Anda di halaman 1dari 13

PERAN INDONESIA DALAM FORUM KERJAMA MULTILATERAL G20

SEBAGAI PERTUMBUHAN EKONOMI

Oleh Kelompok 2

Bela Kamilia (C74219047), Imam Syafiil Amiin (C74219056), Deny Setiyo Utomo
(C94219073)

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan Forum Dunia terkait Indonesia dan Kelompok Dua
Puluh yang merupakan bentuk kerjasama internasional di bidang ekonomi dan moneter
global yang dimulai pada tahun 1999 sebagai respon terhadap krisis moneter yang terjadi
pada tahun 1998. ekonomi global secara bersama-sama. Isu ekonomi global seolah tidak ada
habisnya, dan untuk menyelesaikannya dunia ekonomi membutuhkan forum resmi untuk
menghasilkan kesepakatan dan solusi menghadapi tantangan ekonomi global. Beberapa
masalah ekonomi nasional tidak dapat diselesaikan oleh negara sendiri, sehingga perlu
adanya tindakan kolektif untuk mencapai hal-hal tertentu agar masalah moneter dapat
diselesaikan di tingkat internasional. Beberapa negara maju dan berkembang menggunakan
G20 sebagai cara untuk meninjau masalah dan kemudian meninjau solusi sehingga mereka
dapat sampai pada solusi akhir yang mungkin selama diskusi. Indonesia bergabung dengan
G20 pada tahun 2008 setelah dianggap memenuhi kriteria ekonomi kuat dan merupakan satu-
satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota G20. Artikel ini dibuat dengan
menggunakan metode konseptual yang menggambarkan Forum G20 yang sistematis dan
fungsinya dalam membantu perekonomian global serta menjadi wadah peningkatan
perekonomian nasional Indonesia.

Kata Kunci : G20, Kerjasama, Ekonomi

A. Pendahuluan
Ekonomi global adalah percakapan yang tidak pernah suru. Pemerintah setiap negara di
dunia terus-menerus menerapkan banyak strategi untuk kemajuan ekonomi nasional mereka.
Meskipun publik lebih tertarik untuk menyelesaikan masalah ekonomi nasional, penting
untuk dipahami bahwa masalah ekonomi global juga perlu ditangani secara memadai. Pada
April 2019, Kementerian Luar Negeri Indonesia membahas di situs webnya tentang krisis
ekonomi global yang sedang berlangsung. Perekonomian dunia yang dimaksudkan untuk
terus tumbuh merata, ternyata tidak mencapai hasil yang memuaskan. Berdasarkan World
Economic Outlook International Monetary Fund, pertumbuhan ekonomi global melemah.
Perekonomian global yang diperkirakan akan terus membaik ternyata mengalami
keterlambatan. Hal ini tentu menjadi topik penting karena ketika ekonomi global melemah,
begitu pula perekonomian nasional di negara maju atau berkembang.

Anggota G20 mulai mengoordinasikan tindakan bersama melalui proses penilaian yang
mengidentifikasi tujuan bersama untuk ekonomi global, kebijakan yang diperlukan untuk
mencapainya, dan kemajuan menuju pencapaian tujuan bersama tersebut. Selama masa
kepresidenan China pada tahun 2016, anggota G20 merumuskan Agenda Reformasi
Struktural yang Disempurnakan (ESRA), yang mengidentifikasi sembilan bidang prioritas
untuk pembangunan struktural termasuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan inklusif.
Namun demikian, reformasi struktural merupakan pendorong penting pertumbuhan dalam
jangka menengah dan panjang. Fakta bahwa PDB per kapita di negara-negara G-20 berada
pada jalur pertumbuhan yang lebih rendah daripada sebelum krisis keuangan global menjadi
perhatian utama G-20.

Mengenai keanggotaan Indonesia dalam G20, Hermawan (2015) menyatakan bahwa


Indonesia memiliki banyak kebijakan kontroversial karena menjadi anggota G20.
Keikutsertaan Indonesia dalam forum tersebut dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi
Indonesia, terutama hambatan tarif. Fakta di lapangan, ekspor tuna Indonesia bisa mencapai
700 juta dolar AS, namun setelah menerima tarif, pendapatan turun menjadi 105 juta dolar
AS. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa G20 juga bukanlah tuhan (wish-fulfiller) dan
malaikat (a benefactor), melainkan sebuah forum internasional yang tentunya tidak dapat
memberikan segalanya tetapi dapat memberikan manfaat di berbagai bidang ekonomi.
Artinya, G20 bukanlah "dokter" yang dapat mendiagnosis penyakit tertentu melalui resep
dokter. G20 hanyalah sebagian kecil dari pertemuan global untuk memilih Indonesia dari
193 negara di dunia dan merupakan bukti komitmen Indonesia untuk melindungi kepentingan
nasional di bidang ekonomi serta kepentingan dan stabilitas ekonomi global.

