Pendahuluan
Kultur timur yang dipunyai Indonesia dan kultur barat yang dibawa oleh Barat sudah
membaur dan membentuk suatu sikap hidup baru pada masa kini. Timur dan Barat yang
dimaksud bukanlah letak geografis atau arah mata angin, namun Barat yang dimaksud
adalah alam pikiran dan pandangan hidup (Worldview) yang berlawanan dengan Timur, dan
Timur adalah agama Islam. Kultur yang membaur karena adanya internalisasi nilai-nilai Barat
salah satunya melalui media sosial. Melalui hiburan, keseharian figur artis dengan
membawa worldview Barat dengan kulturnya yang tanpa Tuhan menjadi tontonan dan
tuntunan remaja Indonesia, menyebabkan bergesernya nilai-nilai kebenaran Islam dan
menihilkan peran Tuhan dalam berperilaku.
1 Tulisan ini diajukan untuk tugas Pembacaan Buku Misykat pada Program Kaderisasi Ulama yang dibimbing
oleh Syamsul Badi’, M.Ag
membebaskan diri dari agama, etika, kepercayaan, bicara, pers dan politik. Kejadian ini
memiliki konsekuensi penghapusan hak Tuhan. 2
Presiden Franklin D. Roosevelt pada tahun 1941 mendeklarasikan empat kebebasan,
yakni kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech),
kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from
want), dan kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).3
Barat bukan Kristen4, Barat menegasikan peran Tuhan dari kehidupan. Seperti
kutipan dari Prof David Thomas "West developed without Christianity"5. Kemajuan Barat dari
segi sains dan teknologi karena berlepas dari dari keyakinan pada teologi Kristen kepada
keyakinan pada rasio.
Rasionalitas menjadi tuhan baru bagi barat, sebagaimana kutipan dari Francis Bacon
(1561-1626) mengungkapkan bahwa "Theology is known by faith but phylosophy should
depend only upon reason". Rasionalitas menjadi tolak ukur kebenaran karena Tuhan sudah
dimarginalisasi.
Perbedaan mendasar dari agama di Barat dan di Indonesia ada di bagian
fundamental.
2 Hamid Fahmy Zarkasyi, “MISYKAT Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi dan Islam”, hlm 108
3 Ibid, hlm 107
4 Ibid, hlm 3
5 Ibid, hlm 30
meliorisme (percaya bahwa manusia itu berkembang dan dapat dikembangkan).
Terjadi pada abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-18, 6
● Fase doktrin Romantisisme dengan tokoh Jean-Jacques, Immanuel Kant, dan
Friedrich Schleiermacher, individu menjadi pusat dan sumber nilai. Kesadaran-diri
(self-consciousness) yang dapat berarti menjadi Kesadaran-Tuhan (god-
consciousness) dalam kerangka religius. Fase ini ada pada akhir abad ke-18.
● Fase Notion of progress, tentang Perkembangan. Agama kemudian diletakkan
sebagai sesuatu yang berkembang progressif dan disesuaikan dengan ilmu
pengetahuan modern serta diharapkan dapat merespon isu-isu yang diangkat oleh
kultur modern. bermula pada pertengahan abad ke-19. hingga abad ke-20
Pasca fase-fase tersebut agama
6 Rene Descartes
4) Pemisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara
Muncul doktor buat disertasi tentang pluralisme agama, bahwa Yahudi, Nasrani,
Shabi’ah yang beriman kepada Allah, hari akhir dan beramal maka tak wajib beriman
kepada Nabi Muhammad, serta mereka tetap mendapati balasan.
Itu menafikan Nabi karena untuk iman kepada Allah harus melalui rasulNya, bukan
asal iman, tak mungkin punya iman dan ibadah yang jika tidak beriman kepada Allah
dan Rasulnya.
Penutup
Liberalisme keagamaan di Barat mempunyai kesamaan dengan proses liberalisasi
keagamaan yang sedang terjadi di Indonesia, mulai dari karakteristik gerakan, karakteristik
tokoh, pola pergerakan dan sumber pendanaan. Identifikasi gejala-gejala tersebut bagi
pemuka agama atau individu perlu untuk difikirkan kemaslahatannya untuk agama, sebab
realita keagamaan Barat saat ini agama menjadi mandul dan termargirnalisasi dari
kehidupan masyarakatnya. Hal tersebut jelas jauh dari tujuan agama Islam itu sendiri.