Anda di halaman 1dari 11

1.

Analisis dengan detail hal penting dalam perencanaan kota yang membedakan
dengan jenis perencanaan lainnya!
- Perencanaan kota dalam arti seluas-luasnya adalah suatu proses mempersiapkan secara
sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu; Cara
bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya
lebih efisien dan efektif; Penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan,
bagaimana, bilamana dan oleh siapa (Tjokroamidjojo, 1977).
- Perencanaan kota sebagai suatu general activity adalah penyusunan rangkaian tindakan
secara berurut yang akan mengarah pada pencapaian tujuan tertentu (Peter Hall, 1992).
- Perencanaan kota adalah proses yang kontinyu, yang menyangkut pengambilan
keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang ada
semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan (Conyers &
Hills, 1984).
- Perencanaan kota adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang
akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya
(Kay and Alder, 1999).
- Perencanaan kota adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (UU No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional).
Dalam konteks pengertian perencanaan kota di atas, maka produk atau output dari
perencanaan kota sebagai suatu proses adalah rencana, yang merupakan rumusan kegiatan
yang akan dilaksanakan secara spesifik di masa yang akan datang, Sebagai produk dari suatu
proses perencanaan kota, rencana dapat berbentuk sebagai blueprint yang merepresentasikan
tujuan atau apa yang ingin dicapai; dan regulasi, yakni alat untuk mencapai tujuan yang
dipreskripsikan. Dari berbagai pengertian perencanaan kota yang telah dikemukakan selama
ini, secara umum hampir selalu terdapat dua unsur penting dalam perencanaan kota, yakni:
unsur hal yang ingin dicapai dan unsur cara untuk mencapainya. Terkait dengan kedua unsur
utama perencanaan kota tersebut, dalam proses perencanaan kota dikenal beberapa
nomenklatur yang seringkali dipergunakan secara bersama-sama atau dipertukarkan apabila
membahas tentang perencanaan kota, yaitu: visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan,
program, proyek, aktivitas, dan lain-lain. Pengertian berbagai nomenklatur ini adalah sebagai
berikut (Rustiadi, E. et al. 2009):
- Visi (vision): Suatu kondisi ideal (cita-cita) normatif yang ingin di capai di masa datang.
- Misi (mission): Cara normatif untuk mencapai visi.
- Tujuan-tujuan (goals): Hal-hal yang ingin dicapai secara umum. Setiap bentuk tujuan
(goal) bersifat dapat dimaksimumkan atau diminimumkan.
- Sasaran (objective): Bentuk operasional dari tujuan, biasanya lebih terukur, disertai target
pencapaiannya. Kondisi minimum yang harus dicapai dalam mencapai tujuan dalam
waktu tertentu.
- Strategi (strategy): Sekumpulan sasaran dengan metode-metode untuk mencapainya.
- Kebijakan (policy): Sekumpulan aktivitas (actions), untuk pelaksanaanpelaksanaan
pencapaian jangka pendek.
- Aktivitas (actions): Kegiatan pelaksanaan, khususnya menyangkut fisik dan biaya.
- Program (program): Sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang dilakukan oleh suatu institusi tertentu.
- Proyek (project): Sekumpulan aktivitas (actions) untuk mencapai suatu
tujuan/target/sasaran tertentu yang dilakukan oleh suatu institusi tertentu dalam waktu
tertentu dengan sumberdaya (biaya) tertentu.

2. Analisis secara mendalam perkembangan kota dan perencanaan kota berdasarkan


periodisasi tersebut!
Catanese berpendapat bahwa pengetahuan dasar dan praktik perencanaan kota di dunia barat
telah menjalani evolusi yang panjang, mulai dari kota-kota terencana paling tua di Mesir
(Lembah Tigris-Eufrat), sampai kepada kota-kota baru di Inggris pada permulaan abad XII. 
Deskripsi perkembangan kota dan perencanaan kota yang menyertai secara periodik, lebih lanjut
menurut Catanese (1988 dalam Iwan Kustiwan), sebagai berikut:
1. Zaman Peradaban Mesir Kuno (Kota Babilonia)
Kota Babilonia dimulai di tepi Sungai Tigris dan Eufrat. Kota ini berfungsi sebagai
benteng pertahanan dan kota (pusat) perdagangan pada tahun 4000 - 3000 SM. Di kota
ini sudah ditemukan alat-alat industri dan manufaktur (pertanian, pertambangan dan
kesenian). Kota-kota di Babilonia termasuk kota terencana dengan ciri-ciri :
- Pola jalan teratur
- Pusat kota terdiri dari kuil, istana dan taman-taman gantung di tengah kota
- Berbentuk segi empat

