memerlukan
seseorang untuk menjadi saksi dalam upacara ini. Kaum pria wajib melakukannya setiap hari Jumat
malam, sementara kaum perempuan melakukannya hanya sebulan sekali. Banyak orang Yahudi yang
saleh masih melakukan praktik ini.
Dalam Perjanjian Baru, baptisan membasuh tubuh dan jiwa kita dari gaya dan cara hidup lama
ke gaya dan cara hidup baru, yaitu hidup menurut ajaran Kristus. Dengan demikian, dalam hidup baru
ini kita dibebaskan dari perhambaan dosa sebaliknya kita menjadi hamba Allah di dalam Yesus
Kristus. Dibebaskan dari hamba dosa artinya manusia diberi kekuatan untuk melawan kuasa dosa
dengan mengandalkan kuasa Yesus. Baptisan memeteraikan seseorang menjadi “milik Kristus,” kita
mati bersama Kristus dan bangkit bersama Dia. Melalui baptisan, kehidupan lama yang penuh dosa
kita kuburkan dan kita bangkit dalam hidup yang baru.
Jika demikian, apakah baptisan merupakan jaminan keselamatan bagi orang Kristen?
Keselamatan diperoleh hanya karena anugerah Allah di dalam Yesus Kristus, kita dibaptis karena
kita telah diselamatkan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Jadi, tindakan Allah mendahului tindakan
manusia, semua yang kita lakukan merupakan wujud jawaban atau tanggapan kita terhadap kasih
karunia Allah di dalam Yesus Kristus. Semua manusia adalah orang berdosa karenanya membutuhkan
pengampunan. Pembaptisan hanyalah merupakan awal dari suatu proses sepanjang hidup untuk hidup
sebagai anak-anak terang di mana berdoa dan membaca Alkitab merupakan bagian dari proses itu.

1. Baptisan Yohanes
Adat “pembasuhan” dalam Perjanjian Lama lebih mempunyai arti sebagai penyucian diri, maka
baptisan Yohanes bersifat eskatologis menuju kepada Kristus yang akan membaptiskan dengan Roh
Kudus (Markus 1:4-8). Dalam baptisan Yohanes sekalipun bermakna “penyucian diri dari dosa”
tetapi sifatnya melambangkan pertobatan dan pengharapan akan kebangkitan Kristus.

2. Baptisan Anak-anak
Ada gereja yang melaksanakan baptisan untuk anak-anak tetapi ada juga gereja yang hanya mengakui
baptisan orang dewasa. Banyak gereja di Indonesia memilih untuk membaptiskan seseorang sejak
bayi dan baptisan dilakukan berdasarkan pengakuan dan iman orang tuanya. Dalam Injil Matius
19:14a, Markus 10:14a, Lukas 18:16a Yesus memarahi murid-murid-Nya yang ingin menghalang-
halangi anak-anak datang kepadaNya. Ia mengatakan: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada Ku,
jangan menghalanghalangi mereka.” Yesus memberkati anak-anak, maka baptisan anak-anak
memiliki dasar dalam Alkitab bahwa Yesus sendiri menyambut anak-anak dan memberkati mereka.
Jadi, baptisan orang dewasa maupun baptisan bayi sama-sama memiliki dasar dalam Alkitab.

3. Baptisan merupakan Perintah Yesus


Dalam Injil Matius 28:19-20 Yesus minta murid-murid-Nya untuk pergi ke seluruh penjuru bumi,
kabarkan Injil Kerajaan Allah dan membaptis orang-orang percaya dalam nama Bapa, Anak dan Roh
Kudus. Yesus menginginkan agar keselamatan diperluas mencakup seluruh bangsa, keselamatan yang
pada mulanya dipahami hanya milik bangsa Israel sebagai umat pilihan, kini diperluas Yesus menjadi
milik semua bangsa, setiap orang dari berbagai bangsa yang percaya kepada-Nya menjadi murid-Nya,
tandanya adalah melalui baptisan dan mereka pun menerima anugerah keselamatan. Jadi, unsur
percaya amat penting dalam baptisan, yaitu hanya orang yang percaya kepada Kristus yang akan
menerima baptisan kudus mereka yang percaya dan bertobat.

4. Baptis Percik atau Selam?


Sejak beberapa waktu yang lalu, banyak terjadi perdebatan mengenai cara baptisan mana yang lebih
alkitabiah, namun Alkitab tidak pernah memberikan penekanan pada cara baptis tertentu, Alkitab
lebih memberikan penekanan pada arti baptisan. Yang paling penting bukan cara dibaptis melainkan
makna baptisan itu sendiri. Guru perlu memberikan penegasan mengenai cara baptisan sehingga tidak
menimbulkan perdebatan yang tidak bermakna, bahwa yang terpenting adalah makna baptisan bukan
cara baptisan.

 AYAT ALKITAB TENTANG BAPTISAN



1. Roma 6:1-6
Mati dan Bangkit Bersama Kristus
Bagi orang Kristen baptisan melambangkan kematian dan kebangkitan orang percaya bersama
dengan Kristus. Sebagaimana Kristus telah bangkit dari antara orang mati, demikian pula kita yang
memiliki iman yang sejati di dalam Dia akan hidup dalam hidup yang baru (Roma 6:5).
Manusia lama: istilah ini menunjuk kepada manusia yang belum diperbarui, keadaan seseorang
sebelumnya, kehidupan yang di dalam dosa. Manusia lama ini sudah disalibkan (yaitu, dimatikan)
dengan Kristus disalib supaya orang percaya dapat menerima hidup baru dalam Kristus dan menjadi
orang yang baru (bd. Galatia 2:20).
“Tubuh dosa,” istilah ini menunjuk kepada tubuh manusia yang dikuasai oleh
keinginankeinginan berdosa. Kini perbudakannya kepada dosa sudah dipatahkan (bd. 2 Korintus 5:17;
Efesus 4:22; Kolose 3:9-10). Sejak saat ini, orang percaya tidak boleh membiarkan cara hidup yang
lama menguasai hidup dan tubuh mereka lagi (2 Korintus 5:17; Efesus 4:22; Kolose 3:9-10).

2. Kisah Para Rasul 19:4


Murid-murid ini belum mendengar tentang Pentakosta. Mereka hanya mengenal pemberitaan
Yohanes Pembaptis–bahwa orang harus menerima baptisan pertobatan untuk menantikan Dia yang
akan datang, yaitu Yesus. Bagian Alkitab ini menegaskan kembali baptisan Yohanes yang merupakan
baptisan pertobatan sedangkan baptisan dalam nama Yesus adalah baptisan oleh Roh Kudus. Namun
perlu diingat bahwa penjelasan ini mengandaikan adanya dua macam praktik baptisan yang membuat
orang mempraktikkan baptisan ulang. Baptisan adalah sekali seumur hidup apapun caranya, percik
atau selam.

 DOSA DAN PERTOBATAN


1. Manusia Berdosa
Perjanjian Baru memakai beberapa kata Yunani untuk melukiskan berbagai aspek dosa.
Beberapa di bawah ini adalah yang paling penting.
Beberapa di bawah ini adalah.
a) Hamartia berarti pelanggaran, perbuatan salah, atau berdosa kepada Allah (Yohanes 9:41).
b) Adikia artinya kejahatan, kelaliman atau ketidakadilan (Roma 1:18; 1Yohanes 5:17). Kata ini
dapat dilukiskan sebagai kekurangan kasih karena semua pelanggaran bersumber dari kegagalan
untuk mengasihi (Matius 22:37-40; Lukas 10:27-37). Adikia juga merupakan suatu kuasa
pribadi yang dapat memperbudak dan menipu (Roma 5:12; Ibrani 3:13).
c) Anomia artinya kedurhakaan, pelanggaran hukum, dan menentang hukum Allah (Roma 6:19;
1Yohanes 3:4).
d) Apistia artinya "ketidakpercayaan” atau ketidaksetiaan (Roma 3:3; Ibrani 3:12).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa dosa adalah pemberontakan manusia
melawan kehendak Allah. Manusia ingin menjadi sama dengan Allah. Salah satu aspek yang
menonjol dari dosa adalah sifat mementingkan diri sendiri. Ada beberapa hal yang mengikuti tindakan
dosa seperti di bawah ini.
1. Dosa juga menyebabkan kerusakan moral di dalam manusia yang menentang semua kehendak
baik manusia.
2. Dosa menyebabkan manusia menginginkan hal-hal dan kesenangan untuk diri sendiri tanpa
menghiraukan kesejahteraan orang lain atau perintah Allah. Sikap ini mengakibatkan
kekejaman kepada orang lain dan pemberontakan terhadap Allah dan hukum-Nya.
3. Dosa membuat manusia menolak untuk tunduk kepada Allah dan Firman-Nya (Roma 1:18-25
dan Roma 8:7). Dosa adalah perseteruan dengan Allah (Roma 5:10; 8:7; Kolose1:21) dan
ketidaktaatan kepada-Nya (Roma 11:32; Efesus 2:2; 5:6).
4. Dosa menyebabkan kita senang melakukan ketidakadilan dan juga menyenangi tindakan jahat
kepada orang lain (Roma 1:21-32; bd. Kejadian 6:5).
5. Dosa juga merupakan kuasa yang memperbudak dan merusak (Roma 3:9; 6:12 dst; Roma 7:14;
Galatia 3:22). Dosa berakar dalam keinginan manusia (Yakobus 1:14 dan Yakobus 4:1-2).

Dosa memasuki umat manusia melalui Adam (Roma 5:12), memengaruhi semua orang (Roma
5:12), mengakibatkan hukuman ilahi (Roma 1:18), mendatangkan kematian jasmaniah dan rohaniah
(ayat Roma 6:23; Kejadian 2:17), dan hanya dapat dilenyapkan sebagai suatu kekuatan oleh iman
kepada Kristus dan karya penebusan-Nya (Roma 5:8-11; Galatia 3:13; Efesus 4:20-24; 1Yohanes
1:9).

2. Akibat Dosa
Hubungan manusia dengan Allah yang pada mulanya baik menjadi terputus, manusia membutuhkan
perantara untuk bertemu dengan Allah, hidup manusia menjadi tercemar.
Ada beberapa akibat dosa yang dapat dikemukakan di sini:
1. Dosa mengakibatkan pertentangan dengan Allah.
Setelah Adam dan Hawa berdosa, mereka tidak dapat bertemu dengan Allah.
Ketika mereka mendengar suara-Nya, mereka ketakutan dan bersembunyi.
2. Dosa mengakibatkan konflik dalam diri seseorang.
Seperti racun yang mematikan, dosa meracuni seluruh sistem dalam tubuh kita. Hati kita
menjadi ternoda oleh dosa, sifat alami menjadi rusak. Kita tidak dapat melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan. Kita terbebani dengan perasaan bersalah dan damai sejahtera
hilang dari hidup manusia.
3. Dosa mengakibatkan konflik.
Ketika dosa berkuasa dalam hidup kita, hubungan kita dengan sesama, dengan alam dan
ciptaan lainnya menjadi rusak. Konflik terjadi di rumah tangga, masyarakat dan di antara
bangsa-bangsa. Akibat dari konflik ini dapat dilihat pada kebrutalan yang terjadi dalam
sebuah negeri, yaitu protes dan perang. Konflik antara manusia dengan alam, yaitu manusia
mengeksploitasi alam dan merusaknya. Akibatnya, hidup manusia jadi terancam oleh alam
yang telah rusak. Misalnya, penggundulan hutan sebagai humus penahan air hujan, akibatnya
terjadi banjir yang merugikan manusia dan jika terjadi dalam skala besar, banjir dapat
merenggut jiwa manusia.
4. Dosa menyebabkan manusia menghadapi kematian secara rohani. Banyak orang berpikir
bahwa kematian merupakan akhir dari segalanya, dan kesalahan yang dilakukan akan
terlupakan. Namun faktanya tidaklah demikian, Firman Allah berkata, “Dan sama seperti
manusia ditetapkan untuk mati hanya sekali saja dan sesudah itu dihakimi” (Ibr.9:27). Hari
penghakiman akan datang.

Jalan Keluarnya
Hanya Allah yang dapat menolong manusia keluar dari dosanya. Karena manusia memberontak
melawan Allah, maka hanya Allahlah yang dapat memadamkan pemberontakan itu melalui
pengampunan dan keselamatan dalam diri Yesus Kristus. Tidak ada jalan lain selain Allah menolong
orang yang jatuh dalam dosa. “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-
orang durhaka pada waktu yang ditentukan Allah. Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada
kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita; ketika kita masih berdosa” (Roma 5:6 dan 8). Inilah
bentuk pertolongan yang ditawarkan Allah bagi manusia.

