Anda di halaman 1dari 3

Presidensi G20 Mengatur ‘Exit Strategy’ Masalah Ekonomi

Nama : Rafael Imanuel Muliawan

NIM : 3720200065

Pendahuluan

G20 didirikan pada tahun 1999 untuk mendiskusikan kebijakan untuk mencapai
stabilitas keuangan internasional. Forum ini dibentuk untuk mencari solusi atas situasi
ekonomi global yang dilanda krisis keuangan global 1997-1999. Terbentuknya forum ini
berdampak pada negara-negara berpenghasilan menengah dan memberikan dampak ekonomi
yang sistematis, termasuk Indonesia. Atas saran para Menteri Keuangan G7 (AS, Inggris,
Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Prancis), para Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank
Sentral bertemu untuk membahas bagaimana merespons krisis keuangan global. Pertemuan
tingkat Menteri Keuangan juga diadakan secara rutin di musim gugur. Pada tanggal 14
November 2008, Presiden Amerika Serikat mengundang para kepala negara dan
pemerintahan negara-negara G20 untuk menghadiri KTT G20 yang pertama. Saat itu, para
kepala negara dan pemimpin pemerintahan mengoordinasikan respons global terhadap
dampak krisis keuangan AS saat itu dan menyepakati pertemuan lanjutan. Menteri Keuangan
G20 dan Gubernur Bank Sentral bertemu beberapa kali dalam setahun untuk mempersiapkan
KTT tahunan. G20 tidak memiliki sekretariat tetap. Dalam proses dan sistem kerja, G20
memiliki presiden tuan rumah yang digilir setiap tahun, ditentukan oleh konsensus di KTT
berdasarkan sistem rotasi kawasan dan berganti setiap tahunnya.

Rangkaian pertemuan G20 dalam setiap presidensi normalnya mencakup 3 sampai


dengan 4 kali pertemuan tingkat working group (WG), 3-4 pertemuan tingkat deputi, 2-4
pertemuan tingkat Menteri dan diakhiri dengan KTT yang dihadiri oleh Kepala Negara
anggota G20. Masing-masing jalur di atas berjalan secara paralel. Tahapannya dimulai dari
tingkat teknis (WG) kemudian dieskalasi ke tingkat deputi untuk mendapat konsep
kesepakatan (communique) dan menyusutkan isu-isu untuk dibahas pada tingkat menteri.
Dengan siklus tersebut, forum G20 akan menghasilkan kesepakatan final terhadap isu-isu
prioritas pada momen KTT sebagai penghujung rangkaian kegiatan.
Main Idea

Presidensi Indonesia pada kelompok 20 negara ekonomi besar dunia (G20) berperan
penting untuk mengatur dan mengkoordinasikan strategi keluar exit strategy dari masalah
ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Peran penting dari presidensi G20
adalah mengkoordinasikan supaya exit strategy ini tidak semakin berantakan, dan tidak
masing masing negara jalan dengan sendiri-sendiri. Jika diibaratkan jalan raya, kalau masing-
masing dengan tiba tiba rem mendadak mungkin akan terjadi kecelakaan. Maka dari itu
pentingnya terkoordinasi.

Pemulihan ekonomi yang telah dilakukan dan sedang terjadi pada saat ini sifatnya
masih belum seimbang, sehingga hal ini perlu diwaspadai karena dapat membuat resiko yang
dihadapi perekonomian dunia menjadi lebih tinggi. Jika kita melihat bahwa sekarang posisi
utang banyak negara, baik negara maju maupun berkembang itu masih saja tetap sangat
tinggi dan masih tetap banyak stimulus fiskal yang diperlukan oleh kebanyakan
perekonomian. Untuk itu ada risiko di tingkat utang yang semakin tinggi dan semakin
merugikan karena biaya untuk mendapatkan utang itu pun semakin tinggi. Apalagi jika
masalah inflasi, jadi masalah perokonomian dari sisi makro ekonomi di tingkat global ini juga
perlu diwaspadai.

Oleh karena itu, exit strategy dari kondisi ekonomi yang terdampak pandemi sejauh
ini lebih banyak didorong oleh kebijakan fiskal yang ekspansif dan didorong stimulus dari
pemerintah harus berhenti pada titik tertentu. Pada perhentian, hal ini tidak bisa mendadak
dan negara-negara harus terkoodinasi sama-sama satu dan lainnya. Fungsi koordinasi inilah
yang perlu dilakukan oleh negara Indonesia selama masa presidensi di G20. Untuk
mendorong pemulihan ekonomi dunia yang merata dan pertumbuhan ekonomi yang semakin
kuat serta berkelanjutan. Presidensi Indonesia di G20 akan mengangkat sejumlah agenda
prioritas di jalur keuangan (finance track).

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, hal yang dapat disimpulkan adalah Pertama, upaya untuk
melindungi negara-negara berkembang dari efek limpahan yang ditimbulkan oleh normalisasi
kebijakan di negara-negara maju. Kedua, upaya membantu berbagai sektor yang paling
terdampak oleh pandemi melalui penguatan efisiensi dan produktivitas untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Ketiga, prinsip-prinsip yang perlu menjadi acuan
dalam pengembangan uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral. Keempat, upaya untuk
memperkuat sistem pembayaran untuk transaksi pembayaran lintas negara secara lebih cepat,
murah, dan juga aman. Kelima, upaya untuk mengembangkan sumber-sumber pembiayaan
yang dapat mendukung upaya dunia dalam mengatasi perubahan iklim lalu termasuk dengan
menangani risiko transisi menuju ekonomi rendah karbon. Keenam, bagaimana mendorong
perluasan inklusivitas keuangan melalui pemanfaatan digitalisasi ekonomi dan keuangan.
Ketujuh, bagaimana upaya dapat mengembangkan sistem perpajakan internasional yang
dapat mengoptimalkan penerimaan pajak di era digital.

Anda mungkin juga menyukai