aspx
2. Kebijakan Pajak
4. Isu lainnya
Presidensi G20
Indonesia Memegang Presidensi G20
Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-
membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat
dan berkelanjutan
Logo
Sama seperti pohon yang terus tumbuh dan berguna bagi lingkungan
sekitarnya, logo ini juga menjadi ilustrasi pengharapan atas tumbuhnya
perekonomian global, yang akan memberikan dampak positif bagi kehidupan
masyarakat.
Pilar Presidensi G20 Indonesia 2022
4. Sustainable Finance
Membahas risiko iklim dan risiko transisi menuju ekonomi rendah
karbon, dan sustainable finance (keuangan berkelanjutan) dari sudut
pandang makroekonomi dan stabilitas keuangan
6. International Taxation
Membahas perpajakan internasional, utamanya terkait dengan
implementasi Framework bersama OECD/G20 mengenai strategi
perencanaan pajak yang disebut Base Erotion and Profit
Shifting (BEPS),
G20 adalah forum internasional yang fokus pada koordinasi kebijakan di bidang ekonomi dan
pembangunan. G20 merepresentasikan kekuatan ekonomi dan politik dunia, dengan komposisi
anggotanya mencakup 80% PDB dunia, 75% ekspor global, dan 60% populasi global. Anggota-
anggota G20 terdiri atas 19 negara dan 1 kawasan, yaitu: Argentina, Australia, Brasil, Kanada,
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Republik Korea,
Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Berdiri pada tahun 1999, G20 lahir sebagai respons atas krisis ekonomi dunia pada tahun 1997-1998.
Tujuannya adalah memastikan dunia keluar dari krisis dan menciptakan pertumbuhan ekonomi global
yang kuat dan berkesinambungan. Awalnya, G20 merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan
Gubernur Bank Sentral, dan kini telah berkembang dengan pembahasan di berbagai bidang
pembangunan. Sejak 2008, G20 juga mulai menghadirkan Kepala Negara dalam pertemuan KTT.
Kini, dunia kembali berada pada masa krisis multidimensional akibat pandemi COVID-19. G20
sebagai kumpulan Ekonomi utama dunia, yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi, memiliki
kapasitas untuk mendorong pemulihan.
Untuk itu, sebagai Presidensi G20, Indonesia mengusung semangat pulih bersama dengan tema
“Recover Together, Recover Stronger". Tema ini diangkat oleh Indonesia, menimbang dunia yang
masih dalam tekanan akibat pandemi COVID-19, memerlukan suatu upaya bersama dan inklusif,
dalam mencari jalan keluar atau solusi pemulihan dunia.
Untuk mencapai target tersebut, Presidensi Indonesia fokus pada tiga sektor prioritas yang dinilai
menjadi kunci bagi pemulihan yang kuat dan berkelanjutan, yaitu:
Berkaca dari pandemi yang saat ini masih berlangsung, arsitektur kesehatan global akan diperkuat.
Tidak hanya untuk menanggulangi pandemi saat ini, namun juga untuk mempersiapkan dunia agar
dapat memiliki daya tanggap dan kapasitas yang lebih baik dalam menghadapi krisis kesehatan lain ke
depannya.
(2) Transformasi digital
Transformasi digital merupakan salah satu solusi utama dalam menggerakkan perekonomian di kala
pandemi, dan telah menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang baru. Untuk itu, Presidensi
Indonesia akan berfokus kepada peningkatan kemampuan digital (digital skills) dan literasi digital
(digital literacy) guna memastikan transformasi digital yang inklusif dan dinikmati seluruh negara.
(3) Transisi energi
Guna memastikan masa depan yang berkelanjutan dan hijau dan menangani perubahan iklim secara
nyata, Presidensi Indonesia mendorong transisi energi menuju energi baru dan terbarukan dengan
mengedepankan keamanan energi, aksesibilitas dan keterjangkauan.
Visinya adalah Presidensi G20 yang bermanfaat bagi semua pihak, termasuk negara berkembang,
negara pulau-pulau kecil, serta kelompok rentan, dan tidak hanya demi kepentingan anggota G20
itu sendiri.
Untuk itu, Indonesia pun memberikan perhatian besar kepada negara berkembang di Asia, Afrika,
Amerika Latin, termasuk negaranegara kepulauan kecil di Pasifik dan Karibia. Selain refleksi spirit
of inclusiveness, hal ini juga memberikan representasi yang lebih luas kepada G20.
