Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MATAKULIAH

SEMINAR EKONOMI SUMBER DAYA MANUSIA KELAS A

Makalah

“Masalah-Masalah Pengangguran di Indonesia”

Disusun Oleh:

Basrizal wildanata 160810101106


Fengky Hermawan 160810101107
Mahardika Bagus S 160810101124
Daffa Rizaldy Alifama 160810101158
Abriyan Putra Suniar 160810101208
Sulthon mustaq habibi 160810101213

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIERSITAS JEMBER
2019
Pengangguran

Angaktan Kerja dan Pengangguran


Angkatan kerja adalah bagian tenaga kerja yang benar-benar mau bekerja
memproduksi barang dan jasa. Di Indonesia angkatan kerja adalah penduduk usia 10
tahun ke atas yang benar-benar mau bekerja. Mereka yang mau bekerja ini terdiri dari
yang benar-benar bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari
pekerjaan.

Penduduk yang sedang mencari pekerjaan ini dapat disebut penganggur yang
dikenal dengan penganggur terbuka atau penganggur penuh. Selain pengangguran
terbuka, ada pula pengangguran terselebung (setengah pengangguran). Pengangguran
terselubung ini menunjukkan tidak bekerja secara penuh. Dalam arti belum
digunakannya semua kemamopuan pekerja tersebut atau adanya penghargaan (dalam
wujud rupiah) yang terlalu kecil untuk pekerjaan yang dilakukannya.

Pendekatan labour utilization approach (penggunaan tenaga kerja) menitik


beratkan pada seseorang apakah dia cukup dimanfaatkan dalam bekerja (under
utilized). Pendekatan ini menitik beratkan pada seseorang apakah dia cukup
dimanfaatkan dalam kerja dilihat dari segi jumlah jam kerja. Kerja dan pendapatan
yang diperoleh.

Dalam pendekatan ini angkatan kerja dikelompokkan dibedakan 3 (tiga)


golongan yaitu :

1) Pengangguran (open unemployed), yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja
dan berusaha mencari pekerja.
2) Setengah menganggur (under employed), mereka yang kurang dimanfaatkan
dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan.

1
3) Bekerja penuh, yaitu orang yang memanfaatkan jam kerja secara penuh dalam
pekerjaannya kurang lebih 8 jam sampai 10 jam per hari.

Setengah pengangguran (underemployed person) dapat digolongkan


berdasarkan jumlah jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan. Dalam hal ini
digolongkan dua kelompok yaitu : (1) setengah penganggur kentara (visible
underemployed), yaitu mereka yang bekrja kurang dari 35 jam seminggu; dan (2)
setengah penganggur tidak ketara (invisible underemployed) atau penganggur
terselubung (disguised unemployed), yaitu mereka yang produktivitas kerja dan
pendapatan rendah.

Keadaan angkatan tenaga kerja semua yang tergolong usia lebih dari 16 tahun
yang aktif mencari kerja atau sedang menunggu penarikan dari sebuah pekerjaan.
Dalam angkatan kerja ini bagi mereka yang tidak bekrja disebut pengangguran. Bagi
orang yang tidak bekerja maupun sedang menunggu penarikan kerja oleh perusahaan
merupakan golongan yang tidak mendapat bagian dalam angkatan kerja. Jumlah total
angkatan kerja adalah tetap antara pekerja dan pengangguran. Jumlah dari identitas
orang dalam setiap kategori pasar tenaga kerja selalu berubah, aliran tenaga kerja dari
satu kategori ke kategori lain adalah cukup besar.

Aliran tenaga kerja diantara pasar tenaga kerja masing-masing daerah, dapat
meliputi:

(1) Karyawan yang bekerja menjadi pengangguran sukarela atau berhenti


sementara.
(2) Pekerja menganggur mendapat pekerjaan lain, pekerjaan baru atau penarikan
sebuah pekerjaan yang lebih menguntungkan, sehingga mereka akan berhenti
sementara/selamanya.
(3) Dalam tenaga kerja ini, baik bekerja atau menganggur angakatan kerja dapat
cuti, diberhentikan atau seballiknya memutuskan dipekerjakan lagi atau mencari
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan.

2
(4) Siapapun yang tidak pernah bekrja atau pandangan untuk memperluas pekerjaan
angkatan kerja baru, dari kapan seseorang sudah waktunya berhenti bekerja atau
masuk kembbali menjadi angkatan kerja.

Bentuk-Bentuk Pengangguran
Pengangguran terdjadi karena ketidak seniman antara permintaan dan penyediaan
dalam pasar kerja. Bentuk – bentuk ketidaksesuaian pasar kerja : (1) Friktional; (2)
Musiman; (3) Siklikal; (4) Struktural; (5) Teknologi; dan (6) Kurangnya permintaan
agregat.

(1) Pengangguran Friksional

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan


temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada.
Kesulitan temporer ini dapat berbentuk : (a) tenggang waktu yang diperlukan selama
proses/prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau
kurangnya informasi; (b) kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan
pekerjaan justru terdapat bukan disekitar tempat tinggal si pencari kerja. Misalnya
pencari kerja berkumpul di Surabaya sedangkan lowongan pekerjaan terdapat di luar
Surabaya, dan (c) pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan
dan demikian pula pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga
yang sesuai.

