dan Pos-Sekularitas
Meski jabatannya baru berusia beberapa hari, Ketua Badan Penguatan Ideologi Pancasila
(BPIP), Yudian Wahyudi, sudah melontarkan ucapan kontroversial. Dalam wawancara dengan
Detik, ia mengatakan “Musuh terbesar Pancasila adalah agama,” dengan wajah datar dan mata
yang menjauh dari wartawan Detik yang mewawancarainya. Dari lontaran itu, beberapa tokoh
nasional menyampaikan keberatan, bahkan pembicaraan tentang hubungan agama (wabil khusus
Islam) dan Pancasila kembali mengemuka
Di samping itu, ada hal lain yang menarik untuk disoroti, yakni perkataannya yang lain di
momentum yang sama, “Kita membutuhkan sekularitas, bukan Sekularisme.” Jika dibandingkan
dengan kutipan pertama, bagian ini jarang mendapat sorotan; mungkin karena ungkapannya ten-
tang sekularitas ini dianggap sekadar konsekuensi dari penyebutan agama sebagai musuh Pancasila
belaka. Tetapi, istilah sekularitas juga mengandung muatan filosofis yang harus diperiksa dengan
kritis, karena setelah Sekularisme dalam wajahnya yang ekstrim tak banyak mengubah relasi hu-
bungan agama dan kehidupan masyarakat Indonesia hingga sekarang, sekularitas bisa mengganti-
kannya secara halus namun tetap mengandung masalah.
Daftar Pustaka
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2011. Islam dan Sekularisme, terj. Khalif Muammar, dkk.
Bandung: PIMPIN, 2010.
Habermas, Jürgen. 2008. “Notes on a Post-Secular Society”, dalam
http://www.signandsight.com/features/1714.html.
Kant, Immanuel. 1992. What is Enlightenment? Terj. Ted Humhprey. Indianapolis: Hacket
Publishing.
Lutz-Bachmann, Matthias (ed.). 2015. Postsäkularismus: Zur Diskussion eines umstrittenen
Begriffs. Frankfurt: Campus Verlag.
Taylor, Charles. 2007. A Secular Age. Massachusets: Harvard University Press.