Terdapat 9 (sembilan) negara undangan pada Presidensi G20 Indonesia, yaitu Spanyol, Ketua Uni
Afrika, Ketua the African Union Development Agency-NEPAD (AU-NEPAD), Ketua Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN), Belanda, Singapura, Persatuan Emirat Arab, Ketua The
Caribbean Community (CARICOM), dan Ketua Pacific Island Forum (PIF).
Di dalam G20 terdapat dua pilar pembahasan, yaitu pilar keuangan yang disebut Finance Track; yang
kedua adalah pilar Sherpa Track yang membahas isuisu ekonomi dan pembangunan nonkeuangan.
Setiap pilar dimaksud memiliki kelompok kerja yang disebut Working Groups.
Selain kedua track di atas, juga terdapat Engagement Groups, yaitu 10 kelompok komunitas berbagai
kalangan profesional, yang mengangkat berbagai topik pembahasan.
Setiap kelompok Engagement Group memiliki peran penting bagi pemulihan global, terutama melalui
gagasan konkrit dan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran untuk para pemimpin G20.
Presidensi G20 Indonesia menjadwalkan lebih dari 180 rangkaian kegiatan utama, termasuk
pertemuan Engagement Groups, Pertemuan Working Groups, Pertemuan Tingkat Deputies / Sherpa,
Pertemuan Tingkat Menteri, hingga Pertemuan Tingkat Kepala Negara (KTT) di Bali nanti.
Rangkaian kegiatan Presidensi Indonesia akan tersebar di lebih dari 20 kota di Indonesia.
Adapun 1st Sherpa Meeting di Jakarta pada tanggal 7-8 Desember 2021 menjadi pertemuan perdana
pada Presidensi G20 Indonesia.
Dengan berbagai kegiatan sepanjang tahun tersebut, tentu terdapat banyak manfaat strategis dari
Presidensi G20. Potensi ini dapat diukur dari aspek ekonomi, politik luar negeri,
maupun pembangunan sosial.
Pengalaman sebelumnya pada Presidensi Turki, Argentina, Tiongkok, dan Jepang menunjukkan
adanya dampak positif ke dalam negeri. Tercatat jumlah kunjungan delegasi internasional mencapai
lebih dari 13 ribu. Diperkirakan juga bahwa setiap KTT G20 menghasilkan pemasukan lebih dari
$100 juta atau Rp1,4 Triliun kepada host country.
Kedua, di bidang politik, sebagai Ketua G20, Indonesia dapat mendorong kerja sama dan
menginisiasi hasil konkret pada ketiga sektor prioritas, yang strategis bagi pemulihan.
Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk memperoleh kredibilitas atau kepercayaan dunia, dalam
memimpin pemulihan global. Dalam diplomasi dan politik luar negeri, kredibilitas adalah modal yang
sangat berharga.
Ketiga, di bidang pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan. Presidensi G20 menjadi
momentum untuk tunjukkan bahwa 'Indonesia is open for business'. Akan terdapat
berbagai showcase atau event yang menampilkan kemajuan pembangunan Indonesia, dan potensi
investasi di Indonesia.
Logo
(Logo Presidensi G20 Indonesia)
Semangat pulih bersama terefleksikan jelas pada logo Presidensi Indonesia. Dengan warna dasar
merah¬putih serta desain yang memadukan siluet gunungan, logo Presidensi G20 Indonesia juga
sangat kental menunjukkan identitas bangsa Indonesia.
Siluet gunungan menggambarkan kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan menuju babak
baru. Ini mencerminkan optimisme dan semangat untuk pulih dari pandemi dan memasuki babak baru
pembangunan hijau dan inklusif. Di dalamnya juga terdapat motif batik kawung, yang secara filosofis
melambangkan semangat untuk berguna bagi sesama.
Dalam konteks G20, logo ini menggambarkan tekad Presidensi G20 Indonesia untuk mendorong
pemulihan dunia, setelah dua tahun dunia berjuang menghadapi pandemi Covid19. Dalam proses
pulih bersama ini, G20 harus hadir secara inklusif, untuk kepentingan dunia. Layaknya DNA politik
luar negeri Indonesia, bentuk tanaman merambat menunjukkan Presidensi Indonesia sebagai “bridge
builder" dan “part of solution".
