1502174250 KM. 41 MC GAB F Rabu, 6 Mei 2020 13.00 – 15.00 (120 menit) Komunikasi Global UAS KOMUNIKASI GLOBAL
Artikel 4: “Presiden RI Akan Ikuti KTT Luar Biasa G20 Dalam Bahas Covid-19.”
Jakarta, 25 Maret 2020 - Di tengah pandemik global COVID-19, negara-negara dengan
perekonomian terbesar dunia yang tergabung dalam G20 akan mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa secara virtual guna membahas penanganan COVID-19. Kepala Negara Arab Saudi, Raja Salman sebagai Presidensi G20 tahun 2020, akan memimpin KTT yang akan diselenggarakan pada tanggal 26 Maret 2020 pukul 19.00 malam. Diharapkan para Kepala Negara G20 dapat menghasilkan suatu Pernyataan Bersama terkait COVID-19. Pada pertemuan tersebut, Presiden RI, Joko Widodo akan berdiskusi secara online dengan para pemimpin negara anggota G20 dan organisasi internasional terkait diantaranya PBB, WHO, Bank Dunia dan IMF. Dengan tujuan untuk membahas tidak saja penanganan krisis pandemik, tetapi juga dampak ekonomi dan sosial yang berpengaruh pada global supply- chain. IMF memperkirakan bahwa dampak COVID-19 berpotensi untuk seburuk krisis ekonomi global pada tahun 2008. Untuk itu, pertemuan G20 kali ini sangat dinanti-nanti dunia guna mendukung stabilitas keuangan dan perekonomian dunia. Presiden RI akan berpartisipasi dalam KTT G20 tersebut untuk mendorong solidaritas global yang memerlukan aksi bersama dan terkoordinasi, seperti kepentingan untuk kebutuhan akses dan keterjangkauan peralatan kesehatan dan vaksin. Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, dukungan pendanaan dalam mekanisme bilateral, regional ataupun multilateral secara global perlu didukung dengan peningkatan kerja sama internasional dalam memerangi COVID-19 dan segala dampak ekonomi dan sosialnya. Aspek perdagangan internasional dan kerja sama internasiona juga menjadi pokok bahasan utama guna menjamin kelancaran arus barang dan jasa, serta penguatan upaya global dalam merespon COVID-19. Sebelum diselenggarakannya KTT G20 Luar Biasa Virtual, G20 telah melakasanakan pertemuan virtual Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 pada 23 Maret 2020, serta pertemuan Sherpa G20 pada 25 Maret 2020. Pada pertemuan virtual para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, telah dibahas paket stimulus dalam kerangka COVID-19. Di samping itu, organisasi internasional seperti Bank Dunia dan IMF juga sepakat untuk mengeluarkan bantuan pendanaan guna meredam dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian global. Dalam pertemuan Sherpa G20, Indonesia telah menyampaikan perlunya G20 untuk fokus mendukung negara berkembang dan Least Developed Countries (LDCs) sebagai pihak yang diperkirakan paling rentan terhadap dampak pandemi COVID-19. G20 yang dibentuk tahun 1999 merupakan forum utama kerja sama ekonomi internasional yang memiliki posisi strategis yang secara kolektif mewakili 85% GDP dunia, 75% perdagangan global dan 2/3 penduduk dunia. (Sumber: Kemlu RI)
Analisis Artikel 4:
1. Politik dan Diplomasi
Menurut Gibson (1986), politik luar negeri adalah rencana komprehensif yang dibuat berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman untuk menjalankan bisnis pemerintahan dengan negara lain. Politik luar negeri ditujukan pada peningkatan dan perlindungan kepentingan bangsa. Diplomasi berarti urusan dalam penyelenggaraan perhubungan resmi antara satu negara dengan negara lain, atau urusan kepentingan sebuah negara dengan perantaraan wakil-wakilnya di negara lain. Intinya, politik luar negeri dan diplomasi intinya sama, yakni membangun hubungan dengan negara lain dan organisasi internasional. Tujuan diplomasi ada 4, yaitu: - Acquisition Perolehan informasi untuk mengambil keputusan atau mempertimbangkan kebijakan. Pandemi COVID-19 tengah menyerang berbagau negara di dunia, dengan adanya KTT Luar Biasa ini dilaksanakan selain membahas hal-hal yang bisa mengatasi