Terjemahan luas dari kata friksional adalah gesekan. Jadi pengangguran


frictional adalah pengangguran yang disebabkan oleh suatu hambatan yang
menyebabkan proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja menjadi
titik lancar. Pengangguran yang terjadi hanya karena ketidaklancaran mekanisme
pasar saja. Penyebab dari hambatan ini pada dasarnya ada dua yaitu karena tempat
dan waktu. Seorang pencari kerja mungkin pada suatu saat tahu bahwa dilain tempat
terdapat permintaan tenaga kerja namun untuk sampai di lokasi butuh persiapan. Jadi
kalau dia tidak juga sampai disana hal ini dihambat oleh perbedaan tempat.

3
Kalau misalnya persiapan memadai dan akhirnya mendatangi lokasi tersebut,
maka waktulah yang menjadi hambatan utamanya. Ditambah lagi bahwa untuk
mengetahui bahwa tempat lain itu ada lowongan pekerjaan yang dapat diisinya
pencari kerja harus mengumpulkan informasi, proses pengumpulannya membutuhkan
waktu.

Apalagi lokasi tersebut terdapat perbedaan jarak yang jauh, maka pencari
kerja membutuhkan waktu agak lama sebelum memutuskan untuk pergi. Sebagai
manusia yang utuh banyak hal-hal yang harus dipertimbangkannya.

Sementara dia mengumpulkan informasi, mempertimbangkan, mengadakan


persiapan untuk berangkat dan sebagainya, diadakan pencacahan, maka jelas dia akan
dikategorikan sebagai penganggur atau pencari kerja. Padahal dalam waktu satu dua
hari sampai satu bulan lagi dia sudah mendapatakan pekerjaan tersebut.

(2) Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian


musim. Contohnya diluar musim panen dan turun kesawah banyak orang yang tidak
memiliki kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru.
Selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan dalam pengangguran musiman.

(3) Pengangguran Siklikal

Pengangguran siklikal adalah pengangguran karena adanya siklus bisnis.


Pengangguran ini banyak terjadi pada masa resesi dan depresi hal ini karena total
permintaan tidak cukup untuk membeli seeluruh output nasional. Akibatnya banyak
output yang tersisa sehingga produsen mengurangi produksi. Pengurangan produksi
juga berarti mengurangi input, yang salah satunya adalah tenaga kerja.

(4) Pengangguran Struktural

4
Pengangguran structural adalah pengangguran yang terjadi karena adanya
perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang
demikian memerlukan perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan,
sedangkan pihak yang mencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan
keterampilan baru tersebut.

Seperti disebutkan dimuka bahwa salah satu dampak dari kemajuan ekonomi
adalah terjadinya perubahan dominasi peranan ekonomi yang dimainkan oleh setiap
sector dalam kegiatan produksi maupun dalam pemberian kesempatan kerja.

(5) Pengangguran Teknologis

Dalam perubahan teknologi produksi akan membawa dampak kesempatan kerja


keberbagai arah. Kekuatan subtititif dan kekuatan merombak spesifikasi jabatan yang
ditimbulkan membawa dampak negative bagi kesempatan kerja berupa
pengangguran. Dalam era saat ini teknologi sangatlah tidak bisa dipisahkan dengan
kehiduupan sehari-hari kita saat ini.

Sebagai contoh dapat disebutkan adanya perubahan lokomotif tenaga uap menjadi
lokomotif diesel sehingga tidak lagi dibutuhkan tukang api. Bila tukang api tidak
segera cepat menguasai keterampilan yang baru dia menghadapi kemungkinan
tergusur oleh perubahan teknologi.

(6) Pengangguran Karena Kurangnya Permintaan Agregat

Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk diadakannya kegiatan


investasi. Pengeluaran investasi memberikan peluang untuk tumbuhnya kesempatan
kerja. Bila permintaan terhadap barang dan jasa menurun maka akan memengaruhi
permintaan tenaga kerja yang menurun pula. Kurangnya permintaan agregat disini
diartikan sebagai mendasar bukan sementara bulanan atau sementara tahunan tetapi
merupakan kondisi yang berlaku dalam jangka panajang.

5
Profil yang perlu diketahui menurut sektor ekonomi, apakah di sektor pertanian,
pertambangan, dan seterusnya. Selanjutnya distribusinya menurut pendidikan perlu
juga diketahui pengangguran tidak terdidik atau berpendidikan rendah dapat lebih
mudah ditangani karena biasanya, kesempatan kerja bagi tenaga berketrampilan
mudah lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan lebih besar.
Akan tetapi sebaliknya dapat juga terjadi yaitu bahwa acapkali orang yang
berpendidikan rendah susah menyesuaikan diri dengan keterampilan baru.

Pengangguran terdidik dapat berbahaya karena golongan terdidik, merupakan


golongan yang sangat voka, sehingga dapat mempengaruhi yang berpendidikan
tinggu. Namun, mereka juga lebih gampang diarahkan dan dicarikan penyelesaian,
disamping itu golongan senior ini justru diminta untuk mampu menciptakan
pekerjaan tersendiri. Profil semacam ini perlu diketahui untuk mengungkap peta
permasalahannya ditinjau dari segi pendidikan.