(Logo G20 dalam aplikasi dengan latar belakang)
Semangat pulih bersama terefleksikan jelas pada logo Presidensi Indonesia. Dengan warna dasar
merah¬putih serta desain yang memadukan siluet gunungan, logo Presidensi G20 Indonesia juga
sangat kental menunjukkan identitas bangsa Indonesia.
Siluet gunungan menggambarkan kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan menuju babak
baru. Ini mencerminkan optimisme dan semangat untuk pulih dari pandemi dan memasuki babak baru
pembangunan hijau dan inklusif. Di dalamnya juga terdapat motif batik kawung, yang secara filosofis
melambangkan semangat untuk berguna bagi sesama.
Dalam konteks G20, logo ini menggambarkan tekad Presidensi G20 Indonesia untuk mendorong
pemulihan dunia, setelah dua tahun dunia berjuang menghadapi pandemi Covid¬19. Dalam proses
pulih bersama ini, G20 harus hadir secara inklusif, untuk kepentingan dunia. Layaknya DNA politik
luar negeri Indonesia, bentuk tanaman merambat menunjukkan Presidensi Indonesia sebagai “bridge
builder" dan “part of solution".
Dalam pengaplikasiannya, logo G20 menggunakan latar belakang siluet dua gunung, yaitu Gunung
Agung dan Gunung Abang di Bali. Gambar tersebut menggunakan gradasi warna merah-biru yang
terinspirasi dari keindahan gradasi warna saat matahari terbit, sekaligus mewakili pengharapan akan
hadirnya hari-hari baru yang penuh akan perubahan positif.
https://www.indonesia-frankfurt.de/ekonomi/peran-indonesia-dalam-ekonomi-internasional/
Indonesia adalah satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G-20 (atau Kelompok
20). Negara-negara dalam kelompok ini terdiri dari 19 negara dan ditambah dengan Uni
Eropa; menguasai 75% perdagangan dunia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil setiap tahunnya telah menempatkan negara
ini menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Keberhasilan Indonesia menjadi economy
global power tersebut tak lepas dari modal pembangunan yang dimiliki Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang memiliki modal pembangunan sangat lengkap, mulai
dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah, sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, iklim demokrasi yang stabil, dan letak geografis yang strategis.
Berdasarkan survei 600 CEO dari PWC (2014) mengungkap bahwa Indonesia menjadi
tujuan investasi ke-3 setelah Cina dan Amerika Serikat di antara negara-negara anggota
APEC. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan Indonesia akan menjadi
negara dengan kekuatan ekonomi ketujuh terbesar dunia pada 2030.
https://www.umy.ac.id/punya-posisi-strategis-indonesia-harus-mampu-jaga-hubungan-baik-dengan-
negara-lain%E2%80%8B
Saat ini Indonesia telah menjadi negara denagan posisi yang sangat
strategis di ASEAN dengan menjalin hubungan baik dengan berbagai
negara di dunia. Selan itu, tingkat perekonomian Indonesia yang menjadi
terbesar di ASEAN membuat Indonesia menjadi negara terpandang di
kawasan regional. Oleh sebab itu Indonesia dituntut selalu mampu
menjaga hubungan diplomatiknya dengan negara-negara di dunia.
Hubungan baik antar Indonesia dengan negara lainnya harus tetap dijaga,
karena menurutnya fenomena globalisasi saat ini menutut setiap negara
untuk melakukan kerjasama. Sebab, suatu persoalan yang dialami suatu
negara tidak dapat diselesaikan tanpa adanya kerjasama dengan negara
sahabat.
“Suka atau tidak sistem kepartaian itu yang menjadi penting untuk
menentukan pemimpin, tapi diharapkan juga bahwa dengan partai akan
melahirkan figur pemimpin yang mengedepankan kepentingan rakyat, kita
lihat bagaimana partai mengantarkan SBY menjadi presiden, dan kini
Jokowi, yang nanti juga sudah pasti peranan penting pengaruh serta posisi
Indonesia di internasional” jelasnya.
0 Komentar
1/1
Kelima karakteristik tersebut termuat dalam Cetak Biru MEA yang ditetapkan pada
Pertemuan ke-38 ASEAN Economic Ministers (AEM) di Kuala Lumpur, Malaysia bulan
Agustus 2006. Cetak Biru MEA memiliki sasaran dan kerangka waktu yang jelas
dalam mengimplementasikan berbagai langkah serta fleksibilitas yang disepakati
sebelumnya untuk mengakomodasi kepentingan seluruh negara anggota ASEAN.
