Anda di halaman 1dari 19

Morfologi Kota

Morfologi Kota
Morfologi terdiri dari dua suku kata, yaitu morf yang berarti bentuk dan
logos yang berarti ilmu. Sedangkan kota, menurut Gallion dan Eisner (1992)
mendefinisikan kota sebagai suatu laboratorium tempat pencarian kebebasan
dilaksanakan percobaan uji bentukan-bentukan fisik. Bentukan fisik kota terjalin
dalam aturan yang mengemukakan lambang-lambang pola-pola ekonomi, sosial,
politik, dan spiritual serta peradaban masyarakat. Secara sederhana morfologi kota
berarti ilmu yang mempelajari produk bentuk-bentuk fisik kota secara logis.
Sedangkan arti luasnya adalah morfologi kota merupakan ilmu terapan
yang mempelajari tentang sejarah terbentuknya pola ruang suatu kota dan
mempelajari tentang perkembangan suatu kota mulai awal terbentuknya kota
tersebut hingga munculnya daerah-daerah hasil ekspansi kota tersebut. Bentuk
morfologi suatu kawasan tercermin pada pola tata ruang, bentuk arsitektur
bangunan, dan elemen-elemen fisik kota lainnya pada keseluruhan konteks
perkembangan kota. Pada tahap selanjutnya, terjadilah aktivitas sosial, ekonomi,
budaya dalam masyarakatnya sehingga membawa implikasi perubahan pada
karakter dan bentuk morfologi kawasan pusat kota. Sebuah kota selalu mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek-aspek
politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi, dan fisik. Khusus aspek yang
berhubungan langsung dengan penggunaan lahan perkotaam maupun penggunaan
lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya. Oleh
karena itu, eksistensi kota dapat ditinjau dari berbagai aspek. (Yunus, 1982 : 107)
Pendekatan Morfologi kota adalah suatu kajian ekspresi bentuk keruangan
kota. Tidak hanya mencakup aspek fisik tetapi juga aspek-aspek non-fisik
(sejarah, kebudayaan, sosial, dan ekonomi) penduduk yang dapat mempengaruhi
perubahan bentuk ruang kota. Melalui pemahaman terhadap morfologi kota, akan
didapatkan gambaran fisik arsitektural yang berkaitan dengan sejarah
pembentukan dan perkembangan suatu kawasan mulai dari awal terbentuk hingga
saat ini dan juga akan diperoleh pemahaman tentang kondisi masyarakatnya.
Pendekatan Morfologi kota dapat dilakukan melalui Tissue Analysis. Dalam
Tissue Analysis ini termuat beberapa informasi terkait dengan hal-hal yang
mendasari terbentuknya suatu kawasan yang meliputi pola guna lahan, persebaran
fasilitas, jaringan jalan, dan permukiman dimana informasi-informasi ini nantinya
sangat berguna dalam membantu menganalisis morfologi suatu kawasan. Terdapat
3 langkah dalam Tissue Analysis ini :
1. Proses, dalam konteks ini dijelaskan bahwa munculnya suatu kota tidak
terjadi secara langsung, namun membutuhkan suatu proses yang memiliki
kurun waktu tertentu. Terdapat suatu perkembangan sejarah yang
melatarbelakanginya hingga dapat muncul seperti saat ini.
2. Produk, dalam hal ini kota yang ada ada tidak terjadi secara abstrak, namun
merupakan hasil dari produk desain massa dan ruang yang berwujud 3
dimensi.
3. Behavior, dalam konteks ini keberadaan suatu ruang dipengaruhi oleh
perilaku masyarakat yang menghuninya. Bentuk kota yang ada merupakan
hasil perpaduan budaya, aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya
sehingga menciptakan ruang. Perubahan ruang kota juga dapat terjadi yaitu
karena dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang akan berdampak pula
bagi perubahan kehidupan dan perilaku penghuni kota.

Morfologi kota merupakan kesatuan organik elemen-elemen pembentuk kota.


