Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

EKSKLUSI SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL

AGAMA DAN EKSKLUSI SOSIAL

KELOMPOK 3 :
DARWAN NPM 19063322443
IRFAN HUDORI NPM 1906436160
ABDUL RAFI AZHAR NPM 1906436040

KELAS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SOSIAL (KPS)


PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
AGAMA DAN EKSKLUSI SOSIAL

Definisi Agama
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Dari
keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, dan
hukum agama atau gaya hidup yang disukai.
Clifford Geertz dan Andrew Greeley seperti dikutip Benyamin Fleming Intan (2006)
menyebutkan bahwa Agama merupakan sebuah sistem kiasan narasi yang memberi pemahaman
dan tujuan hidup, yang menjawab pertanyaan tentang tragedi, penderitaan, kematian,
kebahagiaan, dan kegembiraan.1 Hal ini didukung oleh Eliade yang menyatakan bahwa
seharusnya agama dipahami sebagai sistem keyakinan pada ranah supranatural. Emile Durkheim
melihat fungsi agama sebagai alat pemersatu masyarakat, ke dalam suatu komunitas moral yang
tunggal. Pendekatan fungsionalis tidak bermaksud untuk mengabaikan dimensi transedental,
namun lebih fokus pada perspektif melihat agama “dari dalam”, memandang apa itu agama
ketimbang apa yang agama lakukan.
Emile Durkheim (2011) dalam bukunya The Elementary Forms of the Religious
Life menyebutkan bahwa Agama adalah Sekumpulan keyakinan dan praktek yang berkaitan
dengan sesuatu yang sakral, yaitu sesuatu yang ditabukan dan terlarang, keyakinan-keyakinan
dan upacara yang berorientasi kepada suatu komunitas moral tunggal di mana masyarakat
memberikan kesetiaan dan tunduk kepadanya. Menurut Emile Durkheim, agama merupakan
sesuatu yang kolektif. Dalam hal ini Emile Durkheim membedakan antara agama dan magis.
Magis merupakan upaya individual, sedangkan Agama tidak dapat dipisahkan dari komunitas
peribadatan atau moral (ibid).

Agama Publik dan Teori Sekularisasi


Dalam buku Benyamin Fleming Intan (2006), Casanova menyebutkan bahwa agama
harus dapat dibedakan pada bidang lain di dalam kehidupan bermasyarakat, seperti Negara.
Dalam hal ini Casanova lebih memberikan pandangannya tentang konsep sekularisasi. Masih
1
Andrew M. Greeley. 1982. Religion, A Secular Theory. Free Press.
dalam buku Benyamin Fleming Intan (2006) menyebutkan bahwa terdapat 3 (tiga) inti teori
sekularisasi, antara lain :
1. Sekularisasi sebagai penolakan terhadap agama, mengakui bahwa agama akan secara
terus terus menerus mengalami kemunduran di dunia modern hingga akhirnya
menghilang;
2. Sekularisasi sebagai privatisasi individu;
3. Sekularisasi sebagai diferensiasi, menunjukan pada perbedaan fungsi institusi Agama
dari bidang lain dalam masyarakat modern, terutama Negara, ekonomi, dan ilmu
pengetahuan.2
Sedangkan Comte (1986, first published 1830-42) menyebutkan bahwa sejarah umat manusia
melalui tiga tahap:
 Theological Stage, pada tahap Teologi ini Agama dan keyakinan pada yang bersifat
Tahayul menjadi dominan
 Metaphysical Stage, selama yang filosofi akan menjadi lebih penting
 Positive Stage, Ilmu pengetahuan akan mendominasi pemikiran manusia dan perilaku
manusia secara langsung.
Dalam perspektif Comte perkembangan manusia jika sudah berada pada tahap Positive
Stage, manusia berkecenderungan sekular atau dengan kata lain ketika ilmu pengetahuan sudah
mendominasi pemikiran manusia, maka akan munculnya sekularisme.
Sekularisme dan Negara Agama merupakan sebuah ideologi yang bisa saja diterapkan di
berbagai Negara di Dunia, begitu juga di Indonesia. Akan tetapi, Indonesia memilki sebuah
Ideologi Alternatif yang menjadi pilihan bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila (Intan
2006:18) merupakan sebuah solusi atau Ideologi alternatif dari dua perlawanan Ideologi yang
ada yaitu Negara Sekular. Dimana agama benar-benar terpisah dari Negara dan Negara Agama,
yang di dalamnya Negara diatur tidak berdasarkan satu Agama tertentu. Dalam ideologi
Pancasila, Agama bangsa Indonesia didorong untuk berkontribusi nyata pada kehidupan publik
di Indonesia (ibid).