Selanjutnya, pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura bulan November 2007 disepakati
peta kebijakan (roadmap) untuk mencapai MEA.
D. ASEAN yang Berdaya Tahan, Inklusif, Berorientasi Pada Rakyat, dan Berpusat
Pada Rakyat
Cetak Biru MEA 2025 berupaya untuk memperkuat karakteristik ketiga dari Cetak
Biru MEA 2015 yaitu “Pembangunan Ekonomi Yang Adil” dengan memperdalam
elemen-elemen yang ada dan menggabungkan elemenelemen penting lainnya.
https://kemlu.go.id/portal/id/read/113/halaman_list_lainnya/masyarakat-ekonomi-
asean-mea#:~:text=MEA%202025%20merupakan%20kelanjutan
%20dari,masyarakat%3B%20serta%20ASEAN%20yang%20global.
Latar Belakang
Pada tahun 2015, negara anggota ASEAN telah menyetujui Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN
2025. Cetak Biru MEA 2025 akan terbangun di atas Cetak Biru MEA 2015 yang terdiri dari lima
karakteristik yang saling terkait dan saling menguatkan, yaitu:
(d) ASEAN yang tangguh, inklusif, serta berorientasi dan berpusat pada masyarakat; dan
(e) ASEAN yang global. MEA 2015 bertujuan meningkatkan kesejahteraan ASEAN yang memiliki
karakteristik sebagai pasar dan basis produksi tunggal, kawasan ASEAN yang lebih dinamis dan berdaya
saing, memiliki pembangunan yang setara, serta mempercepat keterpaduan ekonomi di kawasan ASEAN
dan dengan kawasan di luar ASEAN.
Untuk mengimplementasikan Blueprint MEA 2015, ditentukan scorecard yang
berisikan deliverables yaitu:
Per 31 Desember 2017, tercatat 72 dari 118 prioritas (61%) implementasi MEA di tahun 2017 telah
berhasil diimplementasikan. Dari 46 prioritas yang belum diimplementasi, 12 di antaranya telah
diimplementasi oleh beberapa negara anggota ASEAN. Adapun Indonesia sejauh ini telah
mengimplementasikan 85 dari 118 prioritas tersebut.
MEA 2025 merupakan kelanjutan dari MEA 2015, dan bertujuan untuk membuat ekonomi ASEAN
semakin terintegrasi dan kohesif; berdaya saing dan dinamis; peningkatan konektivitas dan kerja sama
sektoral; tangguh, inklusif, berorientasi serta berpusat pada masyarakat; serta ASEAN yang global.
Cakupan kerja sama ekonomi ASEAN : Kerja sama ekonomi ASEAN mencakup bidang perindustrian,
perdagangan, investasi, jasa dan transportasi, telekomunikasi, pariwisata, serta keuangan. Selain itu, kerja
sama ini mencakup bidang pertanian dan kehutanan, energi dan mineral, serta usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM). Dapat kita lihat profil perekonomian ASEAN sebagai berikut:
a. Negara ASEAN kaya akan komoditas sumber daya alam berupa energi, mineral dan tanaman
pangan;
b. Jumlah penduduk ASEAN yang besar, yaitu 632 Juta Jiwa (2015), mayoritas adalah usia
produktif;
c. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN relatif tinggi, rata-rata 5% - 6% per tahun. Untuk
mendorong kesetaraan pembangunan antarnegara anggota (narrowing the development gap),
ASEAN memiliki Initiative for ASEAN Integration (IAI) atau Inisiatif Integrasi ASEAN (IIA). IIA
bertujuan menciptakan pembangunan merata antara ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) dengan CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan
Vietnam).
1. Perdagangan ASEAN
a. Perdagangan Barang ASEAN
3. Investasi
6. Pariwisata
ASEAN memiliki kerja sama ekonomi dengan pihak eksternal yang diwujudkan dalam
ASEAN+1 Free Trade Area Partners (AFPs), yakni perdagangan bebas dengan Tiongkok (RRT),
Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru, serta India. Sedangkan FTA antara ASEAN
dan Hong Kong telah selesai dinegosiasikan pada tahun 2017.
8. UMKM
Sejak tahun 2016, Kementerian Koperasi dan UKM bertindak sebagai focal point dalam kerja
sama ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprises
(ACCMSME). Forum kerja sama tersebut menjembatani sinergi dan integrasi program-program
kerja di level ASEAN dengan program kerja nasional, khusunya dalam pengembangan UMKM.