Menurut Sushanti (2019), setidaknya ada dua hal penting tentang keikutsertaan Indonesia
dalam forum G20, yakni pertama, sebagai negara yang berupaya untuk mencocokkan standar
kualitas produk dengan konsumen global. Pada tahap ini, Indonesia berpeluang mendapatkan
masukan terkait produk yang diekspor ke luar negeri. Kedua, Indonesia juga memiliki
peluang pasar yang luas, transfer teknologi dan kerjasama yang terbuka. Indonesia yang
selalu menjadi titik vital dalam menjaga stabilitas kawasan, akan menjadi sangat penting
untuk berpartisipasi dalam Forum G20. Selain itu, keikutsertaan Indonesia juga didukung
oleh pentingnya posisi kekuatan negosiasi yang tinggi, karena dengan berada dalam forum
global, keputusan Indonesia tentunya akan sangat menentukan, terutama bagi negara-negara
berkembang. Artinya Indonesia dapat dikatakan sebagai perwakilan negara berkembang
dalam forum multilateral yang membahas masalah perdagangan di World Trade
Organization, masalah keuangan di IMF dan masalah terkait lainnya.

Di bawah Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, ia dikenal melakukan politik


luar negeri sehingga kehadiran Indonesia di mata dunia internasional menjadi sangat penting.
Namun, di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, Indonesia menjadi lebih akrab dengan
kebijakan pemerintah yang berwawasan ke dalam. Namun, Dewan Tenaga Kerja, salah satu
kekuatan di pemerintahan Jokowi, menyatakan bahwa Indonesia selalu berkomitmen pada
berbagai kerja sama multilateral, termasuk G20. Dalam studi G20 yang sama ini, negara-
negara berkembang dianggap mewakili wilayahnya, seperti Indonesia sebagai negara yang
mampu mewakili kepentingan negara berkembang, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merespon strategi diplomasi ekonomi
Indonesia di G20 World Economic Forum.

B. Perjalanan Pembentukan G20 Hingga Saat Ini


Kelahiran G-20 didorong oleh konteks globalisasi yang terus menguat. Banyak literatur
tentang globalisasi telah berbagi pandangan bahwa dunia menyusut, dan tidak ada negara
yang tidak terkena pengaruh yang terjadi di lingkungan eksternalnya. Saling ketergantungan
antar negara merupakan ciri utama dari tren globalisasi kontemporer, dan dalam konteks ini
kerjasama antara negara-negara di dunia adalah suatu keharusan. G20 adalah kelompok
informal 19 negara dan Uni Eropa, ditambah perwakilan dari Dana Moneter Internasional
(IMF) dan Bank Dunia (WB). G20 adalah forum ekonomi utama dunia yang letaknya
strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 65% populasi dunia, 79% perdagangan
global, dan setidaknya 85% ekonomi dunia.1.

Serangkaian krisis ekonomi pada 1990-an menunjukkan bahwa dunia baru


membutuhkan pendekatan baru untuk merespons dunia yang semakin kecil. Peso Meksiko
terdepresiasi pada bulan Desember 1994, mengantarkan krisis keuangan di negara itu yang

1
Yulius P Hermawan, PERAN INDONESIA DALAM G-20 LatarBelakang , Peran dan Tujuan Keanggotaan
Indonesia. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2011, hal 5.
berdampak pada negara-negara di Amerika Selatan. Indonesia, Thailand dan Korea Selatan
mengalami krisis moneter yang parah pada tahun 1997 dan dampaknya terasa di negara-
negara kawasan Asia. Rusia juga merasa rentan secara finansial pada tahun 1998; Di Brazil
tahun 1998-2002, Turki tahun 1999-2002, dan Argentina tahun 2000-2001. Negara-negara
seperti Cina dan India menanggapi krisis dengan cara yang berbeda; Apapun cara yang
digunakan, ada bahaya ledakan pengangguran dan melemahnya daya beli masyarakat, apalagi
ini akan berdampak sistemik pada transaksi perdagangan dunia.2.