2
Jose Casanova. 1994. Public Region In The Modern World. Chicago: University of Chicago Press
Dalam Haralambos (2007:429), sekularisme timbul disebabkan karena munculnya
industrialisasi, berkembangnya ilmu pengetahuan, dan sekularisasi yang merupakan proses
kemunduran sebuah Agama.
Menurut Casanova, sejak era tahun 60an kritik dua jenis sekularisasi yang disebut lebih
awal mulai dari pemikiran Karl Marx hingga Sigmund Freud atas dua inkonsistensi, yaitu secara
teori dan kurangnya bukti empiris.3 Dalam perspektif global sejak perang dunia kedua pemeluk
agama tumbuh pesat di seluruh dunia, kecuali di Eropa Barat, Negara bekas pecahan Uni Soviet,
dan beberapa negara bekas jajahan lainnya. Selain itu berkaca pada negara Jepang dan Amerika,
sebagai masyarakat yang modern menunjukan perkembangan pemeluk agama yang cukup pesat.
Hal ini menolak anggapan bahwa penyebab utama penolakan terhadap agama bukan dari
industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan saintifik.
Casanova menyodorkan tawaran kepada ilmuwan sosial untuk menguji diferensiasi
modern dalam bidang agama, dimana bertentangan dengan argumentasi terhadap hubungan
fundamental antara diferensiasi modern dengan privatisasi agama. Casanova mengamati
beberapa kasus seperti peran publik gereja katolik di Spanyol (dari negara gereja menjadi Negara
monarkhi konstitusional), Polandia (negara gereja menuju masyarakat sipil), Brasil (Oligarkhi
menuju masyarakat gereja), dan Amerika (Privat menuju kesatuan umat beragama), sama
baiknya dengan peran Protestanisme Injili di Amerika (Sipil relijius ke Kristen kanan) untuk
menunjukan bagaimana Kristen di keempat masyarakat ini telah melebur dengan masyarakat
sipil. Deprivatisasi tidak hanya berada pada kalangan Kristen namun hampir di seluruh agama,
yaitu Islam, Yahudi, Hindu, Budha dalam masyarakat Non Barat lainnya.4
Pemicu kekuatan politik garis fundamentalis salah satunya adalah mengisolasi agama
hanya dalam ruang privat saja. Pengisolasian agama ke dalam ruang privat menjadi
kontraproduktif dalam perkembangan suatu agama. Berdasarkan kasus yang telah diamati oleh
Casanova, maka ia menegaskan kembali bahwa agama seharusnya dibedakan dengan ruang-
ruang publik lainnya, seperti Negara. Hollenbach mencoba menjernihkan istilah diferensiasi
sebagai “pembedaan”, dan bukan sebagai “pengisolasian menuju pemisahan”.
Casanova menyatakan bahwa penolakan terhadap agama adalah sebuah pilihan di dalam
sejarah. Dia membandingkan antara Amerika dengan Eropa, di mana terdapat perbedaan bahwa