Morfologi kota terbentuk melalui proses yang panjang, setiap perubahan bentuk
kawasan secara morfologis dapat memberikan arti serta manfaat yang sangat
berharga bagi penanganan perkembangan suatu kawasan kota.
Sub : Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota

Urbanisasi dapat diartikan menjadi dua, yaitu proses pembentukan


perkotaan dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan fisik terbangun, serta
merupakan tingkat perkotaan suat daerah, maksudnya adalah perjalanan (proses
perubahan) dari mentalitas desa ke mentalitas kota. Alain Garnier berpendapat
bahwa Urbanisasi ditandai dengan gerakan migrasi pedesaan ke kota besar.
Pertambahan penduduk kota menggambarkan perkembangan sebuah kota itu
sendiri. Satelit urbanisasi merupakan kegiatan urbanisasi yang terjadi hanya
untuk sementara waktu, namun kejadiannya rutin. Seperti contohnya yang terjadi
di puncak, Cianjur, kawasan Bandungan dsb, setiap hari sabtu dan minggu atau
ketika di musim liburan akan ramai namun dihari-hari biasanya akan sepi. Negara
maju bahkan sampai saat ini masih melakukan urbanisasi. Dalam suatu wilayah
meskipun telah bersifat perkotaan (mayoritas masyarakatnya kota) namun tenaga
masyarakat desa masih akan dibutuhkan di perkotaan. Sebagai contoh di kota-kota
besar akan banyak permintaan tenaga kerja sebagai Pembantu rumah Tangga
(PRT), kuli bangunan, buruh dsb.

Pembentukan Urban menurut Spiro Kostof dibagi menjadi dua yaitu


Planned and Unplanned, yang memiliki bentuk masing-masing. Planned : grid,
diagram sedangkan Unplanned : Organic Pattern. Planned Settlement ciri-cirinya
yaitu : Orderly, Diagram (bentuk yang bermakna organisasi yang kuat),
Geometric, Grid (tertua). Jadi planned city mempunyai pusat kota yang jelas.
Unplanned/Spontaneous settlement memiliki ciri-ciri : Grown change, Generated
dan Geomorphic.

Morfologi kota merupakan studi tentang bentuk fisik dari kota serta
pembentukan secara progresif dan jaringan kota, elemen yang membentuk
jaringan (seperti jalan-jalan, ruang publik, places). Terdapat dua pendapat tentang
sejarah terbentukknya kota-kota di Indonesia, yaitu yang pertama menurut DR.
JM, Nas yang mengatakan bahwa penduduk asli kota-kota di Indonesia adalah
penduduk pedalaman dan penduduk pesisisir. Penduduk pedalaman dibagi
menjadi tiga golongan yaitu penduduk keraton, penduduk tradisional dan
penduduk yang taat beragama (religius). Penduduk pedalaman perekonomiannya
berdasarkan pada sektor pertanian. Sedangkan Coastal towns terbentuk dari
aktivitas pasar. Pengertian yang kedua yaitu berasal dari Werner Rutz yang
mengatakan bahwa Indonesia merupakan Cosmic city. Cosmic city merupakan
kota yang banyak dijumpai simbol-simbol.

Bentuk Kota merupakan hasil dari proses budaya manusia dalam


menciptakan ruang kehidupannya pada kondisi site dan geografinya. Ada dua
jenis pembagian bentuk kota, yang pertama kota berdasarkan motivasi atau misi
yang diemban seperti yang disampaikan oleh Kevin Lynch, maka kota dibagi
menjadi 3 jenis yaitu : Cosmic, Practical serta Organic. Practical model bisa
diartikan transisi urbanisasi memiliki ciri-ciri : kota sebagai mesin, nyata,
fungsional dan biasanya merupakan kota-kota grid seperti di USA serta kota-kota
bisnis/dagang.

Kota-kota grid di USA berkembang dengan tahapan :

 Nomaden kemudian menetap

Membentuk suatu organisasi baru karena jumlah penduduk yang menetap


semakin banyak.

 Pemerintahannya kecil, namun terdapat kerajaan yang besar.

