NIM : 160810101124
Teori modern tata guna lahan, yang pada dasarnya adalah inti dari ekonomi perkotaan,
dapat dikatakan sebagai kebangkitan dari teori tata guna lahan (land use) pertanian yang digagas
oleh Von Thunen (1826). Lebih dari satu abad teori yang dikembangkan oleh Von Thunen tidak
mendapat perhatian dari para ekonom. Pada saat kota tumbuh dengan sangat cepat, melebihi
kecepatan perkembangan dari konsep tradisional rencana kota (urban design) diiringi dengan
munculnya berbagai permasalahan di wilayah perkotaan, para ilmuwan menyadari perlunya
suatu pemecahan secara komprehensif. Secara khusus para ekonom dan pakar teori lokasi,
mengembangkan teori tata guna lahan pertanian dari Von Thunen. Para penggagas yaitu Isard
(1956), Beckmann (1957), Wingo (1961) dan Alonso (1962) berhasil melakukan generalisasi
terhadap teori kurva biaya sewa (bid rent curve) milik Thunen ke dalam konteks perkotaan.
Sejak saat itu, ilmu ekonomi perkotaan mengalami kemajuan yang sangat pesat secara teoritis
dan empirik. Beberapa pakar yang kemudian mengembangkan cabang ilmu ini di antaranya
adalah Muth (1969), Mills (1972), Henderson (1977) (dalam Fujita, 1989).
Pola tata guna lahan dan struktur kota yang saat ini ada tidak lepas dari aktivitas setiap
individu di masa lalu. Apabila dalam sistem penggunaan lahan tidak diatur secara seksama,
maka kemungkinan besar akan menimbulkan masalah yang tidak kecil di kemudian hari.
Oleh karena itu, peranan pemerintah sebagai regulator sangat berperan di dalam
pengaturan tata guna lahan. Di samping itu, telah banyak studi yang mengungkapkan peranan
pemerintah di dalam struktur ruang di berbagai wilayah perkotaan. Sehubungan dengan hal
tersebut maka ekonomi perkotaan memiliki peranan sebagai berikut: 1. Peran positif (Positif
Theory), adalah menyediakan penjelasan secara teoretis dan empiris. Dalam hal ini ekonomi
perkotaan dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukkan bagi regulator untuk menentukan
arah kebijakan perencanaan kota. 2. Peran normatif (Normative Theory), dalam hal ini ekonomi
perkotaan digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur pencapaian dari kebijakan yang telah
ditentukan oleh regulator sebelumnya di dalam sistem ekonomi perkotaan. Aspek normatif ini
juga sering disebut dengan ekonomi kesejahteraan (welfare economic). Evaluasi dan pencapaian
dari suatu sistem ekonomi perkotaan mengacu pada efisiensi dan pemerataan.
Ilmu ekonomi perkotaan adalah studi mengenai pemilihan lokasi yang dilakukan oleh
pelaku ekonomi di perkotaan yaitu perusahaan (firm) dan rumah tangga (household). Di dalam
ekonomi perkotaan aspek ruang (spatial) menjadi faktor penting di dalam analisisnya. (Sullivan,
Urban Economic).
Kegiatan ekonomi dan transportasi memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana
keduanya dapat saling mempengaruhi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Tamin (1997:4)
bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan dengan transportasi, karena akibat
pertumbuhan ekonomi maka mobilitas seseorang meningkat dan kebutuhan pergerakannya pun
menjadi meningkat melebih kapasitas prasarana transportasi yang tersedia. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa transportasi dan perekonomian memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi
transportasi dapat mendorong peningkatan kegiatan ekonomi suatu daerah, karena dengan
adanya infrastruktur transportasi maka suatu daerah dapat meningkat kegiatan ekonominya.
Namun di sisi lain, akibat tingginya kegiatan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi meningkat
maka akan timbul masalah transportasi, karena terjadinya kemacetan lalu lintas, sehingga
perlunya penambahan jalur transportasi untuk mengimbangi tingginya kegiatan ekonomi
tersebut.
Kota Zaman kuno- Mesir, kota-kota di aegea.- Beijing dan lukang- Kota Klasik, kota
neo-klasik- Kota modern/pasca Revolusi IndustriApabila di tinjau secara dikotomis,
perkembangan kota berdasarkan prespektif historisdapat di bedakan antara Kota Tradisional dan
Kota modern.
Pada periode III, setelah kerajaan majapahit mulai runtuh dan jawa mulai tumbuh kota-
kota gersik, Tuban, Banten, Batavi, Aceh di Sumatra, makasar di Sulawesi, sejalan
denganmasuknya islam.Pada periode IV (abad XIX-XX), kota-kota di asia tenggara makin
tumbuh dan berkembang terutama sesudah adanya perjanjian wina dan dibukanya terusan suez.
Dalam prespektif lain, periodisasi perkembangan kota di Indonesia dapat di bagi, Kota masa
pra-kolonial dan masa colonial, Perkembangan kota-kota di Indonesia dimasa lalu tak
dapatdilepas dari penyebaran agama islam. Dalam hal ini ada keterkaitan antara kedatangan
islamdan pertumbuhan kota-kota pesisir. Melalui proses Islamisasi terbentuklah kota-kota
bercorakislam di Sumatra,jawa, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi, dan dapat di simpulkan
bahwatempat-tempat yang di datangi orang-orang muslim. Perkembangan kota di Indonesia
dibagi dalam lima periode.
a. Kota Tradisional,Kota yang terbentuk dan dibangun oleh penguasa saat mendirikan
pusat-pusat kerajaan ( kotaJogjakarta dan Surakarta)
b. Kota dagang pra-kolonial .Kota tradisional yang mengalami modivikasi, mesipun
dominasi tradisionalnya masih sangatkuat . ( ctoral, banten, ctora).
c. Kota ctoral Modern.Kota yang mengacu prinsip konsep kota modrn dan produk industry
dari Negara-negaramaju.Sebagian besar kota di indonesiapada dasarnya berasal dari
perkembangan kota-kotatradisional. Konsep kota ini tradisional di Indonesia merupakan
konsep yang berasal dari peradaban agraris yang bersifat tertutup.