3. Pertobatan
Dalam Alkitab, kata “bertobat” berarti “berubah pikiran.” Alkitab juga memberi tahu kita
bahwa pertobatan yang sejati akan menghasilkan perubahan tindakan (Lukas 3:8-14, Kisah Para Rasul
3:19). Kisah Para Rasul 26:20 menyatakan, “Tetapi mula-mula aku memberitakan bahwa mereka
harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan
pertobatan itu.” Definisi pertobatan yang sepenuhnya menurut Alkitab adalah perubahan pikiran yang
menghasilkan perubahan tingkah laku.
Kalau demikian, apa hubungan antara pertobatan dan keselamatan? Kitab Kisah Para Rasul
nampaknya secara khusus memusatkan perhatian pada pertobatan dalam hubungannya dengan
keselamatan (Kisah Para Rasul 2:38, 3:19; 11:18; 17:30; 20:21; 26:20). Bertobat, dalam kaitannya
dengan keselamatan, adalah mengubah pikiran Anda dalam hubungannya dengan Yesus Kristus.
Dalam khotbah Petrus pada hari Pentakosta (Kis. 2) dia mengakhirinya dengan panggilan agar orang-
orang bertobat (Kisah Para Rasul 2:38). Bertobat dari apa? Petrus memanggil orang-orang yang
menolak Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:36) untuk mengubah pikiran mereka mengenai Dia, untuk
mengakui bahwa Dia sungguh-sungguh adalah “Tuhan dan Kristus” (Kisah Para Rasul 2:36). Petrus
memanggil orang-orang untuk mengubah pikiran mereka dari menolak Kristus sebagai Mesias
menjadi beriman kepada-Nya sebagai Mesias dan Juruselamat.
Adalah penting untuk memahami bahwa pertobatan bukanlah hasil karya kita demi
mendapatkan keselamatan. Tidak ada seorang pun dapat bertobat dan datang kepada Allah kecuali
kalau Allah menarik orang tersebut kepada-Nya (Yohanes 6:44). Kisah Para Rasul 5:31 dan 11:18
mengindikasikan bahwa pertobatan adalah pemberian Allah yang dimungkinkan semata-mata karena
anugerah-Nya. Tidak ada seorang pun yang dapat bertobat kecuali kalau Allah menganugerahkan
pertobatan. Segala yang bersangkutan dengan keselamatan, termasuk pertobatan dan iman adalah
hasil dari Allah menarik kita, membuka mata kita, dan mengubah hati kita. Panjang sabar Allah
menuntun kita kepada pertobatan (2 Petrus 3:9), demikian pula kebaikan-Nya (Roma 2:4).
Injil Matius memberitahukan kepada kita mengenai dua (2) orang yang menunjukkan
penyesalan atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Pertama adalah Petrus yang telah menyangkal
Yesus. Alkitab pun mencatat, setelah melakukan hal tidak terpuji itu, “Ia pergi keluar dan menangis
dengan sedihnya” (Matius 26:75). Beberapa hari kemudian Yesus memulihkan Petrus dalam
posisinya sebagai murid, dan memerintahkan dia untuk menggembalakan domba-domba-Nya
(Yohanes 21:15:17). Orang kedua ialah Yudas yang mengkhianati Yesus hanya untuk memperoleh 30
keping uang perak. Ketika dia melihat gurunya dijatuhi hukuman, Yudas “mempertobatkan dirinya
sendiri” dan berkata, “Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah”
(Matius 27:3). Perasaan berdosa ini ditindaklanjuti dengan melemparkan uang perak yang
didapatkannya itu ke dalam Bait Suci lalu Yudas pergi menggantung dirinya.
Melihat rasa berdosa dan tindakan pertobatan kedua orang tersebut di atas, terdapat perbedaan yang
sangat besar. Rasa berdosa Petrus membuat dia mengambil suatu tindakan pertobatan yang membawa
kepada pengampunan dan pemulihan. Tetapi tidaklah demikian dengan Yudas. Meskipun Yudas
menyadari bahwa dia telah melakukan hal yang salah, tetapi tidak terdapat bukti bahwa dia mengakui
dosa-dosanya kepada Tuhan Yesus dan memohon pengampunan kepada-Nya. Tindakan pertobatan
Yudas tidaklah sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Yudas “dikuasai oleh penyesalan” yang sangat
mendalam sehingga ia “mempertobatkan diri sendiri” dengan jalan bunuh diri.
Rasa bersalah ataupun berdosa belumlah cukup untuk menerima pengampunan tanpa disertai
dengan tindakan pertobatan yang benar. Seruan untuk bertobat disampaikan bukan saja oleh Yohanes
Pembaptis dan para rasul yang lainnya, tetapi juga oleh Tuhan Yesus sendiri. Pesan utama di dalam
Khotbah di Bukit adalah bahwa untuk dapat memasuki Kerajaan Sorga, orang harus bertobat dari
dosa mereka, mengubah cara berpikir mereka seutuhnya dan berupaya mengikuti perintah Yesus.
Hubungan antara Pertobatan dengan Iman
“Pertobatan secara langsung membawa kepada iman yang menyelamatkan, yang pada dirinya
merupakan kondisi dan instrumen dari pembenaran.” Teolog lain, sebaliknya, mempertahankan
bahwa pertobatan mengikuti iman.
1. Lukas 15:7
Allah dan para malaikat di sorga memiliki kasih, belas kasihan, dan rasa sedih yang begitu
besar terhadap mereka yang jatuh ke dalam dosa dan mati secara rohani, sehingga pada waktu seorang
berdosa bertobat, maka mereka dengan terang-terangan bersukacita.
Dalam rangka sebuah perjalanan, Markus 10:1 mencatat, Yesus naik ke Yerusalem. Ucapan
Yesus dalam bagian kitab ini mengandung sindiran terhadap kaum Farisi, yang menganggap dirinya
suci dan benar. Maksudnya ialah menunjuk kesalahan sikap orang Farisi yang hanya menghina dan
menghukum orang-orang yang dianggap berdosa. Tetapi yang terpenting: Yesus hendak mendorong
orang berdosa untuk memiliki pengharapan pada Allah, supaya mereka bertobat.
2. Mazmur 51
Doa Memohon Belas Kasihan. Kasihanilah aku, ya Allah. Pemazmur tidak menyatakan dirinya
tidak bersalah, dia juga tidak mengalihkan kesalahan kepada siapa pun. Karena mengerti dirinya tidak
pantas mendapat pengampunan, pertama dia memohon dikasihani berdasarkan kasih setia Allah.
Sejalan dengan belas kasihan tersebut, dia meminta agar pelanggarannya dihapuskan dan
kesalahannya dibersihkan.
Ada tujuh mazmur pengakuan dosa dalam Kitab Mazmur (Mazmur 6, 32, 38, 51, 102, 130, 143).
3. 1 Yohanes 1:9
Dunia dalam bagian Alkitab ini kadang-kadang berarti alam semesta atau seluruh bumi, tetapi
umumnya manusia yang bercita-cita serba jasmani dan duniawi mengabaikan nilainilai abadi dan
menolak Injil. Yesus Kristus adalah Terang yang sesungguhnya. Memang ada terang palsu, yang
seolah-olah menerangi kita, tetapi akhirnya mengabaikan kita di dalam kegelapan. Sebenarnya nabi-
nabi Israel menyebutkan Taurat Musa sebagai Terang Dunia, maka orang Yahudi yang membaca nas
ini ditantang memilih, apakan Yesus atau Taurat Musa sebagai Terang Dunia. Yang lama dan yang
baru, yaitu Taurat dan Tuhan Yesus, dikontraskan dalam ayat ini.

 Allah Memelihara Ciptaan-Nya


Beberapa bukti pemeliharaan Allah terhadap seluruh ciptaan adalah sebagai berikut:
1. Allah menempatkan manusia di Taman Eden dan menyediakan segala sesuatu bagi mereka
supaya mereka dapat mengembangkan kehidupannya. Untuk menjamin keberlangsungan hidup
manusia, Ia menugaskan manusia untuk merawat, menjaga serta memelihara alam. Namun,
manusia memberontak dan melawan Allah.
2. Setelah peristiwa air bah, Allah tidak hanya menyelamatkan Nuh dan keluarganya, tapi Ia juga
menyelamatkan hewan dan tumbuhan yang ikut dibawa Nuh dalam bahtera (kapal). Ia minta
Nuh membawa hewan berpasangan supaya hewan-hewan itu tidak punah.
3. Hingga masa kini, kita dapat saksikan, meskipun ada berbagai bencana di berbagai tempat,
namun kehidupan alam semesta dan manusia terus berlanjut. Namun kenyataan ini bukanlah
alasan bagi manusia untuk terus merusak kehidupan sesamanya manusia dan alam lingkungan
hidup. Justru kenyataan ini mendorong manusia untuk lebih menunjukkan tanggung jawabnya
untuk menjaga kehidupan baik alam maupun manusia itu sendiri.

Aspek-aspek Pemeliharaan Allah


Terdapat tiga aspek pemeliharaan Allah, yakni sebagai berikut.
1. Pelestarian. Dengan kuasa-Nya Allah melestarikan dunia yang diciptakanNya. Pengakuan
Daud itu jelas, “Keadilan-Mu adalah seperti gunung-gunung Allah, hukum-Mu bagaikan
samudera raya yang hebat. Manusia dan hewan Kau selamatkan. (Alkitab versi Inggris NIV --
peliharakan), ya Tuhan” (Mazmur 36:7). Kuasa Allah yang melestarikan terlaksana melalui
Putra-Nya Yesus Kristus, sebagaimana ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam Kolose 1:17, “Ia
ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.”
2. Penyediaan. Allah bukan saja melestarikan bumi yang diciptakan-Nya, tetapi Ia juga
menyediakan apa yang diperlukan oleh ciptaan-Nya itu. Ketika Allah menciptakan bumi, Ia
menciptakan musim (Kejadian 1:14) dan memberi makan manusia dan hewan (Kejadian 1:29-
30). Setelah air bah menghancurkan bumi, Allah memperbarui janji-Nya. “Selama bumi masih
ada, takkan berhenti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang
dan malam” (Kejadian 8:22). Beberapa Mazmur menegaskan kebaikan Allah dalam
menyediakan kebutuhan bagi makhlukmakhluk ciptaan-Nya (Mazmur 104:1-35; 145:1-21).
3. Pemerintahan. Di samping pelestarian dan penyediaan kebutuhan ciptaan-Nya, Ia juga
memerintah dunia ini. Karena Allah berdaulat, peristiwa-peristiwa dalam sejarah terjadi
menurut kehendak-Nya.

 Ayat Alkitab tentang pemeliharaan Allah

1. Kejadian 2:15
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Sejak awal Kitab Kejadian, fokus dari sorotan pernyataan
terarah kepada yang Mahakuasa. Dia adalah yang Awal, Sang Penyebab, dan Sumber dari segala yang
ada. Dia menjadikan segala sesuatu untuk memenuhi rencanaNya bagi segala zaman. Semua yang
diperlukan untuk pelaksanaan rencana ini diciptakan oleh-Nya dengan ajaib.

2. Mazmur 104:24-30
Penulis Mazmur 104 yang menghitung kembali pekerjaan Allah dalam suatu kidung pujian,
menggunakan istilah “laut yang besar dan luas” sebagai gambaran akan kekuasaan dan kebijaksanaan
Allah yang penuh dengan daya cipta (ayat 24,25). Tuhan memerintah segala sesuatu yang “tak
terbilang banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar” yang menghuni lautan (ayat 25).
Pemazmur mengibaratkan lautan sebagai tempat bermain Lewiatan, suatu makhluk laut raksasa yang
diciptakan Allah untuk bermain di sana (ayat 26).

3. Ayub 38:1-41
Bagian Alkitab ini melukiskan rahasia dan kerumitan semesta alam sambil menyatakan bahwa cara
Allah mengatur dunia jauh melampaui jangkauan pemahaman kita.

1. Arti Penting Alam bagi Manusia


Pada masyarakat tradisional, ada yang membagi hutan atas 3 bagian sebagaimana berikut:
a. Hutan yang boleh digarap.
b. Hutan yang boleh diambil hasilnya tapi harus disediakan pengganti, misalnya: menebang harus
diikuti dengan menanam kembali.
c. Hutan larangan di mana manusia dilarang memasuki apalagi mengambil hasil hutan ataupun
menggarapnya. Hutan itu dianggap suci, sehingga tidak boleh didatangi manusia.