Profil menurut umur, jenis kelamin daerah perkotaan atau pedesaan dapat
memberikan informasi tambahan tentang keluasan masalah pengangguran. Bila profil
ini diukur dari waktu ke waktu maka dapat terungkap kecenderungan perubahannya.
Hal yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut bahwa tingkat pengangguran di
Indonesia secara nasional tidak jauh berbeda dari angka 2%. Penyebab mengapa
angka itu menarik untuk dilihat karena 2 hal yaitu rendahnya dan karena
kestabilannya pada angka itu.

Setengah Pengangguran
Luasnya kesempatan kerja dan angkatan kerja biasanya digambarkan oleh
banyaknya penduduk yang bekerja dan banyaknya penduduk yang menawarkan atau
mencari pekerjaan. Berhubung dengan itu perlu ditengah kriteria tentang kapan
seseorang penduduk dimasukkan kelompok bekerja,, menurut pedoman yang dipakai
oleh Biro Pusat Statistik, penduduk yang dalam seminggu minimum bekerja selama 1
jam dimasukkan ke dalam kelompok bekerja.

6
Jelas bahwa kesempatan kerja yang diukur dengan cara ini perlu dikoreksi
oleh intensitas penggunaan tenaganya. Kenyataannya bahwa tingkat pengangguran
tidak beranjak jauh dari 2% mengandung implikasi bahwa tambahan pencari kerja
yang baru selalu dapat ditampung oleh lapangan kerja yang ada. Hal ini semacam
dimungkinkan karena sifat hubungan kerja informal yang berlaku di banyak lapangan
usaha. Berhubung dengan itu kesempatan kerja seperti dihitung dengan metode Biro
Pusat Statistik, perlu dikoreksi lebih lanjut oleh sifat informalnya hubungan kerja.

Bila kita anggap bahwa tingkat pengangguran yang setinggi 4% masih dapat
ditoleransi dan perekonomian dianggap Full Employment, maka angka 2% yang
terjadi di Indonesia sangat mencengangkan, mengingat perekonomian Indonesia
belum sampai pada taraf penyediaan lapangan pekerja yang mantap. Salah satu
masalah yang belum terungkap adalah setengah pengangguran.

Seorang peneliti bernama Philip Hansen (1975) mengajukan 3 penyebab


terjadinya setengah pengangguran yaitu : (1) Kurangnya jam kerja, (2) Rendahnya
pendapatan, dan (3) Ketidakcocokan antara pekerjaan dan keterampilan kerja.

(1) Kurangnya jam kerja


Catatan tentang jumlah orang yang bekerja belum mengungkap intensitas
penggunaan tenaga kerja mereka. Ternyata terdapat banyak variasi jam kerja
mereka. Tidak semua dari mereka bekerja penuh waktu, mereka yang tidak bekerja
penuh waktu ini jelas mencerminkan setengah pengangguran dalam arti tidak
penuh.
(2) Kekurangan Pendapatan
Kriteria kedua yang diajukan adalah pendapatan. Apabila seseorang
mempunyai keterampilan tertentu misalnya yang diperoleh dari pendidikan atau
latihan tertentu dan bekerja disuatu lapangan usaha dan lingkungan usaha tertentu
maka diharapkan dia akan memperoleh pendapatan sebesar yang secara normal dapat
diperolehnya dari pekerjaannya. Bila orang tersebut ternyata menerima kurang dari

7
itu, kenyataan ini mengandung petunjuk bahwa dia kurang dimanfaatkan oleh
lingkungan kerjanya. Oleh karena unit usaha hanya membayar sesuai dengan
prestasinya atau produtivitasnya yang direalisasikannya maka potensi kerjanya tidak
dimanfaatkan sepenuhnya.

(3) Ketidakcocokan Antara Pekerjaan Dengan Kualifikasi Individual Pekerja

Apabila seseorang sudah dipersiapkan untuk menjabat suatu pekerjaan dengan


bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari pendidikan dan latihan
yang diperoleh sebelumnya, maka apabila dia sungguh-sungguh mengerjakan
pekerjaan tersebut, maka dia diharapkan dapat memberikan produktivitasnya dengan
sepenuhnya. Tenaga kerja yang ada dalam dirinya dapat digunakan sepenuhnya pula.
Apabila ada ketidakcocokan antara keterampilan dan pekerjaannya, maka sukar bagi
dia untuk memberikan prestasinya secara penuh. Dengan perkataan lain masih tersisa
dalam dirinya potensi tenaga kerja yang tidak terpakai. Dia tergolong Full
Employment.

Masalahnya adalah sebenarnya banyak potensi yang tidak terpakai.


Dibandingkan dengan dua kriteria yang lainnya. Maka kriteria yang satu ini lebih
sulit untuk mrngukurnya. Disini dibutuhkan indeks pengukur ketidakserasian ini.
Dalam kasus-kasus ekstrim dan dimana unit produksi mudah diukur mungkin
pencarian indeks ini lebih mudah. Untuk ini barang kali metode psikometri dapat
dimanfaatkan. Bila misalnya kita berhasil menemukan indeks ini ©, maka tugas kita
berikutnya adalah menghitung indeks gabungan yang mencakup ketiga unsur
tersebut.