Krisis keuangan tahun 1990-an menjadi perhatian serius para menteri keuangan negara-
negara maju dan berujung pada pengakuan bahwa sudah saatnya mengundang negara-negara
berkembang untuk bergabung dalam diskusi tentang restrukturisasi arsitektur keuangan
global. Paul Martin, Menteri Keuangan Kanada dan Lawrence Summer, Menteri Keuangan
AS yang kemudian memprakarsai Dialog G22 dan G33, di mana negara-negara dengan
ekonomi signifikan secara geografis dan ekonomi diundang untuk berpartisipasi. Dialog G-
20 reguler diadakan pada bulan Desember 1999, dan masih dilembagakan setiap tahun
sampai sekarang. Para pionirnya menyebut G-20 sebagai "terobosan baru untuk membuat
dunia yang lebih kecil menjadi lebih pemerintahan dan adil."3

G20 dapat didefinisikan sebagai komisi baru untuk mengelola masalah ekonomi global.
Komite awalnya terdiri dari menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari 8 negara G8
ditambah 10 negara dengan ekonomi kuat plus Australia dan Uni Eropa. G20 dipandang
sebagai kompromi baru dan lebih baik antara kerja sama multilateral yang ada. Jumlah yang
lebih besar, meskipun tidak terlalu besar dibandingkan dengan G7, memberikan peluang
untuk dialog yang lebih cair dengan hasil nyata yang lebih cepat, dan jumlahnya tentu jauh
lebih sedikit daripada Perserikatan Bangsa-Bangsa (192 negara) yang tampaknya terlalu
lambat untuk mengatasi masalah kritis yang dihadapi. Dunia. Dengan jumlah yang terbatas,
G20 percaya pada kemampuan dan efektivitas untuk mencapai tujuan bersama.

Pertemuan rutin juga telah dilakukan sejak pertemuan pertama G-20 di Berlin, Jerman.
G20 berfokus pada penanganan krisis ekonomi, kebijakan yang kondusif bagi pertumbuhan
ekonomi, penguatan sistem keuangan di masing-masing negara anggota, penanggulangan
serangan teroris 11 September di New York Twin Buildings, dan kerjasama dalam
pembekuan pendanaan teroris. Dialog kemudian mengarah pada diskusi tentang pentingnya
reformasi lembaga keuangan Bretton Woods, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.
2
Ibid.
3
Simela Viktor Muhammad, KTT G-20 DAN KEPENTINGAN INDONESIA. Jurnal, Vol 9 nomor 13. 2019.
Reformasi ini dipandang sebagai prasyarat penting untuk memperkuat arsitektur keuangan
global yang relatif kuat dalam mengantisipasi krisis ekonomi di masa depan.

Krisis ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2007 menetapkan pentingnya G-20.
Pendukung institusionalisasi G-20 melihat perlunya meningkatkan dialog G-20 dari tingkat
menteri ke tingkat konferensi tingkat tinggi. Hanya pemimpin politik yang dapat membuat
keputusan strategis yang, meskipun tidak mengikat secara hukum, memiliki implikasi untuk
memenuhi komitmen politik yang lebih kuat. Dengan demikian, kesepakatan yang dibuat
dalam forum antar pemerintah di tingkat tertinggi akan mengarah pada penyesuaian
kebijakan di masing-masing negara, termasuk keputusan yang bersifat teknis. Menjadikan
Forum G20 pada tingkat kepemimpinan tertinggi membuat keputusan yang diambil di Forum
"dapat ditindaklanjuti". KTT G20 pertama diadakan di Washington pada tahun 2008, diikuti
oleh London (2009), Pittsburgh (2009), Toronto (2010) dan Seoul (November 2010).4

Tiga KTT pertama berfokus terutama pada tanggap darurat terhadap krisis keuangan.
Koordinasi keseluruhan pengelolaan aset beracun, rekapitalisasi perbankan dan stimulus
fiskal dilaksanakan pada 2% dari PDB. Pada KTT Washington, para pemimpin G-20
menyepakati langkah-langkah mendesak yang harus diambil, seperti melakukan upaya serius
untuk menstabilkan sistem keuangan; mendukung kebijakan moneter yang sesuai dan
diperlukan untuk kondisi lokal; Menggunakan kebijakan fiskal untuk merangsang
permintaan domestik agar dapat memberikan dampak yang cepat dengan tetap
mempertahankan kerangka kebijakan yang tepat untuk kesinambungan fiskal; membantu
negara-negara berkembang dalam memperoleh pembiayaan dalam keadaan keuangan yang
sulit, termasuk melalui fasilitas likuiditas dan dukungan program; Mendukung Bank Dunia
dan bank-bank pembangunan multilateral untuk menggunakan kapasitas mereka dalam
mendukung program-program pembangunan; Memastikan bahwa Dana Moneter
Internasional, Bank Dunia dan bank pembangunan lainnya memiliki sumber daya yang cukup
untuk memainkan peran mereka dalam menangani krisis.

