Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4433/ Perencanaan Kota
Kode/Nama UPBJJ : 12/ UT Medan
Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA 1. Beberapa hal penting dalam Perencanaan Kota untuk membedakannya dari jenis perencanaan yang lain adalah (Fedt 1996, dalam Bratakusuma, 2005): a. Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang di dalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda- beda. b. Perencanaan kota merupakan aktivitas yang benar-benar direncanakan dengan matang yang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara profesional sebagai perencana. c. Tujuan dan sasarannya, serta pranata-pranata untuk mencapainya, sering teramat tidak pasti. d. Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan; malahan sebaliknya, mereka membuat berbagai alternatif dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang dipilih dan ditunjuk untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu. e. Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif. f. Hasil dari semua aktivitas perencanaan hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.
2. Perkembangan kota dan perencanaan kota berdasarkan periodisasi :
a. Peradaban Mesir Kuno (Kola Babilonia) Dimulai dari perkembangan kota di tepi Sungai Eufrat dan Tigris. Fungsinya sebagai benteng pertahanan dan pusat perdagangan (4000-3000 SM) karena sudah ada alat – alat industry dan manufactur ( pertanian, pertambangan, dan kesenian). Jumlah penduduknya 3000-5000 jiwa. Kota-kota tersebut dikatakan terencana, karena mempunya ciri-ciri yaitu: (1) Pola jalannya teratur; (2) Pusatnya terdiri dari kuil, istana, dan taman-taman gantung di tengah kota; (3) Berbentuk segi empat. b. Peradaban Yunani ( Kota Athena ) Peradaban Yunani dimulai pada abad ke 5 SM. Pada saat itu terjadi perubahan system ketatanegaraan (demokrasi) sehingga penduduk sering mengadakan pertemuan yang berpengaruh kepada bentuk perencanaan kota. Pertemuan tersebut di kuil-kuil atau ruang terbuka. Misalkan di kota Millerus, terdapat gridiron, struktur jaringan jalan yang diarahkan sehingga membentuk pola kota yang geometris. Dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa. Pusat kota terdiri dari agora (pusat perdagangan) dan forum (empat pertemuan). Dasar pembuatan kota seperti ini karena kota membutuhkan batasan daya dukung tertentu, misalnya: jalan, air bersih, dan lain-lain. Pada abad ini sudah dimulai budaya ekonomi tinggi dan tinggal di pinggir kota dan mulai merencanakan dasar-dasar fisik yang nantinya akan mempengaruhi kegiatan social ekonomi. c. Peradaban Romawi (Kota Militer). Peradaban ini pada awalnya berada di Athena, kemudian pindah ke Roma yang kemudian meluas sehingga Kerajaan Romawi mulai agresi. Dasar-dasar perencanaannya adalah fisik yang ditandai gridiron dan berbentuk persegi panjang. Pusat kota didominasi pusat keagamaan dan pemerintahan. Sarana rekreasi dan kesehatan diutamakan dengan adanya taman-taman umum dan pemandian umum (sauna dan pemandian air panas hampir di setiap pemukiman dan rumah orang kaya/mansion). Dipengaruhi zaman Yunani, terdapat forum yang dinamakan atas setiap penguasa sehingga terkonstrasi di setiap pusat kota. Terjadi kecemburuan sosial antara kelompok kaya dengan kelompok miskin sebagai dampak sosial. Ditandai dengan adanya protes, oleh karena nya penguasa membuat pertunjukan gladiator berperiodik secara gratis. Terdapat juga pola aksis, jaringan jalan dari atas ke bawah. d. Abad Pertangahan (Renaisance) Pada abad pertengahan ini ( abad 15) ditemukan bahan peledak untuk perang yang mengakibatkan kota-kota membuat benteng-benteng sebagai perlindungan dari perang. Benteng ini memiliki pintu gerbang, terdapat dua benteng, yaitu benteng dalam dan luar dan daerah yang ada di antaranya. Terjadi dukungan dari Gereja dan keluarga elit untuk mengembangkan seni dan kemanusiaan sehingga kota-kota mengikutinya. Pola dasar tidak berubah, tetapi pembangunan urban design didahulukan, seperti pembangunan gereja, monument dan lainnya. Selain bangunan utama, dibangun taman-taman umum sebagai citra kota, misalnya ruang terbuka/taman disekeliling Gereja St.Pierre. Mulai dipikirkan keindahan kota dengan bentuk fisik yang teratur. Karena lebih mementingkan keindahan dan seni, banyak rakyat miskin tersingkir sehingga terjadi kecemburuan sosial dan sering terjadi keributan/perang. Pada zaman Baraque, ditandai dengan ciri kota yang megang. Ada tiga pola kota: (1) Kota-kota menjadi pusat pembangunan; (2) Desain mengutaman ruang terbuka(bouleyard) dan jalan raya yang lebar dan; (3) Terdapat rumah –rumah besar untuk kaum elit dan sebagai tempat ekspresi artis. e. Revolusi Industri Pada abad 18 ini ditemukan tekhnologi mesin uap, berarti ada tekhnologi subtitusi manusia (insentifikasi industri) sehingga industry berkembang besar-besaran di kota-kota dan terjadi urbanisasi dari pedesaan karena daya tarik lapangan kerja. Tapi hal ini tidak bias diimbangi dengan penyediaan fasilitas sehingga terjadi masalah kekurangan rumah, transportasi ( dari industri rumah menjadi industry strategis sehingga terjadi mobilitas untuk ke pasar), sekolah dan lain-lain. Masalah transportasi menjadi prioritas dengan dibuat kanal, kereta api, dan lain-lain. Terjadi konsentrasi industri di pusat kota. Kepadatan di pusat kota menimbulkan banyak masalah sehingga keluarga elit pindah ke pinggiran kota ( suburbanisasi). f. Gerakan Reformasi (Abad 20) Pada awal abad 20 terjadi gerakan reformasi sebagai reaksi terhadap tumbuhnya kota- kota industry tersebut. Misalnya di Inggris diberlakukan undang-undang kesehatan yang pertama karena keadaan lingkungan masyarakat yang buruk sekali. Peraturan penggunaan tanah ( zoning ), tinggi bangunan, dan lain-lain. Pemerintah membuat sarana dan prasarana untuk menyejahterakan rakyat. Munculnya Garden City of Tomorrow dari Ebenizer Howard sebagai gambaran kota ideal untuk memerangi kepadatan kota industry dan manusia harus kembali pada alam. Kota ini subsistem dengan pusat kota yang dikelilingi taman. Konsep ini kemudian berkembang menjadi Neighbourhood Unit. The Garden City diimplementasikan di Inggris menjadi Neighbourhood unit. Konsep ini menjadi kurang realistis apalagi di Negara berkembang. Komponen Garden City: 1) Seluruh lahan dikuasai penguasa swasta tunggal (400 Ha). 2) Jumlah populasi dilakukan bertahap, maksimal 3000 jiwa. 3) Lahan pertanian yang mengitari kota minimal 5 x lahan yang dikuasai pemilik dan harus bervariasi.
3. Perbedaan-perbedaan dampak urbanisasi yang terjadi di negara maju dan negara
berkembang : Negara berkembang secara fisik kota akan bertumbuh menjadi besar dan luas dengan tingkat tekhnologi dan kualitas kehidpan kota yang kurang memadai, misalnya pemukiman miskin ( squatter ), sarana-prasarana yang kurang memadai. Sebaliknya di Negara maju perubahan fisik kota berkembang dengan permukiman elite di pinggiran kota yang ditunjang tekhnologi maju. Meskipun di beberapa Negara sedang berekembang di Asia Tenggara Nampak adanya korelasi antara perkembangan ekonomi dan tingkat urbanisasi, tetapi Gunnar Myrdal (1968) menunjukkan bahwa urbanisasi merupakan aspek belaka dari kemiskinan. Kemiskinan sebagai reaksi terhadap kurangnya perkembangan ekonomi daripada suatu akibat dari kenaikan pendapatan perkapita. Negara berkembang pertambahan penduduk secara alami lebih memainkan peranan penting dalam pertumbuhan kota. Meski arus penduduk dari desa ke kota juga menjadi masalah bagi pemerintah di Negara berkembang, ha yang lebih penting dari perpindahan penduduk adalah lebih besarnya jumlah kelahiran atas angka kematian, yang harus mendapatkan perhatian penuh dalam usaha mengurangi laju pertumbuhan kota. Karena itu perencanaan kota, pada tingkat pemerintahan apapun, baik nasional, regional, atau lokal, harus mencakup kebijaksanaan sosial dan ekonomi dalam hubungan dengan urbanisasi. Kekotaan sebagai gaya hidup sudah menyebabkan perubahan pada tata nilai, lembaga, pengawasan sosial, tingkah laku manusia, kegiatan dan organisasi ekonomi dan pemerenitah di Negara maju , tempat proses ini masih terus berjalan. Urbanisasi jelas akan semakin banyak pengaruhnya pada kebudayaan dan penduduk di Negara berkembang. Sejauh kekotaan menjadi gaya hiduo bagi lebih dari separuh penduduk dunia pada khir abad ini, dunia mungkin dalam waktu beberapa puluh tahun yang akan dating akan mengalami perubahan sosial, ekonimi, politik paling besar yang pernah terjadi.
4. Masalah-masalah yang timbul sebagai implikasi pertumbuhan perkotaan?
Kegagalan dalam mengelola perluasan wilayah bukan hanya akan memperburuk kesenjangan, namun juga akan mengakibatkan dampak risiko ekonomi dan lingkungan hidup yang lebih besar bagi kota tersebut secara keseluruhan. Dari Mumbai sampai Mexico City, melihat daerah kumuh yang luas dan padat tumbuh berdampingan dengan gedung bertingkat dengan haga yang tidak terjangkau dan sering kali kosong tak berpenghuni sudah tidakaneh lagi. Masalahnya, ketika jaringan layanan kota tidak dapat mengimbangi pertumbuhan perkotaan, kota-kota dengan sumber daya terbatas justru cenderung mengikuti tren pembangunan bukannya meminta bantuan agen pembangunan untuk merencanakan pertumbuhan secara proaktif. Beberapa implikasi dari pertumbuhan yang tidak terkelola ini termasuk: Kesenjangan yang Semakin Besar Sama halnya dengan Lagos, banyak kota tengah berjuang melawan kesenjangan, penyediaan layanan yang tidak memadai dan kapasitas kota yang tidak lagi memadai. Perluasan wilayah yang tidak terkelola justru semakin memperburuk keadaan ini. Alhasil, keluarga berpenghasilan rendah pindah ke pinggiran kota untuk mencari perumahan yang terjangkau. Walaupun semakin jauh dari pusat kota, kehidupan keluarga berpenghasilan rendah ini justru akan semakin sulit. Keluarga di pinggiran kota harus menghabiskan uang dua kali lebih banyak dan waktu tempuh tiga kali lipat lebih lama menuju kantor, sekolah dan tempat hiburan di pusat kota. Semakin luas kota ini bertumbuh, dinas layanan kota semakin kesulitan menyediakan air, layanan sanitasi dan listrik. Hingga akhirnya penduduk harus bergantung pada layanan informal—seperti truk air pribadi dan pengepul sampah dengan biaya 30 kali lebih mahal dari dinas layanan kota—atau terpaksa hidup tanpa ketiga layanan mendasar tersebut, yang kemudian berdampak terhadap kesehatan serta kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Hanya penduduk berada yang mampu menjangkau biaya layanan yang tinggi tersebut, sehingga banyak penduduk perkotaan hidup tanpa layanan yang memadai. Pola pertumbuhan tanpa pengelolaan yang jelas ini memiliki efek jangka panjang terhadap akses kepada peluang, produktivitas dan kualitas hidup. Tekanan Ekonomi di Seluruh Kota Penelitian menunjukkan bahwa jika kota tumbuh secara horizontal, kepadatan populasi akan menurun namun biaya layanan publik meningkat. Pada kota-kota di India dan Afrika, sarana seperti jalan beraspal, drainase dan air leding menurun drastis begitu mencapai 5 kilometer dari pusat kota. Investasi untuk infrastruktur baru dan biaya sosial untuk menutupi defisit ini akan terus meningkat seiring bertambahnya perluasan wilayah perkotaan. Perluasan kota juga turut menambah kemacetan, polusi serta waktu tempuh. Udara kotor, yang sebagian besar disebabkan oleh penggunaan mobil pribadi dan truk secara berlebih, mengakibatkan biaya sosial dan ekonomi membengkak, seperti dampak kesehatan dan kerusakan panen. Di Chengdu, Tiongkok, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh polusi udara terkait transportasi mencapai US$3 miliar di tahun 2013. Masalah Lingkungan Hidup Secara global, tingkat pertumbuhan wilayah perkotaan jauh melampaui pertumbuhan populasi. Namun biasanya, hal ini tercapai dengan mengorbankan lahan pertanian utama, ekosistem dan keanekaragaman hayati, yang memengaruhi produksi pangan dan ketahanan iklim. Saat ini, beberapa wilayah perkotaan dengan pertumbuhan paling pesat berada di wilayah pesisir dataran rendah, dataran banjir, titik-titik keanekaragaman hayati dan wilayah dengan tekanan air yang tinggi. Pertumbuhan tidak terkendali pada ekosistem-ekosistem sensitif di atas dapat semakin membebani sumber daya alam dan menyebabkan bencana banjir di sejumlah kota di Asia Selatan saat musim hujan datang. Penggalian sumur tidak resmi di kota-kota seperti Mexico City, Bangalore dan Jakarta, yang tumbuh pesat secara horizontal dengan air leding yang terbatas dan tekanan air yang tinggi, dapat menyebabkan seluruh kota terendam banjir. Khusus di Jakarta, kondisi ini sangat meresahkan. Menurut para ahli, berdasarkan perhitungan kenaikan permukaan air laut, Jakarta hanya memiliki waktu satu dekade untuk menghentikan kondisi ini, sebelum akhirnya jutaan rumah tenggelam.