Partisipasi Kementerian Koperasi dan UKM dalam ACCMSME diwujudkan melalui
keterlibatan dalam kegiatan dan program-program pengembangan UMKM yang
diimplementasikan di negara anggota ASEAN, yang mengacu pada Rencana Aksi Strategis
Pengembangan UMKM ASEAN (Strategic Action Plan on SMEs Development).
Sebagai salah satu upaya dalam mempromosikan dan menyebarluaskan informasi mengenai
ASEAN SME Academy, ASEAN telah menyelenggarakan Training of Facilitators (ToF) pada
tahun 2016 di sejumlah negara ASEAN, termasuk Indonesia. Pelatihan tersebut dilaksanakan
pada tanggal 26-27 Oktober 2016 bertempat di Jakarta, dan dihadiri oleh sebanyak 30
fasilitator, termasuk di antaranya pendamping Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT). Para
peserta pelatihan dipilih dan dikoordinir oleh Kementerian Koperasi dan UKM, sebagai focal
point ASEAN Coordinating Committee on Micro, Small, and Medium Enterprises (ACCMSME) di
Indonesia.
Agar lebih memudahkan dalam penggunaan ASEAN SME Academy, ASEAN dan US- ACTI
telah meluncurkan booklet, yang berisi panduan dalam mengakases ASEAN SME Academy.
Booklet ini akan disebarluaskan di negara ASEAN dan saat ini telah tersedia dalam Bahasa
Indonesia.
ASEAN SME Portal ini tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh UKM namun juga bagi pemerintah,
pihak swasta, dan lembaga maupun organisasi lainnya dalam menyeberluaskan informasi
mengenai program, layanan dan kegiatan yang dilakukan yang bermanfaat bagi UKM. Berbagai
jenis layanan dukungan UKM yang dibuat oleh penyedia layanan UKM dimuat dalam suatu laman
yang berisi layanan-layanan yang dapat diakses oleh seluruh UKM dari 10 negara anggota
ASEAN yang telah terdaftar di portal tersebut. UKM yang ingin mengakses layanan dapat
mencari jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Saat ini ASEAN SME Portal tengah terus dikembangkan agar manfaat dari portal tersebut dapat
lebih dirasakan oleh UKM. Salah satu langkah yang ditempuh oleh Kementerian Koperasi dan
UKM dalam hal ini Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran adalah dengan melakukan
koordinasi dan sosialisasi bersama stakeholder terkait agar informasi mengenai website tersebut
dapat disebarluaskan sehinggga kebermanfaatannya oleh UKM dapat lebih maksimal.
ASEAN Task Force on Starting a Business merupakan satuan tugas yang dibentuk dari kerangka
kerja sama ACCMSME, di mana anggotanya terdiri dari perwakilan 10 negara anggota ASEAN
(AMS). Tujuan pembentukan task force ini adalah untuk membantu optimalisasi perizinan
berusaha di negara ASEAN. Setiap tahunnya, anggota task force berkumpul untuk melakukan
pertemuan di mana dilakukan pembahasan mengenai progres dari implementasi workplan task
force dan sharing best practice serta update terkini mengenai kebijakan maupun program
pendaftaran usaha di masing-masing AMS.
Pada tahun ini, pertemuan 3rd ASEAN Task Force on Starting a Business dilaksanakan di
Luang Prabang, Laos. Dalam pertemuan tersebut, Deputi Bdang Produksi dan Pemasaran,
Kementerian Koperasi dan UKM bertindak sebagai Chair, karena status Indonesia sebagai country
champion pada strategic goal D (Enhance policy regulation and environment) dalam Strategic
Action Plan for SMEs Development. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia
memaparkan best practice terkait sistem online single submission, sebagai sebuah sistem
terintegrasi bagi pendaftaran usaha di Indonesia.
Sistem ini dibuat dalam rangka tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017
tentang percepatan prosedur perizinan berusaha yang sudah diberlakukan di Indonesia. Sistem
terintegrasi ini nantinya diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam rangka mencapai
target workplan task force 2025 yaitu Single Identification Number, yang merupakan sistem
identifikasi penomoran tunggal bagi pelaku usaha di ASEAN.