KTT di Washington juga menyepakati lima prinsip untuk mereformasi pasar keuangan
dan sistem regulasi untuk menghindari krisis serupa di masa depan. Prinsip-prinsip tersebut
adalah: (1) Mendorong transparansi dan akuntabilitas. (ii) Peningkatan organisasi yang kuat;
memperkuat integritas di pasar keuangan; (4) memperkuat kerja sama internasional; (5)
reformasi lembaga keuangan internasional. Empat kelompok kerja dibentuk khusus untuk
menangani isu-isu tertentu. Keempat kelompok kerja tersebut adalah Kelompok Kerja 1
4
Ibid.
yang menangani dana lindung nilai dan instrumen turunannya, standar akuntansi, dan
lembaga pemeringkat kredit; Kelompok Kerja 2 menangani pembentukan FSB, sanksi surga
pajak, dan perguruan tinggi pengawas; Kelompok Kerja 3 berurusan dengan Jalur Kredit
Fleksibel dan Peningkatan Modal IMF sebesar US$750 miliar; Kelompok Kerja 4
menangani dukungan anggaran sebesar $100 miliar, 200% saham di Bank Pembangunan
Asia, dan pembiayaan perdagangan sebesar $250 miliar. Keempat kelompok kerja tersebut
mewakili pendekatan G-20 untuk mengedepankan prinsip-prinsip yang diidentifikasi pada
KTT Washington.

Pada KTT London dan Pittsburgh dan pertemuan lanjutan di pejabat senior, kementerian
dan bank sentral, pelaksanaan komitmen Tindakan Mendesak dinilai dalam laporan kemajuan
13 dan ditindaklanjuti dengan komitmen baru. Sebuah kelompok kerja khusus dibentuk
untuk menyusun agenda dan rencana kerja. Untuk menghindari perdebatan yang sering
terjadi di KTT lain, G-20 fokus pada kesamaan anggotanya. KTT mengadopsi prinsip-
prinsip dasar yang tidak hanya mendefinisikan citra dan nilai simbolis, tetapi juga
memperkuat citra signifikan secara politik G-20. Hal ini penting untuk memungkinkan G-20
memulai diskusi tentang bagaimana membangun stabilitas dan kapasitas untuk mengelola
krisis ekonomi, masalah yang kewenangannya ada pada menteri keuangan dan gubernur bank
sentral.

Selain pertemuan tingkat tinggi dan pertemuan pejabat senior, menteri keuangan dan
gubernur bank sentral, G-20 juga memiliki Sherpa Meeting Organ. Pertemuan Sherpa
diadakan sebelum KTT yang bertujuan untuk menyelaraskan isu-isu yang secara khusus akan
menjadi agenda KTT. Dengan demikian, pertemuan di tingkat pemimpin bisa lebih efektif
karena lebih fokus pada isu dan kepentingan masyarakat dengan pendekatan yang disepakati
bersama di tingkat pejabat senior, kementerian dan pejabat Sherpa; Bukannya menimbulkan
perbedaan pendapat, justru dikhawatirkan akan memperpanjang perdebatan di tingkat
pimpinan negara. Untuk mempersiapkan KTT ini, para menteri keuangan G20 dan gubernur
bank sentral bertemu setiap tahun beberapa kali dalam setahun. G-20 tidak memiliki
Sekretariat Jenderal permanen. Dalam proses dan sistem kerja, G20 memiliki tuan rumah
(presiden) yang diputuskan secara aklamasi di KTT berdasarkan sistem rotasi regional dan
perubahan setiap tahunnya. Untuk memastikan bahwa semua pertemuan G20 berjalan lancar
setiap tahun, kepresidenan tahun ini bersama dengan kepresidenan sebelumnya dan
selanjutnya (disebut troika) mengkoordinasikan dengan erat kelangsungan agenda prioritas
G20.5.

C. Efektivitas G-20 dalam pemulihan krisis finansial Global


G20 berupaya keras mengoordinasikan kebijakan untuk mengatasi krisis ekonomi 1990-
an yang menyusul pada 2007. Fokus utamanya adalah bagaimana memulihkan pertumbuhan
ekonomi melalui sejumlah stimulus fiskal dan moneter. Apakah Kelompok Dua Puluh
berhasil mengatasi krisis keuangan global? Dan apakah G20 mampu membuktikan
efektivitasnya yang dikatakan menguntungkan karena terbatasnya jumlah anggota. Dalam
evaluasinya di KTT G-20 di Toronto di bulan Juni 2010, pemimpinpemimpin G-20
menyatakan:

“Upaya-upaya kami hingga hari ini telah membuahkan hasil-hasil yang baik.
Stimulus fiskal dan moneter yang terkoordinasi secara global, yang belum ada
presedennya, sedang memainkan peran besar dalam menata kembali permintaan
swasta dan pinjaman. Kami sedang mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
meningkatkan stabilitas dan kekuatan sistem finansial kami. Sumber-sumber bagi
lembaga-lembaga finansial internasional yang meningkat secara signifikan telah
membantu menstabilkan dan mengatasi dampak krisis pada masyarakat yang paling
rentan. Reformasi tata kelola dan manajemen yang sedang berlangsung, yang harus
diseleaikan, akan meningkatkan efektivitas dan relevansi lembaga-lembaga ini. Kami
telah berhasil menjaga komitmen kuat kami melawan proteksionisme6.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa secara umum terdapat tingkat pertumbuhan ekonomi
yang stabil di negara-negara anggota G20. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil di negara-negara non-G20. Hal ini dapat digunakan
untuk menunjukkan bahwa stabilisasi yang terjadi di negara-negara anggota G20 secara
langsung maupun tidak langsung menahan kontraksi yang sebelumnya terjadi di negara-
negara non-G20. Laporan Bank Dunia mencatat sejumlah kemajuan penting yang
mengoreksi penurunan pertumbuhan ekonomi di negara maju dan berkembang pada periode
2007-2009. PDB dunia yang turun sebesar 2,2 persen pada tahun 1999 diperkirakan akan
5
Alvela Salsabila Putri, G-20: MEDIATOR UNTUK KEMAJUAN EKONOMI. Jurnal Hubungan Internasional Nomor
8,Tahun 2020.
6
Yulius P Hermawan, PERAN INDONESIA DALAM G-20 LatarBelakang , Peran dan Tujuan Keanggotaan
Indonesia. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2011, Hal 20.
tumbuh menjadi 2,7 persen pada tahun 2010 dan 3,2 persen pada tahun 2011. Volume
perdagangan dunia, yang turun menjadi 14,4 persen pada tahun 2009, diperkirakan akan
meningkat, menjadi 4,3 persen. persen pada 2010 dan 6,2 persen. Pada tahun 2011. Bank
Dunia juga mencatat proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang menjadi
5,2 persen pada 2010 dan 5,8 persen pada 2011. Artinya meningkat dari 1,2 persen pada
2009. Negara-negara kaya juga tumbuh antara 1,8 dan 2,3 persen pada 2010 dan 2011.

Di antara negara-negara berkembang, kawasan Asia Timur dan Pasifik menunjukkan


pertumbuhan yang relatif kuat dibandingkan dengan Eropa dan Asia Tengah yang saat ini
sedang mengalami resesi; Perekonomian Timur Tengah dan Afrika Utara telah menunjukkan
kemampuan mereka untuk keluar dari dampak krisis yang menghancurkan. Negara-negara di
Amerika Latin dan Karibia juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hanya negara-
negara Afrika sub-Sahara yang masih merasakan dampak besar dari krisis keuangan global.
Namun, diakui bahwa risiko krisis masih membayangi perekonomian global. Kenaikan nilai
aset dan tekanan inflasi yang tinggi tetap menjadi perhatian para menteri keuangan Asia
Timur. Krisis di Yunani merupakan peringatan bahwa risiko utang negara dapat berakibat
fatal bagi risiko global yang sama dan mengacaukan arus modal internasional. Perekonomian
mungkin sudah mulai pulih dari krisis keuangan global dan pemulihan ini berkat kerja sama
ekonomi anggota G20. Namun, krisis ekonomi yang dihadapi Yunani yang melanda negara-
negara di Eropa menimbulkan pertanyaan seberapa stabil pemulihan ekonomi global
sebenarnya? 7.

Menteri-menteri Keuangan negara-negara anggota G-20 menyadari situasi ini dalam


pertemuan mereka di Busan, Korea bulan Juni 2010:
“Keguncangan dalam pasar finansial belakangan ini mengingatkan kita bahwa
masih terdapat tantangan besar dan semakin menunjukkan betapa pentingnya
kerjasama internasional.”26 Pemimpin-pemimpin G-20 secara terbuka juga
mengemukakan kepedulian yang sama dalam dokumen KTT Seoul: “Sejak kita
terakhir bertemu, pemulihan global terus berlanjut, tetapi tetap terjadi juga resiko
sebaliknya.

