Anda di halaman 1dari 10

Prinsip-Prinsip Dalam Memberi Persembahan: Tinjauan Teologis Biblikal Kristen Terhadap

Memberi Persembahan Sebagai Pola Keimanan Berdasarkan 2Korintus 8 dan 9


Oleh: Yoel Benyamin, M.Th

Abstract

Presentation of the principle of offerings based on 2 Corinthians 8 and 9 can be applied in the
Christian faith life. This offering includes symbolic meaning, the meaning of the harvest (2
Cor 9: 6-11), fair competition (2 Cor 9: 1-5), must be carefully monitored (2 Cor 8: 16-24), is
balance and equality, valuable Proposional, based on the cross of Christ, is a charisma, and is
an expression of God's grace. God's people are given the same opportunity in giving based on
their willingness.
Key Words: Offerings, Corinthians, Paul, Theological-Biblical and Patterns of Faith

Abstrak
Penyajian prinsip persembahan berdasarkan 2Korintus 8 dan 9 dapat diaplikasikan
dalam hidup beriman Kristen. Persembahan ini meliputi makna simbolis, makna tuaian
(2Kor. 9:6-11), persaingan sehat (2Kor. 9:1-5), harus diawasi secara teliti (2Kor. 8:16-24),
merupakan keseimbangan dan kesetaraan, bernilai Proposional, didasari oleh salib Kristus,
merupakan suatu kharisma, dan merupakan suatu ungkapan rahmat Allah. Umat Allah
diberikan kesempatan yang sama dalam memberi berdasarkan kerelaan masing-masing.

Kata kunci: Persembahan, Korintus, Paulus, Teologis-Biblikal dan Pola Iman.

A. Pendahuluan

Kehidupan Kristen kita tidak terlepas dengan kegiatan memberi persembahan dalam
kegiatan agmawi kita. Bahkan dengan sangat kreativ gereja-gereja memberi nama spesifik
bagi bentuk-bentuk persembahan yang bersifat umum maupun khusus, insidentil maupun
terprogram. Saya menjumpai dan mengamati ada gereja yang mengajarkan teologi berkat-
kutuk untuk memobilisasi jemaatnya agar sebanyaknya memberi persembahan bagi khas
gereja. Berkat melimpah, kehidupan makmur sejahtera menjadi tujuan memberi dengan
prinsip atau tujuan “akan menuai 30, 60 dan 100 kali ganda”. Tidaklah mengherankan gereja
memiliki saldo keuangan yang fantastis, hamba Tuhan, Gembala dan pengerjanya makmur.
Tanpa didasari prinsip Biblikal Kristen, memberi persembahan dapat salah terapan,
salah kaprah, salah arah, salah motivasi dan salah tujuan. Apapun alasan jemaat memberi
persembahan dan seberapa besar persembahan itu tetaplah bermanfaat bagi perkembangan
suatu gereja. Prinsip-prinsip yang benar dalam memberi persembahan bagi gereja masa kini
dapat ditemukan dalam 2Korintus 8 dan 9 dimana Rasul Paulus mengembangkan beberapa
prinsip persembahan Kristen.