2. Upaya untuk Menyelamatkan Alam


Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah semakin hancurnya alam dan lingkungan
hidup sebagai berikut ini:
1. Penghematan energi. Hal ini karena kebutuhan energi yang semakin besar membuat
pertambangan gas alam, minyak bumi dan lain lain semakin diperbanyak, isi bumi dikeruk
habis hampir tak tersisa untuk generasi berikutnya.
2. Penebangan pohon harus didahului oleh penanaman kembali supaya ada pohon pengganti.
3. Dilakukan reboisasi atau penanaman kembali sehingga lahan yang kosong berisi tanaman
sebagai penahan air.
4. Memperluas hutan lindung.
5. Mengurangi pemakaian benda-benda yang tidak dapat hancur atau didaur ulang
6. Mengurangi penggunaan pestisida yang merusak kesuburan tanah.
7. Mendaur ulang sampah dan tidak membuang sampah sembarang
8.
3. Tugas Remaja Kristen
Remaja Kristen sebagai orang yang telah dipelihara dan diselamatkan oleh Allah di dalam
Yesus Kristus, memiliki tanggung jawab moral untuk turut menjaga dan melestarikan alam. Tugas
yang telah Allah berikan pada manusia di taman Eden, kemudian di zaman Nuh juga menjadi tugas
semua orang beriman.
Menjaga dan menyelamatkan alam harus muncul dari dalam diri sendiri bukan hanya karena
dorongan orang lain. Mengapa? Karena bumi ini milik kita semua, bahkan milik semua orang dari
berbagai suku, berbagai bangsa, berbagai agama.