(4) Indeks Gabungan Setengah Pengangguran

Indeks gabungan setengah pengangguran (IGSP) dapat dirumuskan sebagai


berikut :

8
(𝐼𝐸𝑃𝑊)(𝑏1)=(𝑌)(𝑏2+( 𝐶 )(𝑏3))
IGSP = 1 – 𝑏1+𝑏2+𝑏3

Dimana ISGP adalah indeks gabungan setengah pengangguran

Y = pendapatan rata-rata

C = indeks ketidakcocokan

b = bobot masing-masing faktor

indeks semacam ini perlu dibuat untuk setiap jenis jabatan. Oleh karena itu perlu
diatur prosedur untuk menghitungnya agar indeks tersebut mencerminkan realita.
Indeks IEPW dapat diperoleh dengan mengolah data mentah yang mungkin sudah
tersedia di Biro Pusat Statistik. Namun untuk pendapatan yang diharapkan untuk
setiap jenis jabatan masih perlu dikerjakan serangkaian survai pendapatan. Survai
yang lebih sulit juga perlu dikerjakan untuk memperoleh indeks ketidakcocokan. Bila
indeks gabungan itu mencerminkan ukuran ekuivalen penuh waktu, maka indeks
setengah pengangguran diperoleh dengan mengurangkan dari angka 1 seperti dimuka.

(5) Setengah Pengangguran Sektoral

Keadaan pengangguran perlu diteliti lebih lanjut terhadap disektor mana saja.
Oleh karena itu distribusi sektoral dari setengah pengangguran perlu dibuat. Daya dan
dana sudah barang tentu perlu diarahkan pengalokasiannya sesuai dengan urutan
beratnya masalah setengah pengangguran. Konsentrasi setengah pengangguran
diduga banyak ditemui disektor pertanian dan perdagangan.

(6) Setengah Pengangguran Regional

Peta setengah pengangguran perlu dilengkapi dengan distribusinya menurut


daerah dalam arti regional geografis dan dalam arti pedesaan-perkotaan. Penanganan
masalah ini seringkali membutuhkan partisipasi aparat Pemerintahan Daerah dengan

9
Gubernur sebagai penguasa tunggal. Untuk itu peta regional seperti ini sangat
bermanfaat.

Masalah-Masalah Pengangguran di Indonesia


Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah
penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata.
Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga
dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas


sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai
keterampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang
bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota
keluarganya. Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang
bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.

Kebijakan Penanganan Pengangguran


Pengangguran, setengah pengangguran dan status informal merupakan tiga
buah masalah ketenagakerjaan yang saling berkaitan. Dan yang jelas karena hal ini
merupakan masalah, sudah barang tentu memerlukan pemecahan. Bentuk
pemecahannya berbeda-beda tergantung dari bentuk permasalahannya, untuk kita
dapat telusuri bentuk-bentuk permasalahannya.

1. Mengatasi Pengangguran Friksional


Ditinjau dari deskripsi permasalahan yang telah disinggung di muka,
maka inti persoalannya terletak pada hambatan aliran informasi antara

10
penawaran dan permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu penanganannya harus
berupa usaha untuk mengintensifikasi dan mengekstensifkan informasi.
Intensif, agar informasi disebarkan dalam jumlah yang cukup. Penyebaran
informasi secara ekstensif dimaksudkan agar menjangkau lokasi geografis
seluas mungkin, cepat diketahui oleh yang bersangkutan untuk mempercepat
bertemunya permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Media cetak yang berupa surat kabar, majalah atau selebaran yang lain dapat
digunakan untuk maksud itu. Bursa-bursa tenaga kerja dalam lingkungan
Departemen Tenaga Kerja dan Lembaga-Lembaga Swasta yang juga
memakaikan perannya untuk mengatasi hambatan waktu dan tempat bagi
aliran informasi pasar kerja.
Selain hal yang telah disampaikan diatas, terdapat beberapa cara lain seperti:
a. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri
baru, terutama yang bersifat padat karya.
b. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk
merangsang timbulnya investasi baru.
c. Menggalakkan pengembangan sektor Informal, seperti home industri.
d. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di
sektor agraris dan sektor formal lainnya.
e. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan
jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa
menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang
investasi baru dari kalangan swasta.
f. Menyediakan sarana informasi lowongan kerja yang cepat, mudah dan
murah kepada pencari kerja. Misalnya, dengan menempelkan iklan-iklan
lowongan kerja di tempat-tempat umum.
2. Mengatasi Pengangguran Musiman
Masalah yang sering timbul pada dimensi musiman adalah apabila sedang
terjadi off-season. Apabila pada kondisi on-season, pengangguran musiman