Dalam analisis pertumbuhan ekonomi regional, unsur regional atau wilayah sudah pasti
dimasukan dalam analisisnya. Wilayah yang dimaksud dapat berbentuk provinsi, kabupaten
atau kota. Target pertumbuhan ekonomi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain tentu saja
berbeda, hal ini dikarenakan potensi ekonomi di wilayah berbeda-beda sehingga kebijakan
pemerintah untuk mengaturnya pun juga berbeda, disesuaikan dengan potensi di setiap wilayah.
a. Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya. Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk
mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masamasa permulaan dari
proses pertumbuhan ekonomi.
b. Jumlah dan Mutu Dari Penduduk dan Angkatan Kerja. Penduduk yang bertambah dari
waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi.
Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah angkatan kerja, dan penambahan
tersebut dapat memberbesar peningkatan produksi dan jasa.
c. Barang-Barang Modal. Kapital adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan
langsung maupun tidak langsung dalam produksi untuk menambah output. Lebih
khusus dapat dikatakan bahwa kapital terdiri dari barang-barang yang dibuat untuk
penggunaan produksi pada masa yang akan datang.
d. Tingkat Teknologi. Teknologi merupakan cara mengolah atau menghasilkan barang dan
jasa tertentu agar memiliki nilai tambah. Teknologi mempunyai hubungan dengan
inovasi, yaitu penemuan baru yang telah diterapkan dalam proses produksi, seperti
menemukan daerah pemasaran baru, menemukan komoditi baru, menemukan cara kerja
produksi baru dan sebagainya.
e. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat. Sistem sosial dan sikap masyarakat dapat menjadi
penghambat yang serius dalam pertumbuhan ekonomi. Adat istiadat dan sikap
tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara produksi yang
lebih.
Industri sendiri harus ditempatkan di suatu lokasi yang dapat menunjang kegiatannya
dengan baik. Adapun lokasi industri merupakan tempat atau wilayah di muka bumi beserta
segala unsur-unsurnya, meliputi unsur fisik serta unsur sosial yang berkontribusi terhadap
kelancaran dan perkembangan kegiatan industri secara optimal.
Unsur-unsur yang ada dalam lokasi industri tersebut termasuk faktor-faktor seperti
bahan mentah, modal, tenaga kerja, sumber energi, sumber air, transportasi, pasar, iklim,
teknologi, peraturan dan perundang-undangan.
Aglomerasi dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni aglomerasi primer dan aglomerasi
sekunder. Berikut keterangannya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya aglomerasi industri. Faktor tersebut,
meliputi :
Selain beberapa penyebab di atas, aglomerasi industri juga dipengaruhi beberapa hal
lain, seperti :
Terdapat berbagai jenis hirarki perkotaan ditinjau dari berbagai sudut pandang. Salah
satunya yaitu berdasarkan tingkat pertumbuhan penduduk pada suatu kota. Pertumbuhan
penduduk dapat dilihat dari kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk. Hal ini sangat
penting untuk strategi pembangunan kota ke depannya. Termasuk dalam hal penyediaan sarana
dan prasarana hingga lapangan pekerjaan.
Ada pula pengelompokan yang didasarkan atas dasar fungsi politik administratif. Dalam
hal ini, pengelompokan didasarkan pada pembagian administratif di Indonesia. Mulai dari ibu
kota negara yang merupakan pusat pemerintahan negara. Ibu kota provinsi yang berfungsi
sebagai pusat pemerintahan tingkat provinsi. Hingga ibu kota kabupaten/kota yang merupakan
pusat pemerintahan tingkat kabupaten/kota.
Selain itu, hirarki perkotaan juga ditentukan dari perbandingan ukuran kota. Jumlah
penduduk suatu kota diperbandingkan dengan kota terbesar suatu wilayah. Dari sini dapat
diketahui peringkat ukuran kota yang sebenarnya. Sebagai contoh, Surabaya (kota terbesar
kedua di Indonesia setelah Jakarta). Sebenarnya Surabaya berperingkat 3,2 karena penduduk
Jakarta 3,2 kali Surabaya.
3. Jelaskan tentang nilai lahan (land-rent) dan pola spasial (land-use) perkotaan!
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi
kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten
dan logis. Lokasi dalam ruang dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Lokasi absolut. Lokasi absolut adalah lokasi yang berkenaan dengan posisi menurut
koordinat garis lintang dan garis bujur (letak astronomis). Lokasi absolut suatu tempat
dapat diamati pada peta.
b. Lokasi relatif. Lokasi relatif adalah lokasi suatu tempat yang bersangkutan terhadap
kondisi wilayah-wiayah lain yang ada di sekitarnya.
Teori lokasi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order)
kegiatan ekonomi. Atau dapat juga diartikan sebagai ilmu tentang alokasi secara geografis dari
sumber daya yang langka, serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai
macam usaha atau kegiatan lain (activity). Secara umum, pemilihan lokasi oleh suatu unit
aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor seperti: bahan baku lokal (local input); permintaan
lokal (local demand); bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input); dan permintaan
luar (outside demand). (Hoover dan Giarratani, 2007).