 Penjelasan Bahan Alkitab


1. Kejadian 1:26
Dalam Kejadian 1:26-28 kita membaca tentang penciptaan manusia. Kejadian 2:4-25 memberikan
rincian yang lebih lengkap mengenai penciptaan dan lingkungan. Kedua kisah ini saling melengkapi
dan mengajarkan beberapa hal. Meskipun ada juga beberapa hal yang berbeda karena penulis Kitab
Kejadian 1 dan 2 berbeda. Namun, jika kita ingin membahas mengenai pemeliharaan Allah dalam
kaitannya dengan Kitab Kejadian 1 dan 2, maka keduanya memberikan penegasan yang sama bahwa
manusia diberi tugas untuk memelihara seluruh ciptaan. Pemeliharaan ditempatkan bersamaan dengan
penciptaan.
Hal itu untuk menunjukkan bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara.
Adam selaku manusia pertama kudus, bebas dosa dan dalam hubungan yang sempurna dengan Allah.
Adam merupakan puncak ciptaan Allah dan diberikan tanggung jawab untuk bekerja di bawah
pengarahan Allah dalam memelihara ciptaan-Nya ini. Hubungan harmonis di antara Allah dengan
manusia ini hilang karena Adam dan Hawa tidak taat (Kejadian 3:6,14-19).
2. Kitab Kejadian 2:15
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Sejak awal Kitab Kejadian, fokus dari sorotan penyataan
terarah kepada Yang Mahakuasa. Dia adalah yang Awal, Sang Penyebab, dan Sumber dari segala
yang ada. Dia menjadikan segala sesuatu dan semua orang yang akan cocok untuk memenuhi
rencana-Nya bagi segala zaman.
B. Apa itu Iman?
Kata “iman” dalam Perjanjian Lama berarti “berpegang teguh”. Beriman berarti berpegang teguh
pada keyakinan yang dimiliki akan suatu hal, karena hal itu dapat dipercaya dan diandalkan.
Demikianlah iman selalu berkaitan dengan “percaya”. Kata “pengharapan” juga tidak terlepas dari
iman kepada Tuhan. Iman membangkitkan pengharapan, sekaligus mendorong seseorang untuk
mewujudkan pengharapannya itu.
Apabila kamu percaya dan berpegang teguh kepada Yesus dengan segenap jiwa, hati dan akal
budi kita, maka apa yang dikehendaki-Nya atas diri kita pasti terjadi. Inilah juga pengharapan kita
dalam iman kita kepada-Nya. Sifat iman itu aktif; artinya, kita benar-benar yakin akan kebenaran
Firman Tuhan dan sungguhsungguh melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata
lain, jika kita mengaku beriman kepada Yesus, tetapi hanya di dalam ucapan saja, tanpa perilaku
yang menunjukkan iman itu, maka sebenarnya iman kita itu sudah mati .
Lihat Yakobus 2:17).
Menurut Ibrani 11:1, Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita lihat. Artinya, iman percaya itu akan terlihat dalam perbuatan. Iman
percaya itu dapat melihat dan meyakini sesuatu hal yang belum kita lihat. Misalnya, kepercayaan
tentang Yesus Kristus yang tidak pernah kamu lihat secara fisik namun kamu percaya pada-Nya
berdasarkan kesaksian Alkitab. Iman merupakan anugerah Allah yang dicurahkan bagi orang yang
percaya dan berharap kepada-Nya serta melakukan kehendak-Nya. Jadi, dalam iman ada unsur
percaya dan pengharapan. Beriman artinya mengamini janji-janji Allah di dalam Yesus Kristus
dengan segenap hati, akal budi dan perbuatan.
Menurut Paulus, “kebenaran Allah nyata dari iman“. Jika manusia tidak beriman, mana mungkin
membangun hubungan yang erat dengan Allah. Iman merupakan anugerah Allah bagi orang
percaya, namun anugerah itu hanya dapat diberikan bagi orang yang benar-benar membuka hatinya
untuk Allah. Manusia sering mengalami “jatuh bangun” dalam kehidupan beriman. Ketika
33 33
hidup senang dan semuanya berjalan lancar, manusia cenderung melupakan Allah, namun ketika
hidup tidak berjalan lancar dan banyak kesusahan, manusia akan mencari Allah. Namun Allah selalu
setia pada umat-Nya, Ia mencari, mengampuni dan menyelamatkan manusia meskipun manusia
meninggalkan-Nya. Yakobus 1:6-8 menulis bahwa manusia yang mendua hati antara percaya dan
tidak percaya dan hidupnya diombang-ambingkan oleh gelombang kehidupan tidak akan
memperoleh apa-apa dari Allah. Sebaliknya, jika manusia teguh dalam iman niscaya ia memperoleh
apa yang dimintanya dari Allah. Bahwa berbagai kesulitan hidup merupakan ujian iman yang harus
dilewati oleh orang percaya. Iman kita dibangun berdasarkan “janji” Allah untuk menyelamatkan
mereka yang percaya kepada-Nya. Janji keselamatan itu tercantum dalam Alkitab, oleh karena itu
orang percaya dapat mengenal Allah melalui kesaksian Alkitab. Sebab barang siapa berpaling
kepada Allah ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Menurut Ibrani 11:6 “ Allah memberi
upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”. Namun memelihara iman tidaklah mudah.
Faktor-Faktor yang Menyulitkan dalam memelihara iman adalah sebagai berikut:
1. Umumnya manusia membutuhkan bukti nyata atas segala sesuatu yang dipercayainya. Padahal,
kehidupan iman menuntut keteguhan hati untuk percaya, bahkan ketika tidak ada bukti yang
bersifat kasat mata.
2. Hidup menyajikan dua pilihan kepada kita: Bersandar kepada Allah atau bersandar pada diri
sendiri. Tatkala Allah tidak menjawab doa sebagaimana yang kita harapkan, kita tergoda untuk
bersandar pada diri sendiri atau cepat merasa kecewa dan pada akhirnya membelakangi Tuhan.
3. Mengapa Allah Menuntut Iman dari Kita?
4. Iman adalah alat komunikasi atau sarana penghubung antara manusia dan Tuhan. Tuhan dan
manusia berasal dari dua substansi yang berbeda: Tuhan roh dan manusia jasmani; Tuhan tidak
terbatas, manusia terbatas; Tuhan kekal manusia fana. Iman adalah bahasa penghubung antara
Allah dan manusia.
5. Iman merupakan bukti kepatuhan kita kepada Allah. Iman adalah bukti pengakuan kita akan
status kita sebagai ciptaan dan Ia sebagai pencipta.
3434
C. Bagaimana Beriman?
Beriman berarti percaya pada hal-hal berikut.
1. Bahwa Allah mengatur hidup kita,
2. Allah menuntut pertanggungjawaban pada-Nya, yaitu bagaimana kita hidup dan apa yang kita
perbuat.
3. Allah terlibat dalam hidup kita, Ia mengasihi kita; Ia berinteraksi dengan kita; Ia menyelamatkan
kita dari dosa
4. Allah memberi upah kepada orang-orang yang sungguh-sungguh mencariNya, yaitu keselamatan
dan hidup baru.
D. Iman dan Percaya Kepada Allah
Menurut Niftrik dan Boland, aspek iman tidak dapat dipisahkan dari percaya. Manusia beriman
membangun imannya dengan kepercayaan yang menjadi akar dari iman. Alkitab menyatakan bahwa
“tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah” ( Ibrani 11:6 ). Selanjutnya Ibrani 6:79
menulis tentang Nuh dan Abraham yang telah menunjukkan imannya yang luar biasa kepada Allah.
Iman mereka terus bertumbuh dalam perjalanan hidupnya dan mereka terus memelihara imannya.
Beberapa tokoh di bawah ini merupakan contoh bagaimana iman dan percaya kepada-Nya telah
menyelamatakan manusia.
1. Nuh
Nuh merupakan tokoh fenomenal pada zamannya, ketika ia mulai mengerjakan bahtera
sebagaimana diperintahkan Tuhan padanya, banyak orang memperolok dirinya bahkan
menganggap Nuh kurang waras. Berbagai tekanan yang dialaminya tidak mudah untuk dihadapi,
namun ia percaya kepada Tuhan. Imannya tidak goyah menghadapi tekanan dari penduduk kota
sampai tiba saatnya mereka sekeluarga masuk ke dalam bahtera dan turun hujan 40 hari lamanya
sehingga seluruh bumi tergenang air dan tidak ada manusia yang selamat kecuali Nuh dan
keluarganya (seisi rumahnya).
35 35
2. Abraham
Ketika Abraham disuruh Tuhan untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi ke suatu negeri
yang belum ia ketahui, ia taat kepada perintah Tuhan itu tanpa bertanya atau mengeluh. Allah
berjanji akan menjadikan keturunan Abraham sebagai bangsa yang besar dan diberkati oleh Allah.
Demikianlah, Abraham pergi tanpa kejelasan arah dan tujuan. Ia hanya mengandalkan janji Allah
dan ia tetap memegang teguh janji tersebut. Abraham percaya dan dengan sepenuh hati
menyerahkan masa depannya kepada janji Allah. Ia harus berpisah dengan sanak keluarganya,
dari habitatnya demi menjalani perintah Allah. Berbagai rintangan dan kesulitan ia hadapi, puncak
dari perjuangannya adalah ketika Allah meminta Abraham mempersembahkan Ishak sebagai
kurban bagi-Nya. Anak tunggal yang diperoleh dari Allah setelah lama menantikannya. Iapun
memenuhi perintah Allah untuk mengurbankan Ishak. Namun, Allah meluputkan Ishak. Sebagai
gantinya, Ia menyediakan hewan kurban bagi Abraham. Melalui ujian ini, Abraham disebut
sebagai bapa segala orang beriman.
Riwayat Nuh dan Abraham dapat menjadi petunjuk bagaimana manusia beriman menampakkan
iman dan percayanya kepada Tuhan. Mereka bertindak menyenangkan hati Tuhan. Tindakan Nuh
dan Abraham didasari oleh aspek “percaya” kepada janji Tuhan, mereka mengenal Tuhan yang
dipercayai, mereka merasakan kedekatan denganNya, mereka membangun relasi atau hubungan
yang intim dengan Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya secara teratur. Hubungan dengan
Tuhan dibangun berdasarkan pengenalan, kedekatan serta pengetahuan akan Tuhan yang
melibatkan seluruh diri mereka, baik hati nurani maupun akal budi.
3. Perempuan Kanaan yang Percaya
Dalam Kitab Perjanjian Baru ada peristiwa yang dapat diangkat sebagai contoh dalam kaitannya
dengan aspek percaya yakni perempuan Kanaan yang percaya (Mat. 15:21-28). Anak perempuan
Kanaan ini kerasukan setan dan amat menderita. Ketika ia mendengar Yesus sedang berada di
sekitar daerah tempat tinggalnya, perempuan ini segera pergi ke sana dan meminta Yesus
menyembuhkan penyakit anak perempuannya itu. Yang menarik adalah Yesus ternyata tidak
mempedulikan permintaan tolong perempuan Kanaan itu. Perempuan itu terus berusaha
mendekati Yesus sambil memohon. Perkataan Yesus kemudian sebenarnya bisa
3636
sangat menyakitkan hatinya, tetapi perempuan Kanaan itu tidak peduli; ia tetap meminta tolong
Yesus untuk menyembuhkan anaknya. Oleh karena melihat keteguhan hati perempuan Kanaan
itu, Yesus pun mengabulkan permintaannya dengan menyembuhkan penyakit anaknya itu.
4. Yesus Menyembuhkan hamba Seorang Perwira di Kapernaum
Ada seorang perwira yang hambanya menderita sakit keras. Menurut Sabda.org, rupanya perwira
itu adalah orang Romawi. Ia sangat mengasihi hambanya itu. Ketika sang perwira mendengar
Yesus memasuki kota Kapernaum, ia mengutus beberapa orang suruhannya untuk meminta
Yesus menyembuhkan penyakit hambanya itu. Yesus pun mengabulkan permintaan perwira
Romawi itu. Pada waktu ia mengetahui bahwa Yesus bersedia menyembuhkan hambanya, justru
perwira Romawi merasa dirinya tidak pantas menerima kehadiran Yesus di rumahnya. Ia hanya
meminta Yesus untuk menyembuhkan hambanya itu dari jauh, karena ia percaya, tanpa perlu
datang ke rumahnya pun, Yesus sanggup menyembuhkan hambanya itu. Demikianlah Yesus
memuji “iman” perwira Romawi itu dan menyembuhkan hambanya yang sakit itu.
Kesimpulan dari dua buah cerita dalam Perjanjian Baru tersebut, adalah, apabila kita percaya dan
berpegang teguh kepada Yesus (melalui firman-Nya) dengan segenap jiwa, hati dan akal budi, maka
apa yang dikehendaki-Nya atas diri kita pasti terjadi. Inilah juga pengharapan kita dalam iman
kepadaNya. Sifat iman itu aktif; artinya, orang percaya harus benar-benar yakin akan kebenaran
firman Tuhan dan sungguh-sungguh melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata
lain, jika seseorang mengaku beriman kepada Yesus, tetapi hanya di dalam ucapan saja, tanpa
perilaku yang menunjukkan iman itu, maka sebenarnya iman itu sudah mati. Surat Yakobus
mengatakan: “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati”
(Yakobus 2:17).
E. Memelihara Iman
Dalam Kitab 2 Timotius 4:7 Rasul Paulus menulis : ” Aku telah mengakhiri pertandingan yang
baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia
bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada
hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan
kedatangan-Nya”.
37 37
Nampaknya Rasul Paulus mencoba menggambarkan betapa beratnya upaya untuk mempertahankan
dan memelihara iman. Ia tidak hanya memelihara iman dengan berdoa, namun juga bersaksi
memberitakan Injil Kerajaan Allah, berani mengatakan kebenaran dan menegur yang bersalah,
memiliki penguasaan diri, sabar dan tabah dalam penderitaan. Itulah cara Paulus memelihara iman
dan pengalaman ini ia bagikan kepada Timotius. Manusia di dalam dirinya sendiri tidak berdaya jika
Roh Allah tidak mengaruniakan kepadanya kekuatan iman, pengertian dan pengharapan. Allah
memberikan Roh-Nya hanya untuk orang yang mentaati Dia ( Kisah Para Rasul 5:32 ). Sejajar
dengan itu, dalam Kitab Efesus 2:8-9 tertulis: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah: itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada
orang yang memegahkan diri.”
Dalam rangka mendukung pernyataan tersebut di atas, Efesus 6:13-18 menulis: “Sebab itu
ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada
hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah
tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan
untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman,
sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan
terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan
permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan
permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus”. Perisai iman yang disebutkan di
dalam bagian Kitab tersebut ditutup dengan sebuah pernyataan, yaitu berdoalah setiap waktu dengan
permohonan yang tak putus-putusnya. Artinya, manusia beriman harus selalu mendekatkan diri
kepada Allah dan melakukan kehendak-Nya. Melalui doa, orang beriman bisa datang lebih dekat
kepada Tuhan. Doa menjaga relasi orang beriman dengan Allah menjadi semakin akrab sehingga
Allah semakin dikenal. Dengan berdoa kita dapat mengetahui apakah kehendak Allah dalam hidup
ini.
Dibaptis dan menjadi Kristen bukanlah satu-satunya jaminan keselamatan, melainkan mereka yang
melakukan kehendak Allah. Yaitu semua perintah yang diajarkan dalam Alkitab ( Matius 7:21 )..
3838
F. Ciri-Ciri Orang yang Memelihara Iman
Tiap manusia mempunyai harapan akan kebahagiaan sejati yang telah ditanamkan dalam setiap hati
manusia. Harapan ini adalah suatu keinginan hati berdasarkan iman. Tanpa iman, maka manusia
tidak akan mempunyai pengharapan. Harapan inilah yang membuat manusia bertahan menanggung
segala macam penderitaan dan kesulitan hidup, karena berharap akan kehidupan kekal di surga.
Harapan yang membuat manusia dapat berdiri tegak di tengah-tengah berbagai persoalan dan
tantangan kehidupan. Orang yang memelihara iman adalah mereka yang memiliki sikap berikut:
Bijaksana dalam memposisikan diri di tengah krisis yang sedang dihadapi.
Daniel 1:8, Sadrakh, Mesak dan Abednego memiliki iman bahwa pembuangan yang dialaminya
memiliki dimensi pengajaran. Sehingga mereka peka bagaimana seharusnya mengambil sikap.
Karena iman, mereka tidak santap makanan raja dengan kemewahannya. Karena iman, mereka
percaya akan lebih bugar dengan santapan sederhana. Itulah praktik peran iman mereka yaitu tahu
memposisikan diri ditengah krisis. Mereka tidak mau menyembah patung berhala raja meskipun
diancam hukuman berat, sebagai akibat dari ketaatan kepada Tuhan, mereka dicampakkan dalam
api yang bernyala namun Tuhan menyelamatakan mereka. Hasilnya, rajapun takluk kepada Tuhan
yang mereka sembah.
Tetap menghormati norma sosial masyarakat.
Kondisi hidup Daniel dan kawan-kawannya ditengah lingkungan majemuk atau beragam mirip
dengan konteks Indonesia yang majemuk atau beragam. Namun Daniel yang beriman tidak
langsung menolak semua norma sosial masyarakat. Contoh: Daniel mengikuti kebiasaan setempat
dalam memberi salam kepada raja, ia tidak keberatan ketika nama mereka diganti dengan nama
Babel. Penggantian nama tidak pernah melunturkan iman mereka.
Menerima keterbatasannya sebagai manusia
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah, sebagai ciptaan manusia memiliki keterbatasan.
Karena keterbatasan itu, manusia menggantungkan hidupnya pada Tuhan. Percaya dan memberikan
diri dipimpin oleh Tuhan tidak berarti manusia bersikap pasif, malahan kepercayaan itu menjadi
suatu dorongan atau rmotivasi untuk belajar dan bekerja dengan giat.
39 39
Terus menjaga dan membina hubungan yang akrab dengan Tuhan melalui doa dan membaca
Alkitab.
Berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidup baik itu menyenangkan maupun tidak, dalam segala
situasi orang beriman tetap memelihara hubungan yang akrab dengan Tuhan. Hal itu dilakukan
melalui kesetiaan dalam berdoa dan membaca Alkitab.
Tetap setia apapun keadaannya
Orang beriman tetap setia dan percaya pada Allah dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
Iman mereka tidak pernah surut dan tidak hilang percaya kepada Allah. Terkadang menghadapi
masalah, apalagi jika masalah itu berat, manusia cenderung meragukan Allah. Bangsa Israel sering
melakukannya ketika mereka berada di padang gurun, padahal Allah telah melakukan banyak
mujizat bagi mereka. Ketika menghadapi kesukaran mereka bersungut-sungut dan meragukan Allah.
Menerima baik-buruknya peristiwa kehidupan sebagai kedaulatan Allah
Orang beriman menerima berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya seraya mengakui
kedaulatan Allah dalam hidupnya. Hal ini berbeda dengan sikap “pasrah” yang fatalistik. Tentu saja
dalam menghadapi masalah, orang beriman akan berupaya mengatasinya tetapi tidak mengandalkan
kemampuannya sendiri namun sambil berupaya mereka tetap berdoa dan percaya kepada Allah.
G. Penjelasan Bahan Alkitab
• Ibrani 11:1
Iman adalah jaminan dari apa yang diharapkan (surga) dan keyakinan dari apa yang tidak
diinginkan (neraka). Bagi orang-orang Ibrani yang tawar hati akibat penganiayaan, penulis Ibrani
11 menekankan bahwa iman terarah seluruhnya ke masa depan, kepada keselamatan. Iman
menjadi sumber keteguhan hati dan kekuatan yang luar biasa, yaitu percaya akan kesetiaan Allah
bahwa Ia pasti memenuhi janji-janji-Nya.
4040
Kata pengantar ini (Ibrani 11:1-3), menyatakan tiga hal mengenai iman: bahwa iman pada
hakikatnya adalah kenyataan dan kepastian dari apa yang belum kita alami, bahwa iman
membawa kehormatan istimewa bagi tokoh-tokoh sejarah Israel dan bahwa iman merupakan
suatu pandangan hidup yang khusus, yang mempengaruhi setiap pikiran dan kegiatan kita di
dalam dunia ini.Ibrani 11 ingin meneguhkan iman kita melalui contoh tokoh-tokoh Israel yang
telah membuktikan iman mereka kepada Allah dan mereka memperoleh keselamatan.
Percaya pada hal-hal yang belum terlihat artinya kita percaya pada janji Allah meskipun apa
yang dijanjikan itu belum terlihat secara kasat mata. Untuk memperkuat kesaksiannya, penulis
Kitab Ibrani menyebutkan nama-nama tokoh Alkitab untuk mengingatkan kembali bahwa iman
mereka telah mendatangkan keselamatan.
Melalui iman, anak-anak Allah mengetahui bahwa Tuhan telah menciptakan bumi dengan
firman-Nya. Tokoh-tokoh Perjanjian Lama terkemuka hidup oleh iman. Habel, Henokh, Nuh
disebut sebagai contoh orang-orang yang bertindak dengan iman. Angkatan yang menerima
nasihat ini hendaknya juga hidup oleh iman. Setiap angkatan atau generasi harus hidup oleh
segala sesuatu yang kita harapkan hingga Kristus datang kembali.
• Yakobus 2:14-17
Iman yang menyelamatkan senantiasa merupakan iman yang hidup dan tidak berhenti dengan
sekadar mengaku Kristus sebagai Juruselamat, tetapi juga mendorong ketaatan kepada Dia
sebagai Tuhan. Demikianlah, ketaatan adalah aspek yang penting dari iman. Bahwa iman yang
sejati harus aktif dan tekun sehingga membentuk keberadaan kita. Iman tanpa perbuatan adalah
iman yang mati ( Yakobus 2:17 ). Iman yang sejati selalu menyatakan dirinya dalam ketaatan
kepada Allah dan perbuatan belas kasihan terhadap mereka yang membutuhkannya.
Tulisan dalam Kitab Yakobus mengarahkan ajaran ini kepada mereka di dalam gereja yang
mengaku beriman kepada Kristus, pada pendamaian oleh darah-Nya. Mereka percaya bahwa
pengakuan itu saja sudah cukup untuk memperoleh keselamatan. Mereka berkeyakinan bahwa
hubungan pribadi dalam ketaatan dengan Kristus sebagai Tuhan tidak penting.
41 41
Karena itu, Yakobus mengatakan bahwa iman semacam itu mati dan tidak menghasilkan
keselamatan atau sesuatu yang baik. Iman yang menyelamatkan ialah “iman yang bekerja oleh
kasih”. Pada lain pihak, kasih karunia Allah di dalam Roh Kuduslah yang memungkinkan orang
percaya menanggapi kasih Allah yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman (bnd.Roma
1:17). Jikalau kita berhenti menanggapi kasih karunia Allah dan pimpinan Roh, maka iman kita
akan mati.
• 2 Timotius 4:7
Ketika merenungkan kembali hidupnya bersama Allah, Paulus sadar bahwa ajalnya sudah dekat
dan melukiskan hidup dalam iman dengan istilah berikut.
1. Paulus memandang hidup beriman sebagai “suatu peperangan”, bahkan satu-satunya
perjuangan yang layak. Dia telah berperang melawan Iblis, keburukan orang Yahudi dan kafir ,
Yudaisme dan kebejatan dalam gereja, guru-guru palsu, pemutarbalikan Injil, keduniawian
dan dosa.
2. Setia kepada Tuhan dan Juruselamatnya selama hidup.
3. Paulus sudah memelihara iman pada masa-masa ujian yang berat, keputusasaan yang hebat dan
banyak kesusahan baik ketika diserang oleh guru palsu maupun ditinggalkan oleh sahabat.
Bagian Alkitab ini dapat dikatakan sebagai pidato perpisahan Paulus dan sangat menyentuh hati.
Apa yang disebutnya sebagai aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai
garis akhir dan aku telah memelihara iman. Selanjutnya dalam ayat 8 tertulis: Sekarang telah
tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan bukan hanya
untuk Paulus tapi untuk semua orang yang merindukan kedatangan-Nya”.
Mengakhiri pertandingan dapat diartikan sebagai pergumulan atau perjuangan Paulus melawan
semua kejahatan dunia dan keinginan daging baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya.
Bagi Paulus apa yang dialaminya bukan sebuah perjuangan yang suram; itu merupakan suatu
pertandingan yang menuntut segenap semangat dan pengabdian seseorang sebagai pengikut Kristus.
Semua orang yang mati di dalam Tuhan pada akhirnya akan menerima seluruh janji Allah dan
merebut hadiah yang tersedia. Paulus telah mencapai garis akhir berarti ia sudah menang. Paulus
4242
telah menyelesaikan pertandingan iman yang telah ditetapkan Kristus baginya dan dia telah berhasil
memelihara iman. Ia telah menyerahkannya tongkat estafet penginjilan kepada orang-orang yang
dapat dipercaya dan telah mendirikan gereja. Bagi orang percaya, bertahan dan setia di dalam iman
sampai mati merupakan suatu kemenangan kasih karunia. Iman adalah percaya pada seluruh
kesaksian Injil, yakni kata-kata Yesus yang disampaikan kepada para pengikut-Nya.