11
akan dibutuhkan lagi sehingga mereka tidak perlu meninggalkan tempat
tinggalnya jauh-jauh atau secara permanen. Salah satu pemecahannya
memang berupa migrasi musiman ke daerah lain, namun tindakan tersebut
dapat dikategorikan mahal apabila ditinjau dari biaya sosial. Salah satu
alternatifnya adalah mengembangkan jenis-jenis kegiatan yang bersifat off-
farm atau non-farm di daerah pedesaan, dimana irama musiman sudah
merupakan suatu rutin penguasa lokal dapat menentukan bentuk dari kegiatan
off-farm tersebut. Keuntungan dari adaya kegiatan tersebut adalah mengikat
mereka dalam desa yang bersangkutan sehinggakemajuan dan keberhasilan
akan membawa dampak positif bagi pengembagan desa tersebut.
Selain hal yang telah disampaikan diatas, terdapat beberapa cara lain seperti:
a. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain,
selain itu juga memberikan pelatihan kepada tenaga kerja yang baru agar
mereka bisa bekerja disaat musim tertentu.
b. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan
waktu ketika menunggu musim tertentu.
3. Mengatasi Pengangguran Siklikal
Dapat menggunakan kebijakan antisiklikal yang tergolong dalam
kebijakan moneter ataupun kebijakan fiskal. Kebijakan moneter yan dimaksud
adalah yang bersifat melawan konjungtur, artinya memperluas uang yang
beredar pada saat terjadinya resesi dan mengurangi jumlah uang yang beredar
pada saat terjadi ekspansi yang berlebihan. Namun, yang dibahas hanya pada
saat resesi yang berakibat terjadinya pengangguran siklikal. Penurunan tingkat
bunga pinjaman, penurunan rasio cadangan di Bank Sentral dan pembelian
surat berharga di Bursa Surat Berharga dapat mempermudah penguasa dalam
mencari modal untuk berusaha. Kegiatan invenstasi yang bergerak
didalamnya akan menghidupkan perekonomian sehingga akan meningkatkan
permintaan tenaga kerja. Dari sisi kebijakan fiskal yang dilakukan oleh

12
pemerintah, dapat berupa meringankan tarif pajak atau memperbesar anggaran
belanja pemerintah.
Selain hal yang telah disampaikan diatas, terdapat beberapa cara lain seperti:
a. Adanya pengangguran ini dikarenakan menurunnya kegiatan
perekonomian di suatu negara, dan penurunan ekonomi di sebabkan
oleh lemahnya konsumsi maka ketika permintaan turun maka produksi
barang akan berkurang. Meningkatkan daya beli masyarakat dengan
membuka berbagai proyek-proyek pemerintah.
b. Mengarahkan masyarakat agar menggunakan pendapatannya untuk
membeli barang dan jasa sehingga permintaan terhadap barang dan jasa
meningkat.
c. Menciptakan teknik - teknik pemasaran dan promosi yang menarik
agar masyarakat tertarik membeli barang dan jasa.
4. Mengatasi Pengangguran Struktural dan Teknologi
Inti masalah yang ditimbulkan dalam pengangguran struktural dan
teknologi adalah gagalnya penyesuaian keterampilan yang mereka miliki,
menjadi suatu keterampilan yang dapat digunakan dalam situasi yang baru.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan tersebut
harus diarahkan pada program latihan da latihan ulang. Program-program
untuk mendeteksi kebutuhan seperti latihan sangat diperlukan supaya program
latihan lebih efektif, dikarenakan terdapat wadah untuk menyalurkan
keterampilan yang dimiliki setiap orang. Dalam hal tersebut, Dewan Latihan
Kerja Nasional maupun Dewan Latihan Kerja Daerah dapat diminta sebagai
pelaksana dalam mengadakan studi kebutuhan latihan.
Selain hal yang telah disampaikan diatas, terdapat beberapa cara lain seperti:
a. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja agar mampu menyerap
para penganggur.
b. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang
kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan.

13
c. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong.
d. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami
pengangguran.
e. Pemerintah hanya bisa memberikan pendidikan dan pelatihan untuk
mempersiapkan membuka lapangan kerja yang baru.
f. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya menguasai teknologi
modern dalam rangka menyesuaikan struktur perekonomian.
5. Mengatasi Pengangguran Karena Kurangnya Permntaan Agregat
Inti permasalahannya adalah lesunya kegiatan ekonomi, sehingga perlu
adanya penghidupan kembali aktivitas ekonomi kembali. Cara yang mungkin
dibilang cukup efektif dengan penambahan investasi dengan skala besar perlu
dijalankan agar menghidupkan permintaan agregat. Permintaan agregat
berasal dari rumah tangga konsumen, perusahaan dan pemerintah.
6. Mengatasi Setengah Pengangguran
Untuk mengatasi pengangguran ini, perlu mengetahui terlebih dahulu
penyebabnya. Apabila penyebabnya adalah kurangnya jam bekerja, maka
tindakan yang dilakukan yakni bersifat ekspansif dengan menggunakan
kebijakan dasar.
7. Cara Mengatasi Pengangguran Secara Umum
Banyak cara yang harus dilakukan untuk mengatasi pengangguran berikut
cara mengatasi pengangguran secara umum:
a. Memberikan pendidikan gratis bagi yang kurang mampu, rata – rata
jumlah pengangguran itu di miliki oleh orang yang tidak berpendidikan,
jadi masalah utama pengangguran adalah tidak memiliki pengetahuan
yang cukup sehingga sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

b. Sebaiknya pemerintah menyediakan tempat lapangan kerja sehingga dapat


membantu dan mengatasi tingkat pengangguran.