Lahan merupakan bagian permukaan bumi yang menjadi tempat aktivitas manusia.
Dalam hal ini, lahan merupakan sumber daya yang bersifat terbatas (aspek scarcity) yang
penting dalam perekonomian. Keterbatasan lahan menuntut adanya suatu sistem alokasi yang
efektif dan efisien sehingga penggunaan akan membawa manfaat paling optimal. Karena
sebagian besar lahan dapat dipergunakan untuk beragam aktivitas, maka akan terdapat
kompetisi kepentingan dalam kepemilikan dan/atau penggunaan lahan. Karakter rural land
market:
Perlu ongkos tambahan jual beli lahan (makelar, pajak, biaya survey, dll).
Lahan biasanya didapatkan dari alih tangan non-jual-beli (warisan, pemberian adat),
jual beli, jual beli melalui broker, jual-beli secara lelang. Terdapat 2 jenis nilai lahan. Nilai
privat ditentukan oleh harga pasar, nilai sosial dipengaruhi oleh harga pasar dan nilai eksternal.
Harga pasar dipengaruhi oleh jumlah kerelaan pembeli untuk membayar dan penjual untuk
menerima bayaran. Land rent atau sewa lahan adalah nilai tambah ekonomi yang diasosiasikan
dengan proses produksi yang menggunakan lahan sebagai input. Kapitalisasi lahan sendiri
muncul karena lahan merupakan faktor produksi tetap, adanya kompetisi penggunaan lahan,
peningkatan harga lahan seiring peningkatan kualitas atau nilai strategisnya.
Menurut Ricardo, kualitas lahan menentukan nilai lahan. Lahan berkualitas tinggi yang
paling langka akan memiliki harga sewa yang lebih mahal karena secara ekonomi, akan lebih
menguntungkan. Menurut von Thunen, jarak dari pusat ekonomi menentukan sewa lahan.
Secara tradisional, Von Thunen berupaya menggambarkan suatu kota sebagai suatu
sistem mandiri yang bergantung kepada sediaan dari produk pertanian yang berlokasi di
sekitarnya. Von Thunen mengasumsikan bahwa panen produk pertanian akan beraneka,
tergantung kepada jenis tanaman, jumlah hasil panen, serta ongkos transportasi dan lokasi dari
jenis pertanian tersebut ditanam.
Model tradisional Von Thunen dikembangkan oleh William Alonso menjadi model
penggunaan lahan, harga sewa, intensitas penggunaan lahan, populasi dan pekerja sebagai
fungsi dari jarak terhadap Central Business District (CBD) (bid-rent function). Bid-rent
function merupakan jumlah yang harus dibayar untuk sewa lahan dalam berbagai lokasi dengan
ongkos transportasi berbeda yang memberikan nilai kepuasan yang sama yang digambarkan
dalam sebuah kurva indifferen. Dalam contoh sederhana, harga (sewa) lahan di pusat kota lebih
tinggi dibanding harga di kawasan pinggiran kota.
Kawasan strategis dengan harga tinggi di pusat kota biasa menjadi incaran. Harga sewa
yang mahal tersebut mencerminkan tuntutan produktivitas tinggi yang biasanya diakali dengan
pembangunan vertikal. Dengan begitu, ongkos (sewa) lahan dapat diimbangi dengan
penggunaan lahan yang jauh lebih besar.
Harga lahan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Dengan begitu, akan muncul kawasan subcenter (Sub-CBD) di bagian pinggiran kota.
Pertumbuhan ekonomi dapat dipacu dengan pemberian insentif. Misalnya berupa pelebaran
jaringan jalan, pembuatan jalur transportasi umum, pembangunan jaringan listrik-telepon-
internet, dll.
Kota dengan struktur ruang monosentris adalah suatu kota dimana hanya terdapat satu
pusat utama kota CBD, dimana pada pusat utama tersebut terdapat pemusatan fungsi
perkantoran serta perdagangan dan jasa. Adapun beberapa ciri-ciri kota monosentris antara lain:
Kota dengan struktur ruang polisentris merupakan suatu kota dimana terdapat tidak
hanya satu atau dua pusat tetapi ada banyak sub pusat pusat-pusat kecil pelayanan kota. Pusat-
pusat tersebut tidak dapat berfungsi sebagai CBD bagi daerah di sekitarnya. Pada suatu kota
yang benar- benar menerapkan konsep polisentris, fungsi perkantoran dan komersial tersebar
secara luas pada sub-sub pusat dan pergerakan masyarakat juga terdistribusikan atau tersebar di
seluruh area perkotaan. Dengan demikian, pergerakan masyarakat tidak dilakukan dalam jarak
dekat. Adapun beberapa ciri kota dengan struktur ruang polisentris antara lain :
a. Kota polisentris cenderung memiliki nilai lahan yang lebih murah sehingga
cenderung meningkatkan konsumsi akan lahan pembangunan secara horisontal.
b. Untuk alasan yang sama dengan poin di atas, pengelola bisnis kecil akan
menemukan lahan di mana saja dengan mudah sehingga akan membentuk suatu
guna lahan yang tersebar.
c. Karena pergerakan dilakukan dengan jarak yang jauh dalam suatu kota, maka
tingkat polusi udara yang dihasilkan juga semakin tinggi dan semakin merusak
lingkungan.
Secara khusus, model spasial lag dalam bentuk matriks diberikan oleh
y = ρWy + Xβ ε
X1,2,3..i : Sektor ekonomi yang memiliki nilai LQ lebih besar dari satu.
α 0 : konstanta
ϵ : Error term.