B. Persembahan Kristen merupakan suatu ungkapan rahmat Allah

Jika kita teliti secara mendalam dalam kitab 2Korintus 8 dan 9 ini, Paulus tidak mulai
dengan mengacu pada kemurahan hati gereja-gereja Makedonia di Yunani bagian utara.
Namun ia langsung kepada alasan memberi persembahan yaitu kemurahan Tuhan, kasih
karunia yang dianugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia”. Sebagaimana dikatakan
John Stott “Kasih karunia adalah kata lain dari kemurahan hati. Dengan kata lain, di balik
kemurahan hati jemaat Makedonia, Paulus melihat kemurahan Allah,” 1 maka Allah kita yang
senantiasa menganugerahkan rahmat adalah Allah yang murah hati, dan Dia sedang bekerja
membuat jemaat-Nya menjadi murah hati pula. Seolah-olah karakter Allah ini menjadi dasar
gerakan hati memberi persembahan. Seorang penulis mengatakan: “Dalam terang anugerah-
Nya yang tak terbatas, satu-satunya kewajiban orang percaya tentulah mengucap syukur
lewat puji-pujian dan perbuatan baik (Ef. 2:8-10).”2 Wujud dari perbuatan baik itu salah
satunya adalah memberi persembahan bagi Allah.
Paling tidak ada tiga situasi yang datang bersamaan dengan kemurahan hati memberi
dari orang-orang Makedonia, yaitu pencobaan yang berat, sukacita yang meluap dan
kemiskinannya. Dapat dikatakan orang-orang Makedonia memberikan lebih dari yang
mereka mampu, dan mereka memohon kehormatan untuk melakukannya. Seorang hamba
Tuhan terkenal, Charles R. Swindoll pernah berkata tentang jemaat Makedonia: “Pemberian
mereka mengalir dengan kemurahan hati yang disertai pengorbanan. Tidak ada orang kikir di
antara mereka. Sungguh luar biasa!” 3 Mungkin tidak berlebihan jika kita meneladani orang
Makedonia dalam hal memberi persembahan.
Kemudian kita dapat melihat bagaimana Paulus mendesak Titus untuk menyelesaikan
hal-hal yang telah ia mulai di Korintus, ibukota Akhaya, beberapa waktu sebelumnya. Titus
telah menasihati orang-orang Korintus untuk memberi sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang Makedonia.
“Paulus mengharapkan dan mengajak jemaat supaya dengan murah hati ikut serta dalam
“pelayanan kasih” itu menuruti teladan baik jemaat-jemaat di Makedonia. Karena itu ia
mengambil tindakan untuk menghilangkan segala curiga (8;1-23). Pengumpulan dana itu
sudah lama dimulai, tetapi rupanya di Korintus tidak jalan dengan lancar (8:6-7. 10-11;
9:2-5).” 4
Dalam bagian ini kita dapat melihat Paulus memulai dengan kasih karunia atau
kemurahan Allah dalam jemaat Makedonia di Yunani bagian utara dan dengan rahmat Allah
yang sama di jemaat Akhaya di Yunani bagian selatan. Kemurahan hati Kristen mereka
adalah luapan kemurahan Allah yang telah dilimpahkan atas mereka.
“Setelah kita ditebus menjadi anak-Nya melalui iman kepada Kristus, Tuhan ingin
membentuk kita agar memiliki karakter yang telah menjadikan Kristus berbeda dari orang-
orang lain pada jaman-Nya. Tuhan berkehendak untuk mengembangkan sikap melayani
dan memberi dalam diri setiap anak-Nya, sama seperti yang dimiliki oleh Kristus.” 5
Sudah selayaknya seorang Kristen sebagai anggota tubuh Kristus yang sudah memiliki
jaminan kepastian keselamatan di dalam dirinya, harus memahami akan keterpanggilan dan
tanggungjawab sebagai seorang pelayan Tuhan yang siap sedia dalam segala hal untuk
melayani dan memberi seluruh apa yang menjadi miliknya baik itu uang, waktu, tenaga dan
pikiran sebagai suatu persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah
karena itu adalah ibadah yang sejati (Rm. 12:1; Kol. 3:23-24).

C. Persembahan Kristen menjadi suatu kharisma, yaitu karunia Roh Kudus.

Ayat dalam 2Korintus 8:7 mengatakan bahwa memberi adalah bagian dari karunia
Allah yang diberikan kepada orang percaya, “maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam

1
John Stott, The Living Church, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2009), hal. 107
2
D.A. Carson, Gereja Zaman Perjanjian Baru dan Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 1997), hal. 147.
3
Charles R. Swindoll, Meningkatkan Pelayanan Anda, (Bandung: Pionir Jaya, 2008),, hal. 48
4
Dr. C. Groenen OFM, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: KANISIUS, 2006), hal. 243.
5
Charles R. Swindoll, Ibid, hal. 15
segala sesuatu, dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk
membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam
pelayanan kasih ini” (2 Kor. 8:7). Perhatikan, orang-orang Korintus telah maju dalam karunia
Roh berupa iman, perkataan, pengetahuan, kesungguhan, dan kasih, dan sekarang rasul
Paulus mendorong mereka untuk maju juga dalam “karunia memberi” ini. Demikian pula
dalam Roma 12:8 Paulus memasukkan karunia roh lainnya ke dalam daftar, yaitu
“menunjukkan kemurahan”. Kemurahan untuk memberi adalah karunia roh. Goppelt, seperti
dikutip Carson mengatakan: “persembahan rohani bukan perbuatan-perbuatan lahiriah
sebagai ketaatan pada hukum-hukum tertulis, melainkan penyerahan yang diilhami oleh Roh
Kudus untuk mengerjakan semua pelayanan.” 6 Maka, memberi persembahan tidak dapat
dipisahkan dari gerakan Roh Kudus dalam hati orang percaya.
Banyak dari karunia Allah dianugerahkan secara murah hati sampai batas tertentu untuk
semua orang percaya dan dianugerahkan secara luar biasa kepada beberapa orang. Demikian
juga, semua orang Kristen dipanggil untuk menjadi murah hati, tetapi beberapa diberi khusus
“karunia untuk memberi”. Mereka yang dipercayai mengelola sumber-sumber finansial yang
signifikan mempunyai tanggung jawab khusus untuk menjadi pelayan yang baik atas sumber-
sumber itu.

