Anda di halaman 1dari 49

D EMOCRACYP ROJECT

D EMOCRACYP ROJECT

Bab I
F ATWA MUI TENTANG H ARAMNYA S EKULARISME ,
L IBERALISME DAN P LURALISME

Ada tiga pertimbangan MUI tentang fatwa pengharaman


sekularisme, liberalisme dan pluralisme: Pertama, bahwa
pada akhir-akhir ini menurut MUI telah berkembang paham
sekularisme, liberalisme dan pluralisme serta paham-paham
sejenis lainnya di kalangan masyarakat; Kedua, bahwa
berkembangnya sekularisme, liberalisme dan pluralisme di
kalangan masyarakat telah menimbulkan kere- (ms-7)

sahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk


me- netapkan fatwa tentang masalah tersebut; Dan ketiga,
bahwa karena itu MUI memandang perlu menetapkan fatwa
tentang paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme
untuk dijadi- kan pedoman oleh umat Islam. (ms-8)
D EMOCRACYP ROJECT
definisi :

Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara


atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hi-
dup secara berdampingan.
Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an
& Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan
hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal
pikiran semata.
Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama
hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tu-
han, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan
berdasarkan kesepakatan sosial.

Berdasarkan definisi tersebut, MUI pun membuat ketentu-


an hukum, yaitu bahwa:

Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama … adalah paham


yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Umat Islam ha-
ram mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme
agama. Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib
bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampur-adukkan akidah
dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah pemeluk aga-
ma lain. Bagi masyarakat Muslim yang tinggal bersama pemeluk
agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak
berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklu-
sif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk
agama lain sepanjang tidak saling merugikan. (ms-9)
D EMOCRACYP ROJECT
D EMOCRACYP ROJECT

Bab II

SEKULARISME, LIBERALISME,
DAN PLURALISME

ISLAM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN


DISKURSUSNYA
D EMOCRACYP ROJECT
Dalam bagian ini akan dibahas sepuluh lembaga Islam
progresif yang berorientasi dekat dengan “tradisionalis” mau-
pun “modernis”, yang sejak masa reformasi telah mengem-
bangkan pemikiran Islam tentang sekularisme, liberalisme dan
pluralisme. Para intelektual Muslim dari kesepuluh lembaga
ini, seperti akan kita lihat di bawah, telah dan terus berupaya
sungguh-sungguh mendalami argumen Islam atas sekularisme,
liberalisme dan pluralisme. Di tangan mereka telah dihasilkan
karya-karya yang bermutu tinggi tentang ketiga isu tersebut.
Kesepuluh lembaga tersebut adalah: Jaringan Islam Liberal
(JIL); Lembaga Studi Agama dan Filsafat; Yayasan Paramadi-
na; International Center for Islam and Pluralism (ICIP); Per-
himpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M);
The Wahid Institute (TWI); Maarif Institute dan Jaringan In-
telektual Muda Muhammadiyah (JIMM); Lembaga Pengem-
bangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU; Lembaga
Kajian Islam dan Sosial (LKiS); dan Universitas Islam Negeri
(UIN) Jakarta dan Yogyakarta dengan jaringan STAIN/IAIN
di seluruh Indonesia. (ms-19)
D EMOCRACYP ROJECT

PEMIKIRAN ISLAM PROGRESIF DI INDONESIA


Islam Progresif dimaksudkan untuk memberi penekanan
utama kepada pengembangan ilmu pengetahuan, diskursus
keadilan, keterbukaan, sikap toleransi, dan perlunya
membangun integritas moral kaum Muslim da- lam
membangun kebangsaan Indonesia. Islam Progresif bukan
hanya memahami Islam sebagai agama, tetapi lebih jauh
Islam sebagai peradaban.4
Istilah “Islam Progresif” yang merupakan pengembangan
lebih mendalam dari pemikiran dan posisi “Islam moderat”
sering diperhadapkan dengan “Islam Radikal” di satu sisi,
dan “Islam liberal” yang jauh lebih “sekular” di sisi lain.
Tetapi walaupun demikian antara pemikiran Islam Progresif
dan Islam Liberal kadang bisa dipertukarkan.5 Sarjana yang
pertama kali menggunakan kedua istilah Islam Progresif dan
Islam Liberal sekaligus di Indonesia adalah Greg Barton. Isti-
lah ini menggambarkan suatu gerakan mutakhir dalam Islam
Indonesia yang melampaui gerakan Islam tradisional dan ge-
rakan Islam modern. Gerakan progresif liberal yang dimaksud
adalah gerakan yang Fazlur Rahman (almarhum, Guru Besar
(ms-20)
D EMOCRACYP ROJECT

Pemikiran Islam Progresif yang akan dianalisis memper-


lihatkan berbagai penafsiran teologis berkaitan dengan pro-
blem-problem kontemporer, terutama isu sekularisme, liberal-
isme dan pluralisme. Dalam mengembangkan Islam Progresif
mereka melakukan:
Pertama, pembaruan pemahaman keislaman (khususnya
fikih atau hukum Islam), terutama dalam rangka menyela-
raskan pemahaman keagamaan dengan perkembangan ke-
kinian. (ms-21)
D EMOCRACYP ROJECT

Kedua, sosialisasi informasi yang benar tentang Islam.


Umat Islam secara keseluruhan mendapatkan stigma karena
citra Islam Radikal ini. Alih-alih ingin berkompetisi di pentas
global, umat Islam dirundung citra buruk di mata dunia
dengan stigmatisasi radikalisme, bahkan terorisme. Islam
diidentikkan dengan seluruh tindakan yang bernuansa
kekerasan. Karena itulah pemikir Islam Prog- resif ini bekerja
keras menghadirkan wajah Islam Progresif— dalam arti
Islam yang penuh kedamaian, toleran, moderat, bahkan
liberal, dan berkeadaban.

NU dan Islam Progresif


Di antara lembaga-lembaga Islam Progresif dari kalangan
tradisional, terutama NU15 yang muncul pasca reformasi
adalah: Jaringan Islam Liberal (JIL) Jakarta, yang dimotori
oleh Ulil Abshar-Abdalla. Mereka mempunyai sumbangan
penting dalam menyuburkan ide-ide Islam Progresif tentang
sekularisme, liberalisme dan pluralisme melalui program ra-
dio, media, iklan layanan masyarakat, dan terbitan-terbitan
buku.16 Kemudian, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS)
di Yogyakarta. Komunitas ini memiliki caranya sendiri dalam
mengemas program berkaitan dengan sekularisme, liberalis-
me, dan pluralisme. (ms-22)
D EMOCRACYP ROJECT

Kalangan muda NU ini disebut oleh Ken Miichi sebagai


urban intellectual dimulai dari peran penting Abdurrahman
Wahid dan Masdar F. Mas’udi yang merupakan jaringan in-
telektual “kiri” sekaligus merupakan tokoh terkenal dari NU
yang mempunyai lima karakter.25
Pertama, “radikal” (dalam arti “kiri”, bukan dalam arti
“Islam Radikal” yang akan dibicarakan dalam buku ini). Ra-
dikalisme kalangan muda NU muncul pada masa awal ketika
mereka berkiprah di jalur kultural dan masih menjadi maha-
siswa
Kedua, “kritis”. Pemikiran kritis ini tidak hanya ditujukan
kepada fenomena di luar NU, tetapi juga kritis terhadap kon-
disi objektif NU, atau sebagai otokritik. Kritik yang banyak
dilakukan oleh kalangan muda progresif NU adalah kritik
wacana, terutama mengkritisi kitab kuning dan kemapanan
(ms-30)
D EMOCRACYP ROJECT