Kesejahteraan meliputi seluruh bidang kehidupan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial,
budaya, iptek, hankamnas, dan lain sebagainya. Bidang-bidang kehidupan tersebut meliputi
jumlah dan jangkauan pelayanannya. Pemerintah memiliki kewajiban utama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Untuk mendapatkan kesejahteraan itu memang tidak gampang. Tetapi bukan berarti
mustahil didapatkan. Tak perlu juga melakukan yang haram, sebab yang halal masih banyak
yang bisa dikerjakan untuk mencapai kesejahteraan. Kita hanya perlu memperhatikan indikator
kesejahteraan itu. Adapun indikator tersebut diantaranya adalah.
Pertama. Jumlah dan pemerataan pendapatan. Hal ini berhubungan dengan masalah
ekonomi. Pendapatan berhubungan dengan lapangan kerja, kondisi usaha, dan factor ekonomi
lainnya. Penyediaan lapangan kerja mutlak dilakukan oleh semua pihak agar masyarakat
memiliki pendapat tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnyan. Tanpa itu semua, mustahil
manusia dapat mencapai kesejahteraan. Tanda-tanda masih belum sejahteranya suatu kehidupan
masyarakat adalah jumlah dan sebaran pendapatan yang mereka terima. Kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian yang
pada akhirnya mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang mereka terima. Dengan
pendapatan yang mereka ini, masyarakat dapat melakukan transaksi ekonomi.
Kedua, pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau. Pengertian mudah disini
dalam arti jarak dan nilai yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Pendidikan yang mudah dan
murah merupakan impian semua orang. Dengan pendidikan yang murah dan mudah itu, semua
orang dapat dengan mudah mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Dengan pendidikan yang
tinggi itu, kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat. Dengan demikian kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin terbuka. Berkat kualitas sumberdaya manusia
yang tinggi ini, lapangan kerja yang dibuka tidak lagi berbasis kekuatan otot, tetapi lebih
banyak menggunakan kekuatan otak. Sekolah dibangun dengan jumlah yang banyak dan
merata, disertai dengan peningkatan kualitas, serta biaya yang murah. Kesempatan untuk
memperoleh pendidikan tidak hanya terbuka bagi mereka yang memiliki kekuatan ekonomi,
atau mereka yang tergolong cerdas saja. Tapi, semua orang diharuskan untuk memperoleh
pendidikan setinggi-tingginya.
Sementara itu, sekolah juga mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuia
dengan kebutuhan peserta didiknya. Pendidikan disini, baik yang bersifat formal maupun non
formal. Kedua jalur pendidikan ini memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari
pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Angka melek huruf
menjadi semakin tinggi, karena masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan dengan biaya
murah. Kesejahteraan manusia dapat dilihat dari kemampuan mereka untuk mengakses
pendidikan, serta mampu menggunakan pendidikan itu untuk mendapatkan kebutuhan
hidupnya.
Ketiga, kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Kesehatan merupakan
faktor untuk mendapatkan pendapatan dan pendidikan. Karena itu, faktor kesehatan ini harus
ditempatkan sebagai hal yang utama dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat yang sakit akan
sulit memperjuangkan kesejahteraan dirinya. Jumlah dan jenis pelayanan kesehatan harus sangat
banyak. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tidak dibatasi oleh jarak dan waktu.
Setiap saat mereka dapat mengakses layanan kesehatan yang murah dan berkualitas. Lagi-lagi,
ini merupakan kewajiban pemerintah yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Apabila masih banyak
keluhan masyarakat tentang layanan kesehatan, maka itu pertanda bahwa suatu Negara masih
belum mampu mencapai taraf kesejahteraan yang diinginkan oleh rakyatnya.
Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan
perkotaan yang besar dengan jumlah penduduk di atas satu juta orang dan berdekatan dengan
kota satelit disebut sebagai metropolitan.
Memberikan pendidikan sosial ( social education). Pendidikan sosial ini bertujuan untuk
memberikan wawasan kepada penduduk perkotaan mengenai penyesuaian diri. Implikasi dari
pendidikan sosialini adalah hubungan saling membutuhkan dan menghargai. Penduduk
perkotaan di perumahan elite tentu memiliki pekerjaan yang bermacam-macam, dengan
melakukan spesifikasi pekerjaan mereka, maka akan timbul perasaan saling membutuhkan di
antara penduduk di perumahan elite dan mereka akan menghargai dan tidak menganggap
rendah.
Teori interdependesi dari Kelley & Thibaut mengenai social exchange cocok untuk
fenomena individualisme penduduk perkotaan di perumahan elite. Menurut terori ini penduduk
perkotaan di perumahan elite hanya melakukan interaksi dengan orang lain yang
menguntungkan baginya.Dengan perkataan lain, interaksi tersebut merupakan sarana
merekamencapai tujuan.
c) Pemukiman horizontal/vertical
d) Daerah slum / slums adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat
di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki
penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya.
Daerah Jakarta dan sekitarnya banyak terdapat daerah slum baik di tengah maupun
pinggiran kota. Berikut ini adalah ciri-ciri daerah slum :
1. Banyak dihuni oleh pengangguran
2. Tingkat kejahatan / kriminalitas tinggi
3. Demoralisasi tinggi
4. Emosi warga tidak stabil
5. Miskin dan berpenghasilan rendah
6. Daya beli rendah
7. Kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan
8. Warganya adalah migran urbanisasi yang migrasi dari desa ke kota
9. Fasilitas publik sangat tidak memadai
10. Warga slum yang bekerja kebanyakan adalah pekerja kasar dan serabutan
11. Bangunan rumah kebanyakan gubuk / gubug dan rumah semi permanen
Suatu Pemukiman liar dapat digambarkan sebagai suatu wilayah hunian yang telah
berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun; merupakam
pemukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa pada umumnya tidak
cukup.