Selain pertanyaan mengenai stabilitas pemulihan ekonomi nasional dan global, masih
ada pertanyaan apakah dampak sosial dari krisis juga telah teratasi. Laporan Bank Dunia
mencatat bahwa krisis keuangan memiliki efek kumulatif yang sangat serius terhadap
7
Arum Tri Utami, Analisis Efektivitas G20 Dalam Menangani Krisis Finansial Tahun 2008. Jurnal Ignisia, Vol 3
nomor 2. 2016.
kemiskinan. Diperkirakan lebih dari 64 juta orang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem
pada akhir 2010. Krisis tersebut juga menambah beban berat negara-negara miskin untuk
menangani ribuan anak-anak yang kekurangan gizi. G20 menaruh perhatian besar pada
agenda pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan stimulus fiskal dan moneter, terutama dalam
empat tahun terakhir. Dengan ditetapkannya kebijakan manajemen krisis diyakini akan ada
perbaikan di sektor ketenagakerjaan, terutama jika sektor produksi dapat dihidupkan kembali.
Dengan demikian, peningkatan daya beli individu akan meningkat seiring dengan
kebangkitan sektor-sektor produksi. Faktanya, efek limpahan ini tidak selalu berjalan
beriringan.

Negara-negara menghadapi situasi yang berbeda mengenai tingkat pengangguran dan


kemiskinan. G-20 telah memperhatikan kesenjangan tingkat kemajuan di negara berkembang
dan negara maju, serta pengurangan kemiskinan. Di era krisis ini, isu ini menjadi sangat
sensitif karena anggapan umum bahwa kesenjangan semakin melebar akibat krisis keuangan
di negara-negara maju. Pada KTT Toronto, para pemimpin G20 sepakat untuk membentuk
kelompok kerja pembangunan dengan mandat untuk menetapkan agenda pembangunan dan
rencana aksi nyata, yang selaras dengan fokus G20 untuk mendorong pertumbuhan dan
ketahanan ekonomi. KTT Seoul menindaklanjuti Agenda Pembangunan dengan
mengidentifikasi masalah-masalah utama yang menghambat pembangunan di negara-negara
berkembang dan menetapkan agenda untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.8.

D. Kepentingan Indonesia dalam G-20


Menjadi anggota G20 yang pertama membuat Indonesia lebih percaya diri untuk menjaga
ketahanan ekonomi dalam menghadapi krisis besar yang melanda dunia. Sejak G-20
mengadakan pertemuan tingkat menteri pertama pada tahun 1999, telah difokuskan pada
cara-cara yang efektif untuk menangani krisis. Diyakini bahwa tindakan kolektif diperlukan
untuk mengatasi krisis ekonomi. Indonesia telah mengalami setidaknya dua krisis ekonomi
sejak tahun 1990-an. Krisis terparah pertama terjadi pada 1997-1998 yang ditandai dengan
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Krisis moneter ini kemudian berdampak
sistemik terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Krisis kedua terjadi pada
tahun 2008, yang merupakan akibat dari krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat.

8
Yulius Purwadi Hermawan, LEGITIMASI, EFEKTIVITAS DAN AKUNTABILITAS G-20 SEBAGAI KLUB EKSKLUSIF
DALAM PEMBENTUKAN TATA KELOLAEKONOMI GLOBAL. Program Studi Hubungan Internasional, Universitas
Katolik Parahyangan.
Meski tingkat pengangguran di Indonesia pada krisis kali ini tidak setinggi sebelumnya,
namun Indonesia tetap menerima dampak negatifnya. Dalam krisis ini, produsen lokal
menghadapi masalah untuk menjual produknya di pasar global seperti Amerika Serikat.9

Setelah mengalami dua kali krisis ekonomi, Indonesia berpeluang untuk berkontribusi
dalam pembentukan struktur ekonomi global yang mampu bertahan dari krisis serupa yang
mungkin terjadi di masa depan. Bagi Indonesia, G-20 tentu memiliki sejumlah kepentingan
strategis. G20 merupakan forum yang berfokus pada isu-isu ekonomi, khususnya
perdagangan, investasi, dan pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, melalui G20,
Indonesia diharapkan mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor
pembangunan infrastruktur.

Dalam Renstra 2015-2019 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia disebutkan bahwa
posisi Indonesia sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota G20
memotivasi Indonesia untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi ini. Krisis ekonomi
global dan promosi reformasi tata kelola ekonomi global. Oleh karena itu, diplomasi
Indonesia di G20 perlu mengedepankan kepentingan perekonomian nasional untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik (growth with equity). Diplomasi
Indonesia untuk mendukung pertumbuhan atau pertumbuhan yang berkualitas selaras dengan
kepentingan negara berkembang. Lebih lanjut, Menlu Retno Marsudi menyampaikan arah
politik luar negeri Indonesia melalui diplomasi 4+1 (Kemenlu, 2019). Diplomasi ini
termasuk penguatan diplomasi ekonomi. diplomasi perlindungan, diplomasi kedaulatan, dan
diplomasi kebangsaan; Dan peran Indonesia di kawasan dan dunia. Sementara itu,
keuntungan tambahan adalah penguatan infrastruktur diplomatik. Secara rinci, prioritas
penguatan diplomasi ekonomi yang terdiri dari enam langkah strategis telah disiapkan.