Ketiga, gerakan kalangan muda NU progresif ini berada


di luar struktur NU. Gerakan pemikiran yang mereka lakukan
umumnya diorganisir melalui lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang independen. Dalam lembaga-lembaga inilah mere-
ka menghasilkan pemikiran yang kreatif dan mencerahkan.29
Keempat, “resisten”. Resistensi dilakukan tidak hanya
terhadap gerakan yang dalam buku ini akan disebut “Islam
Fundamental Radikal” tetapi resistensi juga dilakukan terha-
dap pengurus NU. (ms-31)
D EMOCRACYP ROJECT

Kelima, gerakan pemikiran intelektual muda progresif NU


adalah terbuka. Keterbukaan ini ditunjukkan melalui dialog
dan akomodasi pemikiran seperti pemikiran Timur kontem-
porer (Islam Timur Tengah), pemikiran Barat kritis (seperti
filsafat sosial Barat), dan akomodasi terhadap khazanah lokal,
baik lokalitas yang merupakan tradisi NU maupun khazanah
lokal dalam masyarakat tradisi Indonesia

Munculnya komunitas Islam Progresif NU sekarang ini


telah merambah secara luas, dimulai dari aktivitas mahasiswa
di dalam kampus sampai membentuk lembaga swadaya masya-
rakat baru dengan sejumlah agenda untuk melakukan trans-
formasi sosial, baik dalam bentuk kegiatan diskusi wacana
kritis, gerakan sosial, gerakan kultural, penelitian ilmiah dan
penerbitan buku. Isu sekularisme, liberalisme dan pluralisme
menjadi salah satu isu yang secara intensif didalami oleh para
pemikir sekaligus aktivis muda NU. (ms- 32)
Muhammadiyah dan Islam Progresif
Pada periode kepemimpinan Ahmad Syafii Maarif,
sedikitnya ada tiga komunitas intelektual Muhammadiyah yang
muncul mewadahi pemikir muda progresif Muhammadiyah,
yaitu Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP), Maarif
Institute, dan Ja- ringan Intelektual Muda Muhammadiyah
(JIMM). Munculnya kelompok ini mengawali babak baru
perjalanan Muhammadiyah sebagai gerakan intelektual dan
pemikiran baru Islam. (ms-34)
Para pemikir muda progresif Muhammadiyah—masih
berkembang untuk suatu tujuan utama, yaitu merajut
jejaring dan solidaritas kaum in- telektual muda Muslim
untuk pencerahan akal budi dan nu- rani, pembebasan,
mewujudkan demokrasi dan transfromasi sosial. Program
utama mereka adalah pedagogik kemanusia- an melalui
kampanye media, mimbar ilmiah, mimbar jalanan
D EMOCRACYP ROJECT

terorganisir; Advokasi intelektual dan gerakan untuk keadilan


sosial; Publikasi gagasan dan wacana keislaman yang inklusif,
toleran dan berwawasan multikultural; Menggalang jejaring di
kalangan intelektual muda Muslim, lintas agama, etnik dan
kultural untuk mempersiapkan masa depan kepemimpinan
transformatif; serta membangun komunikasi dan relasi dengan
berbagai lembaga yang memiliki kepedulian serupa untuk ke-
sepahaman dan kolaborasi demi perubahan sosial berkeadilan
dan berkeadaban.
D EMOCRACYP ROJECT

JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)

Tujuan dari dibentuknya JIL adalah untuk menyebarkan ga-


gasan Islam Liberal kepada khalayak masyarakat. Agenda besar
komunitas ini di antaranya adalah mencari kompatibilitas Islam
dan demokrasi; menolak sistem negara-agama (teokrasi)—de-
ngan membela sekularisme; mengembangkan kebebasan berpikir
dan berekspresi; mengembangkan kesetaraan hak-hak perem-
puan, toleransi agama, dan membela hak-hak kaum minoritas
non-Muslim. Agenda besar JIL ini terealisir pada tahun pertama
melalui program radio dan penulisan artikel di Jawa Post dan
sindikasinya pada lebih dari 70 koran lokal, setiap minggu,
yang diberi tajuk “Islam dan Toleransi”, dan terbitnya buku-
buku yang berasal dari kegiatan JIL. (ms-43)
D EMOCRACYP ROJECT

JIL adalah organisa- si jaringan, yang bersifat cair dan


“lepas”. Dalam situs resmi JIL dijelaskan definisi Islam
liberal—penamaan yang dipergunakan dalam kata “Jaringan
Islam Liberal”.

Islam Liberal menurut JIL adalah suatu bentuk penafsiran


tertentu atas Islam dengan landasan: Pertama, membuka
pintu ijtihad pada semua dimensi Islam. Kedua,
mengutamakan semangat religio-etik, bukan makna literal
teks. Ketiga, mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka
dan plural. Keempat, memi- hak pada yang minoritas dan
tertindas. Kelima, meyakini ke- bebasan beragama. Keenam,
memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan
dan politik.
Kehadiran komunitas JIL diharapkan dapat menyatukan
organisasi-organisasi Islam formal yang kurang lebih memiliki
konsentrasi pemikiran yang sama, yaitu membangun wacana
keislaman yang progresif dan liberal. Para aktivis JIL adalah
dosen, sarjana, peneliti, jurnalis, dan mahasiswa dari seluruh
Indonesia, yang mempunyai peran mempertemukan berbagai
macam orang atau kelompok di lingkungannya masing-ma-
sing—yang kurang lebih memiliki kesamaan ide atau gagasan
tentang wacana Islam Liberal di daerah-daerah seluruh In-
donesia. (ms-44)
D EMOCRACYP ROJECT

komunitas JIL mengembangkan beberapa agenda yang


bisa merespons per- kembangan isu global. Wacana yang
dikembangkan komu- nitas JIL antara lain: diskursus Islam
dan demokrasi, Islam dan hubungan antaragama; Islam
dan pluralisme; kebebas- an berpikir dan berekspresi;
kebebasan beragama dan ber- keyakinan; dan pembelaan
terhadap kaum minoritas non- Muslim. (ms-52)
Untuk mendapatkan penafsiran keislaman yang relevan
dengan ide-ide dasar sekularisme, liberalisme dan pluralisme,
JIL mengapresiasi sepenuhnya hermeneutika. JIL lewat agen-
da-agendanya sangat konsen dengan masalah hermeneutika
ini—yang telah diharamkan oleh musuh-musuh JIL. Dalam
salah satu tulisannya, Ulil mengatakan, jalan satu-satunya
menuju kemajuan Islam adalah dengan mempersoalkan cara
kita menafsirkan agama ini. Untuk menuju ke arah itu, me-
nurutnya memerlukan beberapa hal:

 Pertama, penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kon-


tekstual, dan sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia
yang sedang dan terus berubah.
 Kedua, penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana un-
sur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya se-
tempat dan mana yang merupakan nilai fundamental. Kita
harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam yang me-
rupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak.
 Ketiga, umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya se-
bagai “masyarakat” atau “umat” yang terpisah dari golongan
yang lain. Umat manusia adalah keluarga universal yang di-
persatukan oleh kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan adalah
nilai yang sejalan, bukan berlawanan dengan Islam.
 Keempat, kita membutuhkan struktur sosial yang dengan
jelas memisahkan mana kekuasaan politik dan mana ke-
kuasaan agama. Agama adalah urusan pribadi; sementara
D EMOCRACYP ROJECT
pengaturan kehidupan publik adalah sepenuhnya hasil kese-
pakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi. Nilai-nilai
universal agama tentu diharapkan ikut membentuk nilai-nilai
publik, tetapi doktrin dan praktik peribadatan agama yang
sifatnya partikular adalah urusan masing-masing agama.
(ms-54)