14
c. Tidak hanya pemerintah masyarakat setempat pun seharusnya juga di
himbau menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang lain.

d. Selain itu menyediakan tempat tempat keterampilan seperti kursus


menjahit, kerajinan tangan dll. Walaupun tidak punya pendidikan tetapi
mereka mempunyai modal ketrampilan untuk bekerja sesuai dengan
skillnya, karena di dunia kerja yang di butuhkan adalah ketrampilan
skillnya.

Studi Kasus Pengangguran


a. Kondisi Pengangguran di Indonesia
Pengangguran merupakan permasalahan yang tidak bisa diselesaikan pada titik
hanya satu sektor saja, tapi juga harus ditangani sampai berbagai sektor atau
sampai ke akar permasalahan.Sektor yang banyak berdampak pada
pengangguran adalah sektor kependudukan, pendidikan dan ekonomi.
b. Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan

untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak

terserap oleh pasar kerja. TPT pada Februari 2017 sebesar 5,33 persen turun

menjadi 5,13 persen pada Februari 2018.

1. Urbanisasi

15
Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, TPT di perkotaan tercatat lebih
tinggi dibanding di perdesaan. Pada Februari 2018, TPT di perkotaan sebesar 6,34
persen, sedangkan TPT di wilayah perdesaan hanya sebesar 3,72 persen.
Dibandingkan setahun yang lalu, TPT di perkotaan dan TPT di perdesaan
mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,16 persen poin dan 0,28 persen
poin.dapat kita lihat bahwa pengangguran secara signifikan lebih tinggi di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Hal tersebut terjadi karena
banyak orang pedesaan lebih memilih pindah ke daerah perkotaan untuk mencari
pekerjaan. Yang artinya indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang
cepat. Proses ini perlu disertai dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai
di kota-kota. oleh karena itu, investasi perlu ditingkatkan.

2. Pendidikan

16
Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) tertinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 8,92 persen. TPT
tertinggi berikutnya terdapat pada Diploma I/II/III sebesar 7,92 persen. Dengan
kata lain, ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap terutama pada tingkat
pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. Mereka yang berpendidikan rendah
cenderung mau menerima pekerjaan apa saja, dapat dilihat dari TPT SD ke bawah
paling kecil diantara semua tingkat pendidikan yaitu sebesar 2,67 persen.
Dibandingkan kondisi setahun yang lau, peningkatan TPT terjadi pada tingkat
pendidikan Diploma I/II/III, Universitas, dan SMA, sedangkan TPT pada tingkat
pendidikan lainnya menurun.

3. Kemiskinan

17
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat kemiskinan di Indonesia pada
Maret 2018. BPS mencatat tingkat kemiskinan sebesar 9,82%. Jumlah tersebut
menurun dari capaian Maret 2017 yang sebesar 10,64% dan lebih kecil dari
September 2017 yang sebesar 10,12%. Sementara jumlah penduduk miskin di
Maret 2018 jadi 25,95 juta orang atau lebih rendah dari Maret 2017 yang sebesar
27,77 juta. Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2017-
Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebesar 128,2
ribu orang, sedangkan di daerah perdesaan turun sebesar 505 ribu orang.
Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 7,26% menjadi 7,02%. Sementara
itu, di perdesaan turun dari 13,47% menjadi 13,20%. Sebagai catatan, sejak
memasuki era reformasi, baru pertama kali ini tingkat kemiskinan Indonesia
berhasil membukukan angka di bawah 2 digit.

Karena seseorang yang menganggur tidak mendapatkan penghasilan sama


sekali sehingga menyebabkan seseorang tersebut mengalami kemiskinan.

4. Perubahan teknologi

Teknologi selalu berkembang seiring berjalannya waktu, dan ini


membutuhkan tenaga kerja yang mampu menyesuaikan dengan perkembngan
teknologi tersebut. Sebagian besar pekerjaan banyak menggunakan teknologi

18
modern sehingga membutuhkan operator lebih sedikit dan menyebabkan jumlah
tenaga kerja berkurang.

Arah perkembangan dunia saat ini ditandai dengan revolusi industri 4.0.
Revolusi industri 4.0 adalah istilah yang pertama kali muncul di Jerman pada
tahun 2011 dan diakui dapat meningkatkan efisiensi produksi. Namun kita juga
harus bersiap karena bisa jadi tenaga kerja yang ada akan tergantikan oleh mesin
dan akan muncul jenis pekerjaan baru. Di Indonesia sendiri, kehadiran revolusi
industri ini mulai disadari sejak terjadinya pertarungan kepentingan antara taksi
konvensional versus taksi online pada tahun 2016.Tantangan semakin berat
karena perkembangan teknologi semakin canggih. Pola gerak industri mulai
menekankan pada pola ekonomi digital, kecerdasan buatan, dan teknologi robotik.
Berkembangnya penggunaan teknologi juga semakin memperbesar ketimpangan
tenaga kerja di Indonesia. Ke depannya akan ada kebutuhan tenaga kerja baru
yang tumbuh pesat. Sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey Global Institute
menyatakan bahwa dalam proyeksi global sebanyak 375 juta pekerjaan akan
digantikan oleh mesin pada tahun 2030. Pekerjaan

yang paling rentan digantikan oleh otomatisasi termasuk pekerjaan fisik


dalam lingkungan yang terprediksi. Termasuk di antaranya adalah
mengoperasikan mesin, mempersiapkan makanan cepat saji, pengumpulan, dan
pemrosesan data.