Bentuk kota yang kedua yaitu berdasarkan perioda kategori dibagi menjadi
tiga yaitu : pre-industrial city, industrial city dan socialist city. Dari ketiga
bentuk tersebut yang paling mudah di rencanakan adalah bentuk socialist
city karena tidak liberal. Contoh dari Pre Industrial city adalah di negara
Indonesia yang aktivitas kotanya masih sederhana. Industrial city seperti
yang terdapat di negata USA serta London. Permasalahan yang timbul
dengan adanya Kota Industri adalah rusaknya lingkungan sekitar
diakibatkan oleh limbah-limbah dari pabrik-pabrik, serta timbulnya sosial
gap yaitu suatu kesenjangan sosial. Kota-kota di Indonesia berhubungan
antara satu dengan yang lainnnya melalui sebuah simpul. Simpul
merupakan penghubung kota-kota dengan daerah sekitarnya. Seperti
contohnya Semarang terletak di jaringan transportasi laut, simpul
menghubungkan Kota Semarang dengan daerah sekitar dengan adanya
pelabuhan.

Daerah/kota disekitar pada zaman dahulu tergantung pada sumber daya


lokal yang ada disekitarnya. Kota-kota di Indonesia dahulu menggunakan sektor
pertanian sebagai tulang punggung perekonomiannya. Sebagai contoh zaman
dahulu kota didekat Sungai Brantas sektor penyokong kehidupan ekonominya
adalah dari sektor pertanian ditepian sungai Brantas. Sungai Brantas dahulu
digunakan sebagai media transportasi, hal ini seperti yang terdapat di Babylonia.
Kota Babylonia menggunakan sungai yang melingkar sebagai sarana
transportasinya. Dahulu kerajaan Babylonia dikuasai oleh Amerika, sekarang
telah menjadi kawasan konservasi oleh UNESCO. Oleh karena itulah bentuk
suatu kota akan selalu berkembang/berubah menurut proses sejarah (penggalian
sumber perancangan) seperti Kota Bandung, dahulu merupakan kota
peristirahatan di masa Belanda sekarang menjadi kota industri yang padat. Ada
pula sebuah kota yang tumbuh (terbentuk) dari sumber daya dan perdagangan,
contohnya Kota Semarang

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang berlimpah, namun dengan


tidak adanya teknologi yang canggih untuk memproduksi sumber daya alam yang
ada maka Indonesia menjadi pengimpor barang-barang dari negara lain yang
sebenarnya bahan dasar pembuatan barang tersebut berasal dari Indonesia. Hal
inilah yang membuat Indonesia semakin miskin. Urbanisasi mampu
meningkatkan kehidupan kota sehingga perekonomian menjadi bermacam-
macam. Meningkatnya kehidupan kota disini dalam artian pintar dalam mengolah
bagaimana suatu kota tersebut dapat berkembang, salah satunya dengan
menggunakan hutan sebagai salah satu akses. Kota pada dasarnya dibentuk dari
penguasa yaitu masih berdiri sendiri yang kemudian berlanjut pada pembangunan
infrastruktur sebagai aktivitas dalam mengirim barang produksi lokal keluar atau
sebaliknya. Sebagai contohnya Kota Yogyakarta sebagai kota penguasa, kota ini
menyambung ke Kota Magelang, menyebabkan Kota Jogja menjadi kota
pariwisata dan kota pelajar.