Dalam melakukan pengembangan dan perluasan waca-


na Islam Liberal ke tengah masyarakat, JIL melakukan ba-
nyak acara berkaitan dengan pengembangan pemikiran dan
advokasi sekularisme, liberalisme dan pluralisme di seluruh
Indonesia. JIL melakukan sindikasi penulisan arti- kel yang
berkaitan dengan kebebasan beragama di antaranya tema
tentang Islam inklusif, pluralisme, dan toleransi agama. JIL
juga melakukan advokasi perlindungan terhadap kaum
minoritas non-Muslim. Selain itu, JIL juga aktif membela
kelompok aliran kepercayaan. (ms-58)

LEMBAGA STUDI AGAMA DAN FILSAFAT

LSAF adalah lembaga pelopor yang mengedepankan Islam


Progresif. Dawam adalah sosok yang sangat berpengaruh da-
lam mengembangkan pemikiran Islam lewat LSAF-nya. Da-
wam juga sebelumnya berperan sentral dalam pengembangan
intelektualisme dan lahirnya berbagai LSM di Indonesia. (ms-

71)
LSAF adalah kepanjangtanganan Dawam dalam mengem- bangkan dan
mendorong pemikiran Islam yang membebaskan, inklusif, dan pluralis.
Belakangan di LSAF sejak keluar- nya fatwa MUI tentang pengharaman
sekularisme, liberalisme dan pluralisme (2005), Dawam banyak bicara dengan
lantang tentang perlunya pengembangan ide-ide mengenai sekularisme,
liberalisme, dan pluralisme, tiga konsep teori sosial yang ber- kaitan dengan
kebebasan beragama. (ms-72)
D EMOCRACYP ROJECT

Menurut Dawam, jika MUI berpendapat bahwa kebenar-


an agama itu mutlak, itu bertentangan dengan pandangan
Islam Progresif. Kebenaran, sekalipun itu kebenaran agama,
tidaklah bersifat mutlak, karena itu persepsi manusia. Kare-
nanya, kebenaran manusia itu bersifat relatif. Berangkat dari
pandangan tersebut, Dawam berkeyakinan bahwa pluralisme
tentang kebenaran ini tidak bertentangan dengan agama.
(ms-74)

Sejak berdiri, LSAF memfokuskan kegiatannya pada wa-


cana-wacana sosial, politik, dan keagamaan, seperti demo-
krasi, pluralisme, civil society, toleransi antarumat beraga-
ma, kesetaraan gender, politik Islam, dan juga keadilan. Dari
berbagai program yang dijalankan, banyak buku yang telah
diterbitkan oleh LSAF, di antaranya adalah: Fazlur Rahman
Sang Sarjana Sang Pemikir; Refleksi Pembaharuan Pemikiran
Islam 70 Tahun Harun Nasution; Pembangunan Masyarakat
Madani dan Tantangan Demokratisasi di Indonesia; Visi dan
Misi Gerakan Keagamaan dalam Penguatan Civil Society di
Indonesia; Indonesia dalam Transisi Demokrasi; dan Pesan-
tren dan Budaya Damai.
LSAF memiliki pengertian dan definisi tersendiri
mengenai kebebasan (“liberalisme”) ini. Da- wam
mengatakan, “Liberal saya adalah liberal kiri, terutama
mengenai kebebasan hak-hak sipil. Jadi, salah satu program
LSAF sekarang adalah memperjuangkan hak-hak sipil khu-
susnya kebebasan beragama, dan dialog antara Islam dan
Barat”. (ms-82)

Dalam program-programnya, LSAF mencoba menerjemah-


kan pikiran-pikiran Dawam tentang sekularisme, liberalisme
dan pluralisme ini. LSAF percaya bahwa demokrasi meru-
D EMOCRACYP ROJECT
pakan sistem terbaik bagi Indonesia. Dalam arus pemikiran
yang diusung oleh lembaga-lembaga pejuang kebebasan, LSAF
merupakan lembaga yang dominan dalam soal perjuangan ke-
bebasan beragama dan pluralisme dalam kaitan dengan pem-
bentukan ruang publik. Pandangan pluralisme hampir tuntas
dalam visi dan misi LSAF. Kegiatan dan program LSAF dalam
hal pembelaan terhadap pluralisme ini terasa sangat menon-
jol. (ms-84)
Intelektual muda Islam Progresif lainnya yang berkembang
bersama dengan kelembagaan LSAF adalah Asep Gunawan
yang sekarang menjabat sebagai Direktur Pelaksana LSAF.
Asep inilah yang menerjemahkan gagasan-gagasan Dawam
mengenai sekularisme, liberalisme dan pluralisme pada kegi-
atan konkret intelektual. (ms-86)

YAYASAN P ARAMADINA
Paramadina merupakan lembaga non- profit dan
independen, yang didirikan oleh beberapa tokoh intelektual
dan profesional Indonesia.
Yayasan Paramadina berdiri pada 31 Oktober 1986. Ter-
dapat dua macam pengertian dari nama paramadina. Perta-
ma, parama dan dîna. Parama dari bahasa Sanskerta (dalam
bahasa Inggris, prime) yang berarti mengutamakan, sedang
dîna dari bahasa Arab, yang berarti agama kita. Dengan de-
mikian Paramadina berarti mengutamakan—atau tepatnya
mengagungkan—agama kita: sebuah visi untuk memopu-
lerkan Islam sebagai agama kemanusiaan. Visi ini telah di-
terjemahkan Nurcholish dalam bukunya yang berjudul Islam
Agama Kemanusiaan (1996).
Kedua, Paramadina berasal dari para dan Madina(h).
Para—bahasa Yunani—berarti pro, mendukung, sedang Ma-
dînah dari bahasa Arab yang artinya kota Madinah, dan satu
akar dengan tamaddun, yang berarti bergabung dengan ma-
syarakat berkewarganegaraan (civil society), untuk menjadi
D EMOCRACYP ROJECT
berperadaban dan berbudi luhur (civility, madanîyah). Madî-
nah adalah menunjukkan lokasi dari tamaddun (peradaban)
itu. Jadi Madînah berarti tempat terwujudnya masyarakat
yang berperadaban dan berbudi luhur. (ms-88)

Visi keislaman Paramadina sendiri bersifat liberal dan


progresif.
Visi keislaman itu tampak dalam beberapa pokok pikiran
Nurcholish dan pemikir segenerasinya yang turut mendirikan
dan membangun Paramadina hingga kini. Nilai-nilai Islam
yang diyakini sebagai dasar teologi sekaligus praksis sosial
yang memungkinkan nilai-nilai transendental dalam Islam
mampu diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari—yaitu
bahwa gagasan keislaman baik secara teologis maupun sosio-
logis diandaikan mampu menjadi kekuatan moral dan intelek-
tual untuk membangun masa depan kemanusiaan yang lebih
terbuka, dan mampu menjadi ragi bagi terbentangnya iklim
demokratisasi di Indonesia. Visi keislaman ini juga sekaligus
menjadi semacam visi spiritual yang diharapkan mampu me-
nyokong semangat dan moralitas intelektual dan etos sosial
umat Islam masa kini terutama dalam menjangkau tanda-
tanda zaman.
Sementara visi kemodernan yang dikembangkannya ber-
tolak dari upaya mengintegrasikan nilai-nilai lama, salafi-
D EMOCRACYP ROJECT

yah, ke nilai-nilai baru atau yang disebut modern. Semangat


modernitas yang dipahami dan disebarluaskan oleh Parama-
dina tentunya terkait dengan proses sekularisasi dan mode-
rasi Islam. Karena bagaimanapun Islam dipandang tetap ha-
rus mampu mengadaptasikan nilai-nilai kemodernan dalam
rangka keindonesiaan, agar mampu mengikuti laju dan ikut
serta memproduksi kebudayaan yang kosmopolit seperti se-
karang ini. (ms-91)
Visi keindonesiaan penting dalam rangka melaksanakan
pengembangan civil society di Indonesia. Keindonesiaan di
sini diartikan secara luas dalam kaitannya dengan seluruh as-
pek budaya atau kultural yang menjadi tanah kosmologi dan
antropologi masyarakat. Hal mana entitas budaya itu menjadi
modal sosial dalam kehidupan publik dan interaksinya de-
ngan entitas budaya lainnya. Sehingga kebudayaan dapat ber-
gerak secara dinamis dan memiliki daya tahan di satu pihak
dengan di pihak lain mampu menjadi jembatan kultural, baik
bagi nilai-nilai keislaman maupun kemodernan. Keseluruhan
dimensi itu bermuara pada tegaknya nilai-nilai kemanusiaan
universal, tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan,
demokrasi dan keadilan sosial, sebagai seluruh rangkaian cita-
cita, misi, visi, gagasan dan semangat perjuangan. (ms-92)
D EMOCRACYP ROJECT