D. Persembahan Kristen didasari oleh salib Kristus

Rasul Paulus berkata: “Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan,
dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan
kasih kamu. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia,
yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh
karena kemiskinan-Nya” (2 Kor. 8:8-9). Salib Kristus merupakan kekayaan rahmat Allah
yang menyelamatkan orang percaya. Pengorbanan yang demikian itu dapat menjadi landasan
bagi ketekunan memberi persembahan. Dalam hal ini bukan ajakan memberi dengan
kemurahan hati tetapi refleksi atas karya salib Kristus itu menguatkan semangat memberi.
Paulus menguji ketulusan kasih mereka dengan membandingkannya dengan orang lain dan
terlebih lagi dibandingkan dengan kasih Kristus, karena mereka mengenal “kasih karunia
Tuhan kita Yesus Kristus”. Sama juga seperti dikatakan Einar M. Sitompul, “memberi
persembahan, pada hakikatnya, adalah pola kehidupan orang Kristen, meniru apa yang
dilakukan Allah melalui Tuhan Yesus.” 7 Jadi prinsipnya adalah apa yang telah Allah lakukan
untuk kita begitu pula seharusnya yang kita lakukan bagi Allah.
Perhatikan dua acuan kemiskinan dan kekayaan. Karena kemiskinan kita Kristus
meninggalkan kekayaan-Nya, sehingga melalui kemiskinan-Nya kita menjadi kaya. Tentu
bukanlah kemiskinan dan kekayaan material yang ada di benak Paulus. “Kemiskinan” Kristus
terlihat dalam inkarnasi-Nya dan terutama dalam salib-Nya, sedangkan “kekayaan” yang
diberikan adalah keselamatan dalam segala anugerah-Nya, yang melimpah. Saat kita
memberikan persembahan, kita juga merefleksikan salib, dan semua yang telah didapatkan
bagi kita melalui kematian Kristus. Betapa tidak sepadannya kekayaan duniawi kita
dibandingkan dengan kemurahan hati Allah menyediakan keselamatan melalui salib!

E. Persembahan Kristen adalah persembahan yang Proposional

6
D. A. Carson, Ibid, hal. 153
7
Dr. Einar M. Sitompul, Ibid, hal. 162
Landasan alkitab ialah: “Hendaklah pelaksanaannya sepadan dengan kerelaanmu, dan
lakukanlah itu dengan apa yang ada padamu. Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka
pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu,
bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu” (2 Kor. 8:11-12).
Peringatan keras Rasul Paulus kepada jemaat yang ada di Korintus supaya mereka yang
hendak memberikan persembahan ke dalam pelayanan gereja tubuh Kristus, harus dengan
kerelaan hati dan sesuai dengan apa yang ada pada mereka bukan karena kepaksaan. Tuhan
tidak meminta apa yang tidak kita punyai dan kita tidak mungkin bisa memberi dari apa yang
tidak kita punyai. John Stott memberi ulasan demikian:
“Sepanjang tahun sebelumnya orang-orang Kristen Korintus telah menjadi yang pertama,
bukan hanya dalam memberi tetapi juga dalam keinginan untuk memberi. Jadi, sekarang
Paulus mendorong mereka untuk menyelesaikan tugas yang telah mereka mulai, sehingga
yang mereka lakukan sesuai dengan yang mereka inginkan. Ini harus sesuai dengan apa
yang ada pada mereka. Sebab persembahan Kristen adalah persembahan yang proposional.
“Keinginan kuat datang lebih dahulu; sejauh ada keinginan, pemberian itu diterima
berdasarkan apa yang ada pada si pemberi”. 8
Frasa ungkapan “lakukanlah dengan apa yang ada padamu” mestinya mengingatkan
kita tentang dua ungkapan senada dalam Kisah Para Rasul 11:29. Anggota-anggota gereja di
Antiokhia memberi kepada orang-orang Kristen Yudea yang tertimpa kelaparan “sesuai
dengan kemampuan mereka masing-masing”. Dalam Kisah Para Rasul 2 dan 4 anggota
gereja di Yerusalem memberikan “kepada masing-masing sesuai dengan kebutuhannya”.