Di Singapura ada suatu badan yang khusus menangani tentang


perencanaan kota-kota di Singapura yaitu URA. Kegiatan yang dilakukan URA
antara lain : melakukan perancangan, menentukan kebijkan, melakukan
pengamatan serta melakukan investasi yang merupakan perantara bagi pemilik
dan pengembang (investor). Selain itu di Singapura juga ada badan/lembaga
perumnas yang menangani permasalahan perumahan di kota-kota Singapura yaitu
HDB. Kegiatan HDB berkaitan dengan :

1. Membuat perumahan melalui berbagai pertimbangan sehingga


menghasilkan bentuk kota yang efisien dan teratur.
2. Dengan dibangun perumahan maka akan muncul pasar/toko secara
otomatis yang disukung oleh permintaan dan penawaran (berlaku teori
ekonomi)
3. Hukum ekonomi berkaitan dengan ilmu perumahan
4. Semua perusahaan didirikan, diolah dan didata oleh HDB.

http://laksmiastu.blogspot.co.id/2014/10/12.html

sub : Perkembangan Struktur Ruang dan Morfologi Kota

BENTUK DAN STRUKTUR RUANG KOTA


Bentuk Kota

Kota merupakan suatu komponen yang memiliki unsur yang terlihat nyata secara
fisik seperti perumahan & prasarana umum, hingga komponen yang secara fisik
tidak dapat terlihat yaitu berupa kekuatan politik & hukum yang mengarahkan
kegiatan kota (Melville C. Branch, 1984:154). Rossi, Aldo (1982) dalam bukunya
yang berjudul The Architecture of the city, Kota didefinisikan sebagai objek
buatan manusia dalam sekala besar dan dipandang sebagai sebuah arsitektur yang
berupa konsentrasi elemen-elemen fisik spasial yang tumbuh dan berkembang.

Sesuai dengan bentukan alam kota terbentuk secara topografis, morfologi


berwawasan lingkungan dan respon lansekap. Sedangkan sesuai dengan
pertumbuhan karakteristiknya kota terbentuk secara sosial dan ekonomi,
mengakomodasi kegiatan penduduk dengan efektif dan efisien. Berikut ini
merupakan bentuk-bentuk kota

1. Bentuk Bujur Sangkar (The Square city) = Kota berbentuk bujur


sangkar menunjukan adanya kesempatan perluasan kota ke segala arah
yang “relatif” seimbang dan kendala fisikal “relatif” tidak begitu berarti.
Hanya saja, adanya jalur transportasi pada sisi-sisi memungkinkan
terjadinya percepatan pertumbuhan areal kota pada arah jalur yang
bersangkutan.
2. Bentuk Empat Persegi Panjang (The Rectangular Cities) = Melihat
bentuknya sudah terlihat jelas bahwa dimensi memanjang sedikit lebih
besar daripada dimensi melebar. Hal ini dimungkinkan timbul karena
adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan areal kota
pada salah satu sisi-sisinya.Hambatan-hambatan tersebut antara lain dapat
berupa lereng yang terjal, perairan, gurun pasir, hutan, dan lain
sebagainya. “Space” untuk perkembangan arealnya cukup besar baik
melebar maupun memanjang.
3. Bentuk Kipas (Fan Shaped Cities) = Bentuk semacam ini sebenarnya
merupakan bentuk sebagian lingkaran. Dalam hal ini, ke arah luar
lingkaran kota yang bersangkutan mempunyai kesempatan berkembang
yang relatif seimbang. Oleh sebab-sebab tertentu pada bagian-bagian
lainnya terdapat beberapa hambatan perkembangan areal kekotaannya
yang dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Hambatan-hambatan alami
(natural constraints), misalnya perairan, pegunungan ; Hambatan-
hambatan artificial (artificial constraints), misalnya saluran buatan,
zoning, ring road
4. Bentuk Bulat (Rounded Cities) = Bentuk kota seperti ini merupakan
bentuk paling ideal daripada kota. Hal ini disebabkan karena kesempatan
perkembangan areal ke arah bagian luarnya sama. Tidak ada kendala-
kendala fisik yang berarti pada sisi-sisi luar kotanya. Pada bagian-bagian
yang terlalu lambat perkembangannya, dipacu dengan peraturan-peraturan
misalnya “Planned Unit Development” sedang untuk bagian-bagian yang
terlalu cepat perkembangan areal kekotaannya dapat dihentikan, misalnya
dengan “Devolopment Moratoria”. Batas terluar dari pada kotanya
ditandai dengan “green belt zoning” atau “growth limitation” dengan
“ring roads”. Dengan demikian terciptalah bentuk bulat artifisial.
5. Bentuk Pita (Ribbon Shaped Cities) = Sebenarnya bentuk ini juga mirip
“rectangular city” namun karena dimensi memanjangnya jauh lebih besar
dari pada dimensi melebar maka bentuk ini menempati klasifikasi
tersendiri dan mengambarkan bentuk pita. Dalam hal ini jelas terlihat
adanya peranan jalur memanjang (jalur transportasi) yang sangat dominan
dalam mempengaruhi perkembangan areal kekotaannya, serta
terhambatnya perluasan areal ke samping. Sepanjang lembah pegunungan,
sepanjang jalur transportasi darat utama adalah bagian-bagian yang
memungkinkan terciptanya bentuk seperti ini. “Space” untuk
perkembangan areal kekotaannya hanya mungkin memanjang saja.
6. Bentuk Gurita / Bintang (Octopus/Star Shaped Cities) = Peranan jalur
transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan sebagaimana dalam
“ribbon-shaped city”. Hanya saja, pada bentuk gurita jalur transportasi
tidak hanya satu arah saja, tetapi beberapa arah ke luar kota. Hal ini hanya
dimungkinkan apabila daerah “hinterland” dan pinggirannya tidak
memberikan halangan-halangan fisik yang berarti terhadap perkembangan
areal kekotaanya.
7. Bentuk Yang Tidak Berpola (Unpatterned Cities) = Kota seperti ini
merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi
geografis yang khusus. Daerah di mana kota tersebut berada telah
menciptakan latar belakang khusus dengan kendala-kendala pertumbuhan
sendiri. Sebuah cekungan struktural dengan beberapa sisi terjal sebagai
kendala perkembangan areal kekotaannya, sangat mungkin pula ditempati
oleh suatu kota dengan bentuk yang khusus pula. Contohnya adalah
sebuah kota pulau yang mempunyai bentuk khusus, karena perkembangan
arealnya terhambat oleh laut dari berbagai arah.