Dengan gagasannya tentang keislaman, kemodernan dan


keindonesiaan, Nurcholish memimpikan umat Islam dapat di-
merdekakan dari sikap-sikap kurang dewasa dalam beragama,
khususnya keberagamaan yang penuh klaim-klaim kebenaran
eksklusif, kesombongan intelektual, otoritarianisme dari insti-
tusi keagamaan—seperti ditunjukkan oleh MUI belakangan
ini, sampai pada keberagamaan yang serba formalistik-nor-
matif. Untuk mewujudkan wajah Islam yang toleran dan plu-
ralis itu, Nurcholish memperkenalkan paham keislaman yang
penuh inklusif, semangat keberagamaan yang lapang dan to-
leran (al-hanafiyah al-samhah), egaliter, pluralistik dan demo-
kratis, yang bisa menjadi ragi yang positif bagi pertumbuhan
kebangsaan Indonesia. (MS-93)
Kegiatan workshop, penulisan artikel di media, serta rang-
kaian diskusi dan penerbitan yang dilakukan PSIK Parama-
dina bahkan telah menjangkau khalayak publik hampir di
seluruh kota besar di Indonesia. Sehingga dalam kurun wak-
tu lebih empat tahun (2006-sekarang), lembaga ini cukup
memberikan warna bagi pengembangan gagasan kebebasan
beragama di Indonesia.116 Walaupun ini bukan hal baru untuk
Paramadina, sebab misalnya pada 2003, Paramadina pernah
menembus batas pemikiran pluralisme yang ada, dengan me-
D EMOCRACYP ROJECT

nerbitkan buku Fiqih Lintas Agama. Dalam buku ini banyak


hal yang “diharamkan” oleh MUI, menjadi “halal”—lewat
argumen-argumen yang mapan secara keagamaan. Misalnya
masalah yang paling kontroversial soal pernikahan antaraga-
ma. Lewat buku ini, publik ditawarkan alternatif pemikiran
mengenai masalah pluralisme dan hubungan antaragama.
(ms-101)

I NTERNATIONAL C ENTER FOR I SLAM AND P LURALISM


(ICIP)
ICIP adalah salah satu lembaga Islam yang secara khusus
mempunyai misi pada kampanye Islam Indonesia yang
terbuka, toleran, dan progresif. Kiprah ICIP dalam mempro-
mosikan dan mengadvokasi nilai-nilai kebebasan beragama dan
pluralisme, dilakukan baik di tingkat nasional (Indonesia), pada
level regional (Asia Tenggara), maupun internasional.
Pembentukan ICIP sendiri dilatarbelakangi oleh kondisi
yang ditandai dengan berkembangnya pemahaman kelompok
Islam dengan coraknya yang konservatif dan radikal, baik di

Indonesia maupun negara Muslim lainnya. Kemunculan ke-


lompok ini oleh ICIP dianggap ancaman serius bagi kelang-
sungan citra Indonesia sebagai masyarakat Muslim yang ter-
buka, toleran, dan moderat khususnya, dan citra Dunia Islam
pada umumnya. (ms-102)
ICIP didirikan dengan maksud, di satu pihak, sebagai
lembaga yang berupaya menghubungkan para aktivis Islam
Progresif di Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara, dan, di
lain pihak, berupaya membendung maraknya pemahaman dan
kelompok Islam dengan corak konservatif dan radikal di ka-
wasan itu. Nilai-nilai pluralisme yang merupakan “nilai dasar
perjuangan” ICIP dimaksudkan sebagai suatu penghargaan
D EMOCRACYP ROJECT
atas perbedaan, baik dalam arti perbedaan antara kelompok
beragama, etnis atau sosial yang berbeda, maupun dalam arti
perbedaan pemahaman dalam satu agama.
Berdasarkan pada persoalan di atas, ICIP mengagendakan
sejumlah program. Program-program tersebut meliputi: work-
shop, seminar, konferensi dan diskusi, study tour, program
fellowship, penelitian dan penerbitan, dan program pember-
dayaan masyarakat.

ICIP lebih cenderung pada posisi pola memberi tanggapan


kreatif dengan menempuh jalan dialogis, dengan mengutama-
kan pendekatan intelektual dalam menanggapi modernisasi.

Gagasan-gagasan ICIP tentang pluralisme dan atau


multikulturalisme yang telah mengalami pemodifi- kasian
menjadi keragaman atau kemajemukan dapat diterima
dengan baik sejauh gagasan yang terejawantahkan dalam pe-
laksanaan suatu kegiatan memberikan sumbangsih nyata
aliasa
D EMOCRACYP ROJECT

menguntungkan pihak-pihak yang dilibatkan dalam kegiatan


tersebut. Di sini terlihat bahwa “konstituen” sudah semakin
cerdas dalam menentukan sikap atas dasar pilihan rasional.
Salah satu sarana yang dipakai ICIP dalam memromosi-
kan ide-ide sekularisme, liberalisme dan pluralisme di pesan-
tren adalah penerbitan jurnal Al-Wasathiyyah, yang artinya
“jalan tengah” atau “moderat”. Dari namanya, menurut Syafi’i
majalah ini ingin menggali lebih jauh watak atau tradisi pe-
santren yang mencerminkan sebuah visi dan misi yang dilan-
dasi dengan sikap moderat dalam merespons perkembangan
masalah keagamaan dan sosial politik yang ada.134

PERHIMPUNAN PENGEMBANGAN PESANTREN


DAN MASYARAKAT (P3M)
Pembentukan P3M didasarkan pada tiga hal: Pertama,
pesantren adalah lembaga pendidikan, dakwah dan sosial
yang dianggap berpengaruh bagi perubahan masyarakat ke
arah yang lebih maju baik pendidikan maupun kesejahteraan.
Kedua, banyak pesantren yang telah terbukti dapat melak-
sanakan program kreativitas santri dan masyarakat seperti
pengembangan ekonomi mandiri, agribisnis dan sebagainya.
Ketiga, program pengembangan pesantren yang sudah berja-
lan perlu ditingkatkan kembali agar berpengaruh lebih besar
bagi masyarakat. Adapun peran P3M yang diharapkan ketika
didirikan adalah: Pertama, menampung ide dan gagasan dari
D EMOCRACYP ROJECT

pesantren dan masyarakat. Kedua, mengkaji permasalahan


sosial dan agama serta mengolah gagasan-gagasan dari pesan-
tren dan masyarakat untuk dijadikan program kerja. Ketiga,
sebagai fasilitator bagi pelaksanaan pengembangan dari dan
untuk pesantren/masyarakat. (ms-117)