5. Cara atau Solusi mengatasi Masalah Pengangguran


a. Pendidikan
Angka pengangguran di Indonesia yang masih dikatakan cukup banyak,
penyebabnya adalah fator preferesi. Dimana masih banyak lulusan baru yang
terlalu memilih pekerjaan. Banyak lulusan sarjana tidak banyak yang mau
melakukan sembarangan pekerjaan dikarenakan beranggapan tidak setara
dengan kompetensi yang mereka miliki. Sehingga hal tersebut menyebabkan

19
lulusan sarjana maupun sekolah malah menanggur dan tidak bekerja sama
sekali. Selain hal yang telah disampaikan tersebut, faktor lain yang berperan
dalam masalah pengangguran yaitu tidak sesuainya kompetnsi ilmu dengan
kebutuhan lapangan pekerjaan dan kualifikasi yang dimiliki. Kualifikasi yang
dimaksud merupakan kemampuan yang tidak sesuai, seperti seorang sarjana
dengan kompetensi rendah, sehingga mendapatkan pekerjaan dengan level
yang tidak sesuai.
Kurangnya kompetensi dan daya saing dapat diatasi dengan peningkatan
kesiapan dan keterampilan yang mumpuni bagi tenaga kerja yang akaan
memasuki dunia kerja. Hal tersebut didapatkan melalui pendidikan formal dan
informal berupa pengikut sertaan pelatihan dan kursus baik bagi mahasiswa
ataupun siswa.
Pemerintah juga dapat mengkonversi porsi pendidikan SMK (Sekolah
Menengah Kejuruan) supaya para lulusan bisa terserap dan bisa menjadi
wirausaha yang baru. Artinya, konversi pendidikan berbasis kejuruan juga
harus mencermati sektor pekerjaan yang masih berkembang dan diminati oleh
bursa tenaga kerja.
Namun, kebanyakan lulusan SMK masih belum siap dalam bersaing di
pasar kerja dapat dibuktikan dengan TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) tertinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 8,92 persen..
Sehingga perlu adanya pelatihan bagi tenaga kerja maupun siswa agar
memiliki keahlian dan ketrampilan sehingga mampu bersaing.
b. Memperluas pengalaman
Cara yang dapat dilakukan dengan mulai dari magang. Sebagai lulusan
baru, tidak ada salahnya untuk mencoba program magang terlebih dahulu.
Selain untuk mengisi waktu menganggur, magang juga bermanfaat untuk
mengeksplor minat dan kemampuanmu. Melalui program ini, para lulusan
bisa mendapatkan pelajaran yang belum diberikan di bangku kuliah serta
melakukan praktik langsung. Magang juga cocok untuk menilai minat dan

20
kemampuanmu dalam suatu bidang, apalagi jika kamu mengincar posisi yang
tidak sesuai dengan jurusan kuliahmu.
Selain magang, dapat juga mencoba menjadi pekerja lepas atau pekerja
paruh waktu. Sekarang sudah banyak pilihan pekerjaan lepas atau paruh
waktu yang bisa kamu coba. Misalnya, menjadi barista di coffee shop ataupun
menjadi penulis freelance. Meskipun bukan menjadi pegawai korporat,
nyatanya pekerjaan sampingan seperti freelance atau paruh waktu juga bisa
kamu manfaatkan untuk mendapat pengalaman dan pelajaran yang mungkin
belum kamu kuasai, seperti manajemen waktu, mengasah skill baru, melatih
kemampuan komunikasi interpersonal, hingga bekerja sama dalam tim.
c. Meningkatkan investasi, meningkatkan kualitas SDM, transfer teknologi dan
penemuan teknologi baru, pembenahan perangkat hukum dalam bidang
ketenagakerjaan
Secara umum cara mengatasi pengangguran adalah dengan meningkatkan
investasi, meningkatkan kualitas SDM, transfer teknologi dan penemuan
teknologi baru, pembenahan perangkat hukum dalam bidang
ketenagakerjaan, dan lain- lain. Secara teknis kebijakan upaya-upaya ke arah
itu dapat ditempuh dengan berbagai kebijakan misalnya :
1. Menyelenggarakan bursa pasar kerja. Bursa tenaga kerja adalah
penyampaian informasi oleh perusahaan-perusahaan atau pihak-
pihak yang mem- butuhkan tenaga kerja kepada masyarakat luas.
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar terjadi komunikasi yang baik
antara perusahaan dan pencari kerja. Selama ini banyak informasi
pasar kerja yang tidak mampu tersosialisasikan sampai ke masyarakat,
sehingga mengakibatkan informasi lowongan kerja hanya bisa diakses
oleh golongan tertentu.
2. Menggalakkan kegiatan ekonomi informal. Kebijakan yang memihak
kepada pengembangan sektor informal, dengan cara mengembangkan
industri rumah tangga sehingga mampu menyerap tenaga kerja.