krisis yang ada, tetapi juga mengambil keputusan yang baik agar tidak berdampak buruk pada ekonomi dan sosial yang berpengaruh pada global supply chain. - Preservation Diplomasi bertujuan untuk memelihara hubungan baik dan kerja sama. Bukti agar berhubungan baik dan kerja sama bisa dilihat dari pelaksanaan KTT Luar Biasa virtual ini dipimpin oleh Kepala Negara Arab Sauri, Raja Salman sebagai Presidensi G20 tahun 2020. Anggota yang tergabung dalam KTT Luar Biasa virtual ini meliputi negara-negara anggota G20 dan juga organisasi internasional seperti PBB, WHO, Bank Dunia dan IMF. - Augmentation Diplomasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Presiden RI akan berpartisipasi dalam KTT G20 tersebut untuk mendorong solidaritas global yang memerlukan aksi bersama dan terkoordinasi, seperti kepentingan untuk kebutuhan akses dan keterjangkauan peralatan kesehatan dan vaksin. Bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya, dukungan pendanaan dalam mekanisme bilateral, regional ataupun multilateral secara global perlu didukung dengan peningkatan kerja sama internasional dalam memerangi COVID-19 dan segala dampak ekonomi dan sosialnya. Aspek perdagangan internasional dan kerja sama internasiona juga menjadi pokok bahasan utama guna menjamin kelancaran arus barang dan jasa, serta penguatan upaya global dalam merespon COVID-19. - Proper Distribution Diplomasi bertujuan untuk menjaga keseimbagan dan kelestarian hubungan melalui pembagian yang adil.
2. Peran Diplomat Indonesia
Sebelum membahas peran, perlu diketahui bahwa pengertian diplomat sendiri adalah seorang yang berkecimpung dalam urusan penyelenggaraan perhubungan resmi antara suatu negara dengan negara lain untuk mencapai tujuan negaranya. Diplomat dapat berupa kepala negara, menteri luar negeri, hingga duta besar. Dengan kata lain diplomat adalah komunikator yang melaksanakan perundingan untuk memenangkan kepentingan negara yang diwakilinya. Diplomat adalah pelaku negosiasi yang mengupayakan peningkatan hubungan dan kerja sama bilateral, trilateral, dan multilateral dalam berbagai bidang. Peran Diplomat sendiri ada 3, yakni: - Diplomat sebagai monitor Presiden Joko Widodo turut berpatisipasi dalam KTT G20 dikarenakan adanya pandemi COVID-19 yang tengah menyerang berbagai negara di dunia, salah satunya adalah Indonesia. Keikutsertaan Presiden RI Joko Widodo dalam G20 ini semata-mata adalah salah satu upaya untuk peningkatan kerja sama internasional dalam memerangi COVID-19. - Diplomat sebagai komunikator Mernjadi seorang perwakilan dari sebuah negara untuk berkomunikasi dengan negara lain tidak lah mudah, banyak sekali kualifikasi untuk menjadi seorang diplomat. Seorang diplomat harus menguasai bahasa diplomasi yang mengandung pandangan politik, bahasa yang logis, dan fleksibilitas, serta penguasaan terhadap makna dari simbol-simbol dan interaksi simbolik. Pada pertemuan tersebut, Presiden RI Joko Widodo berkomunikasi secara virtual dengan para pemimpin negara anggota G20 yakni ada 20 negara, yang terdiri dari: Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, Britania Raya, RRC, India, Indonesia, Italia, Jepanh, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki, dan Uni Eropa. Seorang diplomat diharuskan mampu untuk berkomunikasi dengan para pemimpin yang mana mempunyai tata cara berkomunikasi yang berbeda-beda. Selain itu, Presiden RI Joko Widodo juga turut berkomunikasi dengan organisasi internasional seperti PBB, WHO, Bank Dunia, dan IMF. - Diplomat sebagai negosiator Di pertemuan virtual Presiden RI Joko Widodo dengan para petinggi lainnya bukan dengan tujuan untuk menundukkan satu sama lain, melainkan untuk bekerja sama dan mencari jalan terbaik untuk memerangi COVID-19. Kerja sama ini mengupayakan peningkatan hubungan dan kerja sama bilateral, trilateral, dan multilateral dalam berbagai bidang, khususnya dibidang perekonomian dunia.