P3M memiliki strategi melakukan kritik atas paham-


paham sosial dan keagamaan konvensional yang cenderung
membenarkan status-quo dan kurang berpihak pada kemas-
lahatan rakyat banyak. Untuk itu mereka mengembangkan
wacana keagamaan yang kritis-emansipatoris yang bertolak
dari problem-problem kemanusiaan yang objektif dan lintas
batas, untuk tujuan praksis pembebasan. P3M berusaha mem-
bangun, mendorong terjadinya proses-proses perubahan sosial,
terutama di lapisan bawah, berdasar kesadaran kritis warga
masyarakat sendiri. Untuk itu P3M mengadakan sarasehan
(halaqah) dengan para kyai untuk secara kritis mendialogkan
D EMOCRACYP ROJECT

pesan-pesan keagamaan di satu pihak dengan realitas sosial


empiris di pihak lain. P3M melakukan pendidikan dan pela-
tihan tenaga-tenaga muda untuk memfasilitasi kerja-kerja per-
ubahan dan pengembangan masyarakat akar rumput. Semen-
tara itu P3M juga menyebarkan informasi kepada masyarakat
luas melalui media massa. (ms-120)
Di samping pemberdayaan pesantren, P3M juga menye-
lenggarakan pemberdayaan perempuan guna menumbuh
kembangkan kreativitas baik keilmuan maupun keterampilan.
Pemberdayaan perempuan yang disoroti P3M lebih menekan-
kan jalan tengah. Di satu sisi perempuan sebagaimana dalam
Islam adalah sebagai pendamping kaum laki-laki dalam mem-
143
Muhammad Ali, “Gerakan Islam Moderat di Indonesia Kontem-
porer” dalam Rizal Sukma dan Clara Joewono, Gerakan dan Pemikiran
Islam Indonesia Kontemporer (CSIS: Jakarta, 2007), h. 219-220.
144
Wawancara dengan Zuhairi Misrawi, 3 Desember 2007. Lihat,
Umar Hamdani, “P3M: Mengubah Citra Pesantren” dalam Pluralisme
dan Kebebasan Beragama: Laporan Penelitian Profil Lembaga, h. 120-
148. Lihat juga, Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam
Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi (Jakarta: The Wahid
Institute, 2006), h. 163.

S E KURALISME , L IBERALISME , DAN P LURALISME — 121


D EMOCRACYP ROJECT

bina rumah tangga, tapi di sisi lain perempuan juga mempu-


nyai hak untuk mengembangkan kreativitasnya. Pemberdayaan
itu dimaksudkan untuk membuka wawasan dan pengalaman
perempuan karena pada dasarnya kaum perempuan dan laki-
laki memiliki potensi, hak dan kewajiban yang sama.145
Sebagai sebuah organisasi yang lahir dari kultur NU, P3M
mengalami perkembangan signifikan dalam hal pemahaman
pluralisme. Pemahaman pluralisme di P3M berbeda dengan
pandangan MUI. MUI mengartikan pluralisme sebagai penya-
maan agama sehingga MUI mengharamkan pluralisme. P3M
memahami pluralisme sebagai hukum yang tidak bisa ditolak
keberadaannya dalam kenyataan hidup. Pluralisme adalah
merayakan dan mengelola keberbedaan.146

P3M berpendapat bahwa pluralisme bukan memandang


semua agama sama, karena masing-masing pemeluk agama
akan merasa tersinggung perasaannya jika disamakan begitu
saja agamanya. Dalam keberagamaan ada ruang-ruang privat
yang tidak bisa disentuh oleh agama lain. Pluralisme agama
bukan berarti menyamaratakan agama tetapi menjalankan
pemahaman bahwa agama yang satu harus mengakui realitas
agama lain, dan itu pun bukan dalam rangka meyakini tetapi
mengakui keberadaannya. Kalau pemahaman itu dibangun,
kenapa harus ada konflik agama? Jawabannya—menurut Zu-
hairi—karena masyarakat kita masih awam dalam pemaham-
an tentang keberagaman. Di samping itu, kepentingan politik
kadang mengganggu keberagaman. (ms-124)
Melihat progresivitas Islam yang dikembangkan NU, P3M
juga tidak jauh berbeda dengan NU dalam memahami pluralis-
me atau toleransi. Dengan demikian, P3M merancang program
mengenai pemahaman pluralisme dan toleransi dalam bentuk
workshop atau seminar. Dalam menjalankan program ini, P3M
banyak mendapatkan tantangan. Tantangannya adalah kurang
D EMOCRACYP ROJECT

mendapat respons positif dari lingkungan pondok pesantren


atas tema yang dikembangkan P3M mengenai pluralisme dan
toleransi. P3M menganggap wajar karena pengajaran yang ber-
langsung di pesantren masih berputar di sekitar ‘ubudiyah (ma-
salah keagamaan). Sementara hal-hal yang menyangkut aspek
sosial dan kenegaraan masih sangat minim.

Berkaitan dengan fatwa MUI, Masdar mengatakan:

Menurut Masdar, jika negara dipaksa untuk menegak- kan


nilai-nilai yang bersifat eksklusif ini, akhirnya bisa
membuat kacau. Karena kita dianggap telah meng-ghashb
(membajak) ruang milik bersama hanya untuk kepentingan
kelompok sendiri. Itu tidak boleh. Upaya P3M dalam men-
diseminasi pemahaman tentang sekularisme, liberalisme dan
pluralisme di pondok pesantren lambat laun mengalami
perkembangan. Untuk menyebarkan gagasan-gagasannya,
P3M menerbitkan majalah seperti Halqah. Majalah Halqah
terbit sejak tahun 1997 ke ribuan pesantren jaringan P3M.
Salah satu tujuannya adalah menyebarkan gagasan demo-
krasi dan pluralisme.
Terdapat tiga hal yang dikembangkan P3M lewat program
Islam Emansipatoris, khususnya dalam tataran praktik diskur-
sif untuk menata kembali model keberagamaan masyarakat.
Pertama, Islam emansipatoris ingin memberikan perspektif
baru terhadap teks. Islam emansipatoris mencoba melihat teks
(ms-131)

dari kacamata problem kemanusiaan, karena pada dasarnya,


teks lahir dari situasi sosio-kultural pada zamannya. Kedua,
Islam emansipatoris menempatkan manusia sebagai subjek
penafsiran keagamaan. Hal ini memperpendek jarak antara
teks dan realitas. Teks selama ini dijadikan dasar pijakan un-
D EMOCRACYP ROJECT
tuk memahami realitas. Akibatnya, teks dianggap
kehilangan semangat transformatifnya, dan dampak yang
lebih buruk adalah teks berjarak dengan realitas. Ketiga,
Islam emansipa- toris mempunyai perhatian terhadap
persoalan kemanusiaan ketimbang melulu pada persoalan-
persoalan teologis. Islam emansipatoris ingin mengalihkan
perhatian agama dan perso- alan langit (teosentrisme)
menuju persoalan riil yang dihadapi manusia
(antroposentrisme). Penekanannya adalah pada aspek praksis,
sehingga agama tidak hanya dipahami sebagai ritua- litas
melainkan sebagai pembebasan masyarakat dari segala
penindasan.157

THE WAHID INSTITUTE


Misi TWI adalah meneruskan apa yang selama ini
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) perjuangkan—bahkan
mungkin akan mun- cul pemikiran-pemikiran Islam yang
lebih progresif, mengingat pengelola TWI adalah para
intelektual muda NU yang sangat produktif dalam pemikiran
Islam Progresif, seperti Ahmad Suaedy, Rumadi, dan Abdul
Moqsith Ghazali. (ms-134)

