Anda di halaman 1dari 6

1.

Urbanisasi pada negara berkembang


Perkembangan populasi penduduk perkotaan dunia seperti yang dikatakan oleh
Giddens bahwa Populasi perkotaan dunia pada tahun 2030 bisa mencapai hampir 5
miliar orang. Sementara menurut PBB seperti yang dikutipnya memperkirakan bahwa
hampir 4 miliar penduduk kota tersebut akan menjadi penghuni kota-kota di negara
berkembang. sebagian besar kota-kota di negara berkembang diproyeksikan akan
memiliki lebih dari 10 juta penduduk pada tahun 2015. (giddens:230)
Manuel Caste lis (1996) yang dikutip oleh giddens mengatakan bahwa yang
menjadi pemicu utama urbanisasi besar pada milenium ketiga adalah mengacu pada
ikatan kekerabatan. Kekerabatan menurut Caste adalah berfungsi sebagai konektivitas
populasi antar manusia yaang mempengaruhi perkembangan urbanisasi. (giddens:230)
Pertanyaannya kenapa populasi penduduk kota yang paling membengkak adalah
di kota-kota negara berkembang? Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat
pertumbuhan penduduk dikota negara-negara berkembang seperti yang diungkapkan
oleh Giddens. Pertama, tingkat populasi dan laju pertumbuhan penduduk di negara-
negara berkembang lebih tinggi dari negara-negara maju, kemudian ada
kecenderungan orang-orang yang migrasi ke kota karena melihat orang yang tinggal
di kota cenderung lebih maju dan sejahtera. Kedua Kedua,migrasi terjadi dari daerah
pedesaan ke perkotaan - seperti dalam kasus mega city Guangdong Hong Kong
karena orang-orang tertarik pada Kota karena daerah perkotaan menawarkan peluang
kerja yang unggul. Kemiskinan pedesaan mendorong banyak orang untuk mencoba
peruntungan mereka di kehidupan kota. Mereka yang awalanya kata Cate hanya
mungkin berniat bermigrasi ke kota untuk waktu yang relatif singkat, Dengan tujuan
untuk mengumpulkan uang. setelah itu kembali ke desa, tetapi kebanyakan
menemukan dari mereka lebih memilih untuk tetap tinggal dikota dengan alasan takut
kehilagan posisi pekerjaan dan lain sebagainya. (giddens:232-233)

2. Tantangan urbanisasi di Negara berkembang


a) Implikasi ekonomi
Sebuah organisasi OECD (Organisasi Ekonomi Estimasi dan Kerjasama) bahwa
satu miliar pekerjaan baru akan dibutuhkan pada tahun 2025 untuk mempertahankan
pertumbuhan populasi di kota-kota di negara berkembang. Ini tidak mungkin bahwa
semua pekerjaan ini akan dibuat dalam ekonomi formal. Beberapa analis
mengembangkan berpendapat bahwa perhatian harus dibayarkan untuk
memformalkan atau mengatur ekonomi informal yang besar, di mana sebagian besar
tenaga kerja 'berlebih' cenderung mengelompok di tahun yang akan datang (giddens:
233).
b) Tantangan lingkungan
Daerah perkotaan yang berkembang pesat di negara berkembang berbeda secara
signifikan dari kota-kota di dunia industri. Meskipun setiap kota diseluruh dunia pasti
dihadapkan dengan masalah lingkungan. tantangan lingkungan di negara negara
berkembang dihadapkan khususnya dengan resiko-resiko berat seperti Polusi,
kekurangan perumahan, sanitasi yang tidak memadai dan persediaan air yang tidak
aman adalah masalah kronis bagi kota di negara-negara berkembang. (giddens: 233).
Giddens memberikan contoh seperti di Sao Paulo Brazil diperkirakan ada sekitar 5.4
Juta jiwa kekurangan rumah layak huni pada tahun 1996. mereka kemudian mendiami
gedung-gedung pemerintah atau perhotelan yang sudah ditinggalkan dengan kondisi
fasiltas yang serba terbatas. belum lagi persoalan kemacetan yang terjadi di perkotaan
besar juga merupakan masalah lingkungan yang harus dihadapi. Kota Mexico adalah
contoh utama dalam kasus kemacetan Kata Giddens, hal ini disebabkan 94 persen
kota terdiri dari area bangunan, dengan hanya 6 persen tanah menjadi ruang terbuka
(Giddens:234).
c) Efek sosial
Populasi penduduk di negara berkembangdidominasi usia di bawah umur lima
belas. Populasi muda membutuhkan dukungan dan pendidikan, tetapi banyak negara
berkembang kekurangan sumber daya untuk menyediakan pendidikan universal.
Ketika keluarga mereka miskin, banyak anak harus bekerja penuh waktu, dan yang
lain harus mencari nafkah sebagai anak jalanan, mengemis apa pun mereka bisa.
Ketika anak-anak jalanan dewasa, sebagian besar menjadi pengangguran, tunawisma
atau keduanya (Giddens:234).
A. Cities and globalization
Fenomena pemukiman dan Sebuah peradaban kota diketahui sudah muncul sejak
masa neolitikum yakni sekitar seperti yang diungkapkan oleh (Eko A. Meinarno
dalam bukunya Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi perkotaan) bahwa Lahirnya
peradaban sebuah kota serta perkembangan pemukiman dalam bentuk kota diketahui
muncul pada masa Neolitikum yang berlangsung sekitar 5.500-7.500 tahun
lalu.Setelah ada upaya manusia untuk melakukan pembudidayaan tetumbuhan dan
domestikasi hewan, pemukiman yang bersifat permanen mulai muncul. Hal ini
didukung fakta dengan ditemukannya area pertanian awal di Timur Tengah, Cina,
Amerika Selatan, dan Asia Barat Daya dengan usia yang sama dengan masa
Neolitikum (Nasrullah: 32).
Seiring perkembangan zaman dan kemjuan teknologi serta perkembangan arus
globalisasi yang begitu pesat Implikasi yang timbulkan kemudian adalah kota kini
tidak lagi berorientasi dalam ranah lokal maupun nasional saja, namun juga
diharuskan untuk berorientasi kepada global. Globalisasi yang ditandai dengan adanya
keterbukaan pasar,teknologi informasi, maupun modal membawa implikasi semakin
terintegrasinya ke dalam sistem global. globalisasi mengubah kota ke dalam
hubungan ekonomi global. Pusat-pusat kota mempunyai peranan penting dalam
mengoordinasi arus informasi, mengelola kegiatan bisnis dan inovasi layanan dan
teknologi baru (Castells 1996 dalam Giddens:235).