Struktur Ruang Kota

Teori Tentang Struktur Ruang Kota – Hubungan interaksi antara


manusia dengan lingkungannya mengakibatkan adanya pola penggunahan lahan
yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi lahan yang
berbeda-beda sehingga menuntut manusia yang mengggunakannya harus
menggunakan cara penggunaan yang berbeda pula. Penggunaan alam sekitar
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang meliputi keadaan fisik
lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi. Nah, sehubungan
dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti teori konsentris, sektoral, inti
ganda, konsektoral, poros dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).
1. Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris
yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, seorang sosiolog
asal Amerika Serikat yang meneliti kota Chicago pada tahun 1920. Ia
berpendapat bahwa kota Chicago telah mengalami perkembangan dan
pemekaran wilayah seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah
penduduk. Perkembangan itu semakin meluas menjauhi titik pusat hingga
mencapai daerah pinggiran. Zona yang terbentuk akibat pemekaran wilayah
ini mirip sebuah gelang yang melingkar.
Teori ini memungkinkan terjadi pada daerah eropa dan amerika seperti
london, kalkuta, chicago dan Adelaide (Australia) dimana lingkungannya
yang sangat mudah untuk dibangunnya jalur transportasi. Di Indonesia, teori
seperti ini sangat sulit terwujud (hanya di kota-kota besar) karena lingkungan
di Indonesia banyak yang merupakan daerah pegunungan, berlembah,
memiliki sungai besar dan daerah yang terpisah laut. Untuk lebih jelasnya
bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar. Struktur kota menurut teori konsentris


2. Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni
teori yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya yang
dilakukannya pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt
berpendapat bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak menganut teori
konsentris melainkan membentuk unit-unit yang lebih bebas. Ia
menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada umumnya
terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah biasanya
merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota (pusat
kegiatan) menuju daerah perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar. Struktur kota menurut teori sektoral


3. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang ketiga adalah teori inti ganda yakni
teori yang dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris
dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori
konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat
lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks.
Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang
berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan
kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun
kereta api dan sebagainya. Nah, inti-inti kota tersebut akan menciptakan
suatu pola yang berbeda-beda karena kita tentunya akan tahu bahwa sebuah
tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka disekitarnya akan tumbuh
pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan sebagainya yang tentunya
semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota. Biasanya faktor
keuntungan dari segi ekonomilah yang melatar belakangi munculnya inti-inti
kota ini.