Makna Hidup Berpengharapan


Di kota Thagaste, Afrika Utara, tinggallah sebuah keluarga dengan tiga orang anak. Sang ibu
bernama Monika. Sang ayah bernama Patrisius, seorang pejabat tinggi di pemerintahan. Berbeda
dengan sang ibu yang merupakan orang Kristen yang taat, sang ayah membenci kekristenan. Tak
segan-segan ia mencemooh istrinya bila hendak mengajarkan iman Kristen kepada anakanaknya. Di
bawah pengaruh buruk sang bapak, anak sulungnya hidup dalam pesta pora, foya-foya, dan pergaulan
bebas. Walaupun sang ibu terus menasihatinya, anak itu tetap saja bandel.
Melihat perilaku anak sulung itu, Monika tentu sangat sedih. Segala cara sudah ia coba untuk
menyadarkannya. Namun, ia selalu gagal. Monika tidak putus asa. Dengan sabar, ia terus berusaha
membimbing anaknya. Ia juga tidak pernah putus berdoa bagi anak dan suaminya. “Kiranya Tuhan
yang mahabaik dan mahakasih, melindungi dan membimbing suami dan puteraku ke jalan yang benar
dan dikehendaki-Nya,” demikian ia berdoa. Doa itu ia naikkan bertahun-tahun dengan tekun dan
tabah.
Suatu hari Patrisius sakit keras. Sesaat sebelum meninggal dunia, ia bertobat dan meminta agar
dibaptis. Sayangnya, hal tersebut tidak membuat anak tertuanya berubah. Ia tetap hidup dalam dunia
kelam, tidak mau bertobat dan terus menyakiti hati ibunya. Hingga suatu saat sang anak memutuskan
untuk meninggalkan ibunya dan pergi ke Italia. Hati Monika benar-benar hancur. Ia begitu sedih
harus berpisah dari anaknya. Apalagi di usianya yang ke-29 tahun, anaknya itu belum berubah.
Namun Monika tidak kehilangan pengharapan. Ia terus mendoakan anaknya.
Saat itu pun tiba. Di Italia, tepatnya di kota Milan, sang anak bertemu dengan Uskup Ambrosius yang
kemudian membimbingnya secara pribadi. Akhirnya tepat pada 24 April tahun 387, doa Ibu Monika
yang dinaikkan lebih dari 20 tahun itu terjawab. Hari itu, anaknya memberikan diri untuk dibaptis,
memutuskan untuk hidup baru, dan bertobat untuk kemudian meninggalkan dosa-dosanya.
Tujuh bulan kemudian, sang anak kembali ke Afrika Utara dan kemudian menjadi Uskup di Hippo
pada usia 41 tahun. Sang anak adalah Agustinus, yang kemudian dikenal sebagai seorang Bapa
Gereja yang disegani dan dihormati. Seorang yang kemudian sangat berpengaruh dalam sejarah
gereja. Terima kasih kepada Ibu Monika, yang tidak pernah kehilangan pengharapan dan tak
sekalipun putus asa untuk mendoakan anaknya. Pengharapan yang mengubah hal yang sebelumnya
mustahil menjadi kenyataan. (Sumber: Augustine of Hippo oleh Peter Brown, 1967).
C. Uraian Materi Pelajaran
Sejak Salomo wafat, kerajaan Israel terpecah dua. Tidak ada lagi raja yang dapat membawa bangsa
itu mencapai masa kejayaan seperti pada zaman Daud dan Salomo. Mereka bahkan menjadi tawanan
dan dibuang ke Babel. Selama itu, umat Israel menanti-nantikan Allah untuk memulihkan mereka
kembali menjadi bangsa yang merdeka dan makmur, seperti yang dinubuatkan oleh para nabi (Yesaya
40:1-2, Mikha 5:1-2). Akan tetapi, harapan mereka tidak juga terwujud. Selepas dari masa
pembuangan di Babel, mereka malah mengalami penjajahan dari bangsa Mesir dan Syria, serta
Romawi. Tidak kurang dari 500 tahun mereka hidup dalam penjajahan bangsa lain. Kehidupan
mereka sangat sulit; perekonomian kacau dan kondisi keamanan juga sangat buruk.
Dalam keadaan demikian, umat Israel terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, mereka yang sudah
kehilangan harapan dan kepercayaan terhadap janji Allah. Tidak sedikit dari mereka yang memilih
untuk memberontak atau menjadi penjahat yang mengacau keadaan. Kedua, mereka yang masih
percaya pada janji Allah dan tetap berpengharapan akan datangnya Sang Mesias yang akan
membebaskan mereka dari tangan penjajah.
Dalam kelompok kedua ini, ada seorang bernama Simeon. Lukas menyebut Simeon sebagai “orang
yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel” (Lukas 2:25) Ia dengan setia terus
beribadah kepada Tuhan; berdoa, menyembah dan melayani Tuhan di Bait Allah. Simeon percaya
saatnya akan tiba bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya. Kepercayaan yang terus dipegang dan
dipeliharanya sampai masa tuanya.
Tentu tidak mudah bagi Simeon untuk terus mempertahankan keyakinannya itu. Apalagi di tengah
ketidakjelasan nasib bangsanya, juga keadaan fisiknya yang semakin menurun karena usia lanjut.
Akan tetapi, Simeon tetap berpengharapan. Ia tetap teguh meyakini bahwa ia akan melihat Sang
Mesias yang ditunggu-tunggu itu (ayat 26).
Pengharapan Simeon tidak sia-sia. Suatu hari, Roh Kudus menggerakkan hatinya untuk datang ke
Bait Suci. Di sana, ia bertemu dengan Maria dan Yusuf yang sedang membawa bayi Yesus.
Sebagaimana aturan dalam hukum Taurat, beberapa hari setelah dilahirkan, setiap bayi laki-laki harus
dibawa ke Bait Suci untuk dipersembahkan kepada Allah.
Begitu melihat bayi Yesus, Simeon segera menggendong-Nya. Sambil memuji Allah ia pun
berseru, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan
firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan
di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsabangsa lain dan
menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.” (Lukas 2:29-32)
D. Pentingnya Memiliki Harapan
Dari Simeon kita belajar bahwa penting sekali untuk hidup berpengharapan; tidak putus asa,
berpegang teguh pada keyakinan akan janji Allah. Pengharapan akan membuat kita mampu bertahan
dalam situasi yang sangat sulit sekalipun. Seseorang yang memiliki pengharapan akan selalu tabah
dan sabar. Sebab pengharapan akan memberi kita alasan untuk terus bergerak maju, dan bukan diam
terpaku sambil meratapi keadaan.
Pengharapan seumpama motor yang menggerakkan roda hidup kita melewati jalanan terjal dan
berliku. Itulah sebabnya, penulis Kitab Ibrani menggambarkan pengharapan sebagai sauh (jangkar)
yang kuat dan aman bagi jiwa. “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita,
yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir.” (Ibrani 6:19) Sebuah kapal tanpa sauh akan mudah
lepas terbawa ombak. Begitu juga bila kita hidup tanpa pengharapan, akan sangat rapuh dan mudah
terbawa arus dunia yang menyeret.
Kisah Simeon adalah contoh, betapa pengharapan yang dipegang teguh tidak akan sia-sia. Begitu juga
kisah Monika, ibu dari Agustinus. Pengharapan mereka menjadi kenyataan. Bayangkan kalau mereka
berputus asa, menyerah, dan tidak mau bertekun lagi. Simeon mungkin tidak akan pernah bertemu
bayi Yesus seumur hidupnya. Monika juga mungkin tidak akan pernah melihat Agustinus bertobat,
bahkan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah gereja.
Bila sekarang ini hidupmu tengah mengalami bermacam masalah dan kesulitan, entah itu di rumah
atau di sekolah. Jangan putus asa. Tetaplah berpegang teguh pada pengharapan bahwa semua masalah
dan kesulitan itu pada saatnya akan berlalu. Kehidupan yang lebih baik di masa depan akan kamu
alami. Dengan demikian, kamu akan terus didorong untuk tetap berusaha dan berdoa. Seperti yang
dialami Paulus. “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak hancur terjepit; kami habis akal,
namun tidak putus asa.” (2 Korintus 4:8)
Ya, itulah yang harus selalu kita lakukan. Dalam segala keadaan sulit yang kita hadapi, jangan
berputus asa. Berpeganglah teguh pada pengharapan bahwa akan ada saatnya segala kesulitan itu
berlalu. Kuncinya bertekun dalam berdoa dan jangan berhenti berusaha. Lakukan yang terbaik dari
bisa kita lakukan. Selebihnya kita serahkan kepada Tuhan. Itu akan membuahkan hasil yang baik.
Tidak saja bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang di sekeliling kita. Tuhan tahu yang terbaik
untuk kita, dan Dia tidak akan mengecewakan.
E. Penjelasan Bahan Alkitab
Kitab Yesaya dan Mikha adalah kitab yang berisi nubuatan tentang kehidupan bangsa Israel paska
pembuangan. Mengapa demikian? Karena ketika mengalami pembuangan, bangsa Israel memiliki
mental yang terpuruk, sungguh-sungguh mereka merasa diri tidak berharga untuk bangkit menjadi
bangsa yang berjaya seperti sebelumnya. Sekaligus pengalaman sebagai bangsa buangan juga
membuat mereka bisa kehilangan harapan untuk mendapai masa depan yang lebih baik. Kondisi
inilah yang dikomentari oleh nabi Yesaya maupun nabi Mikha (dalam Yesaya 40:1-2 dan Mikha 5: 1-
2); mereka memberikan nubuatan bahwa kehidupan yang lebih baik akan tercapai bila saja mereka
tetap memilih untuk taat kepada Tuhan.
Penggenapan nubuatan nabi Yesasa dan Mikha bisa diikuti di Perjanjian Baru dengan peristiwa
kelahiran Yesus Kristus yang sudah dinanti-nanti oleh umat yang percaya kepada-Nya. Hal yang
menarik adalah, kelahiran Kristus juga sudah dinanti oleh Simeon (Lukas 2: 25 - 32) yang memilih
untuk hidup benar dan saleh dan sungguh-sungguh menunggu penggenapan janji Allah tentang
kedatangan Juruselamat bagi umat manusia.
Jadi, ayat-ayat yang dipakai dalam pembahasan hidup yang berpengharapan ini adalah ayat-ayat yang
mengajak peserta didik untuk memahami, bahwa janji Allah tidak hanya ucapan pemanis bibir, tetapi
ucapan yang digenapiNya pada waktu-Nya.
Sebagai manusia, ada banyak hal yang bisa dialami yang dapat menghancurkan harapan untuk
kehidupan yang lebih baik. Itu sebabnya pesan Paulus dalam 2 Korintus 4: 8 menjadi pesan yang
sangat berarti karena menunjukkan bahwa keterpurukan bukanlah alasan untuk tidak berpengharapan.
Melalui pelajaran ini kiranya peserta didik belajar untuk menggali janji Allah, hidup taat kepada-Nya,
dan menunggu janji-Nya digenapi pada waktu-Nya.
F. Penjelasan Kegiatan Pembelajaran dalam Tiap Tahap/Langkah
1. Mengamati Lebih Jeli
Kegiatan dalam pelajaran ini mengajak peserta didik untuk membuat pengamatan terhadap orang
yang berpengharapan dan kemudian dibandingkan dengan orang yang tidak berpengharapan.
Melalui kegiatan ini, peserta didik diajak untuk mengenali keberadaan orang yang berpengharapan
dan orang yang tidak berpengharapan. Hendaknya kegiatan ini bukan sekedar menjadi pengisi
waktu, tetapi menjadi bekal bagi peserta didik untuk secara lebih mendalam dan sungguh-sungguh
membedakan antara kedua jenis orang ini, sehingga ia juga menjadi lebih peka untuk memberikan
pertolongan kepada orang yang tidak berpengharapan.
2. Menyatakan Pengharapan melalui Tulisan
Kegiatan berikutnya adalah peserta didik diminta membuat karangan yang memuat kata-kata
terkait dengan harapan. Ini menjadi kesempatan bagi peserta didik untuk menuangkan ide-ide
yang dimilikinya tentang hidup yang berpengharapan. Dari karangan ini, guru bisa mempelajari
latar belakang peserta didik sehingga bisa menolong peserta didik apabila betul ia berasal dari
keluarga yang tidak terlalu harmonis atau kurang beruntung.
G. Penjelasan Mengenai Assessment
Pada bagian akhir pertemuan, kepada peserta didik diberikan assessment yang terdiri dari 4
pertanyaan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Menurutmu, mengapa Simeon tetap hidup berpengharapan?
Pertanyaan 1 meminta peserta didik memberikan alasan mengapa Simeon tetap hidup
berpengharapan. Untuk menjawab pertanyaan ini, peserta didik diharapkan bisa memahami sejarah
bangsa Israel yang mengalami pembuangan dan kehilangan harapan untuk kehadiran Juruselamat.
Tapi Simeon tidak terpaku dengan riwayat kelam masa lalu; ia tahu bahwa kehadiran Juruselamat
adalah hal yang bisa ia alami, karena ia memilih untuk tetap berpengharapan.
2. Bacalah Ibrani 6:19. Menurutmu, gambaran atau bayangan apa saja yang muncul ketika
mendengar kata “ sauh yang kuat”? Apakah orang yang sedang bingung memerlukan “sauh
yang kuat”?
Pertanyaan 2 meminta peserta didik untuk menggali pemahaman terhadap Ibrani 6: 19. Bila
peserta didik sudah memahami makna pengharapan, ia tentu dapat menjawap pertanyaan ini.
Mereka bebas mengungkapkan pendapatnya tentang hal ini.