Misi TWI adalah menyebarkan gagasan Islam Progresif


yang mengedepankan toleransi dan saling pengertian di
masyarakat Dunia Islam dan Barat. TWI juga membangun
dialog di antara pemimpin agama-agama dan tokoh-tokoh
politik di Dunia Islam dan Barat. Oleh kare- na TWI
mengembangkan ide-ide Abdurrahman Wahid, maka
pengembangan paham sekularisme, liberalisme, dan pluralisme
mendapatkan tempat penting.
Untuk merealisasikan gagasan-gagasan tersebut, TWI
mempunyai banyak program, di antaranya: Pertama, kam-
panye Islam, pluralisme dan demokrasi. TWI memfasilitasi
D EMOCRACYP ROJECT
komunikasi dan kerjasama antara intelektual Muslim dengan
non-Muslim yang berminat terhadap perkembangan Islam
dan masyarakat Muslim, juga agama-agama dan kepercaya-
an, melalui penerbitan website, menyelenggarakan diskusi dan
konferensi Islam dan isu-isu strategis secara berkala; (ms-
135)
Kedua, penerbitan dan perpustakaan. TWI mendorong
tersosialisasi dan terpublikasikannya gagasan-gagasan yang
mendukung kampanye Islam, pluralisme dan demokrasi;161
Ketiga, capacity building untuk Jaringan Islam Progresif.
TWI melakukan pemetaaan gerakan Islam untuk mendapat-
kan gambaran yang lengkap mengenai unsur-unsur terpenting
dalam civil Islam di Indonesia;
Keempat, pendidikan. Memberi kesempatan kepada ge-
nerasi muda dari seluruh Indonesia untuk mengikuti belajar
bersama tentang pemikiran dan gerakan Islam Progresif yang
dipersiapkan oleh TWI.
TWI sekarang dikenal sebagai pusat informasi tentang
segala masalah pluralisme dan kebebasan beragama. Ini di-
sebabkan TWI dalam dua tahun ini telah mengembangkan
data base berbagai masalah pluralisme dan kebebasan ber-
agama di Indonesia, dengan kemampuan jejaring ke seluruh
Indonesia. (ms-146)
D EMOCRACYP ROJECT

MAARIF INSTITUTE FOR C ULTURE AND H UMANITY


DAN JARINGAN INTELEKTUAL MUDA MUHAMMADIYAH
(JIMM)
Spirit kelahiran Maarif Institute adalah ke- sadaran akan
pentingnya institusi kultural yang memperju- angkan
tersosialisasikannya watak dan ciri khas Islam Indo- nesia
sebagai agama rahmat-an li al-‘âlamîn yang inklusif, dan
memiliki kompatibalitas dengan demokrasi yang berpihak
kepada keadilan sosial. (ms-147)
Gagasan pokok Maarif Institute adalah menyosialisasikan
gagasan pembaruan Islam, melakukan dialog dan kerjasama
antaragama, antarbudaya dan antarperadaban guna
mewujudkan keadaban, perdamai- an, saling pengertian, dan
kerjasama yang konstruktif bagi kemanusiaan. Oleh karena
itu, apa yang kini dikembangkan oleh Maarif Institute tidak
lain merupakan ikhtiar untuk me- realisasikan gagasan besar
Syafii yang terangkum dalam kon- sep keislaman,
keindonesiaan, dan kemanusiaan.
JIMM sendiri berdiri September 2003, dengan menyeleng-
garakan workshop-workshop dengan tiga pilar: hermeneutika,
ilmu sosial kritis dan gerakan-gerakan sosial. Tema hermeneu-
tika yang dikembangkan oleh JIMM mendapat respons paling
keras dari kelompok puritan dalam Muhammadiyah. Kehadir-
an JIMM sebenarnya diberi ruang oleh Ahmad Syafii Maa-
rif—yang waktu itu adalah Ketua Umum Muhammadiyah—
namun tidak mendapatkan tempat secara luas di kalangan
pengurus Muhammadiyah lainnya, sebab JIMM berada di
luar struktur Muhammadiyah.
JIMM telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan seputar
diseminasi Islam dan pluralisme di Indonesia. Wacana plural-
isme sendiri adalah salah satu bagian dari isu penting JIMM.
Menurut kurikulum yang dibuat dan dicanangkan oleh aktivis
D EMOCRACYP ROJECT
JIMM, tiga wacana utama yang dikaji dan menjadi spirit JIMM
adalah: pemikiran Islam kontemporer, ilmu sosial kritis, dan ge-
rakan sosial baru. Ketiga wacana itu diolah sebagai pemikiran
D EMOCRACYP ROJECT

Islam kontemporer yang di dalamnya mengkaji soal hermeneu-


tika al-Qur’an, hermeneutika sosial, syariat demokratik, teologi
pembebasan, pluralisme, dan multikulturalisme. (ms-155)

Maarif Institute didirikan untuk menopang, menyosia-


lisasikan, dan mengontekstualisasikan gagasan-gagasan Ah-
mad Syafii Maarif tentang keislaman, keindonesiaan dan
kemanusiaan.. Sekarang Maarif Institute meru- pakan oase
pemikiran Islam bagi komunitas Muhammadiyah yang
semakin konservatif.
Sementara JIMM sejak awal menggelar berbagai work-
shop dan Tadarus Pemikiran Islam. Kegiatan itu, mengha-
silkan buku Kembali ke al-Qur’an: Menafsir Makna Zaman
(Malang: UMM Press, 2004), yang dihimpun dari maka-
lah-makalah para pembicara pada acara tersebut. Mereka
juga telah melakukan kegiatan “Diseminasi Wacana
Pluralisme untuk Guru SMA/K Muhammadiyah se-
Yogyakarta”. (ms-162)

LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER


DAYA MANUSIA (LAKPESDAM) NU

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


(LAKPESDAM) NU.
Berdirinya Lakpesdam merupakan salah satu upaya
untuk menguatkan warga (jamâ‘ah) sekaligus mengu- bah
institusi NU yang berorientasi politik kekuasaan menjadi
institusi yang berorientasi pemberdayaan warga, dari jam‘îyah
siyâsîyah menjadi jam‘îyah dîniyah ijtimâ‘iyah.198
Sebagai salah satu lembaga masyarakat yang lahir dari tu-
buh NU, kehadiran Lakpesdam diharapkan dapat membantu
dan meringankan nasib warga NU, terutama dalam menye-
D EMOCRACYP ROJECT
jahterakan kehidupan mereka. Namun, walaupun Lakpesdam
lahir sebagai anak kandung NU perhatiannya tidak hanya ter-
tuju pada masyarakat NU saja, warga Indonesia lainnya pun
tak luput dari pantauannya. (ms-164)
Dalam rangka menangkal isu konservativisme dan
radikalisme agama yang belakangan ini mewarnai tanah air,
Lakpesdam mengusulkan sejumlah lang-kah-langkah
strategis.
Pertama, Program Pengembangan Wacana Keulamaan
(PPWK). Dengan cara pengembangan masyarakat sipil me-
D EMOCRACYP ROJECT

lalui Program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK),


Lakpesdam berharap dapat memberikan wawasan tambahan
bagi para ulama guna meningkatkan kemampuan dalam me-
mainkan peran-peran kesyuriahan untuk mewujudkan tatanan
sosial yang adil dan demokratis.203
Kedua, Kampanye Islam Pluralis dan Moderat Melalui
Radio dan Televisi. Kampanye ini diselenggarakan lewat radio
dan bertujuan untuk memberikan pemahaman pada segenap
masyarakat soal wawasan keislaman yang moderat, toleran
dan memiliki visi sosial yang kuat serta berdialog dengan
problem keagamaan dan sosial masyarakat secara langsung.
Kampanye ini penting dilakukan seiring menguatnya gerakan
konservatisme Islam. (ms-168)

Ketiga, Pengembangan Wacana Kritis bagi Aktivis Dak-


wah. Program ini bertujuan untuk mencetak kader-kader da’i
yang memiliki pemahaman keagamaan yang moderat dan
toleran serta mampu melakukan advokasi terhadap problem
sosial masyarakat sekitarnya. Program ini dilaksanakan Lak-
pesdam melalui workshop kurikulum.