1. Global Cities
Kota global meliliki karakteristik yang berdebda dengan kota dunia, kota dunia
ebih mengarah perputaran kapital dan informasi hanya berpusat pada kota-kota di
kawasan Utara (global north) sepertihalnya London, Amsterdam, New York,maupun
Paris, sehingga karakterpengembangan kotanya lebih mengarah kepada perluasan
ruang makro ekonomi untuk melancarkan kegiatan transaksi pasar bebas. Kota global
(global city) memberikan ruang deliberasi ekonom ibahwa kue perekonomian sendiri
tidak hanya berlangsung dalam satu kawasan,namun terinklusifkan antar
sesamakawasan di dunia. (Raharjo: Global City Jurnal Multiversa Vol.3:110-111).
Globalisasi sering dianggap sebagai dualitas antara pad level nasional dan global.
Kota global terbesar di dunia tmerupakan arus utama terjadinya globalisasi(Sassen
1998).dalam giddens :235). masih menurut Sassen, Dia menggunakan istilah kota
global untuk merujuk ke pusat kota yang merupakan rumah bagi markas besar,
transnasional perusahaan dan dana berlimpah keuangan, teknologi dan konsultasi jasa.
Sassen mendasarkan karyanya pada studi ketiga kota, yakni New York, London dan
Tokyo. perkembangan dunia ekonomi kontemporer katanya, telah menciptakan
sebuah peran strategis untuk kota-kota besar tersebut. Kebanyakan kota seperti itu
telah lama menjadi pusat perdagangan internasional. Assen memberikan ciri-ciri kota
global yakni: Mereka telah berkembang menjadi pertama kota tersebut menjadi
barometer arah kebijakan ekonomi global, kedua, adalah sebagai lokasi utama untuk
perusahaan jasa keuangan dan kota global juga lebih berfokus pada perkembangan
ekonomi daripada manufaktur. Ketiga, sebagai pusat produksi dan inovasi dalam
perluasan industri baru. Ke empat Kota-kota ini adalah pasar bagi para wisatawan
produk-produk' dari industri keuangan dan jasa. kota global kata Giddens selalu
memiliki persaingan yang cukup tinggi antar mereka tetapi di sisi lain mereka juga
saling ketergantungan satu sama lain sebagai sebuah sistem konektivitas jaringan
ekonomi bisnis (giddens:236).