F. Persembahan Kristen merupakan keseimbangan dan kesetaraan.

Ayat dalam 2Korintus 8:13-15 dikatakan: “sebab kamu dibebani bukanlah supaya
orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah
sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka
kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis:
Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit,
tidak kekurangan.” Harapan Paulus, sebagaimana ia jelaskan kemudian, bukanlah agar orang
lain mendapat keringanan sementara mereka harus dibebani oleh kesukaran orang lain itu.
Yang seperti ini hanya membalik keadaan, memecahkan satu masalah dengan menciptakan
masalah yang lain. Paulus menginginkan “agar ada kesetaraan”. Pada waktu itu, jemaat
Korintus yang berkelebihan akan mencukupkan kebutuhan jemaat Korintus yang
berkekurangan. “Maka, akan terjadi kesetaraan dan keseimbangan”. John Stott menulis
bahwa prinsip ‘manna di padang gurun’ berlaku dalam jemaat.
“Paulus mengilustrasikan prinsip ini dengan pemberian manna dipadang gurun. Allah
menyediakan cukup untuk setiap orang. Keluarga yang besar mengumpulkan banyak,
tetapi tidak berlebihan. Keluarga yang lebih kecil mengumpulkan sedikit, tetapi tidak
terlalu sedikit, sehingga mereka tidak kekurangan.” 9
Paulus sedang menempatkan kelimpahan beberapa orang seiring dengan kebutuhan
orang lain, dan meminta penyesuaian , yaitu mencukupkan kebutuhan dari yang kelimpahan.
Hal ini dilakukan dengan sudut pandang isotes, kata Yunani yang dapat diartikan sebagai
“kesetaraan” atau “keadilan”.

G. Persembahan Kristen harus diawasi secara teliti (2Kor. 8:16-24).


8
John Stott, Ibid,hal. 11
9
John Stott, Ibid, 112
Satu hal yang harus dicamkan ialah mengelola uang merupakan kegiatan yang penuh
resiko, sehingga Paulus jelas sekali sadar terhadap bahaya-bahayanya. Dikatakan dalam
2Korintus 8:16-24: “kami hendak menghindarkan hal ini: bahwa ada orang yang dapat
mencela kami dalam hal pelayanan kasih yang kami lakukan”, dan “kami menanggung resiko
untuk melakukan yang baik, bukan hanya dihadapan Tuhan, tetapi juga dihadapan manusia”.
Hamba Tuhan ataupun jemaat dapat tercela juga jika salah dalam pengelolaan dan
penggunaan keuangan gereja. Melakukan yang benar pun mengandung resiko. Edgar Walz
menulis dalam bukunya bahwa, “Penggunaan uang yang baik, memerlukan perencanaan .
Rencanakan apa yang harus dilakukan. Rencanakan biaya yang diperkirakan.” 10 Maka mulai
dari rencana, pendapatan, penganggaran, belanja, penggunaan, pertanggungjawaban
keuangan haruslah transparan, sebab sekecil apapun itu uang milik Tuhan untuk kepentingan
bersama dalam jemaat.
Mengingat bahaya dari kekeliruan pengelolaan keuangan yang mungkin saja terjadi,
langkah apa sajakah yang diambil oleh Paulus? Pertama, rasul Paulus tidak ingin menangani
peraturan keuangan itu sendiri, melainkan menugaskan Titus untuk melakukannya dan
memberikan kepercayaan penuh kepadanya. Kedua, Paulus menambahkan bahwa ia sedang
mengirim bersama Titus seorang saudara yang lain, yang “dipuji oleh jemaat karena
pelayanannya kepada Injil”. Ketiga, saudara yang lain ini telah “ditunjukkan oleh jemaat
untuk menemani” Paulus dan membawakan pemberian itu (lihat 1 Kor. 16:3) orang yang
membawakan persembahan itu ke Yerusalem telah dipilih oleh jemaat karena kepercayaan
mereka kepadanya. Ada kesadaran kepada perkara keuangan ini dapat dipercayakan
pengelolaannya. Jadi harus orang yang terkenal jujur dan memiliki integritas dalam
pelayanan.
Andreas Untung Wiyono dalam bukunya ia menulis bahwa:
“Uang dan harta benda gereja adalah sumber daya yang besar. Dalam praktik, besar
kecilnya sumber daya ini dapat disediakan oleh gereja, berpengaruh kepada kuantitas da n
kualitas yang diperoleh dari pekerjaan/pelayanan yang dihasilkan. Meskipun uang dan
harta benda gereja bukan satu-satunya sumber daya yang menentukan, namun dalam
praktik sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, penggelolaan sumber daya ini perlu dilakukan
dengan sungguh-sungguh.” 11
Lebih baik gereja dengan hati-hati mempertimbangkan jumlah orang yang hadir saat
persembahan dihitung, dan menyajikan laporan berjangka kepada jemaat mengenai keuangan
gereja. Transparansi dalam jumlah persembahan yang diterima dapat meningkatkan
kepercayaan jemaat kepada hamba Tuhan dan pengurus dalam jemaat.