Pertama, kapitalisasi memperkuat pasar domestik. Argumentasi dalam poin ini adalah
Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa merupakan
peluang kerjasama bilateral, regional dan global untuk menarik konsumen lokal. Ini
merupakan langkah strategis yang diambil pemerintah dalam diplomasi di Forum G20.
Akselerasi diplomasi ekonomi terlihat sebagai salah satu pilar politik luar negeri Indonesia
pada KTT G20 di Antalya Toukri pada 15 November 2015. Meski diplomasi lebih bersifat
bilateral, namun diakui pentingnya isu ekonomi dan politik untuk saling bersinergi. Dua
pertemuan penting pemerintah diadakan dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi membahas pentingnya kerja sama kedua negara di bidang
9
Yulius P Hermawan, Peran Indonesia dalam G-20, (Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2003), 43.
ekonomi. Jokowi meminta Kanada untuk tetap menjadi pasar produk Indonesia dan
mendorong peningkatan sumber daya dan investasi serta infrastruktur.

Langkah strategis kedua adalah memperkuat pasar tradisional dan penetrasi ke pasar non-
tradisional. Pada titik ini, selain menetapkan prioritas dan terus membangun hubungan
ekonomi tradisional seperti Eropa, Amerika, China dan Indonesia, juga menargetkan Afrika
sebagai pasar non-tradisional melalui kemitraan Indonesia Africa Forum dan Indonesia
Africa Dialogue on Infrastructure. Kemitraan antara Indonesia dan Afrika telah berlangsung
sejak lama. Hal ini terlihat ketika Konferensi Gerakan Non-Blok disponsori oleh Indonesia,
dan kemitraan ini semakin erat ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika
pada tahun 2015. Salah satu peran Indonesia dalam menjadikan Afrika sebagai pasar non-
tradisional terlihat di G20. KTT diadakan di Jerman pada tahun 2017.

Langkah strategis diplomasi ekonomi Indonesia yang ketiga adalah penguatan


perundingan perdagangan dan investasi. Pada upaya ini Indonesia meningkatkan kerja sama
komprehensif seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Free Trade
Agreement (FTA), Preferential Trade Agreement (PTA). Mitra kerja sama tersebut adalah
peluang Indonesia dalam menjalin dan membuka peluang investasi untuk mendapatkan
pemasukan negara yang besar. Kemitraan ini merupakan bagian penting untuk terus
mengasah progesivitas diplomasi Indonesia pada saat negara lain pertumbuhan ekonominya
stagnan. Misalnya di forum G20 masih sangat menarik bagi Indonesia. Keterlibatan
Indonesia pada tahun 2018 atau KTT G20 yang dilaksanakan di Argentina. Uniknya pada
pertemuan ini Indonesia diwakili oleh Jusuf Kalla yang membicarakan beberapa hal di
antaranya adalah kondisi ekonomi global yang berorientasi pada komitmen membangun
ekonomi yang kuat, berkesinambungan, seimbang dan inklusif dengan tercapainya inklusi
perdagangan yang adil, transparan, rule based, non diskriminatif, dan pembentukan sistem
pajak perdagangan yang efisien.

Langkah keempat adalah mempromosikan perdagangan dan investasi yang terintegrasi


dan mendorong investasi asing. Pada tahap ini, Indonesia berupaya memaksimalkan BIT
dengan berkoordinasi dengan beberapa pemangku kepentingan seperti BUMN, BUMD,
kementerian dan lembaga terkait. Dalam rangka menciptakan iklim investasi yang nyata
dengan tetap mengedepankan produk-produk yang mampu bersaing di pasar regional dan
global. Jokowi yang selalu mengatakan bahwa setiap pertemuan Indonesia harus ada
manfaat. "Penjualan" diplomat Indonesia harus bisa mendatangkan investor ke Indonesia.
Hal ini kemudian ditunjukkan dengan penguatan kerja sama antara BKPM dan Departemen
Luar Negeri untuk mendorong investasi.

