Anda di halaman 1dari 2

Resume Perkuliahan

Usman Kadir, S.Ag.

Pluralisme Agama
Al-ustadz Ahmad Rizqi Fadillah, M.Ag.

Pluralisme agama merupakan pengaruh dari Eropa atau Barat yang


menganggap bahwa agama adalah tantangan yang membuat manusia terkotak-
kotak, terminologi yang dipahami mereka bahwa agama yang ada saat ini ambigu
dan problematis. Tidak ada penjelasan makna agama yang disepakati bersama.
Maka sebenarnya, tidak ada sesuatu yang disebut agama. Padahal presepsi
masyarakat tentang agama itu berbeda-beda. Selain itu Salah satu cara barat
memepengaruhi pemikiran islam adalah dengan mengadakan beasiswa studi islam
di negara barat yang tenaga pengajarnya merupakan orientalis, sehingga sedikit
demi sedikit doktrin pluralisme ini akan mempengaruhi cara berfikir peserta didik
tersebut, banyak sekali fenomena mendakwahkan pluralisme di Indonesia, yang
terkadang tidak disadari baik itu melalui seniman bahkan ulama sekalipun.
Untuk mengetahui pluralisme agama ini secara mendalam setidaknya
pengetahuan tentang tren pluralisme agama yang dewasa ini mencuat dalam
perdebatan pemikiran global sangat dibutuhkan. Dr. Anis Malik Thoha dalam
bukunya yang berjudul "Tren pluralisme agama" membagi tren tersebut menajadi
empat. Pertama mengenai humanisme sekuler, yakni tren yang dibangun atas dua
konsep utama dalam mewujudkan koeksistensi damai antar agama; sentralitas
manusia sebagai subyek dan obyek serta konsep sekulerisme. Humanisme sekuler
pada dasarnya bercirikan :”antroposetris”, yakni menganggap manusia sebagai
hakikat sentral kosmos (centre of cosmos), atau menempatkannya pada titik sentral.
Sentralitas manusia dalam prinsip dan tujuannya merupakan ciri paling khas dari
revolusi intelektual dan kultural pada zaman modern ini.
Kedua, tentang teologi global (global theology), yang mengacu pada teori
rekonsepsi agama yang diusung Wilfred Cantwell Smith dan hipotesis transformasi
pemusatan diri menuju pemusatan yang maha nyata (the real) yang
dipropagandakan oleh John Hick. Pengaruh globalisasi dewasa ini dalam mengubah
kehidupan manusia dengan segala aspeknya sangat luar biasa kompleksnya diluar
apa yang dibayangkan sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan luntur dan bahkan
lenyapnya jati diri dan nilai-nilai kultur dan budaya.
Ketiga, tentang tren sinkretisme (syincretic trend), yang diwakili oleh gerakan
masyarakat ketuhanan (brahma samaj) dan masyarakat teosofi (theosopical
society), yang didirikan pada tahu 1875 di New York, AS. Tren ini merupakan
kecenderungan pemikiran yang berusaha mencampur dan merekonsiliasikan
berbagai unsur berbeda-beda yang diseleksi dari berbagai agama dan tradisi dalam
salah satu agama yang ada.
Keempat, mengenai hikmah abadi (perennial philosopy), tren ini merupakan
pemikiran baru yang mana sosoknya belum mengkristal dan terlihat secara konkrit
kecuali ketika pada kira-kira dua dasarwarsa dari abad 20 yang lalu. Namun,
dampak dari tren ini adalah penghalauan segala sesuatu yang berbau sakral, dan
dengan demikian disadari atau tidak tren tersebut dapat dipastikan merupakan setali
tiga uang dengan sekulerisme. Pinsip-prinsip dasar dalam tren hikmah abadi dapat
ditemukan dalam legenda dan mitos kuno yang berkembang dalam masyarakat
primitif diseluruh penjuru dunia, dan bentuk-bentuknya yang lebih maju terdapat
disetiap agama besar didunia.
Mengacu pada empat tren diatas, pada dasarnya pluralisme ingin tampil
sebagai klaim kebenaran yang humanis, ramah, santun, toleran, cerdas,
mencerahkan, demokratis dan promissing. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh
tokoh pluralis yang paling bertanggung jawab, yakni John Hick, bahwa, semua
agama yang teistik maupun non-teistik dianggap sebagai ruang atau jalan yang bisa
memberi keselamatan, kebebasan, dan pencerahan. Namun, dalam kenyataannya,
klaim itu menjadi klaim “kebenaran relatif” yang absolut.

Anda mungkin juga menyukai