ASPI 2018 merupakan program kerja sama ASEAN - OECD yang sudah berjalan sejak
tahun 2017, di mana sesuai dengan yang disepakati dalam ACCMSME, OECD selaku organisasi
mitra melakukan penilaian terhadap kebijakan UMKM di seluruh AMS. Penilaian kebijakan ini
sebagai kajian yang bertujuan untuk menggambarkan indeks kebijakan UMKM dan memberikan
rekomendasi bagi pemerintah dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan. Pada tahun
2018 Indonesia mendapatkan skor indeks sebesar 4,11 dan berada di peringkat ke-4, setelah
Singapura, Malaysia, dan Thailand. Saat ini OECD tengah menyusun laporan akhirnya di mana
nantinya hasil resminya akan dipublikasi pada akhir tahun 2018 dan akan disosialisasikan
melalui workshop yang dihadiri oleh sejumlah K/L terkait yang memiliki kebijakan
pengembangan UMKM dan terlibat dalam penyusunan ASPI 2018.
Reviu dilakukan terhadap seluruh aspek kebijakan mulai dari karakteristik definisi, ketersediaan
data, program nasional, kerangka strategi dan koordinasi antar KL serta antar pemerintah pusat
dan daerah, kondisi lingkungan bisnis (perijinan usaha, kebijakan keuangan, pembiaayan,
perpajakan, dan sebagainya), Business Development Services, serta dimensi lokal pengembangan
UMKM dan Kewirausahaan di Indonesia.
Reviu tersebut bertujuan untuk mendapatkan gambaran utuh bagaimana pemerintah Indonesia
mengelola potensi UMKM dan kewirausahaan yang ada, yang selama ini terbukti tangguh
menopang perekonomian bangsa. Selain itu, reviu juga bertujuan untuk menghasilkan
rekomendasi perbaikan arah kebijakan nasional pengembangan UMKM dan kewirausahaan,
sehingga kebijakan pemerintah dapat lebih berdampak pada meningkatnya daya saing UMKM dan
wirausaha Indonesia. Dalam prosesnya, Indonesia Policy Review on SME and Entrepreneurship
telah melibatkan 24 K/L, Pemerintah Daerah, perwakilan pelaku usaha, sektor swasta, dan
akademisi.
Saat ini draft laporan hasil reviu sedang dibahas dalam pertemuan Working Party on SMEs and
Entrepreneurship di Paris dalam, di mana turut hadir dalam pertemuan tersebut delegasi Indonesia
perwakilan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Setelah draft laporan dibahas dan diberikan
masukan maupun tanggapan dalam sidang tersebut, OECD akan segera menyusun laporan
akhirnya untuk dapat segera dipublikasikan akhir tahun 2018.
ASEAN Business Incubator Network (ABINeT) Project merupakan project yang lahir dari kerja
sama ASEAN dan Jepang, dengan sumber pendanaan bersal dari JAIF. Tujuan utama dari project
ini adalah mengembangkan pusat-pusat inkubator bisnis dan teknologi untuk peningkatan
kapasitas dan daya saing UMKM di ASEAN.
Project ini akan dimulai pada pertengahan tahun 2018 sampai 2020, di mana Deputi Bidang
Produksi dan Pemasaran, Kementerian Koperasi dan UKM bertindak sebagai project
proponent dengan menggandeng Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI) dalam implementasi
project tersebut.
Program yang akan dilaksanakan dalam project tersebut antara lain: (1) Implementasi ASEAN
model business incubation, (2) Pengembangan database informasi (3) Menyelenggarakan
business matching bagi UKM yang diinkubasi, (4) Melaksanakan program co-incubation
ASEAN, (5) Mengadopsi program virtual business incubation, dan (6) Mengidentifikasi
pakar/ahli inkubator UKM yang dapat dimanfaatkan oleh inkubator ASEAN.
Dengan adanya project ini diharapan dapat lebih mengembangkan dan mengoptimalkan peran dan
fungsi inkubator bisnis dalam menjalankan program inkubasi bagi UKM, yang nantinya akan
berdampak pada peningkatan kapasitas dan daya saing UKM yang lebih tinggi di ASEAN dalam
rangka menuju ASEAN Economic Community.
Sebagaimana telah disepakati dalam Sidang 5th ACCMSME bahwa ASEAN akan kembali
bekerja sama dengan Jepang dalam menyusun buku success story UKM
ASEAN. Penyusunan Future of ASEAN 50 Success Stories of Digitalised MSMEs kali ini akan
memuat profil dari 50 UKM di ASEAN yang telah sukses, terutama bagi UKM digital dan start-
up, yang telah memanfaatkan teknologi sebagai basis menjalankan usahanya.