3
Ibid
4
bid
di Amerika tidak terjadi negara-agama absolut jika dibandingkan dengan Eropa. Penghormatan
terhadap agama dan kebebasan individu menjadi elemen penting dalam agama di masyarakat.
Agama mampu memainkan peran legitimasi publik dalam masyarakat pluralis dalam tiga cara,
yaitu :
1. Melindungi kebebasan bagi pemeluk agama maupun kelompok non-agama (atheis
atau agnostik);
2. Berkontentasi dengan gagasan-gagasan sekuler dan keluar dari nilai-nilai etik dan
moral yang sulit dipahami; dan
3. Ikut menjaga pola-pola tradisional sosial dan patuh dalam kerangka administratif dan
hukum negara.
Dia mengamati peran publik Gereja Katolik di Spanyol (dari gereja negara ke pendirian),
Polandia (dari gereja bangsa ke masyarakat sipil), Brasil (dari gereja oligarki), dan Amerika
Serikat (dari denominasi pribadi ke publik) peran Protestan evangelis di Amerika (dari agama
sipil ke Kristen Kanan) masyarakat dalam dekade saat ini. Perampasan agama ini menurut nova
tidak terbatas pada agama Kristen dan masyarakat Barat. Namun hal tersebut melebar, cakrawala
untuk memasukan tradisi agama lain seperti Hindu dan Buddhisme dalam masyarakat Non Barat.
Mengingat deprivatisasi tradisi keagamaan pada agama di seluruh dunia, dengan
demikian privatisasi merupakan generalisasi yang dipertanyakan. David Hollenbach berpendapat
bahwa setiap upaya privatisasi sebagai "tujuan normatif" juga dapat dipertanyakan. Dia
menjelaskan karena agama menjadi preferensi pribadi saja, maka kehidupan bermasyarakat tidak
memiliki kedalaman makna yang dapat menghasilkan loyalitas dan kebersamaan di antara warga
Negara. Analisis yang dihasilkan dapat menciptakan kekosongan, dimana kekuatan
fundamentalis menyisipkan diri mereka sendiri. Hampir pasti tanpa kesopanan pasti mungkin
akan menghasilkan kekerasan. Hal ini merupakan teori yang telah dipelajari, tidak hanya dari
model revolusi Western di Amerika dan Perancis, namun juga firom yang lebih baru dikenal di
Eropa Timur, dimana rezim kuno dengan tegas sekularis. Bahkan penganut atheis dari strugeles
di Amerika Latin, tempat liberacion.
Bentuk-bentuk penindasan yang ekomekonosmik dan otoriter telah berlangsung. Peran
agama yang sah dalam kehidupan masyarakat, memberikan ilustrasi bagi ketiga peran potensial
Casanova berupa fenomena global. Hal ini terjadi tidak hanya di Eropa Timur dan Amerika
Latin, tetapi juga di negara-negara Asia dan Afrika seperti Korea, Filipina, Afrika Selatan, dan
lainnya, sebagaimana ditunjukan oleh penelitian yang ada di Indonesia.