Ada tiga karakteristik yang bisa membantu kita memahami penyelesaian pemukiman
liar :
1. Physical ( Phisik )
Pemaksimaksimalan fasilitas dan infrasteruktur tanpa mengurangi keselamatan,
Jaringan informal untuk persediaan air bersih. Pengaturan serupa mungkin dibuat untuk listrik,
pengeringan, fasilitas kamar kecil dan lain - lain dengan otoritas publik atau saluran formal.
2. Social ( Sosial )
1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang
sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara
berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang
berkepribadian Indonesia;
2. Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan
kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan
perdesaan;
3. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata
guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
4. Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan
5. Mendorong iklim investasi asing.
f) Model ekonomi
The HUD, lanjut Zulfi, melihat ada lima aspek penting yang harus dijalankan.
kolaborasi yang terintegrasi dari segenap pemangku kepentingan.
• kapasitas dan kompetensi yang dibangun dan dibina secara langgeng berkelanjutan.
• konsolidasi dan optimalisasi dalam pemanfaatan sumber daya terutama lahan dengan
berbagai opsi termasuk waqaf.
Adapun, berdasarkan pengamatan selama sewindu, The HUD institute juga memberikan
sejumlah rekomendasi terkait tantangan suplai perumahan, diantaranya dengan melakukan
pendataan valid, mutakir dan terintegrasi antara semua stake holders dalam penyelengaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), memperkuat fungsi Dinas PKP untuk mobilisasi,
validasi dan pembaharuan data. Selanjutnya pihak HUD juga merekomendasikan untuk
melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah terkait dengan konsistensi Peruntukan Ruang
(RTRW) beserta pengesahannya, memberikan masa peralihan satu tahun dari perijinan secara
manual ke Aplikasi Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi. Dari sisi pembiayaan, HUD
merekomendasikan agar ada penambahan bank & kuota KPR untuk masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR), “Hal ini karena proses persetujuan KPR masih terlalu lama dibandingkan
pembangunan perumahan,” lanjut Zulfi.Menurutnya, model pembiayaan juga harus
dikembangkan agar potensi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan tidak tetap dapat
diakomodasikan.
Selanjutnya, pihak HUD juga menyebut pentingnya edukasi, salah satunya dengan
mengembangkan skema prioritas bagi PNS/ASN agar mengutamakan KPR kepemilikan
sebelum utang yang lain dan mengedukasi masyarakat terhadap kepemilikan rumah lewat KPR.
Kemudian, melihat pangsa pasar MBR yang mayoritas terdiri dari masyarakat yang
berpenghasilan tidak tetap, dirasa penting adanya lembaga yang bisa menjamin seperti Askrindo
atau Jamkrindo. Selanjutnya, dalam pembuatan Peraturan Menteri, perlu lebih intesif
mengikutsertakan stakeholders perumahan secara menyeluruh dan melakukan verifikasi status
lahan clear & clean untuk Rumah Susun Sewa.
g) Persepsi perumahan lebih banyak dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan lokasi
perumahan menurut masyarakat. Menurut teori struktur internal perkotaan dari Burgess,
dijelaskan bahwa faktor lokasi sangat penting bagi tingkat penghasilan. Pilihan lokasi akan
hunian umumnya akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya, namun dalam perkembangan
penggunaan lahan di perkotan lebih dititik beratkan pada segi ekonomis lahan.
Karena semakin dekat dengan pusat aktivitas maka semakin tinggi tingkat aksesibilitas
lokasi, guna lahan yang berkembang diatasnya juga akan semakin intensif, yang akibatnya
sangat mempengaruhi peruntukan lahan bagi perumahan.
Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang tertentu, seseorang yang ingin memiliki
lahan yang baik dan kondisi lingkungan yang baik serta dekat dengan tempat yang lain untuk
kepentingan tertentu, sangat bergantung kepada harga lahan, harga lahan menentukan
permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas persaingan untuk mendapatkan lahan.
Meliputi :
Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini dalam mengurangi jumlah
pengangguran di Indonesia khususnya di perkotaan, namun masih saja pengangguran tidak
berkurang bahkan lebih bertambah setiap tahunnya di karenakan tidak seimbangnya
Hal-hal dia atas adalah beberapa cara yang dapat di gunakan pemerintah dalam
mengurangi pengangguran di Indonesia dan dapat memperkuat ekonomi Indonesia. namun
pemerintah tidak akan bisa menjalankan program-program tersebut jika tanpa adanya kerjasama
dengan pihak swasta dan masyarakat.
Dalam setiap kegiatan suatu agen ekonomi pasti akan memberikan pengaruh agen
ekonomi lain baik terdapat unsur kesengajaan maupun tidak, yang berarti setiap kegiatan
ekonomi akan mempengaruhi kesejahteraan agen ekonomi lain. Ekternalitas dibagi menjadi dua
bagian mendasar yaitu, eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif
merupakan salah satu jenis kegiatan yang mampu memberikan manfaat dan keuntungan bagi
orang lain, dan tidak menimbulkan efek bagi pihak ketiga, sedangkan eksternalitas negatif
merupakan salah satu bagian dari eksternalitas yang kurang memberikan manfaat, dan hanya
sebagian orang yang diuntungkan, dan memberikan efek yang kurang baik bagi pihak ketiga.
Eksternalitas positif sebagian adalah dapat menimbulkan keramaian, sebab pada dasarnya
masyarakat Indonesia menyukai keramaian, menyediakan produk murah seperti pedagang kaki
lima tidak perlu membayar sewa gedung atau ruangan, serta memudahkan pembeli karena dekat
sehingga tidak perlu berjalan jauh atau mengeluarkan biaya/ongkos bahkan membantu
pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan mengurangi niat berbuat jahat karena tidak
memiliki pekerjaan.