H. Persembahan Kristen dapat digerakan dengan sedikit persaingan sehat (2Kor. 9:1-5).

Paulus mengangkat nama jemaat sebagai pembanding bagi yang lainnya. Kepada
gereja-gereja di Yunani sebelah utara (yaitu Filipi), Paulus telah membanggakan
kesiapsediaan gereja di Yunani sebelah selatan (yaitu Korintus) untuk memberi, dan
antusiasme ini telah menggerakan orang-orang utara untuk bersaksi. Sekarang Paulus sedang
mengirim saudara-saudara yang telah disebutkan ke Korintus untuk menyakinkan bahwa
kemegahannya tentang orang-orang selatan bukanlah omong kosong belaka, dan bahwa
mereka akan siap seperti telah dikatakannya.

10
Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja Anda, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), hal. 106
11
Andereas Untung Wiyono & Sukardi, Manajemen Gereja, (Jakarta: Bina Media Informasi, 2010),
Hlm. 119
“Biasanya orang dapat melaksanakan penatalayanan waktu, bakat dan kemampuan, tanpa
ada rasa sesuatu yang “hilang”. Tapi apabila orang harus melaksanakan penatalayanan
uang, maka terciptalah dihadapannya dua pilihan yang berat: antara menyangkal diri
sendiri (mengatasi rasa kehilangan sesuatu itu), dan menuruti diri sendiri. Hanya sedikit
orang yang dengan mudah dapat mengambil pilihan yang tepat.)” 12
Adalah hal yang memalukan sakma sekali, jika beberapa orang utara datang bersama
Paulus dan menemukkan bahwa orang-orang selatan tidak siap. Jadi, Paulus mengirim
saudara itu lebih dahulu, untuk menyelesaikan persiapan dan pengaturan pemberian yang
telah mereka janjikan. Dan mereka dapat bersiap-siap dan pemberian mereka akan menjadi
bukti kemurahan hati mereka tanpa bersungut-sungut. Dengan cara membanggakan
kemurahan hati orang-orang selatan, Paulus berharap orang-orang utara juga akan
menyumbang dengan murah hati. Sehingga Paulus dengan halus mendorong orang-orang
selatan untuk memberi dengan murah hati, sehingga orang-orang utara tidak kecewa kepada
mereka.
Sangatlah menarik melihat cara bagaimana Paulus mempertemukan orang-orang utara
dan selatan untuk membangkitkan kemurahan hati kedua belah pihak. Inilah yang dikatakan
sebagai kompetisi sehat dalam jemaat. Namun ini juga adalah permainan berbahaya, karena
menyangkut nama para pemberi atau donatur dan jumlah yang mereka berikan. Akan menjadi
isu yang sensitiv. Tetapi Tuhan dapat menggerakkan setiap kita untuk menjadi lebih murah
hati dengan mendengar kemurahan hati orang lain.