2. Ketimpangan di Kota Global


Fenomena kota global memang banyak membawa dampak pertumbuhan ekonomi
yang sangat signifikan. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi tersebut kata Giddens
hanya dinikmati oleh pusat kota-kota besar yang menjadi kota global tersbut. Artinya
terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi yang cukup luas antara kota besar dan kota
kota kecil. Assen menyebutkan kesenjangan tidak hanya terjadi antara kota besar dan
kota kecil, tetapi juga terjadi pada masyarakat yang tinggal atau bekerja di kota
global. Kesengajan ekonomi akibat penerimaan upah yang berbdea antatra karyawan
yang bekerja dibalik komputer dengan karyawan yang bekerja sebagai tukang sapu
sebuah kantor misalnya. Manuel Castells dan David Harvey yang dikutip oleh
Giddens, keduanya berpendapat bahwa kota bukan hanya tempat atau lokasi untuk
hubungan sosial, tetapi juga merupakan produk dari perjuangan dan konflik di antara
kelompok sosial (Giddens:238).

3. Pemerintah kota di era global


Tantangan global city sebagai imbas dari dinamika globalisasi menjadi semakin
berat oleh karena itu kata Giddens diperlukan revitalisasi peran pemerintah secara
politik dalam pembangunan global city, shingga memberi dampak sosial yang lebih
positif. banyak dari global city tidak mampu mengatasi tren masalah global seperti,
resiko ekologi dan pasar keuangan yang tidak stabil. Lebih lanjut mengatakan bahwa
negara dengan kekuatan besarpun tidak mampu mengatasi resiko-resiko tersbut,,oleh
karena itu, peran pemerintah daerah dan kota lah yang lebih efektif untuk mengatur
dinamika globalisasi tersebut (Giddens: 238).
Jordi borja dan manuel castells (1997) dalam buku Giddens mengemukan
setidaknya ada tiga sektor utama, dimana pemeritah dapat berperan dalam mengelola
kekuatan global secara efektif. Pertama, kota bertanggung jawab untuk mengelola
habitat perkotaan; kedua, mereka berurusan dengan masalah integrasi budaya yang
disajikan dalam populasi kosmopolitan mereka; dan ketiga, mereka menyediakan
tempat untuk perwakilan dan manajemen politik (Giddens: 239).
a) Kota sebagai politik, ekonomi dan agen sosial
Giddens mengatakan bahwa Banyak sekali organisasi, institusi dan kelompok
melintasi jalur di dalam kota. Bisnis domestik dan internasional, investor potensial,
badan pemerintah, asosiasi sipil, kelompok profesional, serikat pekerja dan lainnya
bertemu dan membentuk tautan di daerah perkotaan. Tautan ini dapat mengarah ke
tindakan kolektif dan bersama di mana kota-kota bertindak sebagai agen sosial dalam
bidang politik, ekonomi, bidang budaya dan media. Sebagai contoh yang terjadi di
Eropa, dimana kota kota bersatu mengkampanyekan promosi investasi. Di Asia juga
terjadi hal yang sama seperti yang trjadi negara korea, singapura dan bangkok dan lain
sebagainya (Giddens: 239).
Beberapa kota di dunia kata giddens telah merencakan pembangunan strategis
jangka menengah dan panjang untuk mengatasi dan mengelola tantangan globalisasi.
Sebagai contoh kasus yang berhasil dalam merencakan pembangunan kotanya adalah
Barcelona. pada tahun 1988, Barcelona membuat Rencana Strategis 2000 yakni
menyatukan Ekonomi dan Sosial, organisasi publik dan swasta di bawah visi dan aksi
bersama merencanakan untuk mengubah kota. Pemerintah kota Barcelona dan 10
badan tambahan (termasuk kamar perdagangan, universitas, pelabuhan kota otoritas
dan serikat pekerja) mengimplementasikan rencana itu pada tiga tujuan utama
yakni;untuk menghubungkan Barcelona dengan jaringan kota-kota Eropa,
meningkatkan infrastruktur komunikasi dan transport, untuk meningkatkan kualitas
kehidupan penduduk Barcelona, meningkatkan sektor industri dan jasa lebih
kompetitif, sambil mempromosikan sektor ekonomi baru yang menjanjikan (Giddens:
242).
b) Peran walikota
Sebagaimana pentingnya peran pemeritah pada perkotaan global yang tidak kalah
pentingnya juga adalah peran walikota sebagai pengambil kebijakan pemerintah.
Seorang walikota harus visioner dalam mengkampanyekan emage kotanya sebagai
kota internasional. Seorang walikota harus mampu mempromosikan ke dunia
internasional mengenai agenda-agenda kotanya. Sehingga menimbulkan dampak
ekonomi dan kemajuan bagi kotanya (Giddens:242)

Referensi
Giddens Antony, 2009 Sociology 6th Edition, Cambridge : Policy Press

Jamaludin Nasrullah Adon, 2017, Sosiologi Perkotaan, Jakarta:CV. Pustaka Setia

Raharjo Wasisto Jati 2013,Global City Sebagai Paradigma Pembangunan ekonomi


Kota Di Era Globalisasi : Tinjauan Analisis Teori, Jurnal Multiversa Vol 3

Anda mungkin juga menyukai