3. Berikanlah contoh hidup yang berpengharapan dan hidup yang tidak berpengharapan.
Berikan alasan kuat mengapa selaku anak-anak Tuhan kita harus hidup berpengharapan.
Pertanyaan 3 meminta peserta didik memberikan contoh untuk hidup yang berpengharapan dan
hidup yang tidak berpengharapan. Contoh ini bukan sekedar contoh yang dibuat-buat, melainkan
contoh nyata yang diambil dari kejadian nyata yang dapat diikuti dari pemberitaan media massa.
Atau, bisa juga diambil dari kehidupan keluarga peserta didik. Namun, karena peserta didik
diminta untuk berargumentasi bahwa selaku anak Tuhan tidak selayaknya kita kehilangan harapan,
peserta didik diminta mencari alasan, mengapa kita harus tetap hidup berpengharapan, walau
banyak orang lain memilih untuk kehilangan harapan. Argumen inilah yang hendaknya dimiliki
oleh peserta didik untuk tetap memilih hidup yang berpengharapan di tengah-tengah sulitnya
kehidupan yang dijalani.
4. Carilah ayat-ayat di Mazmur 119 yang menunjukkan bahwa Tuhan adalah sumber
pengharapan manusia. Tuliskanlah kembali ayat-ayat itu dengan kata-katamu sendiri dan
lantunkan sebagai nyanyian penyerahan diri kepada Tuhan. Kamu bebas memilih melodi
dari lagu lain untuk ayat-ayat tersebut.
Pertanyaan 4 mengajak peserta didik untuk merenungkan kembali, siapa sebetulnya sumber
harapan, yaitu Tuhan melalui ayat-ayat Alkitab yang memberikan bukti bahwa Tuhan sungguh
merupakan sumber pengharapan kita. Di dalam Tuhanlah seluruh kehidupan kita menjadi berarti,
karena Ia menyediakan rancangan yang indah.
Meneladani Yesus
Ada beberapa aspek dari kehidupan Tuhan Yesus yang diangkat di sini, yang perlu diteladani, yaitu
• Peduli dengan yang menderita (Mrk. 1:40-45)
Dalam bagian ini Tuhan Yesus digambarkan selalu terbuka terhadap penderitaan orang lain. Tuhan
Yesus memiliki empati yang sangat tinggi. Hatinya mudah tergerak bila melihat orang yang
menderita. Dalam sebuah bagian Alkitab yang lain, dalam Injil Yohanes 11:31 dst. digambarkan
bagaimana Tuhan Yesus terharu ketika mengetahui bahwa Lazarus, sahabat yang sangat Ia kasihi
ternyata sudah meninggal empat hari sebelum Ia tiba di rumahnya. Bahkan dalam ay. 35 dari
bagian bacaan itu dikatakan bahwa Tuhan Yesus menangis.
Kemampuan Tuhan Yesus untuk berempati dengan orang lain mirip sekali dengan apa yang
diajarkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Dalam Roma 12:15, Rasul Paulus
mengatakan, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang
yang menangis!”
Empati berasal dari kata dalam bahasa Yunani, empatheia, yang dibentuk dari dua kata dalam
bahasa Yunani, yaitu “em” yang berarti “di dalam”, dan “pathos” yang berarti “perasaan” atau
“penderitaan”. Jadi, kata empati berarti “mampu menghayati perasaan atau penderitaan orang
lain.”
Kata ini sedikit berbeda dengan kata simpati yang mungkin lebih sering kita dengar. Kata simpati
juga berasal dari bahasa Yunani yaitu sumpatheia, yang dibentuk dari dua kata dalam bahasa
Yunani, yaitu “sum” yang berarti “bersama-sama”, dan “pathos” yang berarti “perasaan” atau
“penderitaan”. Jadi, kata simpati berarti “ikut merasakan perasaan atau penderitaan orang lain.”
Berbeda dengan kata empati, kata simpati tidak menunjukkan kadar perasaan atau penderitaan
yang ditanggung oleh orang yang menunjukkannya kepada si penderita. Sebaliknya, kata empati
menunjukkan kadar yang lebih mendalam, karena di situ diperlihatkan bahwa orang yang ikut
berempati itu benar-benar berada dalam posisi yang sama dengan orang yang mengalami
kemalangan dan penderitaan tersebut.
Dari gambaran di atas, maka kita dapat mengatakan bahwa ketika Tuhan Yesus menunjukkan
empati-Nya kepada orang lain yang menderita, maka Ia benar-benar merasakan penderitaan orang
itu dan ikut menanggung-Nya. Itulah sebabnya dalam kisah kematian Lazarus dilukiskan bahwa
Tuhan Yesus menangis. Ini adalah tangisan kesedihan karena kehilangan seorang sahabat dan
saudara yang sangat dekat, seperti yang dirasakan pula oleh Maria dan Marta.
Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita juga suka menolong orang yang menderita?
Ataukah kita lebih suka menghitung-hitung, apa keuntungan yang akan saya peroleh bila saya
menolong orang itu? Tuhan Yesus tidak pernah menghitung-hitung seperti itu. Bahkan
sebaliknya, Ia justru sering bertabrakan dengan para penguasa dan pemimpin agama
110110
ketika mereka merasa tidak senang melihat Tuhan Yesus melakukan berbagai kebaikan pada hari
Sabat. Bagi para pemimpin agama ini, hari Sabat lebih penting daripada manusia. Tidak demikian
halnya bagi Tuhan Yesus. Yesus sendiri mengatakan, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan
bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”
(Markus 2:27-28).
• Dekat dengan mereka yang dilecehkan (Yohanes 4:5-30)
Tuhan Yesus dekat dengan orang-orang yang dihina, dilecehkan, disingkirkan masyarakat. Dalam
bagian ini diambil contoh tentang perempuan Samaria yang dijumpai Tuhan Yesus di Sumur
Yakub di kota Sikhar. Perempuan ini rupanya mempunyai masalah dengan hidup pernikahannya.
Kita tidak tahu apa penyebabnya dan siapa yang salah. Namun, bila kita tahu bahwa di zaman
Tuhan Yesus perempuan hampir tidak mempunyai nilai, maka bukan mustahil bahwa perempuan
ini justru menjadi korban dari kaum lelaki yang tidak bertanggung jawab dan yang hanya tahu
bagaimana memanfaatkan dan memanipulasinya.
Namun apa yang terjadi? Tampaknya justru perempuan inilah yang dianggap sebagai “perempuan
nakal” atau pezinah. Itulah sebabnya ia pergi ke sumur pada tengah hari, sekitar pk. 12 siang,
sementara perempuanperempuan lainnya umumnya pergi pada pagi hari – mungkin sejak pk. 6
atau 7 pagi, dan paling siang mungkin pk. 10, karena mereka perlu menggunakan air itu untuk
memasak, atau mencuci pakaian. Perempuan ini menghindari jam-jam di pagi hari karena tentu di
sumur itu banyak perempuan lain yang pasti akan menggunjingkannya.
Tetapi di sumur itu perempuan tersebut bertemu dengan Tuhan Yesus – seorang Yahudi – yang
justru meminta air kepadanya. Hal ini tidak lazim, karena orang Yahudi biasanya tidak mau
berbicara dengan orang Samaria yang dianggap najis.
Bangsa Samaria adalah keturunan campuran antara orang-orang Israel dengan orang-orang Asyur
yang dibawa ke Israel oleh Raja Asyur, Sankherib. Pada tahun 721 seb.M. Asyur menaklukkan
Israel dan mengangkut sebagian warga Israel ke Asyur, dan menukar mereka dengan warga Asyur
sendiri yang ditempatkan di Israel. Akibatnya terjadilah pernikahan campuran antara orang-orang
Asyur yang pendatang itu dengan orang-orang Israel, dan keturunan mereka menjadi orang
Samaria.
Orang Samaria memiliki agama yang mirip dengan orang Yahudi, hanya bedanya pusat
peribadatan mereka bukan di Yerusalem, melainkan di Bukit Gerizim. Mereka pun hanya
mengenal lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan
Ulangan) sebagai kitab suci mereka, sementara kitab-kitab yang lain tidak mereka kenal.
Hal-hal inilah – darah mereka yang tercampur dengan darah bangsa Asyur, dan agama mereka
yang berbeda dengan agama Israel – yang membuat mereka tidak disukai oleh orang-orang
Yahudi. Orang Yahudi menganggap orang Samaria najis.
Namun Tuhan Yesus tidak peduli dengan sikap orang Yahudi lainnya yang tidak suka kepada
orang Samaria. Ia malah mendekati mereka. Ia menegur perempuan itu di Sumur Yakub dan
mereka kemudian terlibat dalam percakapan teologis yang mendalam. Kata-kata Tuhan Yesus
membuat perempuan itu takjub dan terheran-heran, sehingga ia segera pergi dan mencari orang-
orang di kota untuk menjumpai Tuhan Yesus. Sungguh luar biasa – dari seorang yang terbuang
karena situasinya, perempuan ini telah menjadi penginjil yang memperkenalkan orang banyak
kepada Tuhan Yesus!
• Membenci ketidakadilan (Matius 21:12-13)
Pada bagian ini diangkat kisah Tuhan Yesus yang membersihkan Bait Allah. Bait Allah adalah
pusat peribadatan orang Yahudi khususnya pada hari-hari raya mereka. Untuk ibadat Sabat
biasanya mereka cukup pergi ke sinagoga-sinagoga yang tersebar di setiap kota dan kampung.
Sebagai pusat peribadatan dan ritual, Bait Allah di Yerusalem selalu dikunjungi banyak orang
yang ingin mempersembahkan kurban mereka. Persembahan kurban selalu menuntut yang
sempurna. Karena itulah orang-orang ini selalu berusaha mencari binatang kurban yang
sempurna. Membawa sendiri binatang kurban dari rumah atau kampung halaman terasa
merepotkan. Apalagi kalau tempat asal mereka jauh. Karena itulah di sekitar dan di dalam Bait
Allah bermunculan para pedagang binatang kurban.
Selain itu orang juga mempersembahkan uang di Bait Allah. Uang yang beredar sehari-hari tidak
boleh digunakan di Bait Allah, karena itu uang haram. Mengapa? Karena mata uang yang beredar
resmi pada waktu itu memuat gambar Kaisar. Ini sesuatu yang dilarang oleh Taurat. Dalam
Keluaran 20:4, salah satu dari Dasa Titah, dikatakan, “Jangan membuat bagimu patung yang
menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di
dalam air di bawah bumi.” Karena itulah, patung pahatan atau cetakan – seperti wajah Kaisar
yang terdapat pada mata uang Romawi waktu itu, tidak boleh dipergunakan di Bait Allah.
112112
Untunglah, ada orang yang “berbaik hati” di Bait Allah dan mau memberikan pelayanan
penukaran uang. Para peziarah tinggal membayar sejumlah uang untuk bisa memperoleh uang Bait
Allah yang akan digunakan untuk memberikan persembahan. Sudah tentu nilai tukarnya bisa
berubah-ubah sesuai dengan tinggi-rendahnya permintaan. Di sini hukum ekonomilah yang
berlaku - harga mengikuti permintaan dan tersedianya penawaran.
Semua ini tentu sangat memberatkan kehidupan rakyat jelata yang setiap hari sudah sangat berat
hidupnya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus marah dan mengusir para pedagang dari Bait Allah. Tuhan
Yesus berkata, “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya
sarang penyamun.” (Matius 21:13)
Pengusiran para pedagang di Bait Allah oleh Tuhan Yesus ini membangkitkan kemarahan yang
luar biasa di kalangan orang-orang Saduki – salah satu aliran agama Yahudi pada waktu itu.
Mengapa demikian? Alasannya sederhana, orang-orang Saduki inilah yang menguasai Bait Allah.
Merekalah yang menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh berdagang di Bait Allah. Sudah
tentu izin itu juga harus diberi imbalan uang. Dengan kata lain, orang-orang Saduki menjadi kaya-
rayat karena bisnis mereka di Bait Allah. Informasi ini memang tidak ditemukan dalam Matius 21
yang kita baca di dalam pelajaran ini, namun hal itu dapat ditemukan lewat catatan-catatan sejarah.
Jadi tidak mengherankan apabila kemudian Tuhan Yesus bertabrakan dengan penguasa pada waktu
itu, termasuk orang-orang Saduki, yang akhirnya menyebabkan Tuhan Yesus ditangkap, diadili,
dan dijatuhi hukuman.
• Membenci kemunafikan (Matius 7:3-5)
Tuhan Yesus membenci kemunafikan atau kepura-puraan. Banyak orang yang berpura-pura saleh
atau baik, tetapi di balik semuanya itu ternyata mereka adalah serigala yang berbulu domba. Di
masa Tuhan Yesus, orang-orang Farisi suka sekali mengamat-amati praktik keagamaan orang
banyak. Mereka suka membanding-bandingkan kehidupan keagamaan orang lain dengan praktik
mereka sendiri. Orang Farisi berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Doa yang diucapkan orang
Farisi seperti yang digambarkan oleh Tuhan Yesus dalam Lukas 18:11-12 tampaknya cukup
menggambarkan kesalehan orang Farisi.

Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur
kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang
lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali
seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” Selain itu, seperti
yang dikatakan di atas, mereka tidak suka bila melihat seseorang bekerja pada hari Sabat,
karena hal itu dilarang oleh Taurat. Termasuk pula di sini pekerjaan baik, seperti
menyembuhkan orang sakit.
Namun Tuhan Yesus menganggap orang-orang Farisi itu munafik, karena kenyataannya mereka
tidak akan menunggu sampai Sabat berakhir apabila lembu mereka masuk ke dalam sumur
(bandingkan dengan Lukas 14:5). Bukankah ini suatu kemunafikan yang luar biasa? Mereka
ternyata lebih sayang kepada lembu mereka daripada sesama manusia yang menderita!
Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyamakan orang-orang Farisi itu seperti makam yang dari luar
kelihatan bersih, cantik, tetapi di dalamnya terdapat jenazah orang yang dimakamkan. Seperti kata
Tuhan Yesus:
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang
munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya
memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan
pelbagai jenis kotoran.” (Matius 23:27)
• Yesus berdoa kepada Bapa-Nya (Lukas 22:39-43)
Sisi terakhir yang diangkat dari kehidupan Yesus adalah hubungan-Nya yang akrab dengan Bapa-
Nya di surga. Tuhan Yesus selalu menyisihkan waktu khusus untuk berdoa kepada Bapa-Nya di
surga. Pagi-pagi sekali Tuhan Yesus sudah berdoa (Markus 1:35). Ketika Ia menghadapi
pencobaan dan maut, Tuhan Yesus pun berdoa (Lukas 21:36; 22:32, 4041, 44, 46, dan
seterusnya). Mengapa Yesus harus berdoa? Tuhan Yesus tampaknya memahami pentingnya Ia
menjalin hubungan yang akrab dengan Bapa-Nya, supaya Ia tetap berada di dalam jalan yang
benar sesuai dengan kehendak Bapa-Nya.
Perlu diingat pula di sini bahwa Tuhan Yesus pun berdoa bagi muridmurid-Nya, bahkan juga
untuk kita semua, agar kita tetap tinggal di dalam satu persekutuan. Dalam Yohanes 17:20-21
Tuhan Yesus mengucapkan doa-Nya demikian:

Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang
percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; 21 supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di
dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus A

GEREJA DAN AWAL TERBENTUKNYA

Bahan Alkitab:
1 Petrus 2:9-10, Kis. 2:1-13

1. Pengertian tentang gereja


a. Kata “gereja” diambil alih dari kata igreja (bahasa Portugis), yang berasal dari kata
Yunani, ekklesia, artinya “dipanggil keluar”. Setiap murid Kristus secara pribadi maupun bersama-
sama dalam persekutuan orang percaya dipanggil untuk memberitakan kabar baik tentang karya
penyelamatan Allah, sehingga banyak orang percaya kepada Yesus.
b. Selain kata ekklesia, ada kata lain dalam bahasa Yunani yang artinya “gereja, yaitu kuriakon,
yang berarti rumah Tuhan. Di sini kata “gereja” lebih menunjuk pada sebuah gedung yang dipakai
jemaat untuk beribadah.

Dari penjelasan diatas, kita mencatat beberapa hal:


1) Gereja adalah gedung atau tempat beribadah umat Kristen.
2) Gereja adalah setiap orang percaya yang dipanggil dan dikuduskan oleh Allah untuk
memberitakan kabar baik tentang karya penyelamatan. Artinya setiap pribadi adalah gereja.
3) Pribadi-pribadi yang dipanggil oleh Allah dan menyatukan diri dalam persekutuan. Persekutuan
yang memberitakan kabar baik itu juga disebut gereja.
4) Paulus menyebut gereja sebagai Tubuh Kristus (I Kor. 12:12-17), dan Kristus adalah Kepalanya
(Ef. 5:23).
2. Awal terbentuknya gereja
Gereja pertama lahir pada saat yang sama dengan perayaan Pentakosta. Pentakosta adalah hari raya
umat Yahudi untuk mengungkapkan syukur atas hasil panen. Karena itu, hari raya ini disebut juga
dengan “hari raya pengumpulan hasil” (Kel. 23:16). Dalam PL, Pentakosta dirayakan 7 minggu atau
50 hari setelah Paskah.
Alkitab mencatat bahwa para murid berkumpul pada hari Pentakosta sambil menantikan “janji Tuhan.
Janji Tuhan itu digenapi melalui turunnya Roh Kudus atas para rasul dan murid-murid lainnya.
Mereka dimampukan oleh Roh Kudus untuk mewartakan kabar baik tentang Yesus yang telah bangkit
itu beserta pengajaran-Nya. Melalui kuasa Roh Kudus pula orang-orang percaya menyebarkan diri dan
mewartakan kabar baik itu ke seluruh dunia, sebagaimana yang diperintahkan olehTuhan sendiri
(Mat.28:19-20).

3. Tugas panggilan gereja


Gereja mendapat tugas untuk memberitakan kabar baik (Injil), yang dijabarkan dalam apa yang
disebut “tugas panggilan gereja”. Tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bersekutu (koinonia). Baca Kisah 2:1-13; 12:1-17, I Kor. 3:11
Di dalam ikatan persekutuan dengan Tuhan Yesus itulah mereka diberdayakan untuk saling
menghibur, menguatkan, berbagi dan memuliakan Allah (Ibrani 10;24-25).
b. Bersaksi (marturia). Gereja bersaksi bahwa Injil adalah kabar sukacita (Roma 1:16-17, Mark.
16:15, Luk. 24:47).
c. Melayani (diakonia). Kita melayani karena Allah lebih dulu melayani kita (Mark. 10:45).
Melayani merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan karena telah menyelamatkan kita. Pelayanan
kepada Allah itu juga ditujukan kepadasesama (semua orang) dan alam sekitar kita. Allah
memberikan mandat kepada kita untuk mengusahakan dan memelihara alam.
Koinonia, marturia dan diakonia biasa disebut sebagai “Tri Tugas Panggilan Gereja”. Namun ada
satu tugas yang juga tidak kalah penting, yakni mengajar (didaskalia).
d. Fungsi gereja adalah menerima apa yang diterimanya dari Bapa, satu-satunya Guru di dalam
gereja (Mat. 23:8-9).
Mengajar adalah kegiatan yang ditugaskan oleh Tuhan sendiri kepada gereja-Nya agar warganya
bertumbuh menjadi dewasa sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga mereka senantiasa siap
memberi pertanggunganjawab atas iman dan pengharapan mereka dalam Kristus (Ef. 4:1-16; I Pet.
3:15). Inti pengajaran gereja adalah undangan Allah bagi manusia untuk bertobat dan membarui diri
seturut kehendak-Nya.

4. Istilah-istialah
a. Ekklesia (Yunani) artinya “dipanggil keluar” untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus
sebagai “terang hidup” yang menyelamatkan.
b. Pentakosta artinya “hari kelima puluh”. Dalam tradisi Yahudi, ini dirayakan sebagai pesta
panen. Dalam tradisi kekristenan, Pentakosta adalah “hari turunnya Roh Kudus”.
c. Gereja disebut “tubuh Kristus”, artinya persekutuan orang percaya yang dipimpin dan menjadi
milik Kristus. Yesus Kristus adalah Kepala gereja.
d. Orang Kristen adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus (pengikut Kristus).

Ciri - ciri Gereja Tuhan yang sejati .


Gereja Tuhan yang sejati adalah gereja yang memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
a. Gereja yang menerima SOLA GRACIA. Gereja yang menyadari bahwa segala sesuatu adalah anugerah
Allah ( Efesus 2:8-9).
b. Gereja yang menerima SOLA FIDE. Gereja yang mengakui bahwa kita dibenarkan oleh Allah, hanya
oleh karena iman kita kepada Kristus ( Roma 3:22,24,26, 5:1 ).
c. Gereja yang menerima SOLA SCRIPTURA. Gereja menempatkan Alkitab sebagai otoritas tertinggi
dan mutlak ( 2 Petrus 20-21, 2 Timotius 3:16 ).
d. Gereja yang menerima SOLA CHRISTO. Gereja yang menempatkan seluruh karya Allah (penciptaan,
pengampunan, penebusan dan pemeliharaan ) berpusat dan terikat pada Kristus ( Kol 1:16,20,22 ).
e. Gereja yang menerima SOLA DEO GLORIA. Gereja yang senantiasa memuliakan Allah ( I Kor 6:20,
Fil 2:10-11 ).