Agama dalam kerangka Pancasila


Dasar Negara Pancasila, mampu menjembatani keanekaragaman yang ada di Indonesia,
baik dari sisi agama, etnis, dan ras setiap kelompok kepercayaan. Salah satunya Sila pertama
menunjukan bahwa negara dilandasi dengan keyakinan agama dan meyakini keberadaan Tuhan.
Walaupun mengakui keyakinan agama dan Tuhan tidak berarti mengamini adanya politisasi
agama atau agamisasi politik, namun menghargai kebebasan warga negara dalam memeluk
agama. Pancasila pada sila pertama merupakan sebagai penengah kelompok Islam dengan
sekuler yang tidak hanya mengakomodasi kebebasan beragama, namun juga mempromosikan
peran agama dalam masyarakat.
Sila kedua menunjukkan komitmen bangsa Indonesia terhadap hak azasi manusia sama
pentingnya dengan kewajiban manusia (warga negara). Hak-hak azasi manusia ini meliput tiga
unsur dasar hak-hak manusia, yaitu hak untuk hidup, hak untuk bebas dari paksaan fisik, dan hak
untuk berekspresi secara bebas.
Sila ketiga menyatakan Indonesia sebagai negara kesatuan, dimana kesatuan ini didasari
oleh persamaan nasib dan tujuan. Sukarno mengingatkan secara jelas, bahwa nasionalisme
bangsa Indonesia bukanlah nasionalisme chauvinis, akan tetapi nasionalisme persaudaraan dunia.
Sila keempat menunjukkan bentuk dan watak demokrasi bangsa Indonesia. Panitia Lima
perumus Pancasila menekankan bahwa tidak ada dominasi dari kelompok mayoritas yang tidak
mewakili seluruh entitas bangsa Indonesia. Hal ini memungkinkan kelompok minoritas
mempengaruhi kebijakan dalam menentukan arah bangsa. Bahwa setiap keputusan haruslah
melalui pertimbangan seluruh perwakilan.
Sila kelima merupakan langkah penting bagiamana merelisasikan suatu keadilan sosial.
Dari kelima sila ini kita bisa melihat secara jernih gagasan masyarakat sipil, hak azasi manusia,
nasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial, yang menunjukan pentingnya agama dalam urusan
masyarakat. Hal tersebut menjukan bahwa pancasila sangat cocok, dan makna pancasila sangat
relevan dengan kondisi di Indonesia.
Studi Kasus Agama yang terjadi di Indonesia
Akhir-akhir ini, banyak kejadian yang mengenai kasus agama di Indonesia. Salah satu
diantaranya adalah penistaan agama yang pada waktu itu dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta
Basuki Cahaya Purnama alias Ahok. Dilansir dari tulisan media dalam video resmi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta melalui Youtube, Ahok meminta warga tidak khawatir terhadap kebijakan
yang diambil pemerintahannya jika dia tak terpilih kembali. Namun, dia menyisipkan Surah Al-
Maidah ayat 51.
Rupanya, kalimat yang disampaikannya tersebut menuai polemik karena mencatut suatu
ayat dalam Al Qur’an. Semua media online bernama Media NKRI menyebarkan video tersebut
melalui media sosial. Hal itu juga memantik perhatian seorang dosen, Buni Yani.5 Dari kasus ini
muncul pergerakan 212, dimana semua para alim ulama dan tokoh-tokoh agama turun ke jalan,
untuk menuntut kasus Ahok untuk segera diadili.
Para politisi melakukan politik atas dasar kesamaan agama untuk mencapai tujuannya.
Padahal kita ketahui, di Indonesia terdapat beragam agama yang saling menghargai serta sifat
tolerasnsi dalam masyarakat untuk mempersatukan bangsa. Kita harus ketahui bahwa Lahirnya
Pancasila merupakan bentuk peleburan konsep pemikiran timur yaitu Ketuhanan, yang
dikombinasikan dengan konsep pemikiran barat yaitu demokrasi, HAM, nasionalisme, dan
keadilan sosial.
Pada sisi lainnya, Pancasila merupakan manifestasi politik akomodatif yang mewadahi
kelompok-kelompok minoritas agar tidak terpinggirkan oleh kelompok mayoritas. Hal ini
menunjukan adanya upaya founding fathers membayangkan Indonesia negara yang majemuk.
Setiap gagasan diadu dalam ruang yang demokratis melalui musyawarah dan mufakat, bukan
dalam bentuk voting. Pancasila bukanlah upaya memisahkan atau mengisolasi suatu kelompok
agama dalam ruang privat, namun menjadi landasan moral spiritual masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Namun belakangan, Pancasila digunakan sebagai alat politik, Identitas
pihak tertentu untuk mendiskreditkan kelompok tertentu. Pancasila digunakan sebagai legitimasi
politik untuk mengeksklusi kelompok lain ketimbang merangkul.

5
https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-penistaan-agama-oleh-ahok-hingga-dibui-2-tahun.html
DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

- Appleby, Scott. 2000. The Ambivalence of The Sacred: Religion, Violence, and
Reconciliation. Rowman & Littlefield.
- Casanova, Jose. 1994. Public Region In The Modern World. Chicago: University of Chicago
Press.
- Esposito, John L. 2010. Islam The Straight Path Fourth Edition. Oxford University Press.
- Greeley, Andrew M. 1982. Religion, A Secular Theory. Free Press.
- Huntington, Samuel P. 1996. The Clash of Civilization and The Remaking of World Order.
New York: Simon & Schuster.
- Kepel, Gilles. 1993. The Revenge of God: The Resurgence of Islam, Christianity, and
Judaism In The Modern World. Penn State University Press.
- https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-penistaan-agama-oleh-ahok-hingga-dibui-2-
tahun.html.

Anda mungkin juga menyukai