Selain itu, langkah kelima adalah menjaga kepentingan strategis perekonomian Indonesia,
karena Indonesia pada tahap ini berupaya menciptakan iklim investasi, ekspor, dan impor
yang tidak diskriminatif. Hal ini terkait dengan promosi diskriminasi terhadap produk
minyak sawit atau CPO Indonesia di Uni Eropa. Hal ini tentu saja bertentangan dengan
prinsip pasar bebas, yang memberikan kebebasan kepada setiap negara untuk mengirimkan
produk ekspornya sepanjang memenuhi standar importir, dan tidak terbatas pada hambatan
ekspor tarif dan nontarif. . CPO merupakan sumber pendapatan bagi enam juta penduduk
Indonesia, sehingga sektor ini sangat strategis bagi Indonesia.

Terakhir, langkah strategis keenam yang mendukung diplomasi ekonomi Indonesia, yaitu
promosi Ekonomi 4.0 yang mencakup industri digital, ekonomi kreatif, dan pengembangan
sumber daya manusia Indonesia. Kebijakan ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas
berbagai industri di Indonesia, serta membuka akses masyarakat kelas menengah ke bawah di
pasar internasional, inklusi keuangan, dan ekonomi kreatif, sehingga pertumbuhan ekonomi
nasional semakin tinggi. Terkait dengan visi pembangunan ekonomi inklusif Presiden
Jokowi, pada KTT G20 di Osaka 2019, Indonesia mengembangkan konsep IDEA Hub
sebagai platform global bagi para pelaku bisnis digital, terutama yang telah mencapai status
unicorn, untuk mengumpulkan ide dan berbagi pengalaman yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi pemerintah dan sektor Swasta dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM).10

E. Simpulan

Indonesia sebagai negara demokrasi selalu mengambil posisi strategis untuk mencapai
kepentingan ekonominya. Perekonomian merupakan bidang yang penting dalam
mengarahkan politik luar negeri Indonesia, sehingga perekonomian merupakan upaya
Indonesia untuk ikut serta dalam stabilitas perekonomian nasional, regional dan internasional.
Cara berpikir ini adalah bentuk rasionalitas negara modern yang menghitung setiap kontribusi
melalui tindakan. Perubahan ekonomi politik global tentunya membutuhkan peran aktif dan
adaptif dalam menjalin hubungan ekonomi dalam kerangka kerja sama internasional.
10
Wiwiek Rukmi Dwi Astuti and Laode Muhamad Fathun, “DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA DI DALAM REZIM
EKONOMI G20 PADA MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO, Journal of International Studies 5, No. 1 (2020),
62.
Diplomasi ekonomi merupakan salah satu alat penting bagi Indonesia dalam mencapai
kemakmuran Indonesia, sehingga kemampuan diplomasi ekonomi menjadi sangat penting.

Kiprah Indonesia kemudian ditunjukkan dengan keikutsertaan Indonesia dalam G-20


sebagai upaya untuk berkontribusi pada perekonomian global. Orientasi ekonomi yang tinggi
menjadikan diplomasi ekonomi sebagai pilihan rasional bagi Indonesia untuk melindungi
kepentingannya di luar negeri. Diplomasi ekonomi Indonesia digunakan sebagai upaya untuk
mencapai kepentingan nasional dan internasional di bidang perdagangan, investasi dan
keuangan. Kerjasama dengan ketiga bidang tersebut diharapkan dapat menjadi indikasi untuk
menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dan global serta sebagai upaya untuk mencari dan
mempertahankan mitra Indonesia di luar negeri. Dengan demikian, upaya ini merupakan
bentuk implementasi politik luar negeri Indonesia di bidang ekonomi.

F. Daftar Pustaka

Astusti, Wiwiek Rukmi Dwi and Laode Muhamad Fathun, “Diplomasi Ekonomi Indonesia
Di Dalam Rezim Ekonomi G20 Pada Masa Pemerintahan Joko Widodo, Journal of
International Studies 5, No. 1 (2020).

Hermawan, Yulius Purwadi. LEGITIMASI, EFEKTIVITAS DAN AKUNTABILITAS G-20


SEBAGAI KLUB EKSKLUSIF DALAM PEMBENTUKAN TATA KELOLAEKONOMI
GLOBAL. Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan.

Hermawan, Yulius P. (2003). Peran Indonesia dalam G-20. Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung.

Muhammad, Simela Viktor. “KTT G-20 DAN KEPENTINGAN INDONESIA” Jurnal, Vol
9 nomor 13. 2019.

Putri, Alvela Salsabila. “ G-20: MEDIATOR UNTUK KEMAJUAN EKONOMI”. Jurnal


Hubungan Internasional Nomor 8,Tahun 2020.

Utami, Arum Tri. “Analisis Efektivitas G20 Dalam Menangani Krisis Finansial Tahun
2008”. Jurnal Ignisia, Vol 3 nomor 2. 2016.

Anda mungkin juga menyukai