5. Evaluasi
a. Apa arti gereja sebagai komunitas orang percaya?
b. Jelaskan pengertia gereja berdasarkan asal katanya, ekklesia!
c. Apa yang dimaksud dengan “Kristus adalah Kepala Gereja”?
d. Cara hidup anggota Gereja Perdana mengesankan dan menarik. Mengapa? Jelaskan!
e. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat tugas-tugas panggilan gereja!

Catatan:
Kedua belas rasul Matius 4:18-22

1. Simon yang disebut Petrus


2. Andreas (saudara Petrus),
3. Yakobus anak Zebedeus
4. Yohanes (saudara Yakobus)
5. Filipus,
6. Bartolomeus
7. Tomas
8. Matius (pemungut cukai)
9. Yakobus anak alfeus
10. Tadeus
11. Simon orang Zelot
12. Yudas Iskhariot (yang mengkhianati Yesus)

SIFAT-SIFAT GEREJA

Bahan Alkitab:
I Pet. 2, I Kor. 1:11-12, Yoh. 17:20-23
Dasar pembahasan kita adalah salah satu bagian dari Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya pada
gereja yang kudus dan am”.

1. Gereja yang Kudus


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “kudus” berarti suci, murni. Sedangkan dalam bahasa
Ibrani, qadosy (=kudus) berarti dipisahkan, disendirikan, dipisahkan dari yang lain. Uniknya dalam
bahasa Ibrani kata ini hanya digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan Allah. Mengapa?
Sebab, hanya Allah yang kudus (2 Raj. 19:22; Yes. 1:4). Kemudian, kata kudus dipakai juga untuk
benda dan manusia sebab keduanya milik Allah dan termasuk dalam lingkup kehidupan Allah (Im.
19:2). Dengan demikian, kita mengenal istilah gereja yang kudus, orang kudus, tempat kudus.
Gereja disebut kudus bukan berarti gereja bebas dari dosa atau tidak ada cacat celanya. Sebab,
kenyataannya gereja terdiri dari orang-orang berdosa. Calvin menyebut gereja sebagai “gereja orang-
orang berdosa”, gereja yang tidak kudus. Kekudusan gereja tidak terletak pada perbuatan manusia,
tapi pada perbuatan Allah. Oleh karena kasihNya kepada mansuia dan dunia ini, Allah mau
memulihkan hubungan-Nya dengan manusia yang telah rusak akibat dosa melalui pengorbanan dan
kematian Yesus Kristus di kayu salib. Dengan demikian, kasih Allah dalam Yesus Kristuslah yang
membuat gereja itu kudus (lih. I Kor. 1:30). Gereja juga disebut kudus karena dikuduskan oleh Roh
Kudus (I Pet. 2)
2. Gereja yang Am
Perjanjian Baru mengungkapkan bahwa Gereja Perdana lahir di Yerusalem yang dimotori oleh para
rasul. Gereja muda itu terus berkembang diberbagai lingkungan budaya dan bangsa. Sejalan dengan
itu gereja mulai menghadapi persoalan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar gereja.
Misalnya: pertentangan mengenai tabiat ke-Allaha-an dan kemanusiaan Yesus. Perbedaan pemahaman
mengenai kekuasaan dan tata susunan gereja yang mengakibatkan berpisahnya Gereja Katolik di Barat
dan Gereja Ortodoks di Timur. Reformasi yang dilakukan oleh Martin Luther melahirkan gereja-
gereja Reformasi (Protestan) yang berbeda dengan Gereja Katolik Roma.
Dalam banyak hal gereja-gereja ini berbeda. Misalnya: gereja-gereja Protestan mengakui dua
sakramen (Baptisan dan Perjamuan Kudus). Gereja Katolik Roma mengakui tujuh sakramen(Baptisan,
Tobat, Ekaristi, Penguatan, Perkawinan, Tahbisan dan Pengurapan Orang Sakit). Meskipun dalam
banyak hal gereja-gereja memiliki perbedaan, pada dasarnya gereja itu am, artinya umum, tidak
terbatas pada golongan tertentu, terbuka bagi siapa saja. Gereja tidak membeda-bedakan orang
berdasarkan latar belakangnya (suku, etnis, ras, golongan). Gereja tidak memandang status sosial atau
kedudukannya, apakah kaya atau miskin, dst. Gereja yang am itu esa karena memiliki satu kepala,
yakni Yesus Kristus sendiri. Yesus Kristus menghendaki gereja-gereja itu satu. Dalam doa-Nya, Ia
berkata, “…..supaya mereka semua menjadi satu….” (Yoh. 17:20-23). Didorong oleh kehendak Yesus
itu gereja-gereja berusaha mewujudkan keesaan gereja. Gerakan inilah yang kemudian kita
sebut“gerakan oikumene”. Perwujudan oikumene itu antara lain dilakukan melalui doa, dialog, kerja
sama antar gereja dalam bidang social dan lain-lain.

3. Evaluasi
a. Apakah yang dimaksud dengan gereja yang kudus?
b. Apakah yang dimaksud dengan gereja yang am?
c. Apakah sikapmu mengenai perpecahan gereja? jelaskan!

GEREJA PERDANA HINGGA REFORMASI


Bahan Alkitab:
2 Raj. 25:1-21; Kis. 11:19-30

4. Gereja Perdana
Sekitar abad ke-8 sebelum Masehi diluar Palestina sudah ada kelompok-kelompok Yahudi yang
disebut “diaspora” (terpencar-pencar). Di lingkungan itu ada pula kelompok bukan Yahudi yang
masuk atau menganut agama Yahudi. Mereka disebut kaum “proselit”.
Pada paro kedua abad pertama, agama Kristen mulai tersebar ke Eropa Barat dan Asia Tengah.
Penggerak utamanya adalah Rasul Paulus dan teman-teman. Kis. 11:19-30, mencatat bahwa gereja
telah berkembang sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia. Jemaat-jemaat baru ini ini kemudian
menyebarkan Injil itu ke berbagai tempat lainnya sampai akhirnya tersebar juga ke Mesir melalui jalur
perdagangan.

5. Gereja dan Tantangannya


Dalam perkembangannya, munculah ajaran-ajaran yang menentang kekristenan, yakni:
a. Gnostik adalah istilah bagi suatu aliran kepercayaan yang sezaman dengan kemunculan
kekristenan. Secara umum ajarannya menyatakan bahwa dunia ini jahat dan bukan ciptaan Allah,
tetapi ciptaan makhluk lain, mereka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi tentang iman Kristen
yang mampu membawa orang kepada kebenaran yang sempurna. Untuk menghadapi kaum gnostik,
gereja menetapkan 3 asas, yakni:
1) Kanon, yaitu patokan mengenai kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diterima
sebagai dasar iman gereja.
2) Pengakuan iman, yaitu ajaran resmi gereja sebagai pegangan bagi setiap jemaat dalam
membangun imannya (pelajari khusus tentang pengakuan iman rasuli).
3) Jabatan uskup, untuk menjaga ajaran gereja yang benar.
b. Marcion yang mengajarkan bahwa Allah Perjanjian Lama itu kejam dan lebih rendah derajatnya.
Allah dalam Perjanjian Baru adalah benar, mahabaik dan penuh kasih yang mengutus Yesus ke dunia
ini. Marcion menetapkan kanon sendiri, yakni 11 surat yang dianggap ditulis Paulus dan Injil Lukas.
Kitab-kitab lain, sebagaimana yang kita kenal sekarang, dibuang.
c. Montanisme yang mengajarkan bahwa Yesus akan datang untuk ke 2 kalinya di Yerusalem baru
yaitu, di Frigia (Asia Kecil). Montanisme melarang pengikutnya menikah 2 kali dan mewajibkan
mereka berpuasa pada hari-hari tertentu, serta mendorong mereka untuk mati syahid jika gereja
menghadapi penghambatan.
Gereja Perdana juga menghadapi hambatan yang dilakukan Negara karena orang Kristen menolak
menyembah patung kaisar. Itu antara lain terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Nero (tahun 54-68),
Kaisar Decius (kira-kira tahun 250) dan Kaisar Diocletianus (kira-kira tahun 300). Orang Kristen
disiksa namun tidak gentar, bahkan ada yang rela menjadi martir (mati syahid) demi imannya kepada
Kristus. Para martir itu antara lain Ignatius (uskup Antiokhia), Polikarpus (uskup Smirna), Yustinus
Martir dan Tertulianus. Pemerintah tidak berhasil memusnahkan gereja demi Negara, sebaliknya
pemerintah meminta dukungan gereja. Gereja diberi kebebasan penuh. Itu tantangan dari luar. Gereja
juga menghadapi tantangan dari dalam berkaitan dengan ajaran-ajarannya, yakni upaya untuk
menjelaskan siapa Yesus serta mengenai kemanusiaan dan ke-Allah-an Yesus.

· Evaluasi
· Tuliskan hal-hal yang kamu ketahui tentang Montanisme, Gnostik dan Marcion!
· Apa yang dimaksud dengan kelompok diaspora dan proselit?

Pendidikan Agama Kristen (PAK) kelas IX


6. Gereja Abad Pertengahan
Setelah Kekaisaran Romawi Barat runtuh di Eropa muncul kerajaan-kerajaan baru, misalnya
Kekaisaran Jerman, Inggris dan Prancis. Uniknya, selain sebagai kepala Negara, para raja baru ini
juga menganggap diri mereka sebagai kepala gereja. Akibatnya dalam nbanyak hal para raja tersebut
cukup jauh mencampuri urusan gereja; misalnya raja dapat mengangkat dan memberhentikan uskup,
bahkan paus. Akhirnya muncul unsure politis dalam gereja. Hal ini terjadi kira-kira tahun 500-1000
Masehi. Sesudah tahun 1000 Masehi para paus mulai menentang campur tangan para kaisar dan raja
atas gereja. Pemilihan uskup bukan lagi wewenang mereka tapi tugas para rohaniwan dan umat
setempat.

7. Gerakan Pembaharuan (Reformasi) di dalam Gereja


Gerakan pembaharuan pun muncul, misalnya yang dipelopori Petrus Waldens, wyclif dan Yohanes
Huns, yang mengkritik gereja karena memupuk kekayaan dan kekuasaan pejabat gereja.
Martin Luther melakukan gerakan pembaruan yang radikal, karena ia melihat banyak penyimpangan
digereja. Ketika melihat ke kota Roma (th 1510) ia melihat kemerosotan penghayatan nilai-nilai
kristiani di kota itu, terutama di kalangan para kleus (imam dan uskup). Puncak kekecewaan Luter
terjadi ketika surat penghapus siksa dijual demi uang (hasilnya untuk membangun Gereja Santo Petrus
yang megah di kota Roma). Untuk memperbaiki kondisi gereja yang memburuk itu, Luter menulis 95
dalil lalu ditempelkannya di pitnu gereja di Wittenberg, pada tanggal 31 Oktober 1517. Itulah hari
lahir gerakan reformasi. Tokoh pembaruan lainnya adalah Ulrich Zwingli dari Swis.
Tokoh besar pembaruan di dalam gereja adalah Yohanes Calvin. Berbagai pandangan teologisnya
dituangkan dalam karyanya yang terkenal berjudul Institutio (Pengajaran Tentang Agama Kristen).
Calvin antara lain mengajarkan tentang pembenaran hanya oleh iman, sama seperti Luter, dan
menekankan tentang kesucian orang Kristen sebagai wujud ungkapan syukur atas karya keselamatan
Allah. Pada abad ke 18 di Inggris (John Wesley – sebagai pelopor) dan Amerika muncul gerakan
Revivalisme (kebangunan kembali), yang mendorong setiap orang Kristen memperbaiki penghayatan
imannya.

Catatan: Revivalisme ---- suatu gerakan yang berusaha membangkitkan semangat baru di dalam diri
setiap orang Kristen untuk memperbaiki penghayatan imannya.
Pietisme ---- gerakan yang menekankan kesalehan pribadi.
PENGAKUAN IMAN RASULI

Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi.
Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal Tuhan kita,
yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria,
yang menderita dibawah pemerintahan Pontius Pilatus,
di salibkan, mati dan di kuburkan, turun ke dalam kerajaan maut,
pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,
naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah Bapa Yang Mahakuasa,
dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Aku percaya kepada Roh Kudus; Gereja yang kudus dan am; pengampunan dosa; kebangkitan daging;
dan hidup yang kekal.

Anda mungkin juga menyukai