Gambar. Struktur kota menurut teori inti ganda


4. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral
(tipe Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris pada
tahun 1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan
sektoral, akan tetapi disini teori konsentris lebih ditonjolkan.

Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral


5. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral
(tipe Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin dan
Larry Ford saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980.
Teori ini bisa Anda lihat gambarannya seperti pada gambar berikut.

Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin (Sumber:
Eni Anjayani, hal 201)
6. Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni
teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini
menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap struktur ruang kota.

Gambar. Struktur kota menurut teori poros


7. Teori Historis
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang
dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah yang berkaitan
dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa
melihat gambaranya di bawah ini.
Gambar. Struktur kota menurut teori historis

Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan
mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk akan pindah ke
daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar).
Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini akan mengundang pemerintah
setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal
ini akan mengundang sejumlah masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat
kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya
pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk ke
dalam).

Nah, perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada
wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3 dan seterusnya.
Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya
dari wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga terjadilah perubahan tempat
tinggal. Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat
padat penduduk sehingga tidak begitu nyaman.

[color-box]Anjayani, Eni.2009. Geografi untuk Kelas XII SMA/MA. Klaten:


PT.Cempaka Putih.
Endarto, Danang.2009.Geografi 3 untuk SMA/MA Kelas XII.Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
Utoyo, Bambang.2009.Geografi 3 Membuka Cakrawala Dunia : untuk Kelas XII
Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: PT. Setia Purna Inves.[/color-box]

Perkembangan morfologi kota

Cakupan aspek morfologi kota antara lain:


 aspek detail (bangunan, sistem sirkulasi, open space, dan prasarana kota)
 aspek tata bentuk kota/townscape (terutama pola tata ruang, komposisi
lingkungan terbangun terhadap pola bentuk di sekitar kawasan studi)
 aspek peraturan (totalitas rencana dan rancangan kota yang
memperlihatkan dinamika kawasan kota
Perkembangan morfologi suatu kota dipengaruhi oleh banyak faktor.
 Faktor-faktor yang berkembang umumnya memiliki karakter tertentu yang
mempengaruhi wajah kota dalam kurun waktu yang sangat panjang.
 Kompleksitas wajah kota dalam suatu kronologis waktu dipengaruhi
diantaranya oleh sejarah, gaya bangunan, peraturan, struktur jalan,
teknologi membangun, perkembangan regional, ataupun karena suatu
landasan kosmologi yang berkembang di suatu daerah.
 Morfologi sifatnya never ending dalam artian terus berkembang dan waktu
ke waktu.
Jenis proses perkembangan
 Proses formal (melalui proses planning dan design), kota diarahkan sesuai
dengan potensi dan karakteristik dasar wilayah (potensi alamiah,
ekonomi, sosial budaya).
 Ada intervensi terhadap perkembangan kota, proses organis (proses yang
tidak direncanakan dan berkembang dengan sendirinya).
Ekspresi keruangan morfologi kota
A. Bentuk Kompak
 The Square Cities (bujur sangkar), bentuk ini mempunyai kesempatan
perluasan ke segala arah, secara seimbang. Selain itu dalam penerapan
bentuk kota seperti ini, tidak mempunyai kendala yang berarti, karena
pengembangannya yang merata dan seimbang. Namun dalam
pertumbuhannya, lebih cenderung meningkat pada sisi-sisi jalur
transportasi utama saja.