3. Teknik dan Capaian Diplomasi Indonesia
Onong Uchjana Effendy (1986) menyatakan, komunikasi dapat dibedakan berdasarkan sifatnya sebagai berikut: - Komunikasi tatap muka (face to face communication), dipergunakan apabila mengharapkan efek perubahan tingkah laku dari komunikan. - Komunikasi bermedia (mediated communication), digunakan untuk memengaruhi atau mengubah sikap dan opini publik.
Di artikel tersebut bisa disimpulkan bahwa beberapa pertemuan diplomasi
diadakan secara bermedia (mediated communication) atau virtual Diplomasi virtual menurut EJ Dionner JR meliputi pengambilan keputusan, koordinasi, komunikasi, dan praktik hubungan internasional dipengaruhi oleh bantuan teknologi komunikasi dan informasi. Menurut artikel, terjadi 3 pertemuan virtual antar diplomat yang membahas COVID-19, yakni: - KTT G20 Luar Biasa Virtual (26 Maret 2020) dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan para pemimpin negara anggota G20, dan juga organisasi internasional seperti PBB, WHO, Bank Dunia, dan IMF. Pada pertemuan ini, Indonesia dan beberapa negara yang tergabung pada pertemuan ini membahas tentang penguatan upaya global dalam merespon COVID-19. - Pertemuan virtal Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (23 Maret 2020). Pertemuan ini membahas paket stimulus dalam kerangka COVID-19. Di samping itu, organisasi internasional seperti Bank Dunia dan IMF juga sepakat untuk mengeluarkan bantuan pendanaan guna meredam dampak pandemi COVID- 19 terhadap perekonomian global. - Pertemuan Sherpa G20 (25 Maret 2020). Indonesia menyampaikan perlunya G@) untuk focus mendukung negara berkembang dan LDCs sebagai pihak yang diperkirakan paling rentan terhadap dampak pandemi COVID-19.
3 pertemuan tersebut merupakan capaian terbaru diplomasi Indonesia, yang mana
sebelumnya Indonesia telah mencapai beberapa keberhasilan diplomasi salah satunya adalah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.
4. Tantangan Diplomasi Indonesia ke Depannya
Salah satu tantangan besar diplomasi Indonesia adalah berkaitan dengan terpilihnya Indonesia menjadi anggota dewan keamanan tidak tetap PBB. Ini merupakan kali keempat Indonesia dipercaya sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB. Tercatat mulai 1 Januari 2019, Indonesia menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB hingga 31 Desember 2020, itu menandakan bahwa kesibukan diplomasi Indonesia akan terus berjalan. Prinsip politik luar negeri Indonesia sendiri mengusung politik bebas aktif dan menyebabkan Indonesia diizinkan untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Beberapa tantangan diplomasi Indonesia ke depannya: - Adanya berbagai perbedaan pandangan di dewan keamanan, Indonesia ditutuntut agar bisa menangani serta mengalihkan pembahasan isu-isu. - Melemahnya multilateralisme, menguatnya Unilateralisme. Seharusnya, setiap keutusan yang diambil dewan keamanan PBB seharusnya berprinsip multilateralisme. - Adanya pengawasan dari masyarakat dalam negeri. Masyarakat yang dahulunya tidak peduli apapun yang diambil keputusan yang dicapai dewan keamanan PBB, namun sekarang tidak lagi, kesadaran terhadap politik luar negeri makin meningkat.