I. Persembahan Kristen menyerupai tuaian (2Kor. 9:6-11).

Pertama, jelas kita menuai apa yang kita tabur. Siapa pun yang menabur sedikit akan
menuai sedikit, dan siapa yang menabur banyak akan menuai banyak pula. Istilah “menabur”
adalah lukisan yang jelas tentang orang yang memberi. Lalu apa yang mereka tuai?
Semestinya kita tidak menafsirkan maksud Paulus secara harafiah, seolah-olah ia berkata
bahwa makin banyak kita memberi makin banyak pula kita akan mendapat. Tidak. Setiap kita
harus memberi “seturut kerelaan hatinya”, tidak dengan berat hati, atau karena dipaksa,
sebaliknya dengan sukacita dan tanpa bersungut-sungut, karena “Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita”. Baiklah kita mencermati frase “hendaklah masing-masing
memberikan menurut kerelaan hatinya”. Di sini terdapat semacam keyakinan yang sudah
tetap tentang jumlah yang harus diberikan, suatu keputusan yang diambil setelah
pertimbangan yang matang, dan selalu dalam sukacita dan kegembiraan. “Jarang sekali kita
perlu memberi dengan tiba-tiba tanpa pertimbangan yang matang. Jauh lebih baik jika kita
mengambil waktu dan menemukan keyakinan yang tetap.” 13 Sehingga hati bersukacita ada
pada kita menyertai pemberian yang kita lakukan.
Jika anggota jemaat memberi dengan semangat yang demikian, apa yang akan terjadi?
Buah-buah apa yang dapat anggota jemaat harapkan? Jawabannya rangkap dua: “Allah
sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu” sehingga “dalam segala sesuatu”
(tidak selalu dalam hal-hal material) kamu boleh mendapatkan semua yang kamu perlukan;
dan kamu akan “berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” karena kesempatan-kesempatan
untuk pelayanan lebih jauh akan makin besar. Sebagaimana dikatakan pemazmur, buah dari
memberi kepada orang miskin adalah kebajikan yang tetap untuk selama-lamanya (Mzm.
112:9).
Kedua, pastinya apa yang kita tuai mempunyai tujuan. Baik untuk kebutuhan konsumsi
maupun untuk musim tabur yang selanjutnya. Allah pemilik tuaian tidak hanya memuaskan
12
Iwan Stephane Arkady. S.Th, Ibid, hal. 84
13
Jhon Stott, Ibid, hal. 120
kebutuhan kita masa kini, tetapi juga menyediakan bekal di masa depan. Tepatnya, Dia
menyediakan “roti untuk dimakan” (kebutuhan primer saat ini) dan “benih bagi penabur”
(kebutuhan primer di masa-masa mendatang hidup kita). Dengan cara yang sama, Allah akan
“menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah
kebenaranmu”. Barnet mengatakan:
“Pemberian membuahkan banyak hasil positif, yang sering disebutkan dalam Alkitab.
Diantaranya: pertama, pemberian membuahkan ucapan syukur dan pujian (2 Kor. 9:11-13;
Flp. 4:18; 1:3; 4:10,18). Kedua, pemberian membuahkan doa (2 Kor. 9:14; Flp.1:3-5),
Ketiga, pemberian membuahkan kedewasaan (2 Kor. 8:1,7; 2 Kor. 9:10). Keempat,
Pemberian mendorong orang lain untuk memberi (2 Kor. 8:1-4; 2 Kor. 9:20).”14
Ayat-ayat ini adalah asal-usul konsep “benih uang”, mengharapkan Allah
melipatgandakan persembahan kita. Paulus tidak mengajarkan “Injil kemakmuran”,
sebagaimana diklaim beberapa kelompok Kristen.. Benar, ia menjanjikan bahwa “engkau
akan menjadi kaya dalam segala hal”, namun Paulus menambahkan langsung bahwa hal ini
“agar engkau dapat memberi dengan murah hati dalam segala kesempatan” dan dengan
demikian memperbesar persembahan Anda. Perhatikan prinsip ini: kekayaan dibarengi
dengan suatu sikap kemurahan hati.