21
Dewasa ini telah ada lembaga pemerintah yang khusus menangani
masalah kegiatan ekonomi informal yakni Departemen Koperasi dan
UKM. Selain itu dalam pengembangan sektor informal diperlukan
keterpihakan dari Pemda setempat.
3. Meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Pengembangan sumber
daya manusia dengan peningkatan keterampilan melalui pelatihan
bersertifikasi internasional. Berdasarkan survei tentang kualitas
Tenaga Kerja menunjukkan bahwa
ranking Human Development Index Indonesia di Asia pada tahun
2000 berada di peringkat 110. Sementara negara lain seperti Vietnam
ada diperingkat 109, Filipina (77), Thailand (69), Malaysia (59),
Brunei Darussalam (32), Singapura (25), Jepang (9). Data ini
menunjukkan rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga
peningkatan keterampilan mereka menjadi sangat perlu dilakukan.
4. Meningkatkan mutu pendidikan. Mendorong majunya pendidikan,
dengan pendidikan yang memadai memungkinkan seseorang untuk
memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik. Dewasa ini sesuai
dengan perintah undang-undang, pemerintah diamanatkan untuk
mengalokasikan dana APBN sebesar 20% untuk bidang pendidikan
nasional.
5. Mendirikan pusat-pusat latihan kerja. Pusat-pusat latihan kerja perlu
didirikan untuk melaksanakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi
formasi yang ada.
6. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu terus
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga akan memberikan
peluang bagi penciptaan kesempatan kerja.
7. Mendorong investasi. Pemerintah perlu terus mendorong masuknya
investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk
menciptakan kesempatan kerja di Indonesia.

22
8. Meningkatkan transmigrasi. Transmigrasi merupakan langkah
pemerintah meratakan jumlah penduduk dari pulau yang berpenduduk
padat ke pulau yang masih jarang penduduknya serta mengoptimalkan
sumber kekayaan alam yang ada.
9. Melakukan deregulasi dan debirokrasi. Deregulasi dan debirokrasi di
berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi
baru. Deregulasi artinya adalah perubahan peraturan aturan main
terhadap bidang-bidang tertentu. Deregulasi biasanya ke arah
penyederhanaan peraturan. Debirokrasi artinya perubahan struktur
aparat pemerintah yang menangani bidang-bidang tertentu.
Debirokrasi biasanya ke arah penyederhanaan jumlah
pegawai/lembaga pemerintah yang menangani suatu urusan tertentu.
10. Memperluas lapangan kerja. Perluasan kesempatan kerja dengan cara
mendirikan industri-industri baru terutama yang bersifat padat karya.
Dengan adanya era perdagangan bebas secara regional dan
internasional sebenarnya terbuka lapangan kerja yang semakin luas
tidak saja di dalam negeri juga ke luar negeri. Ini tergantung pada
kesiapan tenaga kerja untuk bersaing secara bebas di pasar tenaga
kerja internasional.

23
Kesimpulan

Angkatan kerja adalah bagian tenaga kerja yang benar-benar mau bekerja
memproduksi barang dan jasa. Di Indonesia angkatan kerja adalah penduduk usia
10 tahun ke atas yang benar-benar mau bekerja. Mereka yang mau bekerja ini
terdiri dari yang benar-benar bekerja dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang
mencari pekerjaan. Penduduk yang sedang mencari pekerjaan ini dapat disebut
penganggur yang dikenal dengan penganggur terbuka atau penganggur penuh.
Selain pengangguran terbuka, ada pula pengangguran terselebung (setengah
pengangguran). Pengangguran terselubung ini menunjukkan tidak bekerja secara
penuh. Dalam arti belum digunakannya semua kemamopuan pekerja tersebut atau
adanya penghargaan (dalam wujud rupiah) yang terlalu kecil untuk pekerjaan
yang dilakukannya.

Pengangguran terdjadi karena ketidak seniman antara permintaan dan


penyediaan dalam pasar kerja. Bentuk – bentuk ketidaksesuaian pasar kerja : (1)
Friktional; (2) Musiman; (3) Siklikal; (4) Struktural; (5) Teknologi; dan (6)
Kurangnya permintaan agregat.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi


yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah
penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata.
Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban
keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.

Banyak cara yang harus dilakukan untuk mengatasi pengangguran baik


dilakukan oleh pemerintah maupun angkatan kerja sendiri. Salah satu dengan
memberikan pendidikan gratis bagi yang kurang mampu, rata – rata jumlah

24
pengangguran itu di miliki oleh orang yang tidak berpendidikan, jadi masalah
utama pengangguran adalah tidak memiliki pengetahuan yang cukup sehingga
sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

25

Anda mungkin juga menyukai