Keempat, Menganalisis dan Mengamati Perubahan Waca-


na. Dalam sejarah pembentukannya, Lakpesdam mengalami
perubahan paradigma yang signifikan. Tercatat pada periode
1985-1994, Lakpesdam memfokuskan kegiatan pada commu-
nity development. Baru sejak 1995 Lakpesdam bukan hanya
mengambil jarak dari gerakan-gerakan Islam Radikal yang
muncul setelah 1998, tapi bahkan menjadikan isu radikalisme
keberagamaan sebagai isu strategis yang mereka harus tangani
melalui suatu pendidikan kritis.205
Secara lebih khusus, lembaga ini bertujuan mengembang-
kan sikap dan perilaku keberagamaan yang moderat dan to-
leran melalui berbagai kegiatan kajian dan pengembangan.
D EMOCRACYP ROJECT
Mereka menitikberatkan masalah-masalah keagamaan, sosial
dan kebudayaan. Pengembangan Islam moderat yang dide-
ngungkan berpijak pada pandangan merawat tradisi lama
yang baik dan relevan serta mengadaptasi temuan baru yang
lebih baik dan relevan (al-muhâfazhatu ‘alâ al-qadîm al-shâlih
wa al-akhdzu bi al-jadîd al-ashlah).206 Lakpesdam menjadikan
pengembangan wacana Islam moderat sebagai wacana pen-
dukung bagi keberlangsungan demokratisasi. Wacana Islam
moderat berarti di dalamnya membicarakan arti penting ide
sekularisme, liberalisme dan pluralisme dalam pengembangan
agama dan demokrasi di Indonesia. (ms-170)
Lakpesdam adalah sebuah lembaga yang ada di bawah
NU. Sedangkan masyarakat NU sediri berjumlah sangat ba-
nyak (sekitar 40 juta) di berbagai pelosok daerah di Indonesia.
Karena banyak tokoh-tokoh NU yang dapat mempengaruhi
kebijakan dan dapat mengendalikan massa, maka aksi “penye-
rangan” kepada Lakpesdam ini sangat tidak mungkin, dan ini
belum pernah dialami selama perjalanannya hingga kini.
(ms-173)
D EMOCRACYP ROJECT

Kelima, penerbitan Jurnal Tashwirul Afkar. Seiring me-


nguatnya pengaruh gerakan Islam garis keras atau konserva-
tisme Islam yang mengkritik gagasan kebebasan beragama di
Indonesia ini, Jurnal Tashwirul Afkar212 menjadi alternatif, se-
lain beberapa agenda yang selama ini sudah dilakukan seperti,
talk show di radio-radio, iklan layanan masyarakat, penceta-
kan dan penerbitan buku, dan pembuatan situs lembaga da-
lam meng-counter gerakan Islam Radikal.

LEMBAGA KAJIAN ISLAM DAN SOSIAL (LKIS)


Lembaga Islam Progresif kesembilan yang mengembangkan
pengarusutamaan (mainstreaming) dan diseminasi ide-ide se-
kularisme, liberalisme dan pluralisme yang akan dianalisis
adalah Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS). LKiS bermula
dari kelompok diskusi dan gerakan mahasiswa awal tahun
1990-an di Yogyakarta.214 Mulanya, LKiS terlahir dari sebuah
214
Mohamad Ali, “Gerakan Islam Moderat di Indonesia Kontem-
porer”, dalam, Rizal Sukma dan Clara Joewono, Gerakan dan Pemi-
kiran Islam Indonesia Kontemporer (Jakarta: CSIS, 2007), h. 228.

S E KURALISME , L IBERALISME , DAN P LURALISME — 175


D EMOCRACYP ROJECT

rahim komunitas diskusi mahasiswa kebanyakan dari berba-


gai universitas yang tersebar di Yogyakarta.
Misi berdirinya LKiS adalah menyebarluaskan gagasan
Islam yang transformatif, toleran, dan bersifat keindonesiaan;
mengembangkan pembelajaran Islam yang lebih menghargai
kemajemukan dan kritis terhadap ketidakadilan dan memper-
kuat serta meningkatkan kapasitas sumber daya, kelembaga-
an, dan jaringan. (ms-181)
Divisi pendidikan dan pesantren juga merupakan bagian
integral dari kerja LKiS dalam mewujudkan civil society dan
demokrasi di Indonesia. Secara umum kerjanya adalah mem-
praksiskan pemikiran-pemikiran LKiS yang telah didiskusikan
dengan intensif di tahun 90-an. Tujuannya agar ide-ide tese-
but tidak mengambang dan tidak melangit. Hal itu dilakukan
melalui research dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses
pengorganisasian dan Belajar Bersama dengan masyarakat. Se-
cara umum hal tersebut diwujudkan dalam beberapa kegiatan.

Pertama, Pendidikan Demokrasi Langsung. Program ini


dilaksanakan di beberapa pesantren dengan permasalahan
yang diangkat berdasarkan perspektif al-Dlarûrîyât al-Kham-
sah yang kemudian mereka sebut “HAM dalam Islam”. Prog-
ram ini bertujuan untuk membuka wacana di kalangan santri
akan sikap keberagamaan yang dapat membangkitkan kesa-
daran terhadap persoalan-persoalan demokrasi.

Kedua, Advokasi. LKiS melakukan advokasi kebijakan


pemerintah berkaitan dengan isu pemberlakuan syariat Islam,
seperti di Tasikmalaya. Advokasi difokuskan pada kebijakan
Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam penerapan syariat Islam,
yang dipandang selain intoleran juga ahistoris. Kebijakan for-
malisasi syariat dipandang intoleran karena tafsir atas kebi-
D EMOCRACYP ROJECT
jakan berada pada otoritas penguasa berdasarkan legitimasi
syariat Islam. (ms-182)
D EMOCRACYP ROJECT

Ketiga, Belajar Bersama. Belajar Bersama adalah kursus


Islam dan HAM yang dimulai sejak 1997 sampai sekarang,
bertujuan menyediakan forum bagi santri, mahasiswa, aktivis,
LSM, agamawan muda agar dapat berdialog dan memahami
tema-tema Islam kontemporer, seperti kritik wacana Islam,
Islam dan politik, Islam dan dialog antaragama, Islam dan
feminisme
LKiS juga melakukan penelitian, kajian reguler,
pendampingan masyarakat, juga banyak menerbitkan buku-
buku yang progresif, misalnya, Nasr Hamid Abu Zaid yang
mengkritik pandangan teologis Imam Syafii. Padahal di
kalangan Nahdliyin, Imam Syafi’i menjadi figur ulama besar
yang mendapat tempat sebagai rujukan dalam rumusan
fikihiyah. Kiri Islam Hassan Ha- nafi karya Kazou
Shimogaki, Dekonstruksi Syariat karya Abdullah-i Ahmed
An-Na’im, Islam dan Pembebasan karya Asghar Ali
Engineer, Masyarakat Tak Bernegara karya Abdel Wahab el-
Affendi, Wahyu dan Revolusi karya Ziaul Haque,
Tekstualitas al-Qur’an karya Nasr Hamid Abu Zayd, Post
Tradisionalisme Islam karya Mohammad Abied al-Jabiri,
Arus Balik Syariat, karya Mahmud Muhammad Thaha, Is-
lam dan Demokrasi karya Fatima Mernissi dan karya-karya
Mohamad Arkoun.235 Beberapa karya intelektual yang diso-
sialisasikan LKiS ini menunjukkan bahwa gairah anak-anak
muda NU terhadap perkembangan wacana kritis tentang
sekularisme, liberalisme dan pluralisme telah menemukan
signifikansinya.
Untuk menyebut salah satu dari karya-karya tersebut, misal-
nya, buku karya Abid al-Jabiri yang diterjemahkan dengan judul
Post-Tradisionalisme Islam yang diterbitkan oleh LKiS pada ta-
hun 2000 dengan penerjemah Ahmad Baso. Karya ini merupa-
kan kumpulan artikel yang telah diterbitkan dalam jurnal baha-
D EMOCRACYP ROJECT

sa Arab al-Wahdah di negerinya.236 Istilah Post-Tradisionalisme


(Postra) telah menjadi penamaan baru gerakan kalangan muda
NU Progresif dalam melakukan pembaruan Islam. (ms-189)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)