Perekonomian termasuk ke dalam salah satu faktor utama dari keutuhan dan kehancuran
sebuah Negara. Baik tidaknya tingkat perekonomian di sebuah Negara juga tergantung dari skill
dan kemapuan masyarakatnya. Disamping skill juga terdapat faktor lain seperti jumlah lapangan
pekerjaan yang disediakan disebuah Negara untuk masyarakatnya. Adanya eksternalitas dalam
suatu aktivitas di bidang perekonomian akan timbul sebuah inefisiensi. Inefisiensi merupakan
keterbalikan dari efisiensi yang disebabkan oleh tidak berimbangnya kuantitas. Inefisiensi akan
timbul apabila tindakan seseorang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem
harga. Dilihat dari sudut pandang kelembagaan di masyarakat, perlu adanya campur tangan
pemerintah sebagai badan pemerintahan untuk tetap menjaga agar tidak terjadi kejadian yang
diluar keinginan atas sumber daya yang berupa ruang terbuka atau pun jalan umum yang
sebenarnya menjadi hak bersama warga negara untuk dapat menggunakannya sebagai sarana
aktifitas dan kegiatan.
Adanya sektor informal PKL ini juga membantu mengurangi kegiatan kriminalitas yang
mungkin saja dapat dilakukan oleh para pengangguran yang tidak mempunyaipenghasilan.
Adanya PKL tidak semata-mata hanya karena keinginan para pedagang untuk mendapatkan
pendapatan atau memenuhi kebutuhan tetapi juga karena tuntutan pasar yang membutuhkan jasa
PKL. Barang-barang yang dijual oleh PKL umumnya memiliki harga yang relatif lebih murah
dan dapat dijangkau oleh masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah yang memiliki
daya beli rendah. Seperti yang telah dijelaskan diatas, masyarakat menengah kebawah akan
lebih memilih membeli barang di PKL daripada harus ke mall yang harganya tidak dapat
mereka jangkau. Sebagai contoh, beberapa PKL menjual beberapa barang tiruan yang
ditawarkan oleh mereka dengan harga yang relatif rendah dengan model yang sama seperti
aslinya, dengan begini sudah dipastikan bahwa masyarakat akan memilih untuk membeli di
PKL karena keuangan mereka yang terbatas menyebabkan mereka terlihat membeli sebuah
kesan dan gaya hidup kaya dengan ongkos yang murah.
Selain itu, pedagang kaki lima juga memberikan dampak yang baik dan memberikan
pekerjaan bagi tukang parkir yang juga membantu ekonominya. Dengan adanya tukang parkir
juga menikmati eksternalitas positif yang dirasakan dengan adanya kegiatan pedagang kaki lima
ini tanpa perlu membayar kompensasi kepada pedagang. Mungkin bagi sebagian masyarakat
keberadaan PKL bisa juga menjadi potensi pariwisata. Berbelanja dan berjalan-jalan di tempat
pedagang kaki lima sudah dianggap sebagai rekreasi. Jumlah yang besar dan beragama bentuk
usaha dengan keunikan tersendiri merupakan potensi yang besar juga untuk menghias kota.
c. Segregasi social
Bentuk segregasi sosial yang terlihat jelas dimana ada pemisahan antara strata
permukiman elit dengan permukiman lain di sekitarnya. Pemisahan ini ditandai dengan adanya
keberadaan pagar atau dinding pembatas yang membatasinya sehingga muncul kesan
eksklusivitas dari permukiman elit. Beberapa model segresi social yaitu :
- Merupakan bentuk segregasi sosial yang tidak terpisah secara jelas hanya kelebaran
jalan (kelas jalan) secara linier yang menandai pemisahan segregasi sosial. Segregasi ini dapat
dilihat di kawasan permukiman strata menengah dan kelas bawah sehingga antara strata
menengah dengan bawah seolah – olah satu kesatuan.
- Bentuk segregasi sosial yang ditandai dengan adanya pemisahan strata sosial bawah
yang menempati bagian belakang dari kavling bangunan golongan strata sosial menengah
sehingga akses menuju permukiman strata bawah mengambil sela antar bangunan dari strata
sosial menengah. Terlihat jelas adanya pemisahan permukiman berdasarkan tipe kavling rumah.
- Merupakan bentuk segregasi pola spasial yang baik, ditunjukkan adanya lahan pertanian
sebagai pembatas segregasi sosial menengah dan bawah yang direduksi oleh kehadiran open
space (area persawahan) sebagai ruang transisi yang juga berfungsi sebagai ruang komunal antar
segregasi sosial.
d. Kriminalitas
Kemacetan adalah indikasi dari inefisiensi tata ruang dengan pertumbuhan kota yang
cenderung meluber, sprawl, dan tidak terencana akibat tidak ada upaya untuk ‘mengintervensi’
urbanisasi: liberalisasi tanah, gentrifikasi, pembangunan kota-kota dan permukiman baru di
suburban. Bentuk perkotaan yang tidak efisien ini sayangnya tidak diiringi dengan perencanaan
konektivitas yang baik seperti penyediaan angkutan-angkutan masif, yang di lain sisi juga
diperparah dengan mudahnya kita melanggengkan kepemilikan kendaraan-kendaraan pribadi,
sehingga yang terjadi adalah fenomena highway-isasi: tambah, tambah, dan tambah
infrastruktur jalan. Pada akhirnya, berbagai solusi menanggulangi kemacetan justru
mengundang penglaju-penglaju baru dengan kendaraan pribadi mereka. Upaya-upaya yang
dilakukan kini seakan mengafirmasi bahwa urbanisasi adalah hal yang sama sekali tidak bisa
direkayasa, sehingga perhatian kita hanya pada ‘mengobati’ bukan ‘mencegah’. Gali lubang,
tutup lubang. Struktur ruang, dalam UU №26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, adalah
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional. Struktur ruang dalam perencanaan kemudian dijabarkan dalam rencana
sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Artinya, struktur ruang akan
menggambarkan di mana orang-orang tinggal dan bagaimana mereka terhubung dengan
prasarana.