J. Persembahan Kristen memiliki makna simbolis

Ada makna tersembunyi dari persembahan Kristen yang tidak terlihat dengan mata.
Rasul Paulus sangat jelas jelas memaparkan tentang hal ini. Berhubungan dengan masalah di
gereja-gereja Yunani, Paulus menyiratkan pemberian mereka sebagai bentuk “pengakuan
mereka akan Injil Kristus” (2 Kor. 9:13). Apa maksudnya Paulus disini? John Stott mencoba
menjelaskan demikian:
“Paulus melihat lebih dari sekedar pengiriman uang, yaitu sampai pada makna simbolis
yang diwakilinya. Maknanya lebih dari sekedar geografis (dari Yunani ke Yudea) atau
ekonomis (dari yang kaya kepada yang miskin). Makna pemberian itu juga bersifat
teologis (dari orang-orang Kristen Yunani kepada orang-orang Kristen Yahudi), karena
pemberian itu adalah lambang solidaritas Yahudi-Yunani yang sengaja dan disadari, dalam
kesatuan tubuh Kristus.” 15
Kebenaran “misteri” yang perlu dicatat yakni orang Yahudi dan bukan Yahudi diterima
dalam tubuh Kristus dengan posisi yang sama, agar dalam Kristus mereka menjadi ahli waris,
sesama anggota, dan saling berbagi, hanya diwahyukan kepada Paulus. Inilah esensi dari
tulisan Paulus yang lain dari pada yang lainnya dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama.
Kebenaran ini disinggung di sini, tetapi di uraikan lebih panjang dalam Roma 15:25-28. Pdt.
Dr. Einar M. Sitompul mengatakan bahwa, “Persembahan adalah lambang penyerahan diri
kepada Tuhan. Ini adalah ciri-ciri kemanusiaan yang baru.” 16 Menyerahkan diri menjadi
milik gereja Tubuh Kristus sama artinya dengan mempersembahkan segala sesuatu bagiNya.
Rasul Paulus mengatakan bahwa gereja orang Yunani di daerah Yunani “bersuka hati”
menyumbang bagi orang Kristen Yudea yang dilanda kemiskinan. Paulus menegaskan bahwa
“Mereka memutuskan untuk melakukannya”. Memang, “itu adalah kewajiban mereka. Sebab,
jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi” “maka
wajiblah juga bangsa-bangsa lain itu berbagi dengan orang Yahudi dengan harta duniawi
mereka” (Rm. 15:27). “Dengan cara serupa, persembahan Kristen dapat mengungkapkan

14
Jake Barnett, Ibid, hal. 172-173
15
John Stott, Ibid, hal. 121
16
Pdt. Dr. Einar M. Sitompul, hal.162
teologi kita. Bila kita memberi untuk kedewasaan gereja, kita mengakui tempat gereja pada
pusat rencana kehendak Tuhan untuk kedewasaan gereja.” 17

K. Persembahan Kristen memupuk rasa penuh ucapan syukur kepada Tuhan.

Paling tidak dalam 2Korintus 9:11-15, emapat kali Paulus menyatakan kepercayaannya
bahwa hasil akhir persembahan orang-orang Korintus akan memperbesar syukur dan pujian
kepadaTuhan Yesus.
Kemurahan hati, yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami (ayat.
11). Bentuk pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-
keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah (ayat
12). Mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus
dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan
semua orang,(ayat 13) Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!(ayat
15).
Persembahan Kristen yang nyata dan tulus membuat orang lain tidak hanya berterima
kasih kepada kita yang memberi, tetapi juga bersyukur kepada Allah. Orang lain juga akan
dapat melihat pemberian kita kepada mereka dalam terang kasih karunia-Nya yang tidak
terkatakan, ditunjukkan secara paling agung dalam pemberian Anak-Nya.
Dalam buku “Prinsip-prinsip memberi” karangan Kevin J. Conner dapat ditemukan hal-
hal penting sebagai berikut:
“(a) Memberi diri kepadaTuhan (2 Kor. 8:5); (b) Memberi sesuai dengan kemampuan (2
Kor. 8:3, 2). Juga dalam Kel. 25:2 dan 1 Taw. 29:9; (c) Memberi dengan riang, dengan
senang hati (2 Kor. 9:7); (d) Memberi dengan sukacita, dengan bebas (2 Kor. 8:2). Juga
dalam Yak. 1:5; (e) Memberi dengan layak (2 Kor. 9:6; 8:14-15); (f) Memberi secara
teratur (1 Kor. 16:1-2); (g) Memberi menurut kerelaan hati (2 Kor. 9:7); (h) Memberi
dengan kasih (2 Kor. 8:24); (i) Memberi disertai ucapan syukur (2 Kor. 8:24); (j) Memberi
sebagai seorang pelayan Tuhan dan orang-orang kudus-Nya (2 Kor. 9:11-13); (k)
Memberi sesuai dengan kemampuan (Ul. 16:17; Ezr. 2:69; Kis. 11:29; 2 Kor 8:12); (l)
Memberi seperti menabur benih iman (Gal. 6:7; Ams 11:25; Yer. 48:10); (m) Memberi
dengan hati yang ikhlas (Rm. 12:8); (n) Memberi dengan cuma-cuma, karena kita
memperoleh dengan cuma-cuma (Mat. 10:28); (o) Memberi kepada Tuhan bukan kepada
manusia (Mat. 6:3, 33).” 18
Kesanggupan melepaskan lebih banyak uang yang telah dipercayakan kepada kita
sebagai pelayan akan bermuara dari hal-hal yang disampaikan Conner di atas. Memperbesar
ucapan syukur kepada Tuhan Yesus demi keluhuran nama-Nya sungguh merupakan tujuan
kita yang paling tinggi. Selamat memberi bagi Tuhan.