2. Zaman Peradaban Yunani (Kota Athen)


Peradaban Yunani dimulai pada abad V Sebelum Masehi, ditandai dengan berdirinya
Kota Athena. Pada saat ini terjadi perubahan sistem ketatanegaraan yaitu demokrasi,
penduduk sering mengadakan perkumpulan/pertemuan yang berpengaruh terhadap
bentuk perencanaan kota. Di Kota Millerius terdapat Gridiron yakni struktur jaringan
jalan yang diarahkan sehingga membentuk pola kota geometris. Ciri-ciri kota-kota pada
zaman peradaban Yunani adalah:
- Terdapat Agorra (pusat perdagangan)
- Terdapat Forum (tempat pertemuan masyarakat)
- Pola kota berbentuk geometris
- Budaya penduduk tinggal di pinggiran kota
- Sudah ada perencanaan dasar fisik yang akan mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi

3. Kota Militer pada Zaman Peradaban Romawi 


Peradaban ini sebenarnya berawal di kota Athena, berpindah ke Roma dan kemudian
meluas hingga kerajaan Romawi mulai agresi.  Kota Militer di zaman Peradaban Romawi
termasuk kota yang terrencana, karena dibentuk dengan gridiron (struktur jaringan
jalanyang terarah) berbentuk persegi panjang (rectangle). Karakteristik Kota Militer
Zaman Romawi:
- Terdapat Gridiron berbentuk segipanjang
- Didominasi dengan pusat keagamaan dan pemerintahan
- Terdapat sarana rekreasi dan kesehatan yang diutamakan berupa taman-taman umum
sebagai ruang terbuka hijau, dan sarana pemandian umum (sauna, pemandian air panas
- Terdapat Forum (tempat pertemuan - hall)
- Terdapat pola Axis, jaringan jalan dari atas ke bawah (dari pusat kota ke daerah
pengaruh).
- Terdapat pusat hiburan secara periodik yaitu arena gladiator bagi masyarakat secara
gratis

4. Zaman Abad Pertengahan (Renaisance)


Kota-kota abad pertengahan mulai dibangun pada abad ke-11 sampai abad ke-15 yang
ditujukan untuk kepentingan kegiatan perdagangan, pemasaran dan pertanahan. Kota
abad pertengahan yang tumbuh menjadi besar, antara lain adalah :
- Florence yang merupakan tempat kedudukan dari kekuatan politik;
- Venesia yang tumbuh menjadi pusat perdagangan dunia;
- Siena yang terbagi menjadi beberapa kelompok politik yang menguasai topografi tertentu
yang disatukan oleh sebuah piazza berbentuk kerang bernama Piazza del Campo;
- Paris yang tumbuh menjadi pusat perdagangan dunia.

Ciri-ciri kota pada zaman Abad Pertengahan:


- Sudah ada urban design (pembangunan gereja, monumen dll)
- Terdapat taman-taman umum sebagai citra kota (landmark) - ruang terbuka, misalnya di
sekitar gereja St. Pierre
- Sudah ada pemikiran keindahan kota dengan bentuk fisik yang teratur
- Terjadi kecemburuan sosial karena pemerintah hanya mementingkan kemegahan fisik
kota
- Kota-kota pada zaman Pertengahan terdapat kota megah (pada masa Baraque)
- Terdapat tiga pola kota:
o Kota sebagai pusat pembangunan (pusat pertumbuhan)
o Desain kota mengutamakan ruang terbuka dan jalan raya yang lebar
o Terdapat rumah-rumah besar untuk kaum elit dan bangsawan sebagai tempat
ekspresi artis.