Harus kita pahami, kini permasalahan perkotaan semakin kompleks. Ketersediaan dan
harga tanah turut berperan dalam proses transformasi struktur ruang yang terus-menerus
berlangsung. Struktur ruang pun menjadi unik di tiap kasus perkotaan, apalagi di negara-negara
berkembang yang relatif memiliki arus urbanisasi yang nggilani. Sehingga, dalam melakukan
perencanaan tata ruang yang komprehensif, struktur ruang menjadi hal yang paling penting
untuk dikaji dan disesuaikan. Pada akhirnya, bukan hanya tentang kemacetan saja, tata ruang
yang efisien adalah kunci (dan tujuan?) dari perencanaan.
Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Lilik Wachid Budi
Susilo, mengutarakan bahwa persoalan transportasi perlu mendapat perhatian yang segera dan
serius serta menjadi prioritas dalam pembangunan kota. Darurat transportasi perkotaan ujar
Lilik menjadi semakin relevan ketika penanganan persoalan transportasi perkotaan hanya
sebatas pada gejala dan belum menjawab akar masalahnya. Menurutnya, perlu ada perubahan
paradigma pembangunan perkotaan untuk menjawab akar persoalan, yaitu perubahan dari kota
yang memfasilitasi kendaraan pribadi menjadi kota yang memprioritaskan sistem layanan
transportasi massal.
Salah satu perubahan yang ia maksud adalah pengarus utamaan transportasi dalam
pembangunan kota. Wujud nyata dari pengarusutamaan unsur perhubungan harus menjadi hal
yang mendasar dalam pembangunan wilayah, misalnya dengan memberikan porsi yang utama
dalam prioritas penganggaran pembangunan wilayah. “Artinya, penganggaran untuk urusan
perhubungan harus didahulukan dan juga sudah ditetapkan persentase minimalnya. Hal ini
menunjukkan bahwa political will benar-benar menjadikan sektor transportasi sebagai sektor
yang mendasari sektor yang lain,” terang Lilik. Ia juga merasa perlu untuk meluruskan
mispersepsi yang memandang kemacetan sebagai akar masalah kegagalan perencanaan
transportasi perkotaan. Transportasi, menurutnya, adalah alat pencapaian tujuan pembangunan
kota. Keberhasilan sektor transportasi karenanya tidak hanya berbasis pengembangan supply
tetapi juga yang utama mengelola kebutuhan atau demand.
g. Ekonomi energy
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas dan berarti atau
berguna bagi manusia. Menilai berarti menimbang suatu kegiatan manusia untuk
membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil
keputusan mana yang lebih baik. Nilai bersumber dari budi pekerti yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu
wujud kebudayaan disamping sistem sisoal dan karya. Nilai sosial merupakan landasan bagi
masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki cirri-ciri tersendiri dan
berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang
berlaku. Sedangkan moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat
atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku
dan perbautan manusia. Seorang pribadi yang taat pada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma
yang berlaku dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
- Pengertian Budaya
Budaya adalah salah satu cara hidup dan berkembang yang dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan
bahwa budaya itu di pelajari.
j. Eksternalitas perkotaan
Bentuk eksternalitas ruang tersebut yang terukur dan tidak terukur, dapat diketahui
dengan melakukan pengukuran terhadap besar upaya penyesuaian diri penghuni di sekitar ruang
tersebut secara adjustment dan adaptasi. Pengukuran upaya secara adjustment, dapat dilakukan
dengan cara mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi terhadap hunian dan menaksir
besar biaya yang telah dikeluarkan penghuni secara pribadi untuk mengatasi dampak tersebut,
untuk pengukuran adaptasi dengan menggunakan ilmu psikologi (Harun, 2004)1 . Pengukuran
besarnya adaptasi dilakukan dengan mengamati prilaku penghuni ketika melakukan
penyesuaian diri terhadap dampak, lalu mengukur tingkat emosi, kognisi, dan konasi penghuni
terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya (Relawati , 2004)
Eksternalitas adalah biaya yang harus ditanggung atau manfaat tidak langsung yang
diberikan dari suatu pihak akibat aktivitas ekonomi.[1] Eksternalitas sering disinggung ketika
muncul dampak negatif dari suatu aktivitas ekonomi.
Contoh eksternalitas yaitu pencemaran udara yang mengganggu kesehatan dan lingkungan dan
semua itu harus ditanggung oleh masyarakat sendiri.
Contoh eksternalitas yang positif yaitu individu yang alergi terhadap imunisasi diuntungkan
oleh masyarakat yang telah diimunisasi karena penyebaran penyakit tidak sampai ke individu
tersebut. Kredit karbon adalah salah satu mekanisme pembayaran atau mengambil keuntungan
dari faktor eksternalitas.
Jika eksternalitas telah jelas terlihat, maka pelaku aktivitas ekonomi dapat diberikan
pilihan atau diwajibkan untuk membayar dampak tersebut atau mengklaim keuntungan yang
telah diberikannya melalui undang-undang yang berlaku. Atau pelaku aktivitas ekonomi dapat
mengubah produk atau metode produksinya untuk meminimalisir dampak negatif eksternal
- Posisi Negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negar-negara
lain.
- Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
- Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan social yang terjadi.
Pada masa sekarang ini , konsep pembangunan sudah merupakan suatu ideologi yang
menggambarkan kegiatan-kegiatan dalam upaya mengejar pertumbuhan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam pembangunan sangat berhubungan dengan soiologi
pembangunan. Dalam suatu proses pembangunan perlu adanya kemauan keras serta
kemampuan untuk memanfaatkan potensi-potensi yang tersedia dalam masyarakat untuk
keperluan pembangunan. Berbagai perencanaan perlu disusun dan digelar dalam rangka
menghimpun kekuatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam usaha mencapai tingkat
kesejahteraan lebih tinggi. Selain itu sosiologi pembanguan juga menimbulkan hubungan
interaksi pada masyarakat. Interaksi tersebut menimbulkan adanya gotong royong. Aktivitas
gotong royong dalam berbagai dimensi memberikan implikasi semangat dan value untuk saling
memberikan jaminan atas hak dan kelangsungan hidup antar sesama warga masyarakat yang
masih melekat cukup kuat.
Keuangan Publik adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari aktivitas financial
pemerintah.Keuangan publik menjelaskan belanja publik dan teknik-teknik yang digunakan
oleh Pemerintah untuk membiayai belanja tersebut.Keuangan publik juga menganalisis
pengeluaran publik untuk membantu kita dalam memahami mengapa jasatertentu harus
disediakan oleh negara dan mengapa pemerintah menggantungkannya pada jenis-jenis pajak
tertentu. Terdapat sejumlah kriteria dalam menilai pentingnya sektor publik. Kriteria pertama
adalah komposisi output pengeluaran publik haruslah sesuai dengan keingina konsumen, kedua
adanya preferensi penagmbilan keputusan yang terdesentralisasi, dan ketiga tidak menyerahkan
ekonomi hanya pada kekuatan pasar karena mekanisme pasar tidak dapat melaksanakan semuia
fungsi ekonomi. Dengan demikian karakteristik kebijakan publik mempunyai sifat mengarahkan
, mengoreksi, dan melengkapi peranan mekanisme pasar.
Ketergantungan fiskal terhadap pusat justru lebih parah terjadi pada pemerintah daerah
kota/kabupaten. Padahal, level kota/kabupaten inilah titik berat otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal diletakkan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ironisnya lagi
dominasi transfer dari pusat tidak diikuti dengan perbaikan pengelolaannya (governance). Riset
empiris Bank Dunia (2001) menunjukkan tingginya ketergantungan pada transfer berbanding
terbalik dengan governansinya. Maksudnya, pemerintah daerah akan lebih berhati-hati dalam
mendayagunakan PAD daripada dana transfer yang diterima dari pusat.
Perancangan kota adalah sebutan yang diterima secara umum untuk suatu proses yang
ditujukan untuk menghasilkan arahan perancangan fisik dari perkembangan kota, konservasi
dan perubahan. Di dalamnya termasuk pertimbangan lansekap lebih dari pada bangunannya,
preservasi dan pembangunan baru; perdesaan yang perkembangannya dipengaruhi kota, rencana
lokal, renovasi kota oieh pemerintah serta kepentingan lokal (Barnet, 1982:12).
Menurut Pierre Merlin dan Francoise Choay (1988: 677 & 851) perancangan kota adalah
proses dari konsep dan realisasi arsitektur yang memungkinkan penguasaan pengaturan formal
dari perkembangan kota, yang menyatukan perubahan dan kemapanan. la adalah pertengahan
dari praktek arsitek yang berkonsentrasi pada konsep formal dan realisasi arsitektural dalam
konstruksi bangunan dan perancang kota yang berkonsentrasi pada pembagian dan penggunaan
yang kurang sempurna dari sumber-sumber kepemilikan dan penghancuran yang tidak perlu
dari bagian-bagian bersejarah sehingga terintegrasinya kesatuan dan keindahan dalam
lingkungan terbangun.
Kebijakan Fiskal merupakan tindakan yang diambil oleh Pemerintah dalam bidang
perpajakan dan anggaran belanja negara dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran
agregat ekonomi.Kebijakan fiskal dapat berupa kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal
kontraktif. Kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan fiskal yang bertujuan
meningkatkan output perekonomian. Sebaliknya, kebijakan fiskal kontraktif bertujuan
mengurangi output perekonomian.Oleh karena itu, kebijakan fiskal juga merupakan instrumen
stabilisasi pemerintah. Pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output perekenomian menurut
Solow dipengaruhi oleh tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi. Tabungan
merupakan instrumen yang dipengaruhi oleh kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan belanja
negara mempengaruhi tabungan nasional).Secara tidak langusung kebijakan fiskal ikut
mengambil peran dalam pertumbuhan ekonomi.Keputusan-keputusan pemerintah mengenai
kebijakan fiskal yang ditempuh suatu negara dapat mengubah ouput dalam perekonomian, baik
bertambah maupun berkurang.
Jika MPC 0,6, kenaikan belanja pemerintah G sebesar Rp1,00 akan meningkatkan
pendapatan ekuilibrium Y sebesar Rp2,50. Sementara itu, besarnya pengganda perubahan pajak
yaitu:
Jika MPC 0,6, penurunan pajak T sebesar Rp1,00 akan meningkatkan pendapatan
ekuilibrium Y sebesar Rp1,50 (Tanda negatif mengindikasikan pendapatan yang bergerak
kea rah berlawanan dari pajak). Itulah mengapa kebijakan fiskal berkaitan erat dengan
pertumbuhan ekonomi.