Kesimpulan

Orang-orang Makedonia memberikan lebih dari yang mereka mampu, dan mereka
memohon kehormatan untuk melakukannya. Paulus memulai dengan kasih karunia atau
kemurahan Allah dalam jemaat Makedonia di Yunani bagian utara dan dengan rahmat Allah
yang sama di jemaat Akhaya di Yunani bagian selatan. Kemurahan hati Kristen mereka
adalah luapan kemurahan Allah yang telah dilimpahkan atas mereka. Ini dapat digolongkan
sebagai karunia roh lainnya, yaitu “menunjukkan kemurahan”. Kemurahan untuk memberi
17
John Stott, Ibid, hal. 122
18
Kevin J. Conner, Jemaat Dalam Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2004), hal. 599-600
adalah karunia roh. Salib Kristus merupakan kekayaan rahmat Allah yang menyelamatkan
orang percaya. Pengorbanan yang demikian itu dapat menjadi landasan bagi ketekunan
memberi persembahan.
Tuhan tidak meminta apa yang tidak kita punyai dan kita tidak mungkin bisa memberi
dari apa yang tidak kita punyai. Kelimpahan beberapa orang seiring dengan kebutuhan orang
lain, dan merupakan penyesuaian, yaitu mencukupkan kebutuhan dari yang kelimpahan.
Keuangan gereja harus dikelola dengan baik mulai dari rencana, pendapatan, penganggaran,
belanja, penggunaan, pertanggungjawaban keuangan haruslah transparan, sebab sekecil
apapun itu uang milik Tuhan untuk kepentingan bersama dalam jemaat. Allah sanggup
melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu” sehingga “dalam segala sesuatu” (tidak
selalu dalam hal-hal material) kamu boleh mendapatkan semua yang kamu perlukan; dan
kamu akan “berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” karena kesempatan-kesempatan
untuk pelayanan lebih jauh akan makin besar. Bentuk pelayanan kasih yang berisi pemberian
ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga
melimpahkan ucapan syukur kepada Allah.

KEPUSTAKAAN

Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2001.


Alkitab Edisi Studi. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010.
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2010.
Azariah, V.S. Memberi Secara Kristen., Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996.
Arkady, Stephane Iwan. Sumber Pembiayaan Gereja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1976 .
Brill, J. Wesley. Tafsiran Surat Korintus Kedua. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003.
Barnett, Jake. Harta dan Hikmat.Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993.
Barclay William. Pemahaman Alkitab Setiap Hari Surat 1 & 2 Korintus. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2009.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 4 Roma – Wahyu, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 2008.
Beyer Ulrich. Sukacita Memberi Tafsiran Korintus. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2010.
Burkett Larry. Mengatur Keuangan Dengan Bijak. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006.
Elim, Jerry. J. Persepuluhan Alkitabiah tapi Tidak Injili, Manado: CV. Agung Abadi, 2009.
Pfitzner V.C. Ulasan Surat 2 Korintus. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2008.
Sitompul, Einar M. Gereja Menyikapi Perubahan. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004.
Stott, John, The Living Church.Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2009.
Swindoll, R. Charles, Meningkatkan Pelayanan Anda, Bandung: Pionir Jaya, 2005.
Wagner, C. Peter. Memimpin Gereja Anda Agar Bertumbuh. Jakarta: Harvest Publication
House, 1995.

Biodata Penulis

Nama : Yoel Benyamin, M.Th.


TTL : 30 Oktober 1979
Pendidikan : Magister Teologi
Konsentrasi : Sistematik, PB dan B.Yunani
Jabatan : Kepala Lembaga Penjaminan Mutu STT Borneo

Anda mungkin juga menyukai