5. Revolusi Industri
Revolusi Industri di Eropa paling tidak memberikan dua pengaruh penting. Pertama,
meningkatnya kebutuhan bahan mentah bagi perindustrian di Eropa seperti produk
perkebunan (karet, kina, teh dan lainnya), rempah-rempah dan bahan mineral. Hal ini
menyebabkan timbulnya kota-kota administratur di Indonesia. Kedua, konsep-konsep
perencanaan pada masa itu yang dicetuskan reformis lingkungan hidup Patrick Geddes
atau konsep kota taman (garden city concept) yang dikembangkan oleh seorang reformasi
kemasyarakatan Inggris juga menjadi landasan beberapa kota modern di Indonesia. Ir.
Thomas Karsten sebagai perencana kota bangsa Belanda pun ikut serta mengembangkan
kota-kota modern di Indonesia pada dekade pertama abad ke-20.

6. Masa Reformasi
Perkembangan kota-kota di Indonesia pada awal pelaksanaan Rencana Pembangunan
Lima Tahun Nasional (Repelita) Pertama pada tahun 1969 masih ditandai oleh masalah
perkembangan penduduk perkotaan. Berdasarkan sensus tahun 1971, penduduk perkotaan
mencapai angka 17,2%, tahun 1980 sebesar 22,3% dan pada tahun 1983 mencapai sekitar
23,7%. Persentase pertumbuhan rata-rata penduduuk Indonesia antara 1971 – 1980
adalah 4,0%. Sedangkan untuk kota berpenduduk antara 200 ribu sampai 500 ribu,
4,38%. Adapun untuk kota berpenduduk 500 ribu sampai 1 juta 4,29% dan untuk kota-
kota berpenduduk di atas 1 juta sebesar 4,51% (NUDS 1982, dalam Pontoh & Kustiawan,
2009). Fakta yang cukup menarik adalah banyak kota di luar Jawa berkembang dengan
tingkat pertumbuhan lebih tinggi daripada kota-kota di Jawa dalam dua dekade terakhir
ini. Beberapa kota bahkan sangat mencolok dibandingkan dengan angka nasional.
Keadaan ini diperkirakan karena perkembangan di luar Jawa, yaitu:
- Berkembangnya usaha eksploitasi alam
- Berkembangnya kota-kota sebagai dampak pembukaan kawasan transmigrasi di sekitar
kota, terutama di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan
- Berkembangnya kota sebagai pusat administrasi pemerintahan Tingkat 1 dan Tingkat 2.