 The Rectagular Cities (4 persegi panjang) , bentuk ini mempunyai space


atau lahan kosong yang cukup besar dan luas guna pengembangan
wilayah. Biasanya daerah yang menggunakan bentuk ini adalah daerah
yang bertopografi perairan, hutan, gurun pasir, dan berlereng.
 Fan Shapes Cities (kipas), bentuk ini biasanya digunakan untuk bemtuk
lahan aluvial atau pesisir. Pada perkembangannya dominasi kota
pelabuhan atau coastal menggunakan bentuk ini karena cukup baik untuk
perkembangan perdagangan. Kendala yang dihadapi yaitu berasal dari
perairan, berada pada delta sungai yang besar.

 Rounded Cities (bulat), bentuk ini adalah bentuk yang paling ideal untuk
kota, karena mempunyai kelebihan yaitu perkembangannya kesegala
penjuru arah dan juga seimbang. Dalam bentuk ini, bisa dilakukan
peraturan/perencanaan yaitu:
 bila lambat ; dipacu dg Planned Unit Development
 bila terlalu cepat ; dapat dihentikan
 batas luar ; green belt zoning / growth limitation
 Ribbon Shaped Cities (pita), bentuk ini sangat dipengaruhi oleh jalur
transportasi dan terhambatnya perluasan areal ke samping.

 Octopus/Star Shape Cities (gurita/bintang), pada bentuk ini terdapat


beberapa jalur transportasi yang dominan, terdapat juga daerah hinterland,
selain itu pada tepi pinggirannya tidak ada kendala fisik yang
berarti. Hinterland adalah tanah atau kabupaten di belakang batas-batas
suatu pantai atau sungai. Secara khusus, dengan doktrin pedalaman, kata
tersebut diterapkan pada daerah pedalaman berbaring di belakang port,
diklaim oleh negara yang memiliki pantai. Daerah dari produk mana yang
dikirim ke pelabuhan untuk pengiriman di tempat lain adalah pedalaman
yang pelabuhan.

B. Bentuk Tidak Kompak


 Fragment Cities (terpecah), bentuk awalnya adalah bentuk kompak namun
dalam skala yang kecil,dan akhirnya saling menyatu dan membentuk kota
yang besar. Bentuk ini berkembang, namun perluasan areal kota tidak
langsung menyatu dengan kota induk (membentuk enclaves) pada daerah-
daerah pertanian di disekitarnya. Pada negara berkembang, enclaves
merupakan permukiman-permukiman yang berubah dari sifat pedesaan
menjadi perkotaan.

 Chained Cities (berantai), bentuk ini terpecah namun hanya terjadi di


sepanjang rute tertentu. Jarak antara kota induk dan kenampakan-
kenampakan kota baru tidak terlalu jauh, maka beberapa bagian
membentuk kesatuan fungsional yang sama (khususnya dibidang
ekonomi). Bentuk ini juga bisa disebut Ribbon City dengan skala yang
besar.

 Split Cities (terbelah), bentuk ini menggambarkan bentuk kota yang


kompak namun sektor terbelah oleh perairan yang lebar. Pada perpotongan
ini biasanya dihubingkan oleh kapal/jembatan. Contoh kota yang
menerapkan bentuk ini adalah kota Buda (barat) dan Pest (timur) di sungai
Danube, sehingga dikenal sebagai kota Budapest.

 Stellar Cities (satelit), bentuk kota ini biasanya didukung oleh teknologi
transportasi yang maju dan juga komunikasi yang maju. Karena
modernisasi maka terciptalah megapolitan kota besar, yang dikelilingi oleh
kota satelit.

Sumber Referensi:
Spiro Kostof, 1991, City Shaped : Urban Pattern and Meanings Tough History,
London : Thames and Hudson, Ltd.
Paul D. Spreiregen, 1965, Urban Design, The Architecture of Town and Cities,
Mc. Graw Hill Book Company.
Markus Zahnd, 1999, Perencanaan Kota Terpadu, Kanisius.
http://porakranjau.wordpress.com/2008/04/26/potensi-sektor-unggulan-sumatera-
barat-hinterland-bagi-daerah-lain-2/

Anda mungkin juga menyukai