JAKARTA DAN YOGYAKARTA
Sebagai institusi pendidikan Islam, posisi Universitas Islam
Negeri (UIN) terus mengalami perubahan. Pada mulanya UIN
(dahulu Institut Agama Islam Negeri [IAIN]) dimaknai sebagai
lembaga dakwah Islam yang bertanggung jawab menyiarkan
agama di masyarakat. Hanya saja, peran sebagai lembaga
dakwah akan mengecilkan peran yang lebih besar, yaitu se-
bagai lembaga pendidikan Islam, di mana UIN dituntut tang-
gung jawab secara akademis-ilmiah.
Beragamnya pendekatan dalam studi agama di UIN mem-
berikan gambaran yang cukup jelas betapa dinamisnya pemi-
kiran keislaman di perguruan tinggi Islam terbesar di Indo-
nesia ini. Pemikiran inilah yang mendorong adanya gagasan
tentang pengembangan UIN—khususnya Jakarta dan Yogya-
karta—sebagai pilot project Universitas Islam Negeri (UIN), di
bawah Departemen Agama Republik Indonesia yang menca-
kup bukan hanya fakultas-fakultas agama, tetapi juga fakul-
tas-fakultas umum dengan corak epistemologi keilmuan dan
etika moral keagamaan yang integralistik. (ms190)
Secara umum, kekuatan kedua UIN, Jakarta dan Yogya-
karta, bisa dilihat dalam beberapa hal: pertama, pengembang-
an institusi; kedua, kualitas tenaga pengajar; ketiga, tingkat
partisipasi dalam penyebaran gagasan-gagasan baru; keempat,
pengembangan kurikulum, dan; kelima, metodologi.
(ms-191)
Perkembangan keilmuan-akademis di lingkungan UIN Yog-
yakarta, juga menarik untuk dicermati. Bergulirnya wacana
D EMOCRACYP ROJECT
keislaman yang bersifat kritis-hermeneutis dan historis-empi-
rik, tidak bisa dilepaskan dari peran Mukti Ali. Mukti Ali
pernah menjabat sebagai Rektor dan Direktur Pascasarjana
UIN (dahulu IAIN) Yogyakarta. (ms-199)

Tujuan STAIN/IAIN/UIN perlu diorientasikan pada lahir-


nya sarjana yang memiliki tiga kemampuan sekaligus, yaitu
kemampuan menganalisa secara akademik, kemampuan mela-
kukan inovasi, dan kemampuan memimpin sesuai dengan tun-
tutan persoalan kemasyarakatan, keilmuan, maupun profesi
yang ditekuninya dalam satu tarikan nafas etos keilmuan dan
keagamaan. Pemikiran inilah yang mendorong adanya gagas-
an tentang pengembangan IAIN sebagai pilot project menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN), di bawah Departemen Agama
Republik Indonesia yang mencakup bukan hanya fakultas-fa-
kultas agama, tetapi juga fakultas-fakultas umum dengan co-
rak epistemologi keilmuan dan etika moral keagamaan yang
integralistik.
(ms-201)
D EMOCRACYP ROJECT

Model studi Islam seperti yang dikatakannya di atas akan


dapat membuka wawasan mahasiswa STAIN/IAIN/UIN yang
pada umumnya berbasis pesantren dan madrasah. Karena
itu, dalam pengamatan Azyumardi, liberalisasi studi Islam di
STAIN/IAIN/UIN telah mengubah cara pandang mahasiswa
umumnya terhadap ilmu. Di STAIN/IAIN/UIN, mereka bisa
memahami bahwa belajar sosiologi, antropologi, sejarah, psi-
kologi sama pentingnya dengan belajar tafsir al-Qur’an. Bah-
kan ilmu itu bisa berguna untuk memperkaya pemahaman
mereka tentang tafsir.
Model studi Islam dengan pendekatan liberal yang dikem-
bangkan oleh STAIN/IAIN/UIN terasa sangat tampak berpe-
ngaruh di pondok pesantren. Indikasi itu misalnya, bisa dilihat
di Pesantren atau Madrasah Darussalam, Sumedang, Jawa Ba-
rat. Model pendidikan yang dikembangkan oleh kiai maupun
ustaz-ustaznya yang note bene lulusan UIN berbeda dengan
metode konvensional yang dikembangkan di pesantren-pesan-
tren pada umumnya. Alumni UIN tidak kaku dalam menaf-
sirkan teks-teks al-Qur’an maupun Hadis. Selain itu, menu-
rut pimpinan pesantren tersebut, Syamsul Falah, seorang kiai
259
Fuad Jabali dan Jamhari, IAIN, Modernisasi Islam di Indonesia,
h. 117.

204 — REORIENTASI PEMBARUAN ISLAM


D EMOCRACYP ROJECT

PERSIS (Persatuan Islam), ustaz-ustaz alumni UIN tersebut


memberikan nuansa liberal dalam pengajaran Islam.
Kenyataan ini membuktikan bahwa pengaruh UIN ter-
hadap transformasi dan modernisasi pemahaman terhadap
ilmu-ilmu keislaman di pesantren bisa diterima dengan baik.
Metode kajian Islam dengan menggunakan perspektif modern
yang diajarkan di UIN mampu mendorong pesantren dari
yang semula tertutup dan apatis terhadap gagasan kemajuan,
kini ada kecenderungan untuk mau berubah dan terbuka ter-
hadap realitas masyarakat secara kontekstual. Dengan adanya
pengaruh pendidikan yang diajarkan UIN, banyak pesantren
yang menyelenggarakan aktivitas ekonomi dan pembangunan
masyarakat pedesaan maupun pendirian sekolah-sekolah atau
madrasah formal. Semua terjadi sejak tahun 1970-an.
S E KURALISME , L IBERALISME , DAN P LURALISME — 205
D EMOCRACYP ROJECT

Kebijakan-kebijakan pemerintah atau Departemen Agama


memang tidak secara ekspilisit memperlihatkan peran dan
sumbangan alumni UIN. Kebijakan-kebijakan itu memang
muncul pada tingkat Menteri Agama. Meskipun demikian,
dapat dipastikan peran dan sumbangan para birokrat dan
pengambil kebijakan di tingkat Dirjen dan Direktur Depar-
temen Agama. Tanpa sumbangan mereka peraturan menteri

206 — REORIENTASI PEMBARUAN ISLAM


D EMOCRACYP ROJECT

itu bukan hanya tidak pernah terwujud, tetapi bahkan tidak


terlaksana pada tingkat implementasinya.263
Sebagai penutup uraian tentang diseminasi gagasan seku-
larisme, liberalisme dan pluralisme di UIN ini menarik mem-
perhatikan apa yang dikemukakan oleh M. Nur Kholis Se-
tiawan, pengajar UIN Yogyakarta, seorang intelektual muda
penggagas Islam Progresif terkini, bahwa:

Islam Progresif adalah Islam yang menawarkan sebuah kon-


tekstualisasi penafsiran Islam yang terbuka, ramah, segar, serta
responsif terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan. Hal ini ...
berbeda dengan Islam militan dan ekstrem [dalam buku ini di-
sebut “Islam Radikal”] yang tetap berusaha menghadirkan wa-
cana penafsiran masa lalu serta menutup diri terhadap ide-ide
baru. Bahkan, seringkali untuk meneguhkan keyakinannya, me-

208 — REORIENTASI PEMBARUAN ISLAM


D EMOCRACYP ROJECT

reka bertindak dengan mengklaim diri sebagai pemilik otoritas


kebenaran untuk bertindak secara otoriter terhadap paham dan
agama lain ... Islam Progresif menawarkan sebuah metode be-
rislam yang menekankan terciptanya keadilan sosial, kesetaraan
gender, dan pluralisme keagamaan.266

Anda mungkin juga menyukai