3. Analisis secara detail perbedaan-perbedaan dampak urbanisasi yang terjadi di


Negara maju dan Negara berkembang!
Urbanisasi yang terjadi dalam jumlah yang masif tentunya bisa memberikan sebuah
dampak yang sangat berbahaya bagi kota yang dikunjungi dan desa yang ditinggalkan. Di bawah
ini adalah beberapa dampak urbanisasi adalah sebagai berikut:
Urbanisasi di Negara maju:
Fenomena urbanisasi berdampak positif dan sekaligus negatif bagi wilayah perkotaan.
Dari sisi positif, keberadaan penduduk dalam jumlah besar di wilayah perkotaan merupakan
pendukung terhadap perkembangan aktifitas ekonomi perkotaan. Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, pusat-pusat ekonomi akan berkembang di lingkungan dengan jumlah
penduduk yang besar. Namun sebaliknya, pertumbuhan penduduk kota yang tidak terkendali
menimbulkan berbagai persoalan bagi wilayah tersebut. Dalam konteks yang lebih luas,
perkembangan kota berdampak negatif terhadap lingkungan, termasuk penurunan daya
dukungnya untuk menciptakan kehidupan penduduk kota yang nyaman dan memenuhi syarat
kesehata. Penyediaan sarana dan prasarana kebutuhan dasar seperti perumahan dan permukiman
serta sarana dan prasarana pendukungnya, di samping dampak sosial lain, di antaranya kasus
kriminal yang makin meningkat merupakan dampak negatif dari pertumbuhan penduduk kota
yang tidak terkendali.
Pertumbuhan penduduk kota terjadi akibat beberapa faktor, yaitu pertumbuhan penduduk
perkotaan secara alami (selisih kelahiran dan kematian), migrasi penduduk dari desa ke kota, dan
perubahan klasifikasi wilayah perkotaan. Di negara-negara berkembang, migrasi penduduk dari
desa ke kota memainkan peranan penting dalam meningkatkan proporsi penduduk kota yang
besar. Melarang penduduk (termasuk yang dari perdesaan) untuk datang ke suatu kota
merupakan upaya yang tidak mungkin dilakukan. Hal ini terbukti dari tidak efektifnya
pelaksanaan kebijakan kota tertutup oleh pemerintah Kota Jakarta pada tahun 1970-an. Salah
satu faktor utama yang menyebabkannya adalah anggapan bahwa melarang kedatangan
seseorang ke suatu tempat merupakan pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Namun
demikian, upaya pencegahan dapat dilakukan melalui beberapa cara. Peningkatan pertumbuhan
penduduk kota, khususnya kota besar, dapat ditekan antara lain dengan mengembangkan kota-
kota kecil di sekitarnya melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Hal ini
memungkinkan pengalihan arus migrasi masuk menuju kota besar ke kota-kota kecil yang
berdekatan. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi migrasi penduduk ke kota besar
adalah penyediaan sarana transportasi yang terjangkau namun nyaman, yang menghubungkan
kota-kota kecil dengan kota besar yang berperan sebagai pusat ekonomi. Ketersediaan
transportasi memungkinkan migran untuk tinggal di kota kecil, sementara aktifitas ekonomi
dilakukan di kota besar.
Pertumbuhan penduduk kota yang cepat, tidak terelakkan lagi menimbulkan berbagai
persoalan yang adakalanya tidak mudah untuk diatasi. Dibutuhkan kemauan dan kerja keras
masingmasing stakeholders untuk menangani berbagai permasalahan yang ditimbulkannya,
termasuk penyediaan perumahan dan permukiman. Khusus untuk permukiman kumuh liar, satu
hal yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan para penghuninya, yang kebanyakan adalah
migran yang masih sering pulang ke daerah asal, untuk terlibat dalam kegiatan “pemindahan”
mereka ke lokasi permukiman formal.

Dampak urbanisasi di Negara berkembang :


- Keterbatasan Hunian di Daerah Perkotaan
Di daerah perkotaan umumnya terdapat lebih banyak kantor dan minimnya jumlah
hunian yang mampu untuk menampung masyarakat apabila terjadi sebuah urbanisasi. Dengan
adanya keterbatasan ini menjadikan banyak orang yang tidak bisa memiliki tempat tinggal yang
layak di kota. Dengan adanya keterbatasan hunian juga menjadikan harga properti mengalami
kenaikan dan menjadikan hanya segelintir orang saja yang mampu untuk membeli rumah
- Kota Menjadi Terlalu Padat
Tanpa adanya urbanisasi, kota-kota besar sebenarnya sudah cukup padat dan kurang
nyaman untuk ditinggali. Jika urbanisasi terjadi maka situasi kota akan menjadi terlalu padat dan
menjadikan perbandingan antara luas wilayah dengan jumlah penduduk yang ada di dalamnya.3.
Meningkatnya Angka Pengangguran
Pengangguran di kota bisa menjadi meningkat drastis apabila masyarakat desa yang melakukan
urbanisasi tidak memiliki keahlian dan pengalaman kerja sebelumnya. Biaya hidup di kota yang
sangat tinggi menjadikan masyarakat desa sulit untuk meningkatkan harapan hidupnya.
- Munculnya Daerah Kumuh
Berkaitan dengan minimnya properti yang ada di kota menjadikan daerah kumuh
bermunculan dan membuat kota menjadi tidak nyaman untuk ditinggali. Tidak hanya itu saja,
akan bermunculan berbagai rumah semi permanen pada daerah bantaran sungai yang tidak
memiliki izin pembangunan sama sekali.
Rumah yang berada pada bantaran sungai tersebut biasanya menjadi salah satu penyebab utama
terjadinya banjir pada daerah perkotaan karena sungai yang harusnya memiliki fungsi untuk
mengaliri air menjadi tercemar karena fungsi dari sungai yang sudah berubah dan ukurannya
menjadi lebih mengecil.
- Penyebaran Penyakit Berbahaya
Karena munculnya daerah yang kumuh menjadikan minimnya kebersihan pada daerah
tersebut. Apabila pada satu wilayah memiliki tingkat kebersihan yang rendah maka bisa
memunculkan berbagai bentuk penyakit berbahaya yang bisa menular dengan cepat. Salah satu
penyakit yang bisa muncul adalah seperti penyakit kulit.
- Terjadinya Kemacetan
Kemacetan selalu mengikuti pada setiap daerah yang padat penduduknya. Apabila
urbanisasi terjadi maka otomatis kemacetan pada satu kota bisa meningkat secara drastis.
Volume jalan yang terbatas menjadikan kemacetan bisa terus mengalami peningkatan dan
mengakibatkan masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bepergian dari satu
tempat ke tempat lainnya.
- Berkurangnya Penduduk Usia Produktif di Desa
Kondisi kota yang tampak menarik menjadikan banyak penduduk desa yang masih
berada pada usia produktif menjadi tertarik untuk pindah ke kota. Apabila banyak masyarakat
desa dengan usia produktif melakukan urbanisasi otomatis desa tersebut akan mengalami
kekurangan tenaga yang bisa membantu untuk menjalankan pertanian dan perkebunan yang ada.

4. Analisis secara detail masalah-masalah yang timbul sebagai implikasi pertumbuhan


perkotaan!
- Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Tidak hanya karena dorongan dari luar negeri, kita sendiri juga menyadari bahwa untuk
mencapai masyarakat perkotaan yang sejahtera, kualitas lingkungan hidupnya harus baik, karena
akan berpengaruh pada kualitas hidupnya.
  Masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup dan pada akhirnya kualitas hidup
masyarakat kota, meliputi aspek fisik seperti kualitas udara, air, tanah; kondisi lingkungan
perumahannya seperti kekumuhan, kepadatan yang tinggi, lokasi yang tidak memadai serta
kualitas dan keselamatan bangunannya; ketersediaan sarana dan prasarana serta pelayanan kota
lainnya; aspek sosial budaya dan ekonomi seperti kesenjangan dan ketimpangan kondisi antar
golongan atau antar warga, tidak tersedianya wahana atau tempat untuk menyalurkan kebutuhan-
kebutuhan sosial budaya, seperti untuk berinteraksi dan mengejawantahkan aspirasi-aspirasi
sosial budayanya; serta jaminan perlindungan hukum dan keamanan dalam melaksanakan
kehidupannya. Kohesi sosial dan kesetaraan merupakan faktor penting dalam kualitas hidup di
perkotaan.
Kekumuhan kota disebabkan karena sumberdaya yang ada di kota tidak mampu melayani
kebutuhan penduduk kota. Kekumuhan kota bersumber dari kemiskinan kota, yang disebabkan
karena kemiskinan warganya dan ketidak mampuan pemerintah kota dalam memberikan
pelayanan yang memadai kepada warga masyarakatnya. Kemiskinan warga disebabkan karena
tidak memiliki akses kepada mata pencaharian yang memadai untuk hidup layak, serta akses
pada modal dan informasi yang terbatas. Kemiskinan ini akan berdampak pada kemampuan
warga untuk membayar pajak yang diperlukan untuk membangun fasilitas dan infrastruktur
umum di kawasannya.
Permasalahan utama prasarana dan sarana perkotaan (PSP) termasuk perumahan adalah
tidak memadainya penyediaan dibandingkan dengan kebutuhan. Hal ini menyebabkan
terbatasnya kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan PSP yang layak. Akibat dari
keterbatasan penyediaan dibandingkan dengan kebutuhan, maka masyarakat yang
berpenghasilan rendah justru harus membayar harga mahal untuk memperoleh pelayanan PSP
tersebut. Berkaitan dengan perumahannya, mereka terpaksa menggunakan lahan-lahan secara liar
dengan kualitas perumahan yang jauh di bawah standar.
Permasalahan ketersediaan air bersih merupakan salah satu masalah utama di perkotaan.
Ketersediaan air bersih untuk perkotaan ini terkait erat dengan permasalahan pemanfaatan,
pemeliharaan, dan kelestarian sumber daya air yang pada umumnya berada di wilayah
sekitarnya. Pengembangan kota juga harus memperhatikan daya dukungnya dengan
mengendalikan perkembangan fisiknya dan menetapkan daerah daerah cadangan dan reservasi
disertai dengan pelaksanaan yang ketat. Kelestarian sumber daya alam merupakan hal yang
terkait erat dengan pengembangan perkotaan sebagai suatu kesatuan ekosistem. Kesenjangan
sosial merupakan permasalahan kota yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan
kenyamanan kota. Sumber dari kesenjangan sosial adalah timpangnya kondisi kelompok
masyarakat miskin dan masyarakat kaya di kota, yang disebabkan karena tidak adilnya akses
bagi pemanfaatan sumber daya yang ada di kota, sehingga menyebabkan semakin terpinggirnya
kelompok miskin.

- Keamanan dan Ketertiban Kota


Beberapa teror bom yang terjadi di beberapa kota Indonesia akhir-akhir ini, seperti di
Bali (tahun 2002 dan 2005), di Jakarta (Kedubes Filipina, Hotel JW Marriot, Kedubes Australia,
dll) telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat perkotaan dan mengganggu jalannya
perekonomian kota. Selain itu beberapa kota di Indonesia juga mengalami penurunan kualitas
kehidupan dengan banyaknya terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh konflik antar kelompok
masyarakat, seperti di Poso, Palu, Ambon, Banda Aceh, Lhokseumawe, dan sebagainya.
Permasalahan ini diperberat dengan masalah ketertiban di perkotaan karena tidak
disiplinnya masyarakat perkotaan. Hal ini tercermin dengan jelas antara lain dalam disiplin
berlalu-lintas. Saat ini juga semakin sering terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintah, terutama di kota-
kota besar. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal seperti tidak adanya sosialisasi dari
pemerintah, kurangnya pelibatan peran serta masyarakat dalam pembangunan, kurangnya
pemahaman akan hak-hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan kota, dan
sebagainya. Semua hal tersebut di atas sangat berpengaruh pada kinerja kotanya.

- Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan


Dengan adanya ketetapan untuk melaksanakan desentralisasi dan otonomi secara lebih
mantap maka kesiapan daerah untuk mengelola pembangunan kota perlu menjadi perhatian
utama. Kapasitas daerah yang perlu dipersiapkan meliputi:
kapasitas SDM; kapasitas dan struktur kelembagaannya; peraturan perundangan
pendukung serta kemampuan pengelolaan pembiayaannya. Pemerintah Daerah ditantang untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut
diperlukan antara lain kapasitas sumberdaya manusia yang cukup. Pengembangan kapasitas
sumber daya manusia ini meliputi kelompok eksekutif, legislatif dan pelaku lainnya seperti
masyarakat dan dunia usaha.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah di era desentralisasi adalah
keterbatasan kemampuan teknis dan profesional untuk menjaring aspirasi masyarakat. Dibidang
Legislatif, banyak di antaranya yang memiliki keterbatasan dalam pendidikan formal serta
pengalaman berpolitik. Pemahaman akan kebijakan dan kualitas perdebatan politik dapat
dikatakan masih rendah. Pemerintah lokal memiliki kebutuhan yang sangat mendesak untuk
membangun kapasitas lokal dalam hal perencanaan, perancangan rekayasa (engineering design),
penganggaran, akuntansi, keuangan dan manajemen proyek. Pembangunan kapasitas lokal perlu
diutamakan sehingga daerah dapat mendayagunakan sumberdaya yang ada untuk kebutuhan
yang spesifik